Anda di halaman 1dari 10

PENENTUAN EKIVALENSI ANTAR TABLET SALBUTAMOL NAMA GENERIK DENGAN

MEREK DAGANG

Nur Illiyyin Akib, Rifa’atul Mahmudah, Wa Ode Sitti Zubaydah


Faculty of Pharmacy, Universitas Halu Oleo
Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari
Email : nurilliyyin@ymail.com

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan ekivalensi antar tablet salbutamol generik terhadap merek
dagang dengan metode disolusi. Informasi mengenai kualitas obat generik diharapkan
mampu meningkatkan penggunaan obat generik di kalangan praktisi kesehatan maupun
masyarakat. Uji disolusi dilakukan secara in vitro yang memiliki hubungan kolerasi dengan uji
bioavailabilitas obat in vivo, dengan sampel berupa tablet salbutamol 4 mg generik (G) dan
merek dagang (A) dan (B). Uji disolusi menggunakan alat disolusi tipe 2 (dayung) dan
penetapan kadar zat terlarut dilakukan dengan spektrofotometri ultra violet pada panjang
gelombang 276 nm. Hasil uji disolusi berupa profil disolusi dan kadar zat terlarut pada waktu
30 menit dibandingkan dengan persyaratan USP XXXII. Pengujian bioavailabilitas relatif
tablet generik terhadap merek A sebesar 101,580 dan tablet generik terhadap merek B
sebesar 105,275. Berdasarkan statistik maka tidak ada perbedaan yang bermakna atau
ekivalen secara farmasetik. Tablet generik ekivalen secara in vitro terhadap tablet merek A
dan B dengan nilai faktor kemiripan sebesar 84,120 dan 74,271.

Kata kunci: Ekivalensi, Disolusi, Salbutamol, Generik, Merek dagang

PENDAHULUAN
Obat merupakan unsur penting adalah obat yang murah, tidak berkualitas,
dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. tidak ampuh, dan sering dianggap sebagai
Umumnya obat yang beredar di pasaran obat kelas dua. Hal tersebut juga didukung
terbagi menjadi dua yaitu obat inovator dengan kurangnya kepercayaan dokter
(paten) dan obat generik. Obat generik dan apoteker terhadap obat generik
terdiri atas yakni obat generik yang dijual karena dinilai kurang efektif dibanding
memakai nama generik dan obat dengan obat eks paten maupun obat dengan
merek dagang yang dijual dengan nama merek dagang lainnya. (Harahap, 2010)
sesuai keinginan produsennya. Pemerintah melalui Rencana
Obat generik diluncurkan pada Strategis Kementerian Kesehatan
tahun 1991 dengan tujuan memberikan Republik Indonesia memantau
alternatif obat bagi masyarakat dengan pemanfaatan obat generik melalui
kualitas terjamin, harga terjangkau serta indikator persentase penggunaan obat
ketersediaan yang cukup. Namun generik di fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat cenderung enggan dan menargetkan rata-rata penggunaan
menggunakan obat generik karena obat generik sebesar 75% pada tahun
adanya pandangan bahwa obat generik 2012. Hasilnya, terutama di provinsi

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 151


Sulawesi Tenggara penggunaan obat tinggi. Pengujian bioekivalensi salbutamol
generik untuk puskesmas telah memenuhi dapat dilakukan secara in vitro yang
syarat (93,1%) sedangkan di rumah sakit memiliki kolerasi dengan uji in vivo (IVIVC)
masih di bawah standar (61,0%) (Anonim, level A. Pengujian in vitro dilakukan
2013). Hal ini menunjukkan dokter dan dengan metode disolusi dan faktor
apoteker di rumah sakit masih belum kemiripan (Similarity factor/f2) (Nainar,
mempercayai penggunaan obat generik dkk., 2012).
sepenuhnya. Salbutamol tersedia dalam bentuk
Salah satu obat yang banyak tablet yang merupakan sediaan padat
beredar baik dengan nama generik yang diformulasi dengan bahan tambahan
maupun merek dagang adalah salbutamol. berupa pengisi, pengikat, penghancur,
Salbutamol merupakan obat pelincir, pengawet, dan pewarna. Bahan
simpatomimetika yang digunakan sebagai tambahan tersebut akan mempengaruhi
bronkodilator pada kasus asma dan sifat fisik tablet yang dihasilkan. Sehingga
bronkhitis kronis (Moffat, dkk., 2011). perbedaan konsentrasi bahan tambahan
Asma termasuk dalam sepuluh besar yang digunakan oleh berbagai pabrikan
penyebab kematian di Indonesia dengan akan memberikan perbedaan
prevalensi penyakit yang terus meningkat bioavailabilitas tablet.
drastis dalam tiga puluh tahun terakhir Uji disolusi sendiri merupakan
terutama di negara-negara berkembang suatu metode fisika-kimia yang digunakan
(Ditjen Binfar dan Alkes, 2007). dalam pengembangan produk dan
Kondisi ekonomi pada masa krisis pengendalian mutu sediaan obat
menjadikan harga obat sangat mahal berdasarkan pengukuran parameter
sehingga informasi mutu obat generik kecepatan pelepasan dan melarut zat
diharapkan akan meningkatkan berkhasiat dari sediaannya yang
penggunaan obat generik oleh praktisi menentukan bioavailabilitas obat.
kesehatan dan masyarakat. Guna Bioekivalensi diterapkan untuk sediaan
meyakinkan bahwa mutu produk generik padat untuk membandingkan
tidak lebih rendah mutu padanannya bioavailabilitas obat produk dengan nama
dengan merek dagang, diperlukan generik dan merek dagang yang berbeda
pengujian ekivalensi terhadap keduanya (Ansel, 1989).
(Raini, dkk., 2010).
Salbutamol merupakan obat kelas I METODE
dalam sistem Biopharmaceutical Penelitian ini merupakan jenis
Classification System (BCS) yang memiliki penelitian deskriptif yaitu suatu jenis
tingkat absorpsi dan disolusi yang cukup penelitian yang datanya diperoleh dari

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 152


penelitian laboratorium dan didukung oleh y = ax + b (1)
studi pustaka. Ket:
y = Nilai absorbansi
Alat-alat yang digunakan meliputi
x = Kadar Salbutamol
alat uji disolusi (Erweka® DT820), filler
Penentuan nilai bioavailabilitas relatif
(D&N®), alat-alat gelas (Pyrex®), dan
Penentuan nilai bioavailabilitas relatif
spektrofotometer UV (Jenway® 6800).
dilakukan dengan memasukkan nilai AUC
Bahan-bahan yang digunakan meliputi air
dan dosis masing-masing sampel ke
suling, asam hidroklorida (Merck),
dalam persamaan 2.
salbutamol baku pembanding (Neuland
Pharm. Limited, 99%), tablet salbutamol
BARelatif = (2)
merek A dan B, serta tablet salbutamol
generik.
Ket:
Pengujian disolusi tablet salbutamol AUCA = Nilai area di bawah kurva produk
Pengujian disolusi tablet uji
AUCB = Nilai area di bawah kurva produk
salbutamol berdasarkan USP XXXII dan FI pembanding
IV dengan metode dayung dan medium
Analisis data hasil uji disolusi
disolusi HCl 0,1 N sebanyak 500 mL.
Analisis data uji disolusi dilakukan
Sebanyak 3 tablet dimasukkan ke dalam
dengan melihat jumlah zat aktif serta
alat disolusi dan diputar pada kecepatan
waktu yang dibutuhkan untuk melarut.
50 rpm, suhu 37o C ± 0,5 o C selama 30
USP XXXII menyatakan disolusi tablet
menit. Sampel diambil sebanyak 10 mL
salbutamol dikatakan memenuhi
pada menit ke-0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30,
persyaratan jika tidak kurang dari 80% (Q)
volume yang diambil digantikan dengan
dari konsentrasi yang tertera di etiket telah
sejumlah volume yang sama dari media
larut dalam waktu 30 menit (Fudholi,
disolusi. (Dirjen POM, 1995; FDA, 2008)
2012). Sedangkan untuk faktor kemiripan,
Penentuan konsentrasi zat terlarut
nilai f2 sebesar 50 atau lebih besar (50-
secara spektrofometri UV
100) menunjukkan kesamaan atau
Larutan hasil uji disolusi
ekivalensi kedua kurva, yang berarti
dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur
kemiripan profil disolusi kedua produk.
absorbansinya pada λmaks salbutamol
HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan blanko HCl 0,1 N. Pengolahan
Uji disolusi merupakan tahapan
data uji disolusi berupa nilai absorbansi
yang penting dalam menetapkan sifat
dari masing-masing larutan uji dimasukkan
disolusi suatu obat yang berada pada
dalam persamaan 1 untuk dihitung
sediaan padat. Uji disolusi dapat
kadarnya.
digunakan untuk menentukan kesesuaian
persyaratan disolusi suatu obat dalam

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 153


setiap monografi serta dalam penentuan dimaksudkan agar pengujian disolusi
bioekivalen suatu obat (disolusi berada di bawah kondisi sink atau kondisi
terbanding). Penelitian ini menggunakan pengujian tanpa adanya pengaruh gradien
alat tipe 2 atau metode dayung (paddle), konsentrasi.
karena produk uji yang digunakan adalah Waktu yang diperlukan untuk
tablet konvensioal, bukan tablet salut. menyatakan hasil uji kecepatan pelarutan
Medium yang digunakan adalah HCl 0,1 N adalah 30 menit, karena diperkirakan zat
dengan sampel berupa tablet salbutamol 4 aktif dalam tablet sudah larut tidak kurang
mg nama nama generik dan merek dari 80% (Q) sesuai dengan persyaratan
dagang. disolusi tablet salbutamol pada USP
Uji disolusi dilakukan dengan XXXII. Pengambilan sampel dilakukan
pengaturan temperatur 37°C±0,5°C dan pada menit ke-0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30
kecepatan putar pengaduk 50 rpm yang untuk melihat profil disolusi dari masing-
dipertahankan selalu pada kondisi masing sampel. Profil uji disolusi tablet
konstan. Hal ini dimaksudkan bila terjadi salbutamol 4 mg nama generik dan merek
kenaikan suhu selain dapat meningkatkan dagang disajikan dalam
gradien konsentrasi (Cs) juga Tabel 1. Profil Disolusi Tablet Salbutamol
meningkatkan energi kinetika molekul obat Kadar rata-rata zat
Menit terlarut (%)
yang besar kaitannya dengan tetapan No
ke- Merek Merek
Generik
difusi (D), sehingga berpengaruh pada A B
1 0 0 0 0
peningkatan kecepatan pelarutan obat.
2 5 48,908 44,444 40,972
Selain itu, intensitas pengadukan harus 3 10 57,327 52,773 49,232
dijaga supaya tetap, karena perubahan 4 15 63,91 67,204 61,11
kecepatan pengadukan akan berpengaruh 5 20 73,083 73,47 73,708
6 25 80,43 79,835 79,587
pada nilai h yaitu tebalnya lapisan difusi
7 30 90,376 90,763 91,507
atau stagnant layer juga akan
mempengaruhi penyebaran partikel. Kadar zat aktif terlarut dalam tablet
Pengadukan yang semakin cepat akan merek A pada menit ke-5 sebesar 44,44%
mempertipis stagnant layers yang kemudian meningkat pada menit ke-10,
terbentuk serta akan memperluas hingga mencapai 90,76% pada menit ke-
permukaan partikel yang kontak dengan 30. Kadar zat aktif terlarut pada tablet
pelarut sehingga berdampak pada merek B pada menit ke-5 sebesar 40,97%
peningkatan kecepatan pelarutan obat. kemudian meningkat pada menit ke-10,
Saat pengambilan sampel cairan medium hingga mencapai 91.50% pada menit ke-
diganti dengan medium yang baru pada 30. Zat aktif terlarut dalam tablet generik
suhu dan volume yang sama. Hal ini pada menit ke-5 48,90% dan 57,32% pada

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 154


menit ke-10, lebih besar dibandingkan dan bahkan metode penanganan,
dengan dua obat sebelumnya, Setelahnya pengemasan, dan penyimpanan11. Bentuk,
kadar zat aktif terlarut dalam tablet nama zat khasiat, dan formula obat tidak dapat
generik mulai setara dengan tablet merek diinformasikan oleh produsen, namun
A dan B di menit ke-20. pada umumnya kandungan zat aktif obat

100 generik sama dengan obat dengan merek


Kadar zat terlarut

80 dagang. Perbedaan antara keduanya


60
Generik bukan pada zat aktifnya, tetapi biasanya
(%)

40
20 Merek A pada formula yang mencakup jenis dan
0 Merek B konsentrasi bahan tambahan dan eksipien
0 20 40
yang digunakan.
Waktu (menit)
Salah satu eksipien yang dapat
Gambar 1. Profil Disolusi Tablet mempengaruhi laju disolusi secara nyata
Salbutamol adalah bahan pengikat. Perbedaan jenis
zat pengikat yang digunakan oleh ketiga
Profil uji disolusi ini menunjukkan
produk uji menghasilkan profil disolusi
bahwa pelepasan zat berkhasiat obat
yang berbeda pula. Hal tersebut sesuai
pada tablet nama generik pada awal
dengan penelitian Marlowe dan Sangraw
pelarutan (menit ke-5 dan 10) lebih cepat
(1967) yang membuktikan bahwa
sehingga dapat bekerja lebih cepat.
penggunaan zat pengikat PGA dan
Namun demikian profil ketiga tablet
amilum pada tablet Na salisilat
salbutamol telah memenuhi syarat USP
menghasilkan kinetika disolusi lebih baik
XXXII karena pada waktu 30 menit telah
bila dibanding dengan etil selulosa. Hal
larut > 80%.
tersebut juga didukung dengan hasil
Tabel 2. Kadar Rata-rata Salbutamol
Terlarut pada Waktu 30 Menit penelitian yang dilakukan oleh Sugiyono
(2011) di mana peningkatan konsentrasi
Kadar
No Produk DE zat pengikat yang digunakan pada tablet
ppm %
akan menghasilkan peningkatan
1 Generik 7,230 ± 0,197 90,376 61.474
kekerasan dan waktu hancur serta
2 Merek A 7,211 ± 0,901 90,763 60.518
menurunkan kerapuhan tablet yang
3 Merek B 7,320 ± 0,219 91,507 58.394 kemudian mempengaruhi laju disolusi
(Gunawi, dkk., 2015)
Perbedaan ketiga laju disolusi ini Selain bahan pengikat,
disebabkan oleh berbagai faktor seperti penambahan eksipien lain seperti
perbedaan bahan tambahan dalam surfaktan turut menghasilkan perbedaan
formulasi, metode pembuatan, prosedur laju disolusi. Gunawi dkk (2011) dalam
kontrol kualitas dalam proses pembuatan,
JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 155
penelitiannya membuktikan bahwa adalah daya kompresi yang dapat
penambahan surfaktan dapat memecahkan kristal yang menambah
meningkatkan laju disolusi tablet. Selain besar luas permukaan zat aktif terdisolusi,
itu perbedaan konsentrasi juga turut jika daya kompresi bertambah maka
berpengaruh dimana semakin tinggi pecahan kristal membentuk ikatan partikel
konsentrasi surfaktan yang digunakan yang kuat, menyebabkan waktu hancur
maka semakin tinggi pula laju disolusi makin lambat dan kecepatan disolusi
tablet. semakin kecil.
Kebanyakan literatur mengenai Efisiensi Disolusi (Dissolution
bahan-bahan tambahan dalam formulasi Effisiency/DE)
seperti Handbook of Excipient Parameter lain yang digunakan
mencantumkan rentang konsentrasi untuk untuk menyatakan uji disolusi adalah DE
penggunaan setiap bahan, sehingga yang menggambarkan seluruh proses
peluang suatu pabrik untuk menggunakan disolusi sampai pada waktu tertentu,
jenis eksipien yang sama dengan sehingga menggambarkan semua titik
konsentrasi yang sama hampir nol. pada kurva disolusi. Pengungkapan data
Selain jenis dan konsentrasi dengan metode DE juga identik dengan
eksipien dan zat tambahan yang pengungkapan data percobaan secara in
digunakan, metode pembuatan tablet juga vivo.
memberikan pengaruh dalam laju disolusi. Perhitungan DE30 tiap-tiap produk
Masih dalam penelitian Marlowe dan dilakukan dengan menghitung AUC (luas
Sangraw, keduanya menyatakan bahwa area di bawah kurva) pada masing-masing
penerapan metode kempa langsung produk selama 30 menit dibandingkan
dengan menggunakan laktosa dengan luas daerah persegi panjang
menunjukkan kecepatan disolusi yang selama 30 menit, yaitu konsentrasi kadar
lebih besar bila dibandingkan dengan zat terlarut seluruhnya pada keadaan
metode granulasi basah meskipun tunak dikali dengan menit pengamatan.
menggunakan bahan yang sama.
Perubahan lama waktu pengadukan pada
AUC (μg.Jam/L)

granulasi basah dapat menghasilkan


1900
granul besar, keras, dan padat sehingga 1850
pada proses pencetakan dihasilkan tablet 1800
dengan waktu hancur dan disolusi yang 1750
1700
lama.
G A B
Daya kompresi juga turut Area di bawah kurva (AUC)
mengambil peran, daya kompresi optimum Gambar 2. Profil AUC

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 156


Ekivalensi antar produk
DE (%)
Ekivalensi dapat didefinisikan tidak
SD 0.197 adanya perbedaan secara
62
60 signifikan/bermakna pada laju pelarutan
58 dan absorbsi zat aktif dari dua produk obat
56
yang memiliki kesetaraan farmasetik.
G A B
Efisiensi disolusi (DE) Kesetaraan farmasetik jika keduanya
mengandung zat aktif yang sama dalam
Gambar 3. Profil Efisiensi Disolusi
jumlah yang sama dan bentuk sediaan
yang sama (Shargel, 1988). Ekivalensi
AUC menggambarkan konsentrasi
merupakan suatu penentuan availabilitas
zat aktif terlarut pada waktu tertentu. Maka
relatif antara dua produk obat sehingga
Gambar 2 menunjukkan kadar zat aktif
merupakan tampilan komparatif produk
terlarut total pada 30 menit terbesar
obat.
terdapat pada tablet generik dengan nilai
Penentuan availabilitas dapat
AUC sebesar 1.844,24 μg.Jam/L. Nilai
menunjukkan kualitas produk obat.
AUC ini kemudian digunakan untuk
Ekivalensi merupakan tes komparatif yang
menghitung efisiensi disolusi 30 menit
formal antara produk generik dan produk
(DE30) masing-masing tablet.
bermerek dagang. Tes komparatif
Nilai DE30 masing-masing tablet
menggunakan kriteria khusus untuk
dapat dilihat pada Gambar 3 yang
menilai adanya perbedaan bermakna atau
menunjukkan bahwa DE30 terbesar pada
tidak. Bila tenyata tidak ada perbedaan
tablet generik sebesar 61,47% dengan
bermakna, maka produk generik tersebut
standar deviasi yang relatif kecil dan DE 30
dinyatakan ekivalen dengan produk
terkecil pada sediaan tablet merek B
bermerek dagang.
sebesar 58,39% namun memiliki standar
Bioavailabilitas relatif sendiri
deviasi yang lebih besar dibandingkan dua
merupakan ketersediaan dalam sistemik
produk lainnya. DE30 menggambarkan
produk obat dibandingkan terhadap suatu
seberapa besar suatu obat dapat
obat lainnya dengan dosis yang sama.
terdisolusi dalam waktu 30 menit. Maka
Nilai bioavailabilitas relatif didapatkan
diketahui bahwa tablet generik memiliki
dengan membandingkan nilai AUC antar
nilai DE30 yang lebih besar dibanding
produk. Nilai bioavailabilitas relatif antar
tablet merek A dan B, sehingga
tablet dapat dilihat pada Tabel 3.
menunjukkan bahwa kualitas mutu tablet
nama generik tidak lebih rendah dari obat
dengan merek dagang.

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 157


Tabel 3. Nilai Bioavailabilitas Relatif kemiripan (f2). Kolerasi level A
menghasilkan kolerasi yang bagus antara
Bioavailabilitas Relatif (%)
pelepasan obat in vitro dan absorbsi obat
G/A G/B
in vivo, sehingga dapat dikatakan bahwa
101,58 105,275
profil disolusi yang dihasilkan dapat
dengan tepat menggambarkan proses
Keterangan:
G/A : Bioavailabilitas relatif tablet generik absorbsi obat dalam tubuh, dan nilai faktor
terhadap tablet merek A
kemiripan memperlihatkan bahwa kedua
G/B : Bioavailabilitas relatif tablet generik
terhadap tablet merek B obat yang diuji memiliki ekivalensi yang
sama. Nilai faktor kemiripan tablet generik
Tabel 3 menunjukkan nilai
terhadap tablet merek dagang disajikan
bioavailabilitas relatif tablet generik
pada Tabel 4.
terhadap dua obat dengan merek dagang,
Tabel 4. Faktor Kemiripan Masing-masing
jika nilai availabilitas relatif ±100 secara Produk
statitisk perbedaan bioavailabilitasnya Faktor Kemiripan (f2)
No
tidak bermakna (Shargel, 1988). Nilai
Produk Syarat Kategori
f2
Bioavailabilitas menunjukkan prediksi
Generik –
1 84.120 >50 Mirip
efikasi klinik suatu obat. Dengan Merek A

estimasi bioavailabilitas dapat Nama G –


2 74.271 >50 Mirip
Merek B
memberikan gambaran ketepatan
Merek A –
suatu obat dalam mencapai fungsi 3
Merek B
94,004 >50 Mirip

terapetiknya. Studi bioavailabilitas


berguna dalam kaitan pengaruhnya Ketiga produk yang diuji memiliki
terhadap farmakokinetika obat. nilai f2 lebih besar dari 50 sehingga bisa
Salbutamol sulfat termasuk dalam dikatakan bahwa ketiga produk tersebut
Biopharmaceutical Classification System memiliki profil disolusi yang mirip. Profil
(BCS) kelas 1 yang memiliki kelarutan disolusi ini berkolerasi dengan profil
dalam air yang tinggi dan permeabilitas absorbsi obat dalam tubuh sehingga
dalam usus yang tinggi dan memiliki dengan nilai faktor kemiripan yang
hubungan kolerasi in vivo-in vitro level A diperoleh diperkirakan tablet salbutamol
yang umumnya liniear antara fraksi obat sulfat generik memiliki profil absorbsi obat
terlarut dan fraksi obar terabsorbsi. (bioavailabilitas) yang mirip dengan tablet
Profil uji ekivalensi secara in vitro bermerek dagang.
untuk obat-obat BCS kelas 1 seperti Keseluruhan analisis data yang
salbutamol sulfat dapat diwakilkan dengan dilakukan baik profil uji disolusi,
metode profil disolusi dan metode faktor availabilitas relatif, dan faktor kemiripan

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 158


menunjukkan tidak adanya perbedaan merek A dan B dengan nilai faktor
bermakna antara tablet salbutamol sulfat kemiripan sebesar 84,120 dan 74,271.
generik dengan salbutamol sulfat
bermerek dagang. Maka dapat katakan UCAPAN TERIMA KASIH
tablet tersebut ekivalen sehingga dapat Peneliti mengucapkan terima kasih
dipertukarkan secara terapeutik. Dengan kepada PT. Dexa atas bantuan bahan
adanya ekivalensi dari tablet salbutamol baku pembanding salbutamol sulfat dan
sulfat 4 mg generik dengan bermerek Fakultas Farmasi UHO atas fasilitas
dagang diharapkan para dokter dan laboratorium.
masyarakat tidak merasa ragu akan mutu
dari tablet salbutamol sulfat generik. KEPUSTAKAAN

Tablet generik tersebut dapat menjadi Anonim. Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2013. Jakarta: Kementerian
pilihan dalam pemakaian dan penulisan Kesehatan Republik Indonesia. 2013
resep sehingga dapat mendorong
Ansel ,C.H. Pengantar Bentuk Sediaan
keberhasilan penggunaan tablet Farmasi. Jakarta: UI Press. 1989.
salbutamol sulfat nama generik di
Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
pelayanan kesehatan. Makanan. Farmakope Indonesia.
Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1995
KESIMPULAN
1. Konsentrasi salbutamol sulfat terlarut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Pharmaceutical Care
tablet generik pada 30 menit sebesar untuk Penyakit Asma, Jakarta:
90,376%, merek A sebesar 90,763% Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2007
dan merek B sebesar 91,507%.
Ketiganya memenuhi persyaratan Food and Drug Administration, The United
States of Pharmacopeia. 32th Edition.
disolusi yakni lebih dari 80% zat aktif USA: Convention Inc. 2008
terlarut setelah 30 menit.
Fudholi A. Disolusi dan Pelepasan Obat
2. Pengujian bioavailabilitas relatif tablet in-Vitro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
salbutamol sulfat generik terhadap 2012

merek A sebesar 101,580 dan tablet Harahap, Y. Peran Bioanalisis dalam


generik terhadap merek B sebesar Penjaminan Kualitas Obat dan
Peningkatan Kualitas Hidup Pasien.
105,275. Berdasarkan statistik maka Jakarta: UI Press. 2010
tidak ada perbedaan yang bermakna
Marlowe, E. Shangraw R.F. Disolution of
atau ekivalen secara farmasetik. Sodium Salicylate from Tablet Matrix
3. Tablet salbutamol sulfat generik Prepared by Wet Granulation and
Direct Compression. Journal of
ekivalen secara in vitro terhadap tablet Pharmaceutical Sciences. 41 (1).
1967

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 159


Moffat, C.A. Osselton M.D. Widdop B. HK 00.05.3.1818 Tentang Pedoman
Clarke’s Analysis of Drugs and Uji Bioekivalensi. Jakarta:
Poisons in Pharmaceutical, Body Departemen Kesehatan Republik
Fluids and Postmortem Material. Indonesia. 2005
USA: Pharmaceutical Press. 2011
Retnani, N.I.D. Pri I.U, DidikS. Analisis
Nainar, S. Kingston R. Santhosam A. Kuantitatif Tablet Levofloksasin Merek
Ravisekhar K. Biopharmaceutical dan Generik dalam Plasma Manusia
Classification System in in-Vitro/in- Secara in Vitro dengan Metode
Vivo Correlation: Concept and Spektrofotometri Ultraviolet-Visible,
Development Strategies in Drug Journal Pharmacy. 07 (01). 2010
Delivery. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research. 11 (2). Shargel. L. Biofarmasetika dan
2012 Farmakokinetika Terapan. Surabaya:
Airlangga University Press. 1988.
Raini, M. Daroham M. Pudji L. Uji Disolusi
dan Penetapan Kadar Tablet Sugiyono, Pengaruh Kadar Amilum Biji
Loratadin Inovator dan Generik Durian (Durio Zibethinus) sebagai
Bermerek Dagang, Media Penelitian Bahan Pengikat terhadap Sifat Fisik
dan Pengembangan Kesehatan. 20 dan Kimia Tablet Parasetamol. Di
(20). 2010 dalam Nugroho Widiasmadi, Priyono
Kusumo, Eko Marsyahyo, dan
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hermawan, editor. Prosiding Seminar
Peraturan Kepala Badan Pengawas Nasional Sains dan Teknologi ke-2.
Obat dan Makanan Indonesia Nomor Semarang. 2011

JF FIK UINAM Vol.5 No.3 2017 160

Anda mungkin juga menyukai