BAB 1
PENDAHULUAN
RSK terbanyak ditemukan pada kelompok umur 31-40 tahun yaitu 18 orang
(34%) dan ditemukan lebih banyak pada laki-laki yaitu 28 orang (52,8%)
dibandingkan perempuan yaitu, 25 orang (47,2%). Jumlah gejala mayor pada
RSK paling banyak 2 gejala yaitu 15 orang (28,3%), kemudian 5 gejala yaitu 14
orang (26,4%) , 3 gejala dan 4 gejala, masing- masing 11 orang (20,8%) dan
paling sedikit 1 gejala yaitu sebanyak 2 orang (3,8%). Sedangkan jumlah gejala
minor pada penderita gejala RSK paling banyak adaalah 2 gejala yaitu 16 orang
(30,25%) diikuti 1 gejala, yaitu 15 orang (28,3%). 3 geajala 12 orang (22,6%) dan
4 gejala, yaitu 6 orang (11,3%) dan paling sedikit yaitu tanpa gejala dan 6 gejala
masing – masing 1 orang (1,9%). Dari keseluruhan sampel ada 52 orang yang
didiagnosis sebagai RSK.
Rinosinusitis kronik (RSK) atau sering disebut sinusitis kronik
didefinisikan sebagai gangguan akibat peradangan dan infeksi mukosa sinus
paranasalis dan pada mukosa hidung yang telah mengalamai perubahan reversibel
maupun irreversible dengan berbagai etiologi dan faktor predisposisi dan
berlangsung lebih dari 12 minggu RSK masih merupakan tantangan dan masalah
dalam praktek umum maupun spesialis mengingat anatomi, etiologi serta
penanganannya yang kompleks.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan
posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrum highmore) dan sinus sfenoid
kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan
mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui
ostium masing-masing.3
Pada meatus medius yang merupakan ruang di antara konka superior dan
konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris
sebagai muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Pada
meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media
terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.3
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap
4
berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto anak-anak
belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.4
2.2. Definisi
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal
dan sinusitis sfenoid.1,2,3 Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan
sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.
Sinus maksila disebut juga dengan antrum highmore, merupakan sinus
yang sering terinfeksi, oleh karena:
5
2.3. Patofisiologi
Fungsi sinus paranasal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
pertahanan mukosilier, ostium sinus yang tetap terbuka dan pertahanan tubuh baik
lokal maupun sistemik.2,3,5 Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga
terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak
secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti
jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Ada tiga kategori utama pada mekanisme terjadinya sinusitis kronis, yaitu:5
1. Sinusitis yang berhubungan dengan hiperplasia karena peradangan.
2. Sinusitis sebagai bagian dari alergi umum saluran napas.
3. Sinusitis karena salah satu diatas disertai infeksi sekunder.
Penderita memiliki salah satu dari dua tipe alergi. Pertama adalah alergi
umum diatesis yang timbul pada permulaan bersama asma, eksema, konjungtivitis
dan rinitis yang kemudian menjadi rinitis musiman (hay fever) pada anak lebih
tua. Kedua mungkin tidak didapatkan keluhan dan tanda dari alergi sampai umur 8
atau 9 tahun secara berangsur-angsur mukosa semakin “penuh terisi air” yang
menyebabkan bertambahnya sumbatan dan sekret hidung. Polip dapat timbul
karena pengaruh gaya berat terhadap selaput mukosa yang penuh dengan air dan
dapat memenuhi rongga hidung.5
b. Rhinoskopi posterior:
tampak sekret kental di nasofaring (post nasal drip).
c. Transiluminasi:
Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit yang terang di bawah
mata, dan bila ada sinusitis, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna apabila salah satu sisi sinus
yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan sisi yang normal.
kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum
diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai
apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 150 ̊ kaudal. 11
sama lain.11
Gambar 8. Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksila
foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi
sepenuhnya. Foto Water’s umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding posterior
Pemeriksaan foto polos kepala air fluid level merupakan gambaran yang
paling umum pada sinusitis bakteri akut dan umumnya tidak terlihat dalam bentuk
lain dari sinusitis. Pemeriksaan ini paling baik dan paling utama untuk
mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan
lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan-kelainan
jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi. Pemeriksaan ini dari
sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal.11
13
Gambar 12. Foto CT scan posisi Gambar 13. Foto CT scan posisi
coronal menggambarkan coronal menggambarkan sinusitis
Sinusitis jamur. Jaringan lunak pada sisi kanan sinus
menempati sinus maksilaris spenoethmodal.
kanan dan ethmoid dengan
daerah hyperattenuating pusat
khas jamur sinusitis. Dinding
medial sinus yang terkena
terkikis.
2.8. Penatalaksanaan
Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari : 9,10
1. Istirahat
2. Antibiotika
Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas yang relatif murah
dan aman. Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh beberapa
kepustakaan juga bervariasi tergantung kondisi penderita. Pada kasus akut,
antibiotika diberikan selama 5-7 hari sedangkan pada kasus kronik diberikan
selama 2 minggu hingga bebas gejala selama 7 hari. Antibiotika yang dapat
diberikan antara lain :
a. Azitromycin 1 kali 500 mg
b. Amoksisilin 3 kali 500 mg
c. Ampicillin 4 kali 500 mg
d. Eritromisin 4 kali 500 mg
e. Sulfametoksasol – TMP
f. Doksisiklin
2. Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan Alpha
adrenergik agonis menyebabkan vasokontriksi, sehingga memperlancar drainase
sinus.
16
2.9. Pencegahan
a. Penanganan rinitis alergi sedini mungkin, termasuk edukasi cara
menghindari alergi penyebab, sebab 30-40% pederita rinitis alergi
dijumpai adanya rinosinusitis.
b. Penanganan rinitis non alergi, sehingga fungsi drainase dan ventilasi
ostium tetap normal.
c. Koreksi kelainan anatomis hidung sedini mungkin (septum koreksi,
ekstraksi polip, adenotomi dll).
d. Meminimalkan kadar polutan dilingkungan penderita untuk mencegah
rusaknya barier pertahanan mukosa.
2.10. Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, komplikasi dapat terjadi di :
a. Komplikasi orbita (selulitis dan abses orbita)
b. Osteomielitis (tulang maxilla dan frontal)
c. Mukokel
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada dahi
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki 30 tahun datang ke Poli THT RSUD Brigjend H Hasan
Basry Kota kandangan dengan keluhan nyeri pada dahi sebelah kiri, keluhan telah
dirasakan ± sejak 15 hari yang lalu, nyeri dirasakan os secara terus-menerus.
Nyeri juga dirasakan menjalar hingga ke kepala. Nyeri pada dahi dan kepala
dirasakan semakin memberat ketika os sedang sujud. Nyeri pada kedua pipi
disangkal oleh os. Riwayat penurunan penciuman disangkal. Sebelumnya pasien
sudah mendapat pengobatan dari puskesmas kalirung, tetapi tidak ada perbaikan,
kemudian pasien dirujuk ke dokter spesialis THT di RSUD Brigjend H Hasan
Basry Kota Kandangan.
Riwayat keluarga :
21
Tidak ada keluarga pasien yang menderita gejala yang sama. Namun ayah os
punya riwayat sakit asma
Riwayat Pengobatan :
Pasien berobat di puskesmas kalirung
Riwayat Alergi :
a. Udara dingin (+)
b. Alergi obat (-)
c. Debu/polusi (-)
Telinga
kanan kiri
Radang (-), nyeri tekan tragus
Aurikula Radang (-), nyeri tekan tragus (-)
(-)
Retroaurikula Radang (-), nyeri tekan (-) Radang (-), nyeri tekan (-)
Meatus akustikus
Mukosa hiperemi (-) Mukosa hiperemi (-)
eksternus
Utuh, hiperemis (-), reflex Utuh, hiperemis (-), reflex
Membran timpani cahaya jam 5, warna putih cahaya jam 7, warna putih
mengkilat mengkilat
Pemeriksaan luar
Hidung : Asimetris (-), deformitas (-), krepitasi (-)
Sinus : nyeri tekan (+), nyeri ketok pipi kanan (-), nyeri ketok
pipi kiri (-), pangkal hidung dahi (-).
Faring
Arkus faring Simetris Simetris
T1, hiperemi (+), kripta
T1, hiperemi (+), kripta (+),
Tonsil (+),
detritus (-)
detritus (-)
Uvula Simetris, hiperemi (-), oedem (-)
23
Regio Fasialis:
Inspeksi : pembengkakan pipi (-), deformitas wajah (-)
Palpasi : nyeri tekan maksila dextra (-), nyeri tekan maksila sinistra (-)
Nyeri ketok di regio frontalis sinistra (+)
Perkusi : nyeri ketok maksila dextra (-), nyeri tekan maksila sinistra (-)
Nyeri ketok di regio frontalis sinistra (+)
Pemeriksaan Gigi : Lengkap, caries gigi (-)
3.5 Diagnosis
Rhinoinusitis Maksilaris D/S + tonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut
3.6. Penatalaksanaan
Terapi:
1. Antibiotik : azithromycin 500 mg 1 x 1
2. Analgetik dan antipiretik : Paracetamol 500 mg 3x1
3. Kortikosteroid oral : metilprednisolon 4 mg 2 x 1
4. Dekongestan oral : tremenza tablet 2 x 1
5. Mukolitik : ambroxol 30 mg 3 x 1
6. Saline irrigation : NaCl 0,9%
24
3.8. Prognosa
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
25
BAB 4
PEMBAHASAN
Riwayat sering pilek disertai hidung tersumbat yang menetap dan sering
bersin-bersin pada pagi hari dengan keluarnya ingus berwarna bening, hidung
gatal dan batuk merupakan suatu rinitis alergi, hal ini sesuai dengan teori, yang
menyatakan bahwa salah satu etiologi dari sinusitis adalah rinitis alergi. Hal ini
terjadi karena organ-organ yang membentuk KOM (kompleks osteo meatal)
letaknya berdekatan dan apabila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan
saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi berupa serous. Kondisi ini biasanya di anggap sebagai
rhinosinusitis non bacterial dan biasanya akan sembuh dalam beberapa hari. Bila
kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus akan menjadi mediator
yang baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga sekret akan berubah purulen.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan: nyeri tekan (+), pada regio
frontalis sinistra yang menunjukkan adanya peradangan pada sinus, pada
rinoskopi anterior, ditemukan discharge (+) warna putih kekuning-kuningan,
26
mukosa hiperemis, konka edema, warna livid, yang menandakan adanya suatu
rinitis alergi.
Pada pasien ini diberikan terapi Antibiotik golongan makrolid
( azitromycin 1x500 mg, pada sinusitis maxilaris non dentogen, pemberian
azitromycin selama 3 hari lebih efektif dari pada amoxicillin selama 10 hari, dan
juga regimen dosis yang secara signifikan lebih sederhana dan efek klinis yang
lebih cepat adalah keuntungan dari azitromycin. Analgetik dan antipirektik yaitu
parasetamol 3x500 mg yang bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri.
kortikosteroid oral yaitu metilprednisolone 2x4 mg, pada rinitis alergi berefek
anti inflamasi, menghilangkan edem ostium sinus, menormalkan fungsi silia,
mencegah migrasi eosinofil. Dekongestan oral yaitu tremenza 2x1, dapat
melebarkan ostium sinus paranasal yang akan melancarkan drainase dengan
aktivitas siliaris. Mukolitik yaitu ambroxol 3x30 mg, secara teori, mukolitik
seperti bromehexin atau ambroxol hidroklorida memiliki kelebihan dalam
mengurangi sekresi dan memperbaiki drainase. saline irigation yaitu nacl 0,9%
yang bertujuan untuk meringankan gejala selesma dan hidung tersumbat.
27
BAB 5
RINGKASAN
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena,
dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis
sfenoid.Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis
frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang
atau kronis. Sinusitis kronis berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi
selama lebih dari dua puluh hari (lebih dari tiga minggu). Sinusitis akut dapat sembuh
sempurna jika diterapi dengan baik. Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain
ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita
hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks osteo-meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia
seperti pada sindroma Kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan yang berpolusi, udara dingin
dan kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia. Untuk menegakkan diagnosis sinustis memerlukan dua kriteria
mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada pasien, dengan gejala lebih
dari 7 hari.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall dan Collmans Sinusitis. Disease of The Nose, Throat and Ear. Head and Neck
Surgery. Fourtheenth ed, 2005, 49 – 53.
2. Dykewicz MS, Hamilos DL February 2010. Rhinitis and Sinusitis. The Journal of
Allergy and Clinical Immunology. 125: S103–15.
3. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA, Iskandar N
(eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6 th Ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.pp.150-154.
4. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA, editor.
Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.
5. Kennedy E. Sinusitis. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm
6. Rosenfeld RM. Picirrilo JF. Chandrasekhar SS. Brook I. Kumar KA. Kramper M.
Orlandi RR. Et al. 2015. Clinical Practice Guideline (Update): Adult Sinusitis.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2015. 152 : (2S).p.1-24.
7. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F, Soejak S.
Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia; 1993.p.81-91.
8. Desrosiers M. Evans GA. Keith PK. Wright ED, Kaplan A, Ciavarella A. Doyle PW,
Javer AR, et al. Canadian clinical practice guidelines for acute and chronic
rhinosinusitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology. 2011. 7:2.p.1-38.
9. Boies ET. Sinusitis. In: Harwood-Nuss A, Wolfson AB, Linden CA, Shepherd SM,
Stenklyft PH. The Clinical Practice of Emergency Medicine. 3rd ed. Philadelphia, PA:
Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 2001.
10. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p 2-9
11. Bell GW, Joshi BB and Macleod RI.Maxillary sinus disease: diagnosis and treatment.
British Dental Journal. 2011. 210: (3). 113-118.
12. I kaplan. Azithromycin versus amoxicillin/clavulanate in the treatment of acute
sinusitis. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/9950107/