Anda di halaman 1dari 12

TUGAS UAS FILSAFAT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PERILAKU PENCEGAHAN KANKER SERVIKS
PADA WANITA USIA SUBUR

OLEH :

DESI ROSDIANA NPM. 17420013


DEWI DWIPAYANTI GIRI NPM. 17420014

PEMBIMBING:
R. Agung Efriyo Hadi, Ph.D

PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2018
BAB I
ANALISA MASALAH

1.1.1 ANALISA ONTOLOGI


1.1.2 Teori tentang perilaku

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2004). Sikap adalah

respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek, baik yang bersifat intern

maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut (Sunaryo, 2004).

Perilaku diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman serta faktor-faktor diluar

orang tersebut (lingkungan) baik fisik maupun nonfisik, kemudian pengalaman dan

lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga

menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak, dan akhirnya terjadilah perwujudan niat

berupa perilaku (Notoatmodjo, 2010)

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu

sendiri, perilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat

diamati secara langsung atau tidak langsung Dan hal ini berarti bahwa perilaku terjadi

apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yakni yang disebut

rangsangan, dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilakan reaksi

perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2010). Menurut Skinner (Notoatmodjo, 2010) juga

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalaui proses adanya

stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori

skinner disebut teori “S-O-R atau stimulus organisme respon. Skinner juga

membedakan adanya dua proses yaitu :


a. Respondent respond atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.

b. Operant respond atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena

memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan

melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau

job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasnya (stimulus

baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam

melaksankan tugasnya.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor-faktor

tersebut terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal dan internal

dapat mempengaruhi perilaku WUS untuk melakukan pencegahan kanker serviks. Ada

empat faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor lingkunga, faktor perilaku,

faktor pelayanan kesehatan dan faktor hereditas (keturunan). Dalam memunculkan

motivasi dalam memeriksaan dirinya ke pihak kesehatan keempat faktor ini menjadi

perhatian. Perilaku manusia sebagaian besar ialah perilaku yang dibentuk dan dapat

dipelajari, berkaitan dengan itu Walgito (2003) menerangkan beberapa cara

terbentuknya sebuah perilaku seseorang adalah sebagai berikut :

a. Kebiasaan, terbentuknya perilaku karena kebiasaan yang sering dilakukan, missal

menggosok gigi sebelum tidur, dan bangun pagi sarapan pagi.

b. Pengertian (insight) terbentuknya perilaku ditempuh dengan pengertian, misalnya

bila naik motor harus menggunakan hem, agar jika terjadi sesuatu dijalan, bisa

sedikit menyelamatkan anda


c. Penggunaan model, pembentukan perilaku melalui ini, contohnya adalah ada

seseorang yang menjadi sebuah panutan untuk seseorang mau berperilaku

seperti yang ia lihat saat itu.

1.1.3 Teori tentang kanker serviks

Salah satu penyakit yang dapat menganggu kesehatan organ reproduksi wanita

adalah kanker serviks yang merupakan kanker yang paling sering menyerang wanita di

seluruh dunia (Kemenkes, 2012). Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada leher

rahim wanita. Leher rahim sendiri berfungsi sebagai pintu masuk menuju rahim dari

vagina. Semua wanita dari berbagai usia berisiko menderita kanker serviks. Tapi,

penyakit ini cenderung memengaruhi wanita yang aktif secara seksual. Kanker leher

rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan

oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim.

Kanker merupakan suatu keadaan sel yang bersifat abnormal dimana sel-sel

pada bagian tubuh tertentu tumbuh diluar kendali dan dapat menyerang jaringan lain

untuk membentuk sel-sel kanker lainnya (Dirjen Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan, 2009). Hal ini pula yang dapat terjadi pada sel-sel yang

melapisi leher rahim, yang kemudian dikenal dengan sebutan kanker serviks. Dari data

World Health Organization (WHO) tahun 2010, diketahui terdapat 493.243 jiwa per

tahun penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini

sebanyak 273.505 jiwa per tahun. Kebanyakan kasus kanker leher rahim ditemukan

pada stadium lanjut, di mana pada stadium ini pengobatan hanya bersifat meringankan

gejala. Padahal bila ditemukan pada stadium dini, kanker leher rahim yang menakutkan

itu bisa disembuhkan.


Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah menjadi

kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan (contact bleeding,

perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat

berkembang mejladi nyeri pinggang atau perut bagian bawah karena desakan tumor di

daerah pelvik ke arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria.

Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena,

misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai.

Deteksi Human Papiloma Virus (HPV) sebagai virus penyebab terjadinya

kanker leher rahim perlu dilakukan sedini mungkin, untuk pencegahan ke arah kanker

leher rahim. Keterlambatan menyebabkan HPV akan merubah bentuk sel-sel di sekitar

leher rahim yang apabila tidak segera ditangani akan berkembang ke arah kanker.

Deteksi dini dapat menekan angka kematian akibat kanker leher rahim. Kanker leher

rahim merupakan penyakit kan-ker kedua yang biasa diderita wanita diatas usia 15

tahun. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab kanker leher rahim, diantaranya

status sosial ekonomi yang rendah, wanita perokok, sering melahirkan dan genetik

(Dharmawan, 2007) Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode yaitu :

1. Papsmear (konvensional atau liquid base cytology /LBC )

2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

3. Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI)

4. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)

Kebanyakan kasus kanker leher rahim ditemukan pada stadium lanjut, di mana

pada stadium ini pengobatan hanya bersifat meringankan gejala. Padahal bila

ditemukan pada stadium dini, kanker leher rahim yang menakutkan itu bisa

disembuhkan . Deteksi dini dapat menekan angka kematian akibat kanker leher rahim.
Kanker leher rahim merupakan penyakit kan-ker kedua yang biasa diderita wanita

diatas usia 15 tahun. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab kanker leher rahim,

diantaranya status sosial ekonomi yang rendah, wanita perokok, sering melahirkan dan

genetik (Dharmawan, 2007)

1.1.4 Teori tentang pap smear

Strategi dalam pencegahan kanker serviks adalah dengan melakukan

pencegahan primer seperti mencegah faktor resiko terjadinya kanker serviks dan

vaksinasi, dilanjutkan dengan melakukan pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder

dengan melakukan skrining pap smear mampu mendeteksi perubahan pada serviks

secara dini sebelum berkembang menjadi kanker sehingga dapat disembuhkan dengan

segera (Andrijono, 2009). Departemen Kesehatan menganjurkan bahwa semua wanita

yang berusia 20-60 tahun harus melakukan pemeriksaan pap smear.

Pap smear merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) menggunakan alat

yang dinamakan speculum dan dilakukan oleh bidan ataupun ahli kandungan.

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya HPV ataupun sel karsinoma penyebab

Kanker Leher Rahim. Semakin dini penyakit kanker diketahu maka semakin mudah

menanganinya. Cara melakukan tes papsmear secara teknis yaitu pengambilan sapuan

lender dengan menggunakan spatula atau sejenis sikat halus. Lendir leher rahim diambil

oleh dokter atau bidan untuk dioleskan dan difiksasi (dilekatkan) pada kaca benda.

Kemudian dengan menggunakan mikroskop seorang ahli sitologi (sel) akan menguji

sel rahim tersebut.


Manfaat pap smear menurut Lestadi 2009 yaitu:

a. Evaluasi sitohormonal Penilaian hormonal pada seorang wanita dapat

dievaluasi melalui pemeriksaan pap smear yang bahan pemeriksaanya

adalah sekret vagina yang berasal dari dinding lateral vagina sepertiga

bagian atas.

b. Mendiagnosis peradangan Peradangan pada vagina dan servik pada

umumnya dapat didiagnosa dengan pemeriksaan pap smear . Baik

peradangan akut maupun kronis. Sebagian besar akan memberi gambaran

perubahan sel yang khas pada sediaan pap smear sesuai dengan organisme

penyebabnya. Walaupun kadang-kadang ada pula organisme yang tidak

menimbulkan reaksi yang khas pada sediaan pap smear.

c. Identifikasi organisme penyebab peradangan Dalam vagina ditemukan

beberapa macam organisme/kuman yang sebagian merupakan flora normal

vagina yang bermanfaat bagi organ tersebut. Pada umumnya organisme

penyebab peradangan pada vagina dan serviks, sulit diidentifikasi dengan

pap smear, sehingga berdasarkan perubahan yang ada pada sel tersebut,

dapat diperkirakan organisme penyebabnya.

d. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher

rahim dini atau lanjut (karsinoma/invasif) pap smear paling banyak dikenal

dan digunakan adalah sebagai alat pemeriksaan untuk mendiagnosis lesi

prakanker atau kanker leher rahim. Pap smaer yang semula dinyatakan

hanya sebagai alat skrining deteksi kanker mulut rahim, kini telah diakui

sebagai alat diagnostik prakanker dan kanker leher rahim yang ampuh

dengan ketepatan diagnostik yang tinggi, yaitu 96% terapi didiagnostik

sitologi tidak dapat mengantikan diagnostik histopatologik sebagai alat


pemasti diagnosis. Hal itu berarti setiap diagnosik sitologi kanker leher

rahim harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi jaringan biobsi

leher rahim, sebelum dilakukan tindakan sebelumya.

e. Memantau hasil terapi Memantau hasil terapi hormonal, misalnya

infertilitas atau gangguan endokrin. Memantau hasil terapi radiasi pada

kasus kanker leher rahim yang telah diobati dengan radiasi, memantau

adanya kekambuhan pada kasus kanker yang telah dioperasi, memantau

hasil terapi lesi prakanker atau kanker leher rahim yang telah diobati dengan

elekrokauter kriosurgeri, atau konisasi.

1.2 ANALISA EPISTEMOLOGI


1.1.1 Jenis Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian survei analitik, yaitu
suatu metode penelitian yang mencoba menggali bagaimana fenomena kesehatan
itu terjadi, yang kemudian datanya dianalisis korelasi /hubungan antar variabel
(Notoatmodjo, 2003). Survey analitik ialah survey atau penelitian yang mencoba
menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian
melakukan analisis dinamika korelasi antar fenomena, baik antara faktor risiko
dengan faktor efek, antar faktor risiko maupun antar faktor efek.
1.1.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya
Pekanbaru yang merupakan kota yang memiliki penduduk terbanyak di Provinsi
Riau dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang tinggi dengan
jumlah WUS yang telah menikah sebanyak 7.263 jiwa. Penelitian dilakukan tahun
2014.
1.1.3 Populasi dan Sampel
Sampel penelitian berjumlah 99 orang wanita usia subur dari 6 RW di

Kelurahan Rejosari. Dari 6 RW tersebut kemudian di stratifikasi dan didapatkan

sampel sebanyak 17 dan 16 orang. Selanjutnya untuk memilih responden digunakan

teknik snowball sampling.


1.1.4 Metode Pengumpulan Data
Metode dikumpulkan melalui wawancaran terstruktur menggunakankuesioner

secara tatap muka dan observasi terhadap keadaan lingkungan responden. Alat pengumpul

data berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan studi

pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20 Februari 2014 melalui wawancara pada 10

WUS dengan rentang usia antara 25-35 tahun didapatkan 8 WUS berpendidikan terakhir

SMA dan 2 WUS berpendidikan terakhir sarjana, 6 dari 10 WUS tersebut tidak mengetahui

mengenai kanker serviks, sementara 4 WUS lainnya mengetahui pengertian dan beberapa

tanda dan gejalanya saja.

Dalam perilaku pencegahan kanker serviks 10 WUS telah melakukan beberapa

pencegahan primer seperti setia pada pasangan, menikah pada usia rata-rata 23 tahun, dan

tidak merokok. Namun beberapa perilaku pencegahan lain belum dilakukan oleh WUS

seperti berperilaku hidup sehat dengan diet seimbang, olahraga teratur dan melakukan

pencegahan sekunder yaitu melakukan deteksi dini kanker serviks karena hanya 2 orang

saja yang melakukan pemeriksaan kanker serviks berupa IVA. Dari 2 orang tersebut

mengatakan melakukan pemeriksaan IVA atas dukungan dari teman mereka.

1.1.5 Variabel Peneltiian

a. Variabel terikat

Perilaku pencegahan kanker serviks dengan pemeriksaan papsmear.

b. Variabet bebas

Faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan dan usia wanita usia subur),

faktor pemungkin (pendapatan wanita usia subur) dan faktor penguat (dukungan

sosial kepada wanita usia subur).


1.1.6 Analisa Data

a. Analisa univariat

Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel bebas

dan terikat ke dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentasi tiap variabel.

b. Analisa bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat. Analisa data yang digunakan yaitu analisa univariat dan analisa

bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk variabel umur, status ekonomi,

pengetahuan dan dukungan sosial. Sementara uji Fisher Exact dengan batas

derajat kepercayaan (α = 0.05) digunakan untuk variabel pendidikan karena

tidak memenuhi syarat uji Chi-Square. Apabila nilai p value ≤ 0,05 berarti ada

hubungan yang bermakna antara kedua variabel dan begitu pula sebaliknya.

(Notoatmodjo, 2010)
1.3 ANALISA AKSIOLOGI

1.3.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penelitian

tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan kanker serviks

pada wanita usia subur, diketahui bahwa mayoritas responden berusia 20-35 tahun

(68.7%), berpendidikan tinggi (97.0%), dan berpendapatan tinggi (78.8%). Mayoritas

responden juga memiliki pengetahuan tinggi tentang pencegahan kanker serviks

(53.5%), memiliki dukungan sosial baik (51.5%), dan memiliki perilaku pencegahan

baik terhadap kanker serviks (63.6%). Hasil analisa bivariat menunjukkan variabel

yang berhubungan terhadap perilaku pencegahan kanker serviks adalah variabel

pengetahuan (ρ=0.045) dan dukungan sosial (ρ=0.000). Sedangkan variabel umur

(ρ=0.306), pendidikan (ρ=1.000), status ekonomi (ρ=0.561) menunjukkan tidak ada

hubungan dengan perilaku pencegahan kanker serviks.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat bagi peneliti

Dapat menjadi tambahan ilmu dan wawasan.

1.3.2.2 Manfaat bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai tambahan sumber informasi penelitian

selanjutnya yang lebih baik.

1.3.2.3 Manfaat bagi dinas kesehatan kota Pekanbaru

Sebagai data yang diperlukan untuk kegiatan penyuluhan dalam rangka menciptakan

angka kejadian yang paling rendah untuk terjadinya kanker serviks serta membina

partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan wanita pada masa subur.
Daftar Pustaka

Andrijono. (2009). Kanker serviks. Jakarta: Divisi Onkologi Departemen Obstetri-Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Depkes RI, 2007. Buku Pegangan Peserta Pencegahan Leher Rahim dan Kanker Payudara,
Jakarta : Dirjen PP & PL
Dharmawan, 2007. SDM-Solusi untuk Program Pencegahan Kanker Leher Rahim di
Indonesia. http: //indonesiamasadepan.net/
Kemenkes. (2012). Gerakan perempuan melawan kanker serviks. Diperoleh tanggal 25
November 2013 dari www.depkes.go.id.
Lestadi, L. 2009. Sitologi Pap smear. Jakarta: EGC.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai