Anda di halaman 1dari 22

Arief nurhidayah.

s
1102012028

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Asma Bronkial Anak


LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Asma Bronkial Anak
Asma bronkial atau disebut juga bengek adalah suatu penyakit kronis yang ditandai
adanya peningkatan kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsang dari luar (debu,
serbuk bunga udara dingin, makanan dll.) yang menyebabkan penyempitan saluran napas
yang meluas dan dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan. Keadaan ini dapat
menyebabkan gejala sesak napas, napas berbunyi dan batuk yang sering disertai lendir.
Keadaan yang berat dapat menimbulkan kegagalan pernapasan sampai kematian. Sebagian
besar asma pada anak adalah karena alergi.
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Asma Bronkial Anak
1. Ekstrinsik (alergik)
Reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang,obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas,
maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik/idiopatik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan
faktor lingkungan.
Faktor genetik
a. Hipereaktivitas
b. Atopi/alergi bronkus
c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d. Jenis kelamin
e. Ras/etnik
Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)
b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu
sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas
tertentu
j. Perubahan cuaca

LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asma Bronkial Anak


Klasifikasi derajat asma pada anak
Parameter klinis,
Asma episodik Asma episodik
kebutuhan obat Asma persisten
jarang sering
dan faal paru asma

Frekuensi
<1x/bulan >1x/bulan Sering
serangan
Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
Lama serangan <1minggu >1minggu
periode bebas
serangan
Intensitas
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
serangan
Diantara Gejala siang dan
Tanpa gejala Sering ada gejala
serangan malam
Tidur dan
Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu
aktifitas
Pemeriksaan
Normal ( tidak Mungkin tergganggu
fisik diluar Tidak pernah normal
ditemukan kelainan) (ditemukan kelainan)
serangan
Obat
pengendali(anti Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal PEFatauFEV1<60-
PEFatauFEV1>80% PEVatauFEV<60%
paru(diluar 80%
serangan)
Variabilitas faal
Variabilitas 20-30%.
paru(bila ada Variabilitas>15% Variabilitas>30%
Variabilitas >50%
serangan)
PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1=Forced expiratory volume in
second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)

Epidemiologi Asma Bronkial Anak


Prevalensi asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada
anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar,3 dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah
pertama. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada
anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia
6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%.
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003),
prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak
4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita
yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki.
WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan
berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu
populasi. Kematian anak akibat asma jarang.

LO 1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Asma Bronkial Anak


Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin
dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf
pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi
yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi
terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-
adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi
reseptor -alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta-
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi
dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan b-
adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.
LO 1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Asma Bronkial Anak
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi
yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing),
batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma,
keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak,
dirasakan makin lama makin meningkatatau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung
cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan
atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar
sama sekali. Batuk hampir selalu ada,bahkan sering kali diikuti dengan dahak putih berbuih.
Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga
pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease(COPD). Tanda lain yang
menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama
pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot pembantu pernapasan
ikut aktif, dan penderita tampak gelisah.
Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2,
tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat
sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2
darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit,
karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalamdarah akibat respons hipoksemia.

LO 1.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Asma Bronkial
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani
dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal
untuk menegakkan diagnosis.
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan.
Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling
sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi
diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar
(silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut, sesuai derajat serangan :
1. Inspeksi
a. pasien terlihat gelisah,
b. sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium,
retraksi suprasternal),
c. sianosis
2. Palpasi
a. biasanya tidak ditemukan kelainan
b. pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
3. Perkusi
a. biasanya tidak ditemukan kelainan
4. Auskultasi
a. ekspirasi memanjang,
b. mengi,
c. suara lendir
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
a. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
b. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
c. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
d. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
e. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
f. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.
Diagnosis Banding
Dewasa
a. Penyakit paru obstruktif kronik f. Obstruksi mekanis
(PPOK) g. Emboli paru
b. Bronkitis kronik
c. Gagal jantung kongestif
d. Batuk kronik akibat lain-lain
e. Disfungsi larings
Anak
a. Rinosinusitis
b. Refluks gastroesofageal
c. Infeksi respiratorik bawah viral berulang
d. Displasia bronkopulmoner
e. Tuberkulosis
f. Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik intratorakal
g. Aspirasi benda asing
h. Sindrom diskinesia silier primer
i. Defisiensi imun
j. Penyakit jantung bawaan

Fisik dan Penunjang


1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi darikristal eosinopil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) daricabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifatmukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucusplug
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pulaterjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig
Epada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
3. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
makakelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akanbertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusenakan semakin
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, danpneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen padaparu-paru.
4. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapatmenimbulkan
reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan testempel.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagimenjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi padaempisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasidan clockwise
rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB(Right bundle
branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, danVES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
6. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yangpaling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometri nya menunjukkan obstruksi.

LO 1.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Asma Bronkial Anak


Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat

Tata laksana medikamentosa


Terapi farmakologi merupakan salah satu bagian dari penanganan asma yang
bertujuan mengurangi dampak penyakit dan kualiti hidup; yang dikenal dengan tujuan
pengelolaan asma.
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan
untuk mengatasi eksaserbasi/ serangan, dikenal dengan pelega.
Agonis b2-Adrenergik
Sebagai bronkodilator, b2-Agonis adalah obat yang paling poten dan berkerja cepat
dan paling banyak dipakai untuk mengatasi serangan asma. Ada 2 golongan b2-agonis yang
tersedia di Indonesia yaitu yang bekerja cepat dan bekerja lambat, dan diberikan dalam
bentuk inhalasi (metered dose inhaler), dengan nebulizer, atau serbuk yang dihirup (dry
powder inhaler). Selain bekerja sebagai bronkodilatasi, b2-agonis meningkatkan fungsi
clearance daripada silia, mengurangi edema dengan menghambat kebocoran kapiler dan
mungkin menghambat kerja sel mast. Efek samping b2-agonis adalah tremor, takikardia dan
anak cemas, yang semuanya ini akan berkurang bila b2-agonis diberikan lewat hirupan.
Untuk serangan asma dipakai b2-agonis yang bekerja cepat seperti, salbutamol, terbutalin
atau pirbeterol, sedangkan salmeterol dan formeterol dipergunakan sebagai pengendali asma
dengan mengkombinasikan kedua obat ini dengan steroid inhalasi dan sebaiknya b2-agonis
kerja lambat tidak dipergunakan sebagai monoterapi.
Metilxantin
Yang tergolong dalam metilxantin adalah teofilin dan aminofilin. Cara kerja obat ini
adalah menghambat kerja ensim fosfodiesterase dan menghambat pemecahan cAMP menjadi
5’AMP yang tidak aktif. Obat ini dapat dipergunakan sebagai pengganti b2-agonis untuk
mengatasi serangan asma atau kombinasi dengan b2-agonis oral atau inhalasi. Teofilin atau
aminofilin lepas lambat dapat diberikan bersama dengan steroid inhalasi sebagai pengendali
asma, juga pada asma berat aminofilin masih dapat dipakai dengan memberikannya secara
parenteral.
Untuk memperoleh fungsi paru yang baik, diperlukan konsentrasi aminofilin dalam darah
antara 5-15 mg/ml dan efek samping terjadi bila kadar aminofilin dalam darah berada di atas
20 mg. Pemberian aminofilin intravena pada serangan berat/status asmatikus
dipertimbangkan. Bila dengan obat-obat standar di atas belum ada perbaikan, berikan loading
dose 4-5 mg/kg BB, diencerkan dengan NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan dalam
waktu 10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,7-0,9 mg/kg BB/jam atau 5-6 mg/kg
BB/8 jam. Efek samping yang sering dijumpai adalah iritasi lambung, insomia, palpitasi, dan
pada dosis yang berlebihan dapat terjadi konvulsi.
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang paling poten untuk pengobatan
penyakit asma. Kerja obat ini melalui pelbagai cara, antara lain menghambat kerja sel
inflamasi, mengambat kebocoran pembuluh darah kapiler, menurunkan produksi mukus dan
meningkatkan kerja reseptor b-reseptor.
Steroid inhalasi
Walaupun pemberian steroid secara inhalasi mempunyai efek samping yang minimal
(kecuali: kandidiasis oral), pada pemberian lama dan dosis tinggi akan menghambat
pertumbuhan, sekitar 1-1,5 cm/tahun untuk bulan-bulan pertama pemakaian, dan pada
pemakaian jangka panjang ternyata tidak berpengaruh banyak pada pertumbuhan. Walaupun
demikian, perlu dipertimbangkan untuk dikombinasi dengan b-agonis kerja lambat, teofilin
kerja lambat atau leukotriene receptor antagonist, bila untuk pengendali jangka panjang
pasien resisten terhadap steroid inhalasi atau dosis steroid perlu ditingkatkan.

LO 1.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Asma Bronkial Anak


Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan
dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung
menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat
terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat
berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma
yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal
pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.

LO 1.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Asma Bronkial Anak


Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10
juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada
masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis
pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderita ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma
penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma
anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.

LO 1.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Asma Bronkial Anak


Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko
asma (orangtua asma), dengan cara :
a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi/anak
b. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak
mengganggu asupan janin
c. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
d. Diet hipoalergenik ibu menyusui
2. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam
ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang
telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang
dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan
bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi
dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan
kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada
penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).
Penilaian Derajat Serangan Asma Pada Anak
ALGORITMA
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH

Penilaian berat serangan


Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE , 80% nilai terbaik / prediksi

Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral

Sumber : PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004


Algoritma Penatalaksanaan Asma Di Rumah Sakit

Penilaian Awal
-
Riwayat dan pemeriksaan fisik

(auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau

Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan Awal

 Oksigenasi dengan kanul nasal


 Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2
injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
 Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat,tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator, dalam
kortikosterois oral

Penilaian Ulang setelah 1 jam

Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respons baik Respons Tidak Sempurna Respons buruk dalam 1 jam

 Respons baik dan stabil dalam  Resiko tinggi distress  Resiko tinggi distress
60 menit  Pem.fisis : gejala ringan – sedang  Pem.fisis : berat, gelisah dan
 Pem.fisi normal  APE > 50% terapi < 70% kesadaran menurun
 APE >70% prediksi/nilai  Saturasi O2 tidak perbaikan  APE < 30%
terbaik  PaCO2 < 45 mmHg

Pulang Dirawat di RS Dirawat di ICU

 Pengobatan dilanjutkan  Inhalasi agonis beta-2 + anti— Inhalasi agonis beta-2 + anti
dengan inhalasi agonis beta-2 kolinergik kolinergik
 Membutuhkan kortikosteroid  Kortikosteroid sistemik Kortikosteroid IV
oral  Aminofilin drip Pertimbangkan agonis beta-2 injeksi
 Edukasi pasien  Terapi Oksigen pertimbangkan kanul SC/IM/IV
- Memakai obat yang nasal atau masker venturi Aminofilin drip
benar  Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar Mungkin perlu intubasi dan ventilasi
- Ikuti rencana pengobatan teofilin mekanik

Perbaikan Tidak Perbaikan

Pulang
Dirawat di ICU
Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam
berikan pengobatan oral atau inhalasi

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, , 2004.
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

Klinik / IGD

Nilai derajat serangan(1)


(sesuai tabel 3)

Tatalaksana awal
 nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
 nebulisasi ketiga + antikolinergik
 jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan berat
Serangan ringan Serangan sedang
(nebulisasi 1-3x, respons baik, (nebulisasi 1-3x, (nebulisasi 3x,
gejala hilang) respons parsial) respons buruk)
 observasi 2 jam
 jika efek bertahan, boleh  berikan oksigen (3)  sejak awal berikan O2
pulang  nilai kembali derajat saat / di luar nebulisasi
 jika gejala timbul lagi, serangan, jika sesuai dgn  pasang jalur parenteral
perlakukan sebagai serangan sedang,  nilai ulang klinisnya, jika
serangan sedang observasi di Ruang sesuai dengan serangan
Rawat Sehari/observasi berat, rawat di Ruang
Rawat Inap
 foto Rontgen toraks

Ruang Rawat Inap


Boleh pulang Ruang Rawat Sehari/observasi  oksigen teruskan
 bekali obat -agonis  oksigen teruskan  atasi dehidrasi dan
(hirupan / oral)  berikan steroid oral asidosis jika ada
 jika sudah ada obat  nebulisasi tiap 2 jam  steroid IV tiap 6-8 jam
pengendali, teruskan  bila dalam 12 jam perbaikan  nebulisasi tiap 1-2 jam
 jika infeksi virus sbg. klinis stabil, boleh pulang,  aminofilin IV awal,
pencetus, dapat diberi tetapi jika klinis tetap belum
steroid oral membaik atau meburuk, alih lanjutkan rumatanjika
 dalam 24-48 jam kon- rawat ke Ruang Rawat Inap membaik dalam 4-6x
trol ke Klinik R. Jalan, nebulisasi, interval
untuk reevaluasi jadi 4-6 jam
 jika dalam 24 jam
Catatan: perbaikan klinis stabil,
boleh pulang
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung  jika dengan steroid dan
dengan -agonis + antikolinergik aminofilin parenteral
2. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif tidak membaik, bahkan
3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan timbul Ancaman henti
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali napas, alih rawat ke
Ruang Rawat Intensif
Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang

Obat pereda: -agonis atau teofilin


Asma episodik jarang
(hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu, obat


dosis / minggu > 3x < 3x

Tambahkan obat pengendali:


Asma episodik sering Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

6-8 minggu, respons: (-) (+)

Asma persisten Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu P


obat: E
 -agonis kerja panjang (LABA)
 teofilin lepas lambat
 antileukotrien N
 atau dosis kortikosterid ditingkatkan (medium)
G
6-8 minggu, respons: (-) (+) H
I
Kortikosteroid dosis medium ditambahkanan salah
satu obat: N
D
 -agonis kerja panjang
 teofilin lepas lambat A
 antileukotrien
 atau dosis kortikosteroid ditingkatkan (tinggi) R
A
6-8 minggu, respons: (-) (+)
N
Obat diganti kortikoteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis
STRATEGI PRIMARY HEALTH CARE
DALAM PENGENDALIAN ASMA
MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PASIEN
KONSELING
PUSKESMAS ASMA KELOMPOK

& KELUARGA MASYARAKAT


KUNJUNGAN (KLIEN)
RUMAH
BERISIKO
KLINIK
TINGGI
SWASTA
PENGORGANISASIAN
MASYARAKAT/LS/LP/LSM (YAI, YAPNAS, dll)
ASMA

STRATEGI PRIMARY HEALTH CARE


DALAM PENGENDALIAN ASMA
MELALUI PEMBERDAYAAN HARUS DIDUKUNG OLEH
BINA SUASANA & ADVOKASI

Org.Profesi Pengambil Dukungan/Bantuan

ADVOKASI keputusan
LSM /pemilik dana
Media Massa
Dokter
PKM
Dinkes Individu
Kab/Kota KOORD Puskesmas Tenaga PKM Perawat Keluarga
Masyarakat
Bidan

Sanitarian,
PKM
BINA SUASANA dll
Individu Suasana Kondusif
TOMA
Kelmp.Masy
LSM

Media Massa
PELANGI ASMA

Pelangi asma, monitoring asma secara mandiri


Hijau
 Kondisi baik, asma terkontrol
 Tidak ada / minimal gejala
 APE : 80-100 % nilai dugaan / terbaik
Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap
berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi.

Kuning
 Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut / eksaserbasi
 Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa
berat, baik saat aktivitas maupun istirahat) dan atau APE 60-80 % dengan prediksi /
nilai terbaik.
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah
 Berbahaya
 Gejala asma terus- menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari.
 APE < 60% nilai dugaan / terbaik.
Pasien membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati
dokter-pasien secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau
ke rumah sakit terdekat.

Sumber : PDPI, Asma Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia,2004


Daftar Pustaka

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004
Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=199741315235
UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi 2004

http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html

Anda mungkin juga menyukai