OLEH:
Laili Fajariyatul Hasanah, S.Kep
NIM 142311101022
B. Epidemiologi
Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur
selama hidup, dan orang dewasa sekitar 20%-40% dan 17% diantaranya
mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahunntya meningkta
dikarenakan faktor usia dan berbagai penyebab yang memicu terjadinya gangguan
tidur (Japardi, 2002).
C. Etiologi
Faktor yang memengaruhi kuantitas dan kulaitas tidur antara lain (Potter dan
Perry, 2005):
a. Status Kesehatan/ Penyakit Fisik
Seseorang yang memiliki penyakit menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan
fisik, masalah suasana hati, kecemasan atau depresi dapat menyebabkan masalah
tidur. Sehingga seseorang yang memiliki penyakit memiliki masalah kesulitan
tidur atau tetap tidur dengan dalam posisi yang tidak biasa.
b. Obat-obatan
Berbagai obat resep atau obat bebas memiliki salah satu efek kantuk dan
deperesi tidur. Oabat yang yang memengaruhi proses tidur seperti golongan obat
hipnotiuk, diuretik, antidepresan dan stumulan, alkohol, kafein, penyekat beta,
benzodiazepin, dan narkotika (morfin/ demerol).
c. Lingkungan
Lingkungan sekita seseorang memngaruhi pada proses tidur seseorang,
seperti ventilasi, ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur. Selain itu tingkat
cahaya jiga memngaruhi kemampuan seseorang untuk tidur dan suhu ruangan
yang terlalu hangat atau terlalu dingin seringkali menyebabkan klien merasa tidak
nyaman.
d. Gaya Hidup
Kegiatan sehari-hari daoat menyebabkan gangguan poada pola tidur
seseorang. Seseorang yang bekerja dengan waktu yang berputar atau tidak
menentu dapat mengganggu proses tidur seseorang. Kesulitan dalam
mempertahankan kesdaran selama waktu kerja menyebabkan penurunan bahkan
penampilan yang berbahaya.
e. Stress Emosional
Stress emosional meneyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali
mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stress juga menyebabkan seseorang
mencoba untuk tidur terlalu keras, sering terbangun selama siklus yidur, atau
terlalu banyak tidur. Stress yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur
yang buruk.
f. Latihan Fisik dan Kelelahan
Latihan sedang dapat memperoleh tidur yang mengistirahatkan dan latihan 2
jam sebelum tidur damapat membuat tubuh dingin dan mempertahankan keadaan
kelelahan sehingga meningkatkan relaksasi.
D. Klasifikasi Tidur
Jenis-jenis tidur dibagi dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye
Movement-REM) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non Rapid Eye
Movement- NREM) (Asmadi, 2008).
a. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam keadaan aktif atau tidur paradoksial
yang dalam artian tidur REM sifatnya nyenyak sekali namun fisiknya atau
gerakan bola matanya masih sangat aktif. Tidur ini ditandai dengan mimpi, otot-
otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat, sekresi lambung
meningkat, ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan
jantung dan pernapasan tidak teratur sering lebih cepat, shu metabolisme
meningkat. Seseorang yang mengalami kehilangan tidur REM akan memiliki
tanda gejala seperti cenderung heperaktif, kurang mengendalikan diri dan emosi,
nafsu makan bertambah, bingung dan curiga.
b. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tahap ini
gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak
tidur. Tanda tidur NREM seperti mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan
darah menurun, pernapasan menurun, metabolisme menurun, gerakan bola mata
lambat. Pada tidur NREM memili empat tahap sebagai berikut:
1. Tahap I
Tahap ini merupakan tahap transisi dari sadar menjadi tidur. Tahap ini
ditandai seseorang merasa kabur, rileks, otot menjadi lemas, kelompak mata
menutup, bola mata bergerak ke kiri kanan, kecepatan jantung dan nafas
menurun secara jelas, EEG terjadi penurunan voltase gelombang alfa. Pada
tahap seseorang dapat denagn mudah dibangunkan.
2. Tahap II
Tahap ini merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh turun terus menerus.
Tahap ini ditandai dengan bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun,
tonus otot perlahan berkurang, kecepatan jantung dan nafas turun dengan
jelas, dan pada EEG gelombang beta berfrekuensi 14-18 siklus/ detik.
Gelombang ini disebut gelombang tidur dan tahap ini berlangsung sekiutar
10-15 menit.
3. Tahap III
Tahap ini keadaan fisik lemah karena tonus otot lenyap secara menyeluruh.
Kecepatan jantung dan nafas mengalami penurunan akibata dominasi sistem
saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatakan gelombang beta menjadi 1-2
siklus/ detik. Pada tahap ini seseorang sulit untuk dibangunkan.
4. Tahap IV
Tahap ini seseorang berada pada keadaan rileks, jarang bergerak karena
keadaan fisik sudah lemah, sulit dibangunkan, dan pada EEG terlihat
gelombang beta lambat 1-2 siklus/ detik. Denyut jantung dan nafas menurun
20-30%. Tahap ini juga terjadi mimpi, dan dapat memulihkan keadaan tubuh.
5. Tahap V
Tahap ini merupaan tahan tidur REM di mana ditandai dengan kembali
bergeraknya kedua bola mata yang berkecapatan lebih tinggi dari tahap
sebelumnya. Tahap ini berlangsung selama 10 menit dapat pula terjadi mimpi.
Seseorang yang mengalami kehilangan NREM akan menunjukkan gejala
sebagai berikut:
1) Menarik diri, apatis, dan respon menurun
2) Merasa tidak enak badan
3) Ekspresi wajah kuyu
4) Malas bicara
5) Kantuk berlebihan
Sedangkan seseorang yang kehilangan tidur keduangan akan menunjukkan
hal berikut:
1) Mampu memberikan keputusan atau pertimbangan menurun
2) Tidak mampu untuk konsentrasi
3) Terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual, dan pusing
4) Sulit melakukan aktivitas sehari-hari
5) Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau
pendengaran.
Bangun (Pratidur)
NREM I
NREM II
NREM III
Berkembang biak
Gangguan Rasa
Nyaman: Istirahat Infeksi salmonella
dan Tidur thypi
Zat pirogen dilepas oleh leukosis
pada jaringan yang merdang
Demam Tifoid
Hipotermi
G. Penatalaksanaan Medis
H. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hadibroto (2006) yaitu dapat melakukan teknik relaksasi, terapi
musik, dan terapi aromaterapi. Sedangkan pPenatalaksanaan keperawatan yang
dilakukan menurut Nursalam dan Efendi (2008) adalah sebagi berikut:
a. Melaksanakan penyuluhan tentang kebutuhan istirahat tidur
b. Mejaga keamanan klien
c. Memberikan teknik relaksasi
d. Memberikan latihan gerak ambulasi
e. Membantu terlaksananya aktivitas yang bervariasi
f. Menciptakan suasana yang tenang
Selain itu penatalaksanaan yang dilakukan
J. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur antara lain (Herdman, 2015):
a. Insomnia berhubungan dengan: ansietas, berduka, depresi, sering mengantuk,
faktor lingkungan, hygiene tidak adekuat, ketakutan, konsumsi alkohol,
stressor, dan ketidaknyamanan fisik ditandai dengan:
1. Mata cekung
2. Lingkaran hitam pada daerah mata
3. Sering menguap
4. Konsentrasi kurang
5. Konjungtiva kemerahan
6. Tampak bingung
7. Mudah lelah, letih, lesu
b. Deprevasi tidur berhubungan dengan mimpi buruk, apnea tidur,
hipersomnolen, hambatan lingkungan, ketidaknyamanan fisik dan psikologis,
ditandai dengan:
1. Daerah mata tampak gelap
2. Konsentrasi kurang
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan,
ketidakmampuan mengatasi stress, nyeri yang diakibatkan penyait lain, dan
imobilisasi, ditandai dengan:
1. Jam tidur berubah-ubah
2. Tampak bingung
3. Mudah lelah, letih, dan lesu
d. Hambatan imobilisasi di tempat tidur yang berhubungan dengan fisik tidak
bugar, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, kekuatan otot
tidak memadai, dan nyeri.
Potter, P.A., dan A.G. Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Ed.4 Vol. 2. Jakarta: EGC