Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL
Disusun guna menyelesaikan salah satu tugas Keperawatan Jiwa

Disusun oleh:
Fiqih Adham Prastiwi
P16023

PROGAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL

A. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Isolasi sosia adalah keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif/mengancam (Townsend, 2010). Atau
suatu keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain sekitarnya, klien mungkin
merasa ditola, tidak diterima, kesepian. Dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain(Keliat, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya (Damaiyanti, 2008)

2. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik
diri menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11)Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13)Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang enenrgi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada posisi
tidur)

3. Penyebab
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut
Stuart dan Sundeen (2008), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang
penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang
mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting
dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga,
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan
pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita
skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat volume otak serta perubahan
struktur limbik.
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal meliputi:
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan
seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79)
4. Rentang Respon
Rentang Respon Sosial
Respon adaptif Respon maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling ketergantungan
Gambar.1.1 Rentang respon sosial, (Stuart and Sundeen, 1998).
Keterangan dari rentang respon sosial :
a. Solitut (Menyendiri) : Solitut atau menyendiri merupakan respon yang
dibutuhkan seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialanya dan suatu cara untuk nmenentukan langkahnya.
b. Otonomi: Kemapuan individu untuk mentukan dan maenyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan social.
c. Kebersamaan (Mutualisme) : Perilaku saling ketergantungan dalam
membina hubungan interpersonal.
d. Saling ketergantungan (Interdependent) : Suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk saling memberi
dan menerima.
e. Kesepian : Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya
perhatian dengan orang lain atau lingkunganya.
f. Menarik diri : Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan
hubungan dengan orang lain atau lingkunganya.
g. Ketergantungan (Dependent) : Suatu keadaan individu yang tidak
menyendiri, tergantung pada orang lain.
h. Manipulasi : Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada
tujuan bukan berorientasi pada orang lain/ tidak dapat dekat dengan
orang lain.
i. Impulsive: Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan
sesuatu. Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
j. Narkisme: Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Townsend M.C, 2010)
5. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi.
(Damaiyanti, 2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1) Perilaku curiga : regresi, represi
2) Perilaku dependen: regresi
3) Perilaku manipulatif: regresi, represi
4) Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi
(Prabowo, 2014:113)
6. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri
atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami pasien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo, 2014: 112)
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam
dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009)

7. Penatalakasanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand
mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan
rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat
empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan
jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)

C. POHON MASALAH

Risiko perubahan persepsi sensori: halusinasi


Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

(Yusuf Ah dkk, 2015)

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi sosial

E. RENCANA KEPERAWATAN
1. Tindakan keperawatan untuk klien.
a. Tujuan
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal berikut.
1) Membina hubungan saling percaya.
2) Menyadari penyebab isolasi sosial.
3) Berinteraksi dengan orang lain.
b. Tindakan
1) Membina hubungan saling percaya.
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama dan nama
panggilan yang Anda sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan
pasien.
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang Anda akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
e) Jelaskan bahwa Anda akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi.
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
2) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial.
a) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain.
b) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
c) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka.
d) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
e) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
3) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
a) Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain.
b) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
c) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan di hadapan Anda.
d) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota
keluarga.
e) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang, dan seterusnya.
f) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien.
g) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi
dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus-menerus agar
pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien isolasi
sosial di rumah.
b. Tindakan
Melatih keluarga merawat pasien isolasi sosial.
1) Menjelaskan tentang hal berikut.
a) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
b) Penyebab isolasi sosial.
c) Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya.
d) Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat.
e) Tempat rujukan bertanya dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien.
2) Memperagakan cara berkomunikasi dengan pasien.
3) Memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara
berkomunikasi dengan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Ah.yusuf, dkk . Buku Ajar Keperawatan dan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandra. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:


Refika Aditama

Dermawan D Dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Eko Prabowo. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika

Keliat, B. A & Askemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta
: EGC

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Andi

Stuart, G.w & Sundeen, S.J. 2009. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Ed.3.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai