Anda di halaman 1dari 18

2.1.

Dasar Hukum
Dasar hukum pajak bumi dan bangunan (PBB) dibagi menjadi 2 yaitu untuk PBB sektor P2 dan PBB sektor P3. PBB sektor P2
diatur oleh UU no.28 tahun 2009 dan untuk PBB sektor P3 diatur oleh undang-undang no. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan undang-undang no.12 tahun 1994.

2.2. Asas
Asas pajak bumi dan bangunan :
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.

2. Adanya kepastian hukum.

3. Mudah dimengerti dan adil.

4. Menghindari pajak berganda.

2.3. Pengertian-pengertian

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumiyang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman
(termasuk rawa-rawa,tambak,perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konsturuksi teknik yang ditanam
atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

1. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan.


2. Jalan tol.
3. Kolam renang.
4. Pagar mewah.
5. Tempat olahraga.
6. Galangan kapal,dermaga.
7. Taman mewah.
8. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan
objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Surat pemberitahuan objek pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek menurut
ketentuan Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan.

Surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan
besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang)
berdasarkan SPOP (Surat PEmberitahuan Objek Pajak) wajib pajak.

2.4. Nilai Jual Objek Pajak


Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana
tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Beli Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.

Yang dimaksud dengan:


 Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekataan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan funsinya
sama dan telah diketahui harga jualnya.
 Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan
penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut.
 Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil
produksi objek pajak tersebut.
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :

1. Objek pajak sector pedesaan dan perkotaan.


2. Objek pajak sector perkebunan.
3. Objek pajak sector kehutanan atas hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan hasil hutan, izin pemanfaatan kayu serta izi
sah lainnya selain hak pengusaha hutan tanaman industry.
4. Objek pajak sector kehutanan atas hak pengusahaan hutan tanaman industry.
5. Objek pajak sector pertambahan minyak dan gas bumi.
6. Objek pajak sector pertambangan energy panas bumi.
7. Objek pajak sector pertambangan non migas selain pertambangan energy panas bumi dan galian c.
8. Objek pajak sector pertambangan non migas galian c.
9. Objek pajak sector pertambangan yang dikelola berdasarkan kontrak karya atau kontrak kerjasama.
10. Objek pajak usaha bidang perikanan laut.
11. Objek pajak usaha bidang perikanan darat.
12. Objek pajak yang bersifat khusus.
2.5. Objek Pajak
1. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan bangunan.
2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya
dan digunakan sebgai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatian factor-faktor sebagai berikut.
a. Letak.
b. Peruntukan.
c. Pemanfaatan.
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bengunan diperhatikan factor-faktor sebagai berikut :

a. Bahan yang digunakan.


b. Rekayasa.
c. Letak.
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.
3. Pengecualikan Objek Pajak
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain:
1) Di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara.
2) Di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit.
3) Di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren.
4) Di bidang social, contoh: panti asuhan.
5) Di bidang kebudayan nasional, contoh: museum, candi.
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
c. Merupakan hutan lindung, hutan suatu alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh
desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan.

Catatan:
Yang dimaksudkan dengan tidak dikmaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek pajak itu
diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini
dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam
bidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah
hutan wisata milik Negara sesuai pasal 2 Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan.
4. Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaran pemerintah, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak adalah objek pajak yang dimiliki/diakuasai/ digunakan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah. Pajak bumi dan bangunan adalah pajak
negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk
penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Oleh sebab itu wajar pemerintah
pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Mengenai bumi dan atau bangunan milik perseorangan dan atau bukan yang digunakan oleh negara, kewajiban
perpajaknnya tergantung pada perjanjian yang diadakan.

5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan untuk masing-masing Kabupaten/Kota
dengan ditetapkan paling rendah Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib
pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar,
sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimana dimaksud bahwa ditetapkan paling rendah Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) ditetapkan oleh Peraturan Daerah.

Untuk lebih jelasnya diberikan contoh berikut ini:


a. Seorang wajib pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dengan nilai Rp 4.000.000,00 dan besarnya NJOPTKP
untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp 6.000.000,00. Karena NJOP berada di bawah batas NJOPTKP (Rp
6.000.000,00), maka objek pajak tersebut tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan.
b. Seorang wajib pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai
berikut :
Desa A:
NJOP Bumi Rp 13.000.000,00
NJOP Bangunan 9.000.000,00
Desa B:
NJOP Bumi Rp 8.000.000,00
NJOP Bangunan 10.000.000,00

Dan untuk objek pajak wilayah tersebut adalah


NJOPTKP Rp 10.000.000,00

Dengan data tersebut di atas, maka NJOP untuk perhitungan PBB-nya sebagai berikut:
Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua desa tersebut yang mempunyai nilai paling besar, yaitu desa A.
Maka NJOP untuk memperhitungan PBB adalah:
NJOP Bumi Rp 13.000.000,00
NJOP Bangunan 9.000.000,00
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp 22.000.000,00
NJOPTKP 10.000.000,00
NJOP untuk penghitungan PBB Rp 12.000.000,00
Kemudian untuk desa B
NJOP untuk penghitungan PBB:
NJOP Bumi Rp 8.000.000,00
NJOP Bangunan 10.000.000,00
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp 18.000.000,00
NJOPTKP 0,00
NJOP untuk penghitungan PBB Rp 18.000.000,00
2.6. Subjek Pajak
1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan
atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas
bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilihan hak.
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib
pajak.
3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jendral Pajak dapat
menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no.1 sebagai wajib pajak.

Hal ini bearti memberikan kewenangan kepada Dirjen pajak untuk menentukan subjek wajib pajak, apabila
suatu objek belum jelas wajib pajaknya.
Untuk lebih jelas diberikan contoh berikut ini :
a. Subjek pajak X memanfaatkan atau mengggunakan bumi dan atau bangungan milik Y bukan karena suatu
hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian, maka X yang memanfaatkan/menggunakan
bumi dan atau bangunan ditetapkan sebagai wajib pajak.
b. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau badan yang
memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
c. Subjek pajak dalam waktu yang lam berada di luar wilayah letak objek pajak, sedang untuk merawat objek
pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat
ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukan sebagai wajib pajak oleh Dirjen pajak bukan merupakan bukti
pemilikan hak.
4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no. 3 dapat memberikan keterangan secara tertulis
kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no. 4 disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak
membatalkan penetetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dalam no. 3 dalam jangka waktu satu bulan sejak
diterimannya surat keterangan dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan
penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dalam no. 4
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.

Apalagi Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1(satu) bulan sejak tanggal
diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan sendirinya dan
berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak
2.7. Tarif Pajak
 Sektor pedesaan dan perkotaan = P2
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak sektor P2 adalah maksimal sebesar 0,3% (lima per sepuluh persen)
PBB terutang = tarif pajak x basis pajak
= 0,3% x NJOP
= 0,3% x (NJOP – NJOPTKP)
Nilai NJOPTKP = minimal Rp 10.000.000,00
Dasar Pengenaan Pajak : NJOP

 Sektor perkebunan, pertambangan, dan perhutanan = P3


Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak sektor P3 adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen)
PBB terutang = tarif pajak x basis pajak
= 0,5% x NJKP

= 0,5% x (40% x (NJOP-NJOPTKP))

Nilai NJOPTKP = Rp 8.000.000,00


Dasar Pengenaan Pajak : NJOP
2.8. Dasar Pengenaan Pajak
1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral
Pajak atas nama Mentri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah)
setempat.
3. Dasar penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP).
4. Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Pada dasarnya penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah 3 (tiga) tahun sekali. Namun demikian untuk daerah tertentu yang
karena perkembangan pembangunan mengakibatkan kenaikan NJOP cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun
sekali.

Dalam menetapkan nilai jual, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Mentri Keuangan dengan
mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah) setempat serta memperhatikan asas self assessment.
Yang dimaksud (assessment value) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu persentase
tertentu dari nilai jual sebenarnya.

Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu membebani wajib pajak di daerah pedesaan, tetapi dengan tetap
memperhatikan penerimaan, khususnya bagi Pemerintah Daerah.

2.9. Cara Menghitung Pajak


Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan NJKP.

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP


= 0,5% X [Persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP)]

Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang

1. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim. Jangka waktu satu tahun takwim adalah dari 1 Januari sampai
dengan 31 Desember.
2. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.
Contoh :
a. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010 berupa tanah dan bangunan. Pada tanggal 10 Januari 2010 bangunannya
terbakar, maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010, yaitu
keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.
b. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010 berupa sebidang tanah tanpa bangunan di atasnya. Pada tanggal 20 Agustus
2010 dilakukan pendataan, ternyata di atas tanah tersebut telah berdiri suaru bangunan, maka pajak yang terutang
untuk tahun 2010 tetap dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2010. Sedangkan bangunannya baru
akan dikenakan pada tahun 2011.
3. Tempat pajak yang terutang:
a. Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
b. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten atau Kota.
Tempat pajak yang terutang untuk Batam, di wilayah Propinsi Riau.

2.10. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan
Pajak (SKP)

1. Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajak dengan mengisi SPOP.
Dalam rangka pendataan, wajib pajak akan diberikan SPOP untuk diisi dan dikembalikan kepada Direktorat Jendral
Pajak. Wajib pajak yang pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali kalau ia menerima
SPOP, maka dia wajib mengisinya dan mengembalikannya kepada Direktorat Jendral Pajak.

2. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat waktu serta ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya
SPOP oleh subjek pajak.
Yang dimaksud dengan jelas dan benar adalah :
Jelas dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun wajib pajak sendiri.
Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, seperti luas tanah dan atau bangunan,
tahun dan harga perolehan dan seterusnya sesuai dengan kolom-kolom/pertanyaan yang ada pada Surat Pemberitahian
Objek Pajak (SPOP).
3. Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya.
SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, namun untuk mambantu wajib pajak SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data objek
pajak yang telah ada pada Direktorat Jendral Pajak.
4. Direktorat Jendral Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan
dalam Surat Teguran.
b. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang (seharusnya) lebih
besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.
Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP pada waktunya, walaupun sudah ditegur secara tertulis juga tidak
menyampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran itu, Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara jabatan.

Apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain yang ada pada Direktur Jendral Pajak ternyata jumlah pajak yang
terutang lebih besar dari jumlah pajak dalam SPPT yang dihitung atas dasar SPOP yang disampaikan wajib pajak,
Direktur Jendral Pajak menerbitkan SKP secara jabatan.

5. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebagaiman dimaksud dalam nomor 4 huruf a adalah pokok pajak ditambah
dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP, dikenakan sanksi sebagai
tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25% dari pokok pajak.
SKP ini berdasarkan data yang ada pada Direktur Jendral Pajak memuat penetapan objek pajak dan besarnya pajak yang
terutang beserta denda administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak.

6. Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam no.4 huruf b, adalah selisih pajak yang terutang
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP
ditambah denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.

Untuk lebih memperjelas uraian di muka, berikut diberikan bagan mengenai sistem pengenaan PBB dan bagaiman SPOP,
SPPT, dan SKP dikeluarkan.
2.11. Tata cara pembayaran dan penagihan

1. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat lambat nya 6 bulan sejak tanggal diterima nya SPPT oleh
wajib pajak.
2. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat lambat nya 1 bulan sejak tanggal diterima nya SKP oleh
wajib pajak.
3. Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda
adminitrasi sebesar 2% sebulan , yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan. Menurut ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang
dibayar dikenakan denda administrasi 2% setiap bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk jangka
waktu paling lama 24 bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no 3 di atas, ditambah dengan utang pajak yang belum atau kurang
dibayar ditagih dalam surat tagihan pajak (STP) yang harus dilunasi selambat lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterima
nya STP oleh wajib pajak
5. Pajak yang terutang dapat dibayar di bank,kantor pos dan giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri keuangan
6. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri keuangan
7. Surat pemberitahuan pajak terutang , surat ketetapan pajak, dan surat tagihan pajak merupakan dasar penagihan pajak
8. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
a. Metode offline
Jika memilih jalur offline atau datang langsung, maka pembayaran dapat dilakukan melalui:

 Bank atau Kantor Pos dan Giro Tempat Pembayaran yang tercantum pada SPPT atau;
 Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.

Saat hendak melakukan pembayaran ke dua tempat di atas, wajib pajak cukup menunjukkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT) PBB dan sebagai bukti pembayarannya wajib pajak akan menerima Surat Tanda Terima Setoran (STTS).

Apabila SPPT tahunan yang bersangkutan belum diterima wajib pajak, maka sepanjang STTS sudah tersedia di tempat Pembayaran
wajib pajak dapat membayar PBB dengan menunjukkan SPPT tahunan sebelumnya.
Dalam hal wajib pajak membayar atau melunasi PBB-nya melalui petugas pemungut, sebagai bukti pembayaran akan diberikan
Tanda Terima Sementara (TTS). Selanjutnya oleh petugas pemungut dimasukkan dalam daftar penerimaan harian (DPH PBB) dan
disetorkan ke tempat pembayaran yang telah ditentukan.

Setelahnya petugas pemungut menyetorkan hasil penerimaan PBB dari wajib pajak ke Bank atau KPG tempat pembayaran yang
ditunjuk, sebagaimana tercantum dalam SPPT/SKP/STP dengan menggunakan DPH dalam rangkap dengan ketentuan.

Untuk daerah yang tidak sulit sarana dan prasarananya, tetapi berdasarkan pertimbangan perlu ditunjuk petugas pemungut,
penyetoran dilakukan setiap hari. Sedangkan untuk daerah yang sulit sarana dan prasarananya, penyetoran dapat dilakukan
selambat-lambatnya 7 hari sekali.

b. Metode online
Untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak, pembayaran PBB juga dapat dilakukan melalui tempat pembayaran elektronik
yang disediakan bank seperti ATM/teller/fasilitas lain. Keuntungan pembayaran PBB melalui tempat pembayaran elektronik ini
adalah:

 Melayani pembayaran PBB atas objek pajak di seluruh Indonesia;


 Tidak terikat pada hari kerja dan jam operasional bank untuk pembayaran PBB;
 Terhindar dari antrian di bank pada saat pembayaran PBB

Bank yang menyediakan fasilitas elektronik adalah:

 ATM dan Counter Teller Bank DKI untuk objek pajak yang berada di wilayah Propinsi DKI Jakarta.
 ATM dan Counter Teller Bank Jatim untuk objek pajak yang berada di wilayah Propinsi Jawa Timur.
 ATM dan Counter Teller Bank Bumiputera untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
 ATM dan Counter Teller Bank Bukopin untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
 Counter Teller Bank Nusantara Parahyangan untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
 Internet Banking, Phone Plus, ATM dan Teller BNI untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
 Internet Banking dan ATM BCA untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
 Internet Banking, SMS Banking, Phone Banking, dan ATM Mandiri, untuk objek pajak di seluruh Indonesia.

Tahapan pembayaran PBB melalui ATM sebagai berikut:

 Cari menu pembayaran kemudian pilih


 Cari menu pajak kemudian pilih
 Masukkan Nomor Objek Pajak
 Masukkan tahun pembayaran PBB
 Kemudian akan muncul informasi tentang objek pajak, tagihan, dan namanya
 Periksa dengan teliti identitas dan jumlah pokok pajak yang harus dibayar
 Jika sudah sesuai, tekan tombol bayar
Bila melakukan pembayaran melalui metode online, ada satu hal yang perlu Anda ingat. Yakni, jangan buang bukti
pembayaran karena ini merupakan barang bukti pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan yang sah melalui ATM.

a. Keberatan
1. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada direktur jendral pajak atas:
a. Surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT)
b. Surat ketetapan pajak (SKP)
2. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP dalam hal:
a. Wajib pajak menganggap luas objek bumi dan atau bangunan , klasifikasi atau nilai jual objek bumi dan atau
bangunan yang tercantum dalam SPPT atau SKP tidak sesuai keadaan sebenarnya
b. Terdapat perbedaan penafsiran undang undang dan peraturan perundang undangan antara wajib pajak dengan fiskus
3. Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan
yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan menyatakan alasan secara jelas
4. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterima nya SPPT atau SKP oleh wajib pajak,
kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaan nya
5. Tanda terima surat keberatan yang diberikan oleh kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan atau tanda pengiriman
surat keberatan melalui pos tercatat atau sejenisnya merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan tersebut bagi
kepentingan wajib pajak.
6. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, direktur jendral pajak wajib memberikan secara
tertulis hal hal yang menjadi dasar pengenaan pajak
7. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak
8. Kepala kantor wilayah direktorat jendral pajak atau kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan dalam jangka
waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima,harus memberikan keputusan atas keberatan
9. Sebelum surat keputusan diterbitkan ,wajib pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis
10. Keputusan kepala kantor wilayah direktur jendral pajak atau kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan atas
keberatan dapat berupa:
a. Tidak dapat diterima
b. Menolak
c. Menerima seluruhnya atau sebagian
d. Menambah besarnya jumlah pajak terutang
11. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan sebagaimana dalam surat ketetapan pajak , wajib pajak yang
bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak
12. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan telah lewat dan direktur jendral pajak tidak memberi suatu keputusan maka
keberatan dianggap diterima.
b. Banding

Apabila wajib pajak merasa tidak puas atas jawaban keputusan keberatan yang diterbitkan fiscus, wajib pajak memiliki hak untuk
mengajukan banding. Pengajuan banding kepada pengadilan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak harus memenuhi persyaratan
sebagaimana di bawah ini:

a. Banding diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak dengan surat banding dalam Bahasa Indonesia kepada
pengadilan pajak
b. Banding diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal diterima nya keputusan yang disbanding, kecuali diatur
lain dalam peraturan perundang undangan perpajakan. Jangka waktu tiga bulan dihitung dari tanggal keputusan keberatan
PBB diterima sampai dengan tanggal surat banding dikirim oleh pemohon
c. Batas waktu pengajuan banding di atas tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan pemohon banding
d. Terhadap satu keputusan keberatan PBB diajukan satu surat banding
e. Banding diajukan dengan disertai alasan alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan keberatan
PBB yang dibanding
f. Pada surat banding dilampirkan Salinan keputusan keberatan PBB yang disbanding
g. Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud di atas, dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang
terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar 50%
Putusan pengadilan pajak atas pengajuan banding yang dilakukan oleh wajib pajak dapat berupa:

a. Menolak
b. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya
c. Menambah pajak yang harus dibayar
d. Tidak dapat diterima
e. Membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung
f. Membatalkan

2.13. Pengurangan Pajak

Pengurangan diberikan atas pajak (PBB) terutang yang tercantum dalam SPPT atau SKP. Pengurangan pajak terutang dapat
diberikan kepada dan dalam hal:
1. Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungan nya dengan subjek pajak
dan atau karena sebab tertentu seperti
a. Objek pajak berupa lahan pertanian /perkebunan/perikanan/pertenakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki,
dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi
b. Objek pajak yang dimiliki , dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi berpenghasilan rendah
yang nilai jual nya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan
c. Objek pajak yang dimiliki , dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya
semata mata dari pensiunan sehingga kewajiban PBB sulit dipenuhi
d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah
sehingga kewajiban PBB sulit dipenuhi
e. Objek pajak yang dimiliki , dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran perjuang kemerdekaan dan
veteran pembela kemerdekaan
f. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan
kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan
Dalam hal ini pengurangan dapat diberikan setinggi tinggi nya 75% dari besarnya pajak terutang dan ditetapkan
berdasarkan pertimbangan kondisi objek pajak serta penghasilan wajib pajak

2. Wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa
seperti kebakaran,wabah penyakit dan hama tanaman.
Dalam hal ini dapat diberikan sampai dengan 100% dari besarnya pajak terutang.
3. Wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan. Besarnya pengurangan ditetapkan
sebesar 75% dari besarnya pajak terutang

2.14. Cara mengajukan permohonan pengurangan :

1. Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada kepala kantor pelayanan pajak bumi
dan bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan dimohonkan
2. Permohonan pengurangan diajukan selambat lambat nya 3 bulan terhitung:
a. Sejak tanggal diterima nya SPPT dan SKP
b. Sejak terjadinya bencana lain atau sebab lain
3. Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara kolektif atau perseorangan
4. Permohonan pengurangan pajak terutang secara perseorangan harus dilampiri:
a. Foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangan
b. Foto copy tanda anggota veteran bagi anggota veteran
5. Permohonan pengurangan pajak terutang secara kolektif dapat diajukan sebelum SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya
tanggal 10 januari untuk tahun pajak bersangkutan melalui:
a. Pemerintah daerah setempat
b. Organisasi legiun veteran republic Indonesia bagi anggota veteran
6. Permohonan pengurangan pajak terutang untuk wajib pajak badan harus dilampiri dengan
a. Fotokopi SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangan nya
b. Fotokopi SPT PPh tahun pajak terakhir beserta lampiran nya
c. Laporan keuangan
7. Permohonan pengurangan pajak terutang dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam atau sebab sebab lain yang
luar biasa dilampiri surat ketetapan dari pemerintah daerah setempat/ instansi
8. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang apabila telah melunasi PBB untuk tahun
sebelum nya atas objek pajak yang sama.
9. Permohonan dapat disampaikan secara langsung atau dikirim melalui pos
10. Tanggal tanda terima surat permohonan tersebut diatur sebagai berikut:
a. Apabila disampaikan secara langsung maka tanggal tanda terima adalah pada saat surat permohonan tersebut secara
lengkap diterima oleh kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan
b. Apabila dikirimkan melalui pos atau sarana pengiriman lainnya maka tanggal tanda terima adalah pada saat surat
permohonan tersebut secara lengkap diterima oleh kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan bukan pada tanggal
pengiriman surat permohonan.

2.15. Keputusan Pengurangan

1. Kepala kantor wilayah direktorat jenderal pajak yang membawahi kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan
yang menerbitkan SPPT dan atau SKP atas nama Menteri keuangan memberi keputusan atas permohonan pengurangan
pajak yang terutang yang lebih dari Rp 500.000.000
2. Kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan yang menerbitkan SPPT dan atau SKP atas nama Menteri keuangan
memberikan keputusan atas permohonan pengurangan oajak yang terutang tidak lebih dari Rp 500.000.000
3. Keputusan pengurangan dapat berupa:
a. Mengabulkan seluruhnya
b. Mengabulkan sebagian
c. Menolak
4. Keputusan atas permohonan pengurangan pajak harus diterbitkan selambat lambat nya 3 bulan sejak diterima nya
permohonan pengurangan wajib pajak. Jangka waktu sebagaimana tersebut terhitung sejak:
a. Tanggal tanda terima surat permohonan dalam hal surat permohonan disampaikan secara langsung
b. Tanggal stempel pos dalam hal surat permohonan dikirimkan melalui pos atau sarana pengiriman lainnya
5. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan keputusan belum diterbitkan maka permohonan pengurangan pajak
dianggap dikabulkan
6. Keputusan pengurangan berlaku untuk tahun pajak yang bersangkuta
2.16. Sanksi

a. Sanksi Bagi Wajib Pajak


1. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam
surat teguran ditagih dalam surat ketetapan pajak. Jumlah pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak adalah pokok
pajak ditambah denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak
2. Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan denda
administrasi sebesar 2% sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan
3. Karena kealpaan nya sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dalam hal:
a. Tidak mengembalikan SPOP kepada direktorat jenderal pajak
b. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar
4. Karena kesengajaan sehingga menimbulkan kerugian negara,dalam hal:
a. Tidak mengembalikan / menyampaikan SPOP kepada direktorat jenderal pajak
b. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak
benar
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah olah benar
d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan

b. Untuk Sebab Kealpaan:

Dipidana dengan pidana kurungan selama lama nya 6 bulan atau denda setinggi tinggi nya sebesar 2 kali pajak terutang.
Kealpaan berarti tidak sengaja, lalai , kurang hati hati sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi negara

c. Untuk Sebab Kesengajaan:


Dipidana dengan pidana penjara selama lama nya 2 tahun atau denda setinggi tingginya 5 kali pajak terutang. Sanksi
pidana ini akan dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun
terhitung sejak selesai nya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan denda.

d. Sanksi Bagi Pejabat


1. Sanksi Umum
Apabila tidak memenuhi kewajiban seperti yang telah diuraikan di muka dikenakan sanksi menurut perundang undangan yang
berlaku: PP no 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil

2. Sanksi Khusus
Bagi pejabat yang tugas pekerjaan nya berkaitan langsung atau ada hubungan nya dengan objek pajak atau pihak lainnya:

a. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan dokumen yang diperlukan


b. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan
Dipidana dengan pidana kurungan selama lama nya 1 tahun atau denda setinggi tingginya Rp 2.000.000

BAB III

SOAL DAN KASUS PBB

3.1. Contoh Soal


Tuan Ahmad Dimyati, S.H., pengacara sukses di Kota Yogyakarta, memperoleh warisan sebuah rumah tinggal di jalan Batikan
103, Kota Yogyakarta, dari orang tuanya yang meninggal pada pertengahan tahun 2008 dan sejak saat itu beliau menetap di rumah
tersebut. Sebagai warga negara yang baik beliau melaporkan hal tersebut ke KPP Pratama Yogyakarta pada bulan November 2008
sehingga pada tahun 2009 SPPt atas rumah tersebut adalah atas nama beliau. Data rumah tersebut adalah sebagai berikut :

Luas Tanah = 1.500 m2 dan Luas Bangunan = 300 m2

Berdasarkan penilaian fiskus pada akhir tahun 2008 untuk penetapan pajak tahun 2009 diketahui bahwa Nilai Tanah adalah Rp
614.000,00 per m2 dan Nilai Bangunan adalah Rp 595.000,00 per m2.
Selain rumah warisan tersebut Tuan Ahmad Dimyati, S.H., juga memiliki sebuah rumah lainnya yang dikontrakan kepada Nona
Lisa, dimana yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak (melalui Kepala KPP Pratama Yogyakarta) menjadi wajib pajak adalah
Tuan Ahmad Dimyati. Data rumah tersebut adalah sebagai berikut :

Luas Tanah = 200 m2 dan Luas Bangunan = 80 m2

Dimana berdasarkan penilaian fiskus pada akhir tahun 2008 untuk penetapan pajak tahun 2009 diketahui bahwa Nilai Tanah adalah
Rp 394.000,00 per m2 dan Nilai Bangunan adalah Rp 429.000,00 per m2.

Pada tahun 2009 NJOPTKP untuk Kota Yogyakarta ditetapkan sebesar Rp 12.000.000,00.

Berapakah PBB terutang keseluruhan yang harus dibayar oleh Tuan Ahmad Dimyati, S.H., pada tahun 2009 ?

Kedua objek pajak berupa rumah tinggal yang dimiliki oleh Tuan Ahmad Dimyati, S.H., terletak pada tempat yang berbeda, karena
itu pengenaan pajaknya harus dilakukan secara terpisah dengan menerbitkan SPPT untuk masing-masing objek pajak.

Perhitungan PBB terutang yang harus dibayar oleh Tuan Ahmad Dimyati adalah sebagaimana di bawah ini :

1. Objek I berupa rumah tinggal warisan dari orang tua, yang sudah menjadi milik Tuan Ahmad Dimyati, S.H.

Perhitungan PBB Terutang

NJOP Bumi : 1.500 m2 x Rp 614.000,00 per m2 = Rp 921.000.000,00

NJOP Bangunan : 300 m2 x Rp 595.000,00 per m2 = Rp 178.500.000,00


(+)
NJOP bumi dan bangunan sebagai dasar pengenaan pajak = Rp 1.099.500.000,00

NJOPTKP = Rp 12.000.000,00
(-)
NJOP bumi dan bangunan sebagai dasar penghitungan pajak = Rp 1.087.500.000,00

PBB Terutang : 0,3% x Rp 1.087.500.000,00 = Rp 3.262.500,00

2. Objek II berupa rumah yang dikontrakkan kepada Nona Lisa.


Perhitungan PBB Terutang

NJOP Bumi : 200 m2 x Rp 394.000,00 per m2 = Rp 78.000.000,00

NJOP Bangunan : 80 m2 x Rp 429.000,00 per m2 = Rp 34.320.000,00


(+)
NJOP bumi dan bangunan sebagai dasar pengenaan pajak = Rp 113.120.000,00

NJOPTKP = Rp 0
(-)
NJOP bumi dan bangunan sebagai dasar penghitungan pajak = Rp 113.120.000,00

PBB Terutang : 0,2% x Rp 113.120.000,00 = Rp 226.240,00


PBB terutang yang harus dibayar oleh Tuan Ahmad Dimyati, S.H. pada tahun 2009 untuk kedua rumah yang dimilikinya adalah
PBB Terutang Objek I + PBB Terutang Objek II = Rp 3.262.500,00 + Rp 226.240,00= Rp 3.488.740,00

Catatan :

Pengurangan NJOPTKP diberikan kepada Objek I (rumah warisan dari orang tua Tuan Ahmad Dimyati, S.H.) karena rumah
tersebut ditempati oleh wajib pajak dan memiliki NJOP bumi dan bangunan sebagai dasar pengenaan pajak yang lebih besar
daripada Objek II (rumah yang dikontrakan kepada Nona Lisa).

Pertanyaan dan jawaban

1. Kelompok 2: bagaimana pengendalian untuk rumah rumah yang mengambil lahan orang lain/jalan ? jika ada renovasi
gimana?
Pihak RT bisa memberikan teguran bagi rumah rumah yang mengambil lahan atau jalan tersebut. Pihak pajak juga suka
melakukan pendataan ulang untuk mengupdate data secara berkala untuk mengantisipasi adanya perubahan tersebut.
2. Kelompok 1: bagaimana upaya pemerintah menangani kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk membayar PBB?
Pemerintah bisa melakukan sosialisasi mengenai penting nya pembayaran PBB kepada masyarakat yang memiliki
kewajiban membayar PBB dan menerapkan sanksi tegas berupa denda bagi yang terlambat membayar/tidak membayar
PBB. Dengan adanya denda , orang jadi lebih taat membayar pajak. Kesadaran sendiri WP dalam membayar pajak juga
penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak.
3. Kelompok 4: seperti apa PBB untuk apartemen?
PBB untuk apartemen memiliki perbedaan dari PBB rumah, karena PBB apartemen tidak menghitung NJOP bumi jadi
NJOP bumi nya 0 dan terdapat NJOP untuk bumi Bersama dan bangunan Bersama seperti koridor, lift dan fasilitas
bersama lainnya. WP nya adalah pengelola apartemen tersebut bukan pemilik unit apartemen.
4. Kelompok 5: apakah ada objek pajak yang dikhususkan?
Ada, objek pajak yang dikhususkan itu yang berdasarkan penilaian individual, artinya dihitung sendiri bukan massal.
Contoh objek pajak yang dikhususkan: jalan tol, pelabuhan, tempat rekreasi, PLTA.
5. Kelompok 6: bagaimana bila kita membangun kolam renang di April 2016 dan baru beres di agustus, apakah masuk ke
PBB tahun berjalan atau tahun berikut nya?
Untuk kolam renang yang baru dibangun itu WP perlu melakukan pembaharuan data, fiscus yang akan menetapkan PBB
terutang nya. Pajak nya berdasarkan data per 1 januari, berarti masuk ke PBB tahun 2018 untuk tahun pajak 2017.
6. Kelompok 7: jika WP sudah pensiun apakah masih membayar PBB?
Untuk WP yang sudah pensiun tetap tidak bisa dibebaskan dari pembayaran PBB namun dimungkinkan untuk
mengajukan keringanan. Ada beberapa persyaratan yang harus diurus untuk mengajukan keringanan:
A. Fotokopi KTP; B. Fotokopi kartu keluarga; C. Surat pernyataan wajib pajak dari tempat bekerja yang menyatakan
bahwa penghasilan rendah. Apabila wajib pajak tidak berpenghasilan, maka lengkapi dengan surat keterangan RT/RW
dengan diketahui oleh lurah setempat; D. Fotokopi bukti pelunasan PBB-P2 tahun sebelumnya.
7. Kelompok 8: APBD sumedang sebagian besar dari PBB, tapi masyarakat ingin menghilangkan PBB, apa yang harus
dilakukan pemerintah? Lalu, bila rumah disita bank apakah masih membayar PBB?
PBB tidak bisa dihilangkan karena sebagian besar pendapatan sumedang itu dari PBB, upaya pemerintah nya dengan
cara menghilangkan denda PBB sejak tahun 2014, diberikan keringanan agar tetap ada pemasukan APBD. Lalu, bila
rumah disita oleh bank WP tidak perlu membayar PBB karena rumah nya sudah dipegang oleh pihak bank dan rumah
tersebut akan dijual dengan harga murah untuk melunasi utang WP. Penyitaan dilakukan karena WP sudah tidak mampu
melunasi utang pajak atau WP sudah bangkrut jadi tidak memiliki kemampuan lagi untuk membayar PBB rumah tersebut.
8. Kelompok 9: untuk pengajuan keberatan,apakah ada kesepakatan antara fiskus dan WP dalam menentukkan
pembayaran?
Kesepakatan sendiri tidak ada, keberatan mungkin terjadi karena adanya kesalahan luas tanah dan bangunan , kondisi
tersebut bisa menimbulkan perbedaan antara fiskus dan WP. Fiskus bisa melakukan perbandingan dengan rumah tetangga
yang masih satu area dengan rumah WP.
9. Kelompok 10: apa faktor-faktor yang menentukan klasifikasi PBB? Apakah rumah kosong harus membayar PBB?
Bumi: dari letak, peruntukan nya, pemanfaatan nya, kondisi lingkungan
Bangunan: bahan bangunan, rekayasa, letak
Rumah kosong tetap membayar PBB , nanti akan ditagih ke wajib pajak yang memiliki rumah kosong tersebut, tanah
kosong pun harus tetap membayar PBB karena pajak tidak menganut ada yang menempati/tidak.
10. Kelompok 11: apakah bisa mengajukan permohonan keberatan PBB? cara nya bagaimana?
Bisa, menurut peraturan menteri keuangan republik Indonesia nomor 253/pmk.03/2014 tentang tata cara pengajuan dan
penyelesaian keberatan pajak bumi dan bangunan. Cara nya adalah :
a. satu Surat Keberatan untuk satu SPPT atau SKP PBB;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan melalui KPP;
d. dilampiri dengan SPPT atau SKP PBB asli yang diajukan keberatan;
e. dikemukakan jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak dan disertai dengan alasan pengajuan
keberatan;
f. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP PBB, kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya dengan disertai
bukti pendukung; dan
g. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat
Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai