Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus.
Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya
karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan
dengan trauma di amerika serikat dan berkaitan dengan 50% kematian yang
berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem multiple. Trauma dada
diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul
dada lebih umum, pada trauma ini seringtimbul kesulitan dalam mengidentifikasi
keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan rancu.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan trauma thorax?
b. Apa etiologi dari trauma thorax?
c. Bagaimana tanda dan gejala dari trauma thorax?
d. Bagaimana patofisiologitrauma thorax?
e. Bagaimana penatalaksanaan kegawardaruratan trauma thorax?
f. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gawat darurat trauma thorax?
C. Tujuan
a. Mengetahui definisi Trauma thorax
A. PENGERTIAN
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001)
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus.
Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya
karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).
Kesimpulan : Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan
baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan
abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat
trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam
rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa
kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade
Jantung, dan sebagainya.
B. ETIOLOGI
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy
ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada
tanpa pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh
vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
c. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
d. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa
benda berat.
e. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
f. Fraktu tulang iga
g. Tindakan medis (operasi)
h. Pukulan daerah torak.
C. KLASIFIKASI
Trauma dada dikalsifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma tajam
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma tumpul
a. Tension pneumothoraks
b. Trauma tracheobronkhial
c. Flail Chest
d. Ruptur diafragma
e. Trauma mediastinal
f. Fraktur kosta
D. PROGNOSIS PENYAKIT
1. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru
menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang
menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih
besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah
melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas
yang hebat
2. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak.
Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin
banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
a. Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b. Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
c. Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan
d. pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
3. Hematothorak
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi
terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen
dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan
menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan
pernafasan paradoksal.
5. Tamponade jantung
Luka tembus / tusuk jantung adalah penyebab kematian utama pada daerah
perkotaan.Tamponade jarang terjadi akibat trauma tumpul.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma,
seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan
yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat
terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk
menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta
kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga
dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang
dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti
fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal
hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan
ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat
dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa
adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada
esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta
katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh
seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat
trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas
gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu
seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai
keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera
aorta pada trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
G. PENATALAKSANAAN
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat
darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan
yang tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-
masing klien secara spesifik.Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk
mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran
yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang
dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan
napas.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan
tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk
Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada
korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.
Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala
topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw
Thrust Manuver)
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan
dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien
(Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam
satu waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari
hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai
dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan
darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan.Klien dengan trauma dada
kadang mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka
tembus akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ
(multiple).Tindakan menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang
sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga
prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma
dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak
menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta
dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada.
Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi,
resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah
Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
2. Konservatif
a) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari
pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska
trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan
menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya
pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ jantung.
b) Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan
tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila
belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka
penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan
dosis 250 mg 4 x sehari.
d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita
memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan
kebutuhan dan program pengobatan konservatif.
3. Invasif / Operatif
a. WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.
b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik
adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan
ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.( Brunner dan Suddarth,
1996).
H. KOMPLIKASI
1. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding
dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena
yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta
lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi
sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan
paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu
sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok.
Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan
darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi tanda – tanda :
a) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa
terjadi dypsnea.
b) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
c) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
d) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut.
Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini
menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Primer
1. AIRWAY
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax.walaupun gejala kinis yang
ada kadang tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera
laring yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat
menyebabkan dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi dari sendi
sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat menyebabkan sumbatan airway
atas. Trauma ini diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda
perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah leher akan
menyebabkan terabanya defek pada regio sendi sternoclavikula. penanganan
trauma ini paling baik dengan reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan
intubasi endotracheal.
2. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian breathing dan
vena-vena leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan
dinilai dengan diobservasi, palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari
trauma thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan
pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk.
Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang
mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama primary survey.
3. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya.
Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui
inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok
dapat disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension pneumothorax.
Penderita trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan adanya disritmia
harus dicurigai adanya trauma miokard.
e. Open Pneumothorak
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup lubang pada dinding
dada ini sehingga open pneumothorax menjadi closed pneumothrax (tertutup).
Prinsip penutupan bersih. Harus segera ditambahkan bahwa apabila selain lubang
pada dinding dada, juga ada lubang pada paru, maka usaha menutuo lubang ini
secara total (occlusive dressing) dapat mengkibatkan terjadinya tension
pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah :
a) Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster pada 3 sisinya,
sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule
pada sisi dalamnya supaya kedap udara).
b) Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus sering
dievaluasi paru. Apabila ternyata timbul pada tension pneumothorax maka kasa
harus dibuka,
c) Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai ukuran.
f. Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan dekompresi “needle
thoracosintesis”, yakni menusuk dengan jarum besar pada ruang interncostal 2
pada garis midclavicularis. Terapi definitif dengan pemasangan selang dada (chest
tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris dan misaxillaris.
g. Hemathorax Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa ke rumah sakit
untuk dilakukan tindakan operatif. Terapi awal yang harus dilakukan adalah
penggantian volume darah yang dilakukan bersama dengan dekompresi rongga
pleura dan kebutuhan thorakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah awal
lebih dari 1500 ml atau kehilangan darah terus menerus 200 cc/jam dalam waktu
2-4 jam.
h. Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat, pemberian analgesik untuk
mengurangi nyeri resusitasi cairan. Sesak nafas berat akibat kerusakan perenkim
paru mungkin harus dilakukan ventilasi tambahan. Di rumah sakit akan dipasang
respirator apabila analisis gas darah menujukkan pO2 yang rendah atau pCO2
yang tinggi.
i. Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada penderita temponade
jantung tetapi tidak boleh menghambat untuk dilakukannya resusitasi. Metode
yang cepat untuk menyelamatkan penderita ini adalah dilakukan pericardiosintesis
(penusukan rongga perikardium) dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah
tersebut. Tindakan definitif adalah dilakukan perikardiotomi yang dilakukan oleh
ahli bedah.
B. Pengkajian Sekunder
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
a. Aktivitas istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,
tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan
nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar
ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
D. INTERVENSI
1. Diagnosa : Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan perfusi jaringan dengan,
Kriteria hasil :
a.Tanda-tanda vital dalam batas normal
b.Kesadaran meningkat
c.menunjukkan perfusi adekuat
Intervensi Dx 1: Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia,
tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan.
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab penurunan perfusi
jaringan.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan
2) Monitor GCS dan mencatatnya
Rasional : Menganalisa tingkat kesadaran
3) Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menentukan keb. intervensi.
4) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi
4. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan
nyeri berkurang, dengan
Kriteria hasil :
a.Nyeri berkurang/ dapat diatasi
b.Dapat mengindentifikasia aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan
nyeri
c.Pasien tidak gelisah.
Intervensi Dx 4 : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
1) Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasive
Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
2) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil
Rasional: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
3) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung
Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan
dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik -
Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang
4) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang
5) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif
untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
A. KESIMPULAN
Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan
baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan
abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat
trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian
dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi
beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax,
Tamponade Jantung, dan sebagainya.
B. SARAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya dengan gangguan
sistem pernafasan trauma toraks hendaknya mengetahui terlebih dahulu gambaran
keadaan pasien dan rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk penanganan
yang lebih.
DAFTAR PUSTAKA