PENDAHULUAN
I. a. Latar Belakang
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4 - 4 cm, yaitu pada
akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang
kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami migrasi ke bawah yang
akhimya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus
tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini
akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap.1
1
kalsium plasma seperti kontrol sekresi hormon paratiroid, tetapi dalam arah yang
sebaliknya. Kelenjar tiroid mempunyai hubungan timbal balik tertentu dengan
hipofisis anterior. Hormon tirotropik (TSH) merangsang lepasnya tiroksin. Pengaruh
sekresi tiroid yag paling mencolok adalah pengaturan derajat metabolismenya.
Tiroksin meningkatka metabolisme sel dan karenanya mempengaruhi perkembangan,
diferensiasi dan pertumbuhan. Hipotiroidisme pada bayi mengakibatkan kretinisme;
hipofungsi pada orang dewasa menyebabkan miksedema. Gejala pada kedua keadaan
disebabkan suatu pengurangan dalam kecepatan metabolisme. Hipertiroidisme
menimbulkan aktivitas yang berlebih dan kadang-kadang dirumitkan dengan
terjadinya goiter eksoftalmik.2
2
Bab II
Tinjauan Pustaka
II. a. Definisi
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperaktif. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang
beredar dalam sirkulasi. Tlrotokslkosls dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu : a.
kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme. b . kelainan yang tidak
berhubungan dengan hipertiroidisme. Dari kasus-kasus hipertiroidisme yang paling
banyak dan paling penting adalah penyakit Graves. Penyakit ini dapat ditemukan pada
semua golongan umur namun paling banyak pada dekade 3-5.3
II. b. Etiologi
lebih dari 90% hipertiroidisme adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid
toksik.3
Tabel 1. Penyebab hipertiroidisme
Dikutip dari: Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI hal: 766
3
predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga
yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita
penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini
ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada
semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40
tahun.4,5
II. c. Epidemiologi
Di Inggris prevalensi hipertiroidisme pada praktek umum adalah 25-30 kasus
dalam 10.000 wanita, sedang di rumah sakit di dapatkan 3 kasus dalam 10.000 pasien.
Di Amerika Serikat 3 kasus dalam 10.000 wanita. PrevalensI hipertiroidisme 10 Kali
lebih sering pada wanita dibanding pada pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus
dalam l.000 wanita sedang pria 1- 5 per 1.000 pria. Data dari Whickham Survey pada
pemeriksaan penyaring kesehatan dengan m enggunakan F ree Thyroxine lndex (frat)
menunjukkan prevalensi hipertiroidisme pada masyarakat sebanyak 2 %.6
4
Pembesaran thimus, splenomegali, limfadenopati, infiltrasi kelenjar tiroid dan
jaringan retro orbita dengan limfosit dan sel plasma, dan limfositosis perifer
merupakan temuan-temuan yang penting pada penyakit Graves. Pada kelenjar tiroid,
sel T penolong ( helper) (CD4+) cenderung dominan pada aggregasi limfoid yang
padat; pada daerah densitas sel yang lebih rendah, sel T sitotoksik (CD8+) dominan.
Persentase limfosit B yang teraktifkan yang menginfiltrasi tiroid lebih tinggi daripada
dalam darah perifer. Kegagalan postulat sel T supresor memungkinkan ekspresi sel T
helper, yang disensitisasi terhadap antigen TSH, yang berinteraksi dengan sel Beta.
Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi
perangsang reseptor-tirotropin (thyrotropin receptor-stimulnting antibody [TRSAb] ).
TRSAb melekat pada reseptor untuk TSH dan menstimulasi cAMP, analog dengan
TSH sendiri. Disampin TRSAb, antibodi penyekat reseptor tirotropin (tlryrotropin
receptor-blocking antibody [TRBAb]) dapatjuga diproduksi, dan perjalanan klinis
penyakit ini biasanya berkorelasi dengan rasio antara dua antibodi. Oftalmopati yang
terjadi pada penyakit Graves disebabkan oleh antibodi terhadap antigen yang dimiliki
bersama oleh otot mata dan tiroid. Antibodi yang melekat pada otot ekstraokuler dan
fibroblas orbita merangsang sintesis glikosaminoglikans oleh fibroblas orbita dan
menghasilkan pengaruh sitotoksik pada sel otot. Pada orang kulit putih, penyakit
Graves terkait dengan HLA-B8 dan HLA-DR3; yang kedua ini memiliki risiko relatif
7 kali terhadap penyakit Graves. Karenanya, adalah tidak mengherankan bahwa
penyakit Graves juga terkait dengan gangguan yang terkait dengan HLA-D3 lain
seperti penyakit Addison, diabetes mellitus tergantung-insulin miasterniagravis, dan
penyakit seliak. Lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, vitilago, purpura
tombositopeni idiopatik, dan anemia pernisiosa telah diuraikan pada anak dengan
penyakit Graves. Pada kelompok keluarga, kaitan yang paling sering dengan penyakit
Graves adalah tiroiditis limfositik, hipotiroidisme autoimun, dan hipertiroidisme
neonatus. 2,3
5
menyebabkan pengaktifan (yaitu, pembesaran fungsi) mutasi utama. Berbagai
pengaktifan mutasi telah diidentifikasi pada beberapa kasus adenoma tiroid. Penyebab
hipertiroidisme jarang lain yang telah diamati pada anak meliputi gondok toksik
uninodular (penyakit Plummer), karsinoma tiroid yang hiperfungsi, tirotoksikosis
tidak wajar, tiroiditis subakut dan tiroiditis supuratif akut. Hipertiroidisme terjadi pada
beberapa penderita dengan sindrom McCune-Albright, yang terkait dengan adenoma
tiroid autonom. Penurunan TSH plasma menunjukkan bahwa hipertiroidisme bukan
berasal dari kelenjar pituitaria. Hipertiroidisme karena kelebihan sekresi thirotropin
adalah jarang dan, pada kebanyakan kasus isebabkan oleh ketidak tanggapan kelenjar
putuitari pesekekresi-TSH dilaporkan terjadi pada hanya orang dewasa. Pada bayi
yang lahir dari ibu dengan penyakit Graves, hipertiroidisme dapat terjadi sebagai
fenomen sementara atau sebagai penyakit Graves klasik selama periode neonatus.
Koriokarsinoma, mola hidatiformis pada orang dewasa tetapi belum dapat diketahui
sebagai penyebab pada anak 3,6
6
kehidupan penderita. Fibrillasi atrium merupakan komplikasi yang jarang. Regurgitasi
mitral mungkin akibat dari disfungsi otot papillaris, merupakan penyebab bising
sistolik apeks yang ada pada beberapa penderita. Tekanan darah sistolik dan tekanan
nadi meningkat. Banyak temuan pada penyakit Graves akibat dari hiperaktivitas
sistem syaraf simpatis.3,7
Dikutip dari: Buku Ajar Ilmi Penyakit Dalam, FKUI hal: 768
7
II. f. Diagnosis
8
Pemeriksaan laboratorium Kelainan laboratorium pada keadaan
hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves
maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit
Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid
atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas. 9
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan
hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan
(axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar
hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam
keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan
T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon
tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pada penyakit Graves, adanya
antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan
perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon
9
tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di
kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang
tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring
paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs),
karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk
konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).4,10,11
II. h. Komplikasi
“Badai” atau “Krisis” tiroid merupakan bentuk hipertiroidisme yang
dimanifestasi oleh mulainya yang akut, hipertermi, dan takikardia berat serta
kegelisahan. Mungkin ada penjelekan cepat sampai menjadi delirium, koma, dan
kematian. Hipertirodisme “apatis” atau tersembunyi merupakan jenis hipertiroidisme
lain yang ditandai dengan kelesuhan, apatis, dan kombinasi kedua bentuk dapat juga
terjadi. Komplek gejala ini jarang pada anak.7
10
Krisis tiroid (Thyroid storm) Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala
tirotoksikosis yang berat sehingga dapat mengancam kehidupan penderita.
Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain :
- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain
- Terapi yodium radioaktif
- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara
adekuat.
- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut,
alergi obat yang berat atau infark miokard. Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat
berupa tanda-tanda hipermetabolisme berat dan respons adrenergik yang hebat, yaitu
meliputi :
- Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38°C sampai mencapai 41°C disertai
dengan flushing dan hiperhidrosis.
- Takhikardi hebat , atrial fibrilasi sampai payah jantung.
- Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma.
- Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus.
Terjadinya krisis tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari simpanan hormon
tiroid didalam kelenjar tiroid. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar
T4 dan T3 didalam serum penderita dengan krisis tiroid tidak lebih tinggi
dibandingkan dengan kadarnya pada penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Juga
tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis tiroid terjadi akibat peningkatan produksi
triiodothyronine yang hebat. Dari beberapa studi terbukti bahwa pada krisis tiroid
terjadi peningkatan jumlah reseptor terhadap katekolamin, sehingga jantung dan
jaringan syaraf lebih sensitif terhadap katekolamin yang ada didalam sirkulasi.4
11
II. i. Penatalaksanaan
Kebanyakan ahli endokrinologi anak menyarankan terapi medis bukannya
tiroidektomi subtotal atau radioyodium. Dua obat thionamid yang paling banyak
digunakan adalah propilthiourasil (PTU) dan methimazol (Tapazole).7
Methimazols setidaknya 10 Kali labih kuat daripada PTU atas dasar berat
badan dan memiliki waktu paruh serum jauh lebih lama (6-8 jam vs 0,5 jarn); PTU
harus diberikan 3 kali sehari, tetapi methimazol dapat diberikan sekali sehari, PTU
adalah ikatan protein yang kuat dan memiliki kemampuan melewati plasenta dan
memasuki air susu lebih sedikit; secara teoritis, PTU merupakan obat pilihan selama
hamil dan ibu yang menyusui. PTU, lebih daripada metimazol, menghambat konversi
ekstra tiroid T4 ke T3; ini dapat bermanfaat pada pengobatan tirotoksikosis neonatus.9
Reaksi toksik terjadi pada kedua obat; kebanyakan ringan, tetapi beberapa
mengancam jiwa. Reaksi ini tidak dapat diramalkan dan dapat terjadi setelah terapi
berapapun lamanya. Bukti semakin bertambah bahwa reaksi ini mungkin lebih
sedikitp ada penderita yang diobati dengan methimazol. Leukopenia sementara
(<4.000/mm3) adalah biasa; leukopenia ini tidak bergejala dan bukan tanda adanya
agranulositosis, dan biasanya bukan alasan untuk menghentikan pengobatan. Ruam
urtikaria sementara adalah lazim. Ini dapat ditangani dengan menghentikan terapi
sementara dan memulai lagi obat antitiroid selang sehari. Reaksi yang paling berat
adalah bersifat hipersensitif dan meliputi agranulositosis, hepatitis, kegagalan hati,
sindrom seperti-lupus, glomerulonefritis, dan vaikulitis yang melibatkan kulit dan
organ lain. Meskipun jarang, reaksii ini telah dilaporkan pada kedua obat, dan
mungkin yang terbaik adalah mengobati penderita hipersensitif yang tidak biasa ini
dengan radioyodium atau tiroidektomi. Kasus-kasus defek kulit kongenital (aplasia
kulit) telah ditemukan pada bayi yang pada kehidupan janin terpajan pada
methimazol, tetapi hubungan ini tidak tampak merupakan hubungan yang kuat.7
Dosis awal PTU adalah 5-l0mg/kg/24jam diberikan 3 kali sehari, dan dosis
methimazol adalah 0,5-1,0 mg/kg/24 jam diberikan sekali atau dua kali sehari. Dosis
awal yang lebih kecil harus digunakan pada masa anak awal. Pengawasan yang
cermat diperlukan setelah pengobatan dimulai. Kenaikan kadar TSH serum diatas
normal menunjukkan pengobatan berlebihan dan menyebabkan ukuran gondok
12
bertambah. Respon klinis menjadi tanpak dalan 2-3 minggu, dan pengendalian yang
cukup nyata dalam 1-3 bulan. Dosisnya diturunkan sampai kadar minimal yang
diperlukan-untuk mempertahankan keadaan eutiroid. Terapi obat mungkin diperlukan
selarna 6 tahun atau lebih karena nampaknya ada kecepatan penyembuhan sekitar
25% setiap 2 tahun. Jika terjadi kumat, biasanya akan tampak dalam 3 bulan dan
harnpir selalu terjadi dalam 6 bulan setelah terapi dihentikan. Terapi dapat diulang
pada kasus yang kumat . Penderita yang berusia diatas 13 tahun, laki-laki, dan mereka
yang dengan gondok kecil dan kadar T3 meningkat sedang nampak sembuh lebih
awal.3,7
Keadaan eutiroid. Hal ini dapat disempurnakan denganp PTU atau methimazol
selama 2-3 bulan. Setelah keadaan eutiroid telah dicapai, 5 tetes larutan jenuh kalium
iodidal/24jam ditambahkan pada ramuan selama 2 minggu sebelum operasi untuk
mengurangi vaskularitas kelenjar. Komplikasi penanganan bedah jarang dan termasuk
hipoparatiroidisme (sementara atau permanen) dan paralisis plika vokalis. Insiden
hipertiroidisme sisa atau berulang atau hipotiroidisme tergantung pada luasnya
pembedahan. Beberapa dokter menyarankan tiroidektomi hampir-total. Insiden
berulang akan rendah, tetapi insiden hipotiroidisme dapat melebihi 50%.9
Radio yodium telah terbukti efektif, terapi pertama atau selang sehari secara
relatif aman untuk penyakit Graves pada anak. Prapengobatan dengan obat-obat
antitiroid tidak diperlukan; jika penderita sedang meminumnya, obat harus dihentikan
5 hari sebelum pengobatan radio yodium. Kebanyakan anak menjadi eutiroid setelah
satu dosis (88% pada satu penelitian), tetapi beberapa mungkin memerlukan dosis
13
pengobatan kedua atau ketiga. Karena pengaruh pengobatan penuh tidak selesai
dalam 2-3 bulan, terapi tambahan dengan antaagonis beta- adrenergik
direkomendasikan. Meskipun ada kekhawatiran tertadap onkogen radiasi dan cedera
genetik, tindak lanjut anak yang diobati selama 40 tatrun tidak menunjukkan tanda-
tanda ini. Risiko adenoma benigna mungkin meningkat (0,6- 1,9 pada suatu
penelitian). Konsekuensi utama radio yodium adalah hipotiroidisme, yang terjadi pada
I0-25% penderita setelah tahun pertama dan pada sekitar 3% per tahun sesudahnya.7
II. j. Prognosis
Hipertiroid yang bersifat permanen dan biasanya terjadi pada orang dewasa.
Setelah kenormalan fungsi tiroid tercapai dengan obat-obat antitiroid,
direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif sebagai terapi definitifnya 4,11.
14
Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah perlahan-
lahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun prognosisnya akan jauh
lebih baik setelah diterapi dengan iodin radioaktif.
15
Bab III
Kesimpulan
Tanda-tanda yang paling awal pada anak dapat berupa gangguan emosional
yang disertai dengan hiperaktivitas motorik. Anak menjadi iritabel, mudah
dirangsang, dan mudah menangis karena kelabilan emosi. Tugas sekolahnya
terganggu sebagai akibat dari jangka perhatian yang singkat. Tremor jari-jari dapat
diketahui jika lengannya diekstensikan. Mungkin ada nafsu makan yang besar
bersama dengan hilang atau tidak adanya penambahan berat.
16
Daftar Pustaka
17