Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular primer tersering pada anak, dan
menduduki peringkat kedua setelah melanoma uvea sebagai tumor ganas intraokuler
primer tersering di semua kelompok usia. Frekuensi retinoblastoma berkisar antara 1
dalam 14.000 hingga 1 dalam 20.000 kelahiran hidup, bergantung negara.
Diperkirakan bahwa 250-300 kasus baru muncul di Amerika Serikat tiap tahunnya,
serta terdapat 4 kasus per juta penduduk. Tidak ada predileksi seksual dan tumor
terjadi bilateral pada 30-40% kasus. Diperkirakan 90% kasus terdiagnosis pada
pasien dibawah usia 3 tahun (AAO, 2014).

Retinoblastoma adalah tumor ganas yang tersusun atas sel tumor embrionik
dari retinoblast dari lapisan neuroepitel. Insidensi relatif nya sekitar 3% dari semua
tumor pada anak. Pada negara maju retinoblastoma jarang sebagai kondisi
mengancam jiwa karena diagnosis yang awal, namun pada negara kurang maju dan
berkembang, diagnosis klinis dibuat pada stadium lanjut dan angka kematiannya
masih tetap tinggi.

Knudson telah mengemukakan teori mekanisme “two hit” pada tumorigenesis


retinoblastoma. Terdapat dua kopi gen retinoblastoma pada sel manusia, dan
keduanya harus mengalami mutasi untuk berkembang menjadi retinoblastoma.
Mutasi pertama terjadi pada salah satu kopi gen, pada sel somatik atau germinal.
Mutasi kedua terjadi pada sel somatik. Jika mutasi pertama terjadi pada sel germinal,
maka terjadi retinoblastoma tipe herediter / familial. Jika mutase pertama pada sel
somatik, maka terjadi tipe non-herediter/sporadik.

Pada retinoblastoma familial timbul resiko yang jauh lebih tinggi untuk
terjadinya peRetinoblastoma sporadik secara umum terjadi unilateral dan unifokal,
non- herediter dan rata-rata terdiagnosis pada usia lambat, sekitar usia 2 tahun. Kasus
sporadik terjarkembangan tumor / kanker pada area tubuh yang lain, seperti
pineoblastoma dan osteosarkoma karena semua sel pada tubuh sudah terjadi
perubahan dan abnormalitas gen RB1 (American Cancer Society, 2015).

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari retinoblastoma?


2. Apa saja klasifikasi dari retinoblastoma ?
3. Apa saja etiologi dari retinoblastoma ?
4. Bagaimana patofisiologi dari retinoblastoma ?
5. Bagaimana woc dari retinoblastoma?
6. Apa saja maninfestasi klinis dari retinoblastoma?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari retino blastoma?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari retinoblastoma?
9. Apa saja komplikasi dari retinoblastoma ?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien retinoblastoma?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari retinoblastoma.


2. Untuk mengetahui klasifikasi dari retinoblastoma.
3. Untuk mengetahui etiologi dari retinoblastoma.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari retinoblastoma.
5. Untuk mengetahui woc dari retinoblastoma.
6. Untuk mengetahui maninfestasi klinis dari retinoblastoma.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari retino blastoma.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari retinoblastoma.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari retinoblastoma.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien retinoblastoma.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi
2.2.1 Retina.
Retina adalah bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang terletak
di segmen posterior mata. Retina merupakan struktur yang terorganisasi
memberikan informasi visual ditransmisikan melalui nervus optikus ke
korteks visual. Retina berkembang dari cawan optikus eksterna yang
mengalami invaginasi mulai dari akhir empat minggu usia janin (Vaughan
& Asbury’s general ophthalmology, 2015).
Bola mata orang dewasa memiliki diameter sekitar 22 mm - 24,2 mm
(diameter dari depan ke belakang). Bola mata anak ketika lahir berdiameter
16,5 mm kemudian mencapai pertumbuhannya secara maksimal sampai
umur 7-8 tahun. Dari ukuran tersebut, retina menempati dua pertiga sampai
tiga perempat bagian posterior dalam bola mata. Total area retina 1.100
mm2 . Retina melapisi bagian posterior mata, dengan pengecualian bagian
nervus optikus, dan memanjang secara sirkumferensial anterior 360 derajat
pada ora serrate. Tebal retina rata-rata 250 µm, paling tebal pada area
makula dengan ketebalan 400 µm, menipis pada fovea dengan ukuran 150
µm, dan lebih tipis lagi pada ora serrata dengan ketebalan 80 µm (Vaughan
& Asburry’s general ophthalmology, 2015).
Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri oftalmika (cabang
pertama dari arteri karotis interna kanan dan kiri) dan arteri siliaris (berjalan
bersama nervus optikus). Arteri siliaris memberikan vaskularisasi pada
lapisan luar dan tengah, termasuk lapisan pleksiform luar, lapisan
fotoreseptor, lapisan inti luar, dan lapisan epitel pigmen.
2.2.2 Histologi Retina
Menurut Mescher, A.L., (2010) Permukaan luar retina berhubungan
dengan koroid, sedangkan permukaan dalamnya berhubungan dengan badan
vitreous. Retina memiliki 10 lapisan, yang terdiri dari (dari luar ke dalam) :
1. Epitel pigmen
2. Batang dan kerucut
3. Membran limitans eksterna
4. Lapisan inti luar
3
5. Lapisan pleksiform luar
6. Lapisan inti dalam
7. Lapisan pleksiform dalam
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf
10. Membran limitans interna
2.2.3 Fisiologi Retina
Retina adalah bagian mata yang paling kompleks dan paling sensitif
terhadap cahaya. Retina memiliki lapisan fotoreseptor berisi sel batang dan
kerucut yang memiliki peran dalam menangkap stimulus cahaya lalu
mentransmisikan impuls melalui nervus optikus ke korteks visual bagian
oksipital (Vaughan & Asburry’s general ophthalmology, 2015).
Fotoreseptor tersusun rapi pada bagian terluar avaskuler retina dan
banyak terjadi perubahan biokimia untuk proses melihat. Komposisi sel
kerucut lebih banyak pada bagian makula (fovea) dan sedikit pada bagian
perifer, sedangkan sel batang densitasnya tinggi pada bagian perifer dan
sedikit pada bagian makula (fovea). Sel kerucut berfungsi untuk melihat
warna dan saat siang hari sehingga fovea bertanggung jawab pada
penglihatan warna dan cahaya banyak. Sel batang, mengandung pigmen
fotosensitif rhodopsin, berfungsi untuk melihat warna hitamputih dan saat
malam hari sehingga bagian perifer bertanggung jawab untuk penglihatan
gelap pada malam hari. (Vaughan & Asburry’s general ophthalmology,
2015).
Retina juga memiliki lapisan neural yang terdiri dari sel bipolar, sel
ganglion, sel horizontal, dan sel amakrin. Sel bipolar tersebar di retina dan
bertugas menghubungkan sel fotoreseptor (postsinaps sel batang dan
kerucut) dan sel ganglion. Sel ganglion memberikan akson yang akan
bergabung dengan serabut nervus optikus ke otak. Sel horizontal terletak
pada lapisan pleksiform luar dan berfungsi sebagai interkoneksi sel bipolar
dengan sel bipolar lainnya. Sel amakrin terletak pada lapisan pleksiform
dalam dan berfungsi sebagai penghubung sel bipolar dengan sel ganglion
Selain itu, retina juga memiliki sel glia atau sel pendukung yang terdiri
dari sel Muller, astrosit, dan sel mikroglia. Sel Muller terletak pada lapisan
inti dalam dan memberikan ketebalan ireguler yang memanjang sampai ke
lapisan pleksiform luar. Sel astrosit tertutup rapat pada lapisan serabut saraf
4
retina. Sel mikroglia berasal dari lapisan mesodermal dan bukan merupakan
sel neuroglia (Sherwood, L., 2010).
2.2.4 Fisiologi Visual Pathway
Pada saat fotopigmen rodopsin menyerap cahaya foton, 11- cis retinal
mengalami isomerisasi menjadi all–trans retinal (terkadang bisa menjadi all-
trans retinol) kemudian membebaskan dan mengaktifkan sejumlah opsin.
Opsin yang bebas kemudian berperan dalam mengkatalisasi aktivasi
transdusin dari G-protein. Transdusin mengkatalisasi aktivasi dari enzim
fosfodiesterase (PDE). PDE menghidrolisis cGMP menjadi GMP dan
melepaskannya. Keadaan cGMP yang menurun merangsang penutupan dari
kanal natrium sehingga membran mengalami hiperpolarisasi dan
neurotransmitter tidak bisa keluar. Hal ini menyebabkan kanal kalsium
tertutup dan pengeluaran inhibitory neurotransmitter jadi menurun. Sel
bipolar mengalami kenaikan aksi potensial yang diikuti oleh sel ganglion.
Impuls ini kemudian dihantarkan ke korteks visual bagian oksipital (area 17
dan 18) dan dipersepsikan sebagai informasi visual.
2.2 Definisi Retinoblastoma
Retinoblastoma (RB) adalah suatu penyakit keganasan pada lapisan retina mata,
yaitu bagian mata yang paling peka terhadap cahaya. Penyakit RB dapat menyerang
segala usia, tetapi umumnya menyerang anak dengan usia di bawah 3 tahun
(Radhakrishnan, V., dkk., AAO 2012). Retinoblastoma yang muncul dari retina adalah
tumor intraocular kongenital ganas yang paling umum terjadi pada masa kanak-kanak.
(Wong, 2009). Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling
sering pada bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi
mirip dengan neuroblastoma dan meduloblastoma (Skuta et al. 2011)
2.3 Klasifikasi
Menurut Rahman (2008), klasifikai Retinoblastoma yaitu :
a. Grup 1a : Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil. Terdapat pada
atau dibelakang ekuator.
b. Grup 1b : tumor multiple ukuran 4 diameter papil nervus optikus pada atau
belakang ekuator.
c. Grup 2a : tumor soliter ukuran 4-10 diameter papil nervus optikus pada atau
dibelakang ekuator.
d. Grup 2b : tumor multiple ukuran 4-10 diameter papil nervus optikus pada atau
dibelakang ekuator.
5
e. Grup 3a : beberapa lesi pada anterior sampai ekuator.
f. Grup 3b : Tumor soliter berukuran 10 diameter papil nervus optikus.
g. Grup 4a : Tumor multiple lebih dari 10 diameter papil nervus optikus.
h. Grup 4b : beberapa lesi dari anterior ke oraserata.
i. Grup 5a : tumor massif setengah atau lebih retina.
j. Grup 5b : vitreous sending.
2.4 Etiologi
1. Faktor Internal
a. Kelainan Genetik
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel
dominant protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa karena
mutasi atau diturunkan. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan
tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu
mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang
diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata
dan ke otak (melalui saraf penglihatan/nervus optikus).
Gen cacat RB1 dapat diwariskan dari orang tua pada beberapa anak,
mutasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin. Tidak diketahui apa yang
menyebabkan kelainan gen, melainkan yang paling mungkin menjadi
kesalahan acak selama proses copy yang terjadi ketika sel membelah.
2. Faktor Eksternal
a. Radiasi
Terdapat 2 macam radiasi yaitu radiasi ionisasi (misalnya sinar X) dan
non-ionisasi (sinar ultraviolet). keduanya adalah bagian dari spektrum
gelombang elektromagnetik. Sinar X berasal dari tambang uranium, kosmik,
alat diagnostik penyakit, alat terapi radiasi, kecelakaan nuklir, bom atom, dan
sampah radioaktif. Sinar ultraviolet berasal dari matahari.
2.5 Patofisiologi
Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RB1 yyang terletak pada
kromosom 13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke 14) baik terjadi karena faktor
hereditas maupun karena faktor lingkungan seperti virus, zat kimia, dan radiasi. Gen
RB1 ini merupakan gen suppressor tumor, bersifat alel dominan protektif, dan
merupakan pengkode protein RB1 (P-RB) yang merupakan protein yang berperan
dalam regulasi suatu pertumbuhan sel. Apabila terjadi mutasi seperti kesalahan
transkripsi, tranlokasi, maupun delesi informasi genetic, maka gen RB1 (P-RB)
6
menjadi inactive sehingga protein RB1 (P-RB) juga inactive atau tidak diproduksi
sehingga memicu pertumbuahan sel kanker (Tomlinson, 2006:62).
Retinoblastoma biasa terjadi di bagian posterior retina. Dalam perkembangannya
massa tumor dapat tumbuh baik secara internal dengan memenuhi vitrous body
(endofitik). Maupun bisa tumbuh kearah luar menembus koroid, saraf optikus, dan
sclera (eksofitik).

7
2.6 WOC

Kelainan genetik Faktor eskternal (radiasi)

Mutasi gen RB1 di kromosom 13q14

Gen RB1 inactive

Protein RB1 (P-RB) tidak diproduksi

Pertumbuhan sel daerah retina tidak terkontrol

RETINOBLASTOMA

Metastasis dan Massa tumor Tumor menempati


perkembangan penyakit, memenuhi vitrous macula
status klinis body

Peningkatan Gangguan
kurang tekanan inraocular pergerakan bola mata
pemberian
informasi
Terjadi glaucoma Strabismus
MK : Ansietas
Keterbatasan ketajaman penglihatan
lapang pandang menurun
Histamin
Meningkat
MK : Resiko Cedera MK : Gangguan
Persepsi Sensori
Terdapat Lukoria

Mata Menonjol

MK : Nyeri Kronis

8
2.7 Manifestasi Klinis
a. Tanda dini retinoblastoma adalah mata merah, mata juling atau terdapat warna
iris yang tidak normal.
b. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.
c. Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
d. Tajam penglihatan sangat menurun.
e. Nyeri
f. Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga
badan kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan
pembuluh darah di atasnya.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pasti retinoblastoma intraokuler dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan patologi anatomi. Karena tindakkan biopsi merupakan kontraindikasi,
maka untuk menegakkan diagnosis digunakan bebrapa pemeriksaan sebagai sarana
penunjang :
a. Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai
pembuluh darah pada permukaan ataupun didalam massa tumor tersebut dan
berbatas kabur
b. X Ray : Hampir 60 – 70 % penderita retinoblastoma menunjukkan klasifikasi.
Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik foramen : Optikum melebar.
c. USG : Adanya massa intraokuler
d. LDH : Dengan membandingkan LDH aqous humor dan serum darah, bila rasio
lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intraokuler
(Normal rasio Kurang dari 1)
e. Ultrasonografi dan Tomografi komputer dilakukan terutama untuk pasien
dengan metastasis ke luar, misalnya dengan gejala proptosis bola mata.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan RB adalah menyelamatkan hidup pasien,
sedangkan kembalinya fungsi visual mata merupakan tujuan sekunder.
Penatalaksanaan RB melibatkan tim dari berbagai multidisiplin, yaitu disiplin ilmu
onkologi mata, onkologi pediatrik, onkologi radiasi, onkologi psikis, genetika, dan
onkopatologi oftalomologi. Strategi manajemen tata laksana RB tergantung dengan
tingkat keparahannya, seperti intraokular RB, RB dengan karakteristik risiko tinggi,
orbital RB, dan metastasis RB. Tata laksana untuk intraokular RB meliputi enukleasi,
external beam radiation therapy (EBRT), cryotherapy, laser photocoagulation,
9
thermotherapy, brachytherapy dengan iodine 125 atau ruthenium 106 plaques, dan
systemic chemotherapy. Sedangkan untuk tata laksana ekstraokular RB diberi terapi
lebih lanjut. (Tomlinson, 2006:62).
a. Enukleasi.
Enukleasi merupakan pilihan tata laksana untuk intraokular unilateral RB
dengan klasifikasi grup E yang melibatkan neovaskularisasi dari iris, glaukoma
sekunder, tumor invasif anterior chamber, tumor >75% volum vitreous, tumor
nekrosis dengan inflamasi sekunder orbital, tumor terkait hifema atau
perdarahan vitreous, dimana karakteristik tumor tidak bisa dilihat, dan
melibatkan satu mata (unilateral). Metode enukleasi dilakukan dengan
mengangkat penuh mata hingga ke nervus optikus, kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologinya.
b. External beam radiation therapy (EBRT)
EBRT merupakan pilihan tata laksana untuk RB bilateral tingkat lanjut,
dimana ditemukannya bercak difus pada vitreous, pada pasien yang menolak
dilakukannya tindakan enukleasi setelah gagalnya bentuk terapi konservatif
lainnya. Akan tetapi, EBRT mempunyai kelemahan karena dapat memicu efek
komplikasi lokal dan dapat mengakibatkan kanker sekunder pada daerah sekitar
radiasi setelah RB sembuh.
c. Cryotherapy
Cryotherapy merupakan pilihan tata laksana untuk tumor kecil pada garis
ekuator atau retina perifer dengan ukuran diameter basal ≤ 4mm dan ketebalan
2mm. Cryotherapy diaplikasikan pada RB dengan interval 4-6 minggu sampai
tumor mengalami regresi. Akan tetapi, cryotherapy mempunyai kelemahan,
yaitu meninggalkan jaringan parut lebih besar dari tumor. Komplikasi lebih
lanjut meliputi lepasnya retina sementara, robekan retina, maupun
rhegmatogenous retinal detachment.
d. Laser photocoagulation
Laser photocoagulation merupakan pilihan tata laksana untuk tumor
posterior kecil dengan diameter basal 4mm dan ketebalan 2mm. Tujuan terapi
ini untuk regresi tumor dan mengkoagulasikan suplai aliran darah menuju tumor
dengan menggunakan laser. Komplikasi dapat berupa lepasnya retina sementara,
oklusi vaskuler retina, retina bolong, traksi retina, dan fibrosis preretinal.
e. Thermotherapy

10
Thermotherapy merupakan pilihan tata laksana untuk tumor kecil dengan
diameter 4mm dan ketebalan 2mm. Metodenya dengan melakukan radiasi sinar
inframerah level subfotokoagulasi pada jaringan untuk menginduksi nekrosisnya
tumor dan mencegah rusaknya pembuluh darah retina. Regresi tumor secara
komplit dapat mencapai 85% setelah dilakukannya 3-4 kali thermotherapy.
f. Brachytherapy dengan plak I-125 atau Ro-106
Plaque brachytherapy menggunakan zat radioaktif (umumnya I-125 atau
Ro106) yang diimplantasikan pada sklera. Tujuannya adalah untuk radiasi tumor
secara transsklera. Kelebihannya adalah radiasi fokal tumor sehingga tidak
menyebabkan rusaknya jaringan normal di sekitar tumor.
g. Systemic chemotherapy
Chemotherapy merupakan pilihan tata laksana pada pasien dengan tujuan
mengurangi volum tumor sampai ukuran dimana terapi laser bisa diberikan
(chemoreduction). Terapi ini juga efektif untuk kelainan vitreous dan subretinal,
dan ekstraokular maupun metastasis RB. Chemotherapy dilakukan sebanyak
enam sesi selama 3-4 minggu. Dua regimen obat untuk systemic chemotherapy
adalah carboplatin dan etoposide.
2.10 Komplikasi
a. Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita retinoblastoma.
Contohnya Osteosarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain,
melanoma malignan, berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma dan
berbagai jenis tumor otak.
b. Komplikasi vaskular : kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan dapat
terlihat.
c. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah radiasi. Terjadi hipoplasia
pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi dengan dosis radiasi

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.PENGKAJIAN
An Z datang ke RS diantar oleh keluarganya pada tanggal 30 april 2017 pukul
10.30 wib. Pada saat datang ke RS pasien mengatakan nyeri dibagian mata kiri nya.
dan penglihatannya buram dan kabur saat melihat sesuatu. Pasien mengatakan bola
matanya semakin membesar. Pasien terlihat sangat takut dengan keadaannya. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan hasil : kesadaran composmentis, TTV : TD : 100/70
mmHg, S : 37oC, N : 120 x/m, RR : 20x/ m, Visus mata 1/60. Skala Nyeri P : Adanya
Pembengkakan di mata kiri, Q : seperti ditusuk-tusuk, R : Di mata sebelah kiri, S : 7,
T : saat menggerakkan mata. Pasien nampak ketakutan dan cemas dengan keadaannya
.
I. BIODATA
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Z
Umur : 5 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
SukuBangsa : Jawa Indonesia
Pendidikan : TK
Pekerjaan :-
Alamat : Patihan Tanon Sragen
Tgl MRS :30 april 2017 10.30 WIB
Tgl Pengkajian :30 april 2017 12.45 WIB
2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. L
Umur : 27
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
SukuBangsa : Jawa Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dgn klien : Ibu
Alamat :Patihan Tanon Sragen
12
II. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh adanya penurunan fungsi penglihatan
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan adanya penurunan penglihatan, terdapat bintik putih pada
mata tepatnya pada retina , terjadi penonjolan dan terdapat stabismus
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu klien mengatakan nenek klien pernah mengalami penyakit tersebut
III. POLA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI
a. Makan dan minum
- Sebelum sakit : ibu klien mengatakan klien makan 3x sehari dengan porsi
cukup
- Selama sakit : ibu klien mengatakan klien sulit makan
b. Istirahat dan tidur
- Sebelum sakit : ibu klien mengatakan waktu tidur malam yaitu jam 21.00-
05.00 sedangkan untuk tidur siang yaitu 13.00-14.00
- Selama sakit : ibu klien mengatakan sulit tidur karena sering menangis
c. Aktifitas
- Sebelum sakit : ibu klien mengatakan dapat melakukan aktifitas dengan baik
dan aktif
- Selama sakit : ibu klien mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas seperti
biasanya
d. Eliminasi
- Sebelum sakit : klien mengatakan BAB dalam konsistensi padat, berwarna
kecoklatan, dengan frekuensi 1-2 kali/hari , sedangkan untuk BAK klien
biasanya berwarna kuning dengan bau khas dan frekuensi 4-5 kali/hari
- Selama sakit : klien mengatakan BAB dalam konsistensi padat, berwarna
kecoklatan, dengan frekuensi 1-2kali/hari, sedangkan untuk BAK klien
biasanya berwarna kuning dengan bau khas dan frekuensi 3-4kali/hari
e. Pola Spiritual
- Sebelum sakit : pasien menjalankan sholat 5 waktu dalam sehari.
- Selama sakit : pasien menjalankan sholat 5 waktu dalam sehari.
f. Pola Sosial
13
1. Dukungan Keluarga
- Siapa yang tinggal bersama dengan pasien ? Pasien tinggal dengan
kedua orang tuanya.
- Apakah anak atau orang lain yang masih tergantung pada pasien ?
- Apakah ada pikiran lain mengenai hubungan dalam keluarga ?
2. Dukungan Emosional Dan Sosial
- Apakah pasien memiliki dukungan dari pihak lain ? Iya.
- Keluarga besar, teman, tetangga ? Keluarga besar.
- Apakah pasien memerlukan dukungan dari pihak lain ? Iya,
dukungan dari teman sebayanya.
3. Kondisi Praktikal
- Apakah ada kesulitan dalam bergerak, melakukan pekerjaan ? Ada,
pandangan pasien tidak jelas / kabur.
- Apakah ada pikiran lain mengenai siapa yang merawat untuk hari
kedepan, finansial ? Ibu.
4. Harapan Pasien
- Apakah harapan pasien mengenai tujuan perawatan ? Agar lekas
sembuh dari sakitnya.
- Tempat untuk perawatan : rumah sakit, rumah atau tempat lain ?
Rumah.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran: Composmetis
TD: 100/70mmHg
Suhu: 37°C
Nadi: 120x/menit
RR: 20x/mnt
BB sebelum sakit: 19 kg
BB sekarang : 17 kg
Visus mata : 1/60
2. Head to toe
a) Kulit dan rambut
- Inspeksi
Jumlah rambut : Rambut Pendek, Lurus dan jarang (seperti rambut
jagung)
14
Warna rambut : Hitam
Warna kulit : Sawo matang
b) Kepala
- Inspeksi
Bentuk simetris antara kanan dan kiri dan tidak ada trauma
pembengkakan pada kepala
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
c) Mata
- Inspeksi
Mata Kanan : penglihatan baik, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik, simetris
Mata kiri : terdapat benjolan , tampak memerah
- Palpasi
saat ditekan nyeri dengan skala 7.
d) Telinga
- Inspeksi
Bentuk simetris auricila bersih , tidak ada tumpukan serumen
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
e) Hidung
- Inspeksi
Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi
- Palpasi
Tidak ada benjolan
f) Mulut
- Inspeksi
Mukosa bibir lembab , tidak ada stomatitis
g) Leher
- Inspeksi
Bentuk leher simetris, tidak terdapat benjolan di leher
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
h) Sistem Respirasi
- Inspeksi
15
Bentuk dada normal simetris kiri dan kanan, frekuensi pernafasan
20x/mnt
- Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
i) Abdomen
- Inspeksi
Permukaan perut datar, warna kulit sawo matang, tidak adanya
luka.
- Palpasi
Bunyi peristaltic usus terdengar 6x/hari
- Perkusi
Bunyi tympani
- Auskultasi
Tidak ada nyeri tekan dan benjolan
j) Paru-paru
- Inspeksi
Pengembangan dada kanan-kiri simetris
- Palpasi
Fremitus kanan sama dengan kiri
- Auskultasi
Normal
- Perkusi
Sonor
3.2.ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Pertumbuhan sel daerah Nyeri kronis
- Pasien mengatakan nyeri di retina tidak terkontrol
bagian mata sebelah kiri
- Pasien mengatakan nyeri
dirasakan ketika pasien Retinoblastoma
menggerakkan mata
DO :
- Pasien nampak meringis Peningkatan tekan intraocular
- Sering menangis
- Bola mata menonjol
- TTV : Histamin meningkat
TD : 100/70 mmHg
S : 37°C
Terjadi leukoria
RR : 20x/mnt
16
N : 120x/mnt
- Skala Nyeri
P : Adanya Pembengkakan Mata menonjol
di mata kiri
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : di mata sebelah kiri
S:7
T : saat menggerakkan mata

2. DS : Tumor menempati macula Gangguan


- Pasien mengatakan buram saat persepsi
melihat sesuatu. sensori
- Pasien mengeluh sulit melihat Gangguan pergerakan bola
dengan jelas. mata
DO :
- Mata pasien memerah.
- Tidak akurat dalam mengikuti Strabismus
instruksi.
- Bola mata membesar.
- Reflek pupil berwarna putih Ketajaman penglihatan
- TTV : menurun
TD : 100/70 mmHg
S : 37°C
RR : 20x/mnt
N : 120x/mnt
- Visus mata kiri 1/60

3. DS : Retinoblastoma Ansietas
- Pasien mengatakan takut
dengan kondisinya.
DO : Metastasis dan perkembangan
- Pasien nampak gelisah. penyakit
- Pasien sering bertanya
tentang penyakitnya.
- TTV : Kurang pemberian
TD : 100/70 mmHg informasi
S : 37°C
RR : 20x/mnt
N : 120x/mnt
- Visus mata kiri 1/60
4. DS : Massa tumor memenuhi Resiko cidera
- Pasien mengatakan vitrous
pandangannya kabur.
DO : Peningkatan tekanan
- Terdapat kemerahan mata. intraokular
- Reflek pupil berwarna
putih.
- Mata juling (strabismus). Terjadi glaucoma
17
- Ketajaman penglihatan
menurun.
- TTV : Keterbatasan lapang pandang
TD : 100/70 mmHg
S : 37°C
RR : 20x/mnt
N : 120x/mnt
- Visus mata kiri 1/60

3.3.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.) Nyeri kronis berhuungan dengan penekanan saraf.
2.) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.
3.) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
4.) Resiko cidera berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang.

3.4.INTERVENSI

No DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI Nama &


KRITERIA HASIL Ttd
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian
b.d penekanan keperawatan selama 1x nyeri secara
saraf 24jam diharapkan komprehensif termasuk
masalah nyeri dapat lokasi, karakteristik,
teratasi dengan kriteria durasi, frekuensi,
hasil: kualitas, dan faktor
1. Mampu mngenali presipitasi.
nyeri (skala, 2. Observasi reaksi
intensitas, frekuensi, nonverbal dari
dan tanda nyeri). ketidaknyamanan.
2. Menyatakan rasa 3. Gunakan teknik
nyaman setelaj nyeri komunikasi terapeutik
berkurang. untuk mengetahui
pengalaman nyeri.
4. Tingkatkan istirahat.
5. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal).
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau dan
persepsi keperawatan selama 3x dokumentasikan status
sensori b.d 24jam diharapkan neurologis pasien.
gangguan gangguan persepsi 2. Kurangi jumlah stimulus
penglihatan penglihatan dapat teratasi untuk mencapai input
Kriteria hasil: sensori yang sesuai
1. Klien dapat (misalnya:lampu yang

18
menunjukkan redup,sediakan kamar
masalah persepsi pribadi,batasi
sensori terhadap pengunjung,dan sediakan
penglihatan bias waktu istirahat untuk
lebih baik. pasien.
3. Intruksikan klien atau
keluarga untuk
memeriksa kulit setiap
hari terhadap kerusakan
integritas kulit.
4. Mulai perujukan terapi
okupasi kepada pasien.
3 Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan
kurang keperawatan selama 1x yang menyenangkan.
terpapar 24jam diharapkan 2. Jelaskan semua prosedur
informasi. masalah ansietas dapat dan apa yang dirasakan
teratasi dengan kriteria selama prosedur.
hasil: 3. Dorong keluarga untuk
1. Vital sign dalam menemani anak.
batas normal. TTV 4. Dorong pasien untuk
(TD : 120/80 mmhg, mengungkapkan
S : 36,5 - 37,5 c, N : perasaan, ketakutan,
65-110 RR : 22- persepsi.
34x/m ) 5. Temani pasien untuk
2. Klien mampu memberikan keamanan
mengidentifikasi dan mengurangi takut.
dan mengungkapkan
gejala cemas.
3. Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
4 Resiko cidera Setelah di lakukan 1. Sediakan lingkungan
b.d tindakan keperawatan yang aman untuk pasien.
keterbatasan selama 1x24 jam 2. Hindarkan lingkungan
lapang diharapkan masalah yang berbahaya
pandang. resiko cedera dapat (misalnya memindahkan
teratasi dengan kriteria perabotan).
hasil : 3. Pindahkan barang-
1. Klien terbebas dari barang yang dapat
cidera. membahayakan.
2. Klien mampu 4. Anjurkan keluarga untuk
menjelaskan cara menemani pasien.
mencegah cidera. 5. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
19
3.5 IMPLEMENTASI

Tanggal/Jam NO. IMPLEMENTASI Nama &


Dx TTD
30 april 2017 1 1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
13.00 wib termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, dan faktor presipitasi.
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
3. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri.
4. Meningkatkan istirahat.
5. Memilih dan melakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan interpersonal).
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat.
30 april 2017 2 1. Memantau dan dokumentasikan status neurologis
15.00 wib pasien.
2. Mengurangi jumlah stimulus untuk mencapai
input sensori yang sesuai (misalnya: lampu yang
redup, sediakan kamar pribadi, batasi pengunjung,
dan sediakan waktu istirahat untuk pasien.
3. Menginstruksikan klien atau keluarga untuk
memeriksa kulit setiap hari terhadap kerusakan
integritas kulit.
4. Memulai perujukan terapi okupasi kepada pasien.
30 april 2017 3 1. Menggunakan pendekatan yang menyenangkan.
17.00 wib 2. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur.
3. Mendorong keluarga untuk menemani anak.
4. Mendorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi.
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut.
30 april 2017 4 1. Menyediakan lingkungan yang aman untuk
19.00 wib pasien.
2. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya memindahkan perabotan).
3. Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan.
4. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
5. Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.

3.6 EVALUASI

20
Jam/tanggal No.Dx EVALUASI Nama &
TTD
1 mei 2017 1 S:
07.00 wib - Pasien mengatakan masih merasa nyeri di
mata sebelah kiri.
- Pasien mengatakan nyeri sangat terasa
ketika menggerakkan mata.
O:
- Pasien nampak meringis
- Pasien Sering menangis
- Bola mata px menonjol
- Skala Nyeri
P : Adanya Pembengkakan di mata kiri
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : di mata sebelah kiri
S:7
T : saat menggerakkan mata
A : masalah nyeri belum teratasi.
P : lanjutkan intevensi 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.
1 mei 2017 2 S:
09.00 wib - Pasien mengatakan bahwa penglihatannya
masih buram.

O:
- Mata pasien memerah.
- Tidak akurat dalam mengikuti instruksi.
- Bola mata membesar.
- Reflek pupil berwarna putih
- TTV :
TD : 100/70 mmHg
S : 37°C
RR : 20x/mnt
N : 120x/mnt
- Visus mata kiri 1/60
A : masalah gangguan persepsi sensori belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3 dan 4.
1 mei 2017 3 S:
11.00 wib - Pasien sudah tidak takut dengan kondisinya.
O:
- Pasien nampak lebih baik dari sebelumnya.
- TTV :
TD : 100/70 mmHg
S : 37°C
RR : 20x/mnt
N : 120x/mnt
A : masalah ansietas teratasi.
P : hentikan intervensi.
1 mei 2017 4 S:
21
13.00 wib - Pasien mengatakan pandangannya kabur.
O:
- Terdapat kemerahan pada mata px.
- Reflek pupil berwarna putih.
- Mata juling (strabismus).
- Ketajaman penglihatan menurun.
- TTV :
TD : 100/70 mmHg
S : 37°C
RR : 20x/mnt
N : 120x/mnt
- Visus mata kiri 1/60
A : masalah resiko cidera belum teratasi.
P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4 dan 5.

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Retinoblastoma (RB) adalah suatu penyakit keganasan pada lapisan retina mata,
yaitu bagian mata yang paling peka terhadap cahaya. Penyakit RB dapat menyerang
segala usia, tetapi umumnya menyerang anak dengan usia di bawah 3 tahun. Pasien
dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara intensif dan perlunya
pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut tidak mengalami komplikasi.
Dan kita sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang gejala dini
retinoblastoma agar dapat segera diobati.
4.2 Saran
1. perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan retinoblastoma secara holistik didasari dengan pengetahuan yang
mendalam mengenai penyakit tersebut.
2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksanaan
serta meningkatkan pengetahuan tentang retinoblastoma yang dideritanya.

23
DAFTAR PUSTAKA

AAO ( American Academy of Opthalmology), 2011, Glaucoma, American Academy of


Opthalmology Basic and Clinucal science course, San Fransisco : American Academy
of Opthalmology, 3-16.

American Cancer Society, 2014. Cancer facts and figures.


http://www.cancer.org/research/cancerfactsstatistics/cancerfactsfigures2014/index.
diakses pada tanggal 08 november 2018 pukul 15.00 wib.

Huda Amin & Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatana Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction.

Mescher Anthony L. 2010. Junqueira’s Basic Histology. 12th ed. United States : McGraw-
Hill.

Radhakrishnan, V., Kashyap, S., Singh, L. & Bakhshi, S., 2012. VEGF Expression in
Residual Tumor Celss in Orbital Retinoblastoma (IRSS Stage III) Treated With NACT :
A Prospective Study. Pediatr Blood Cancer. 59:567-569.

Rahman, Ardizal. 2008. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma. Majalah


Kedokteran Andalas. 18 oktober 2008 : 57-62.

SDKI, DPP & PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. (Edisi 1). Jakarta : DPPPPNI

Sherwood, L., 2010. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Skuta, et al., 2011. American Academy of Opthalmology. 2010-1022. Glaucoma. Basic and
Clinical Sciences Course Section 10 : 3-10 : 49-52 : 83-88 : 157-174.

Tomlinson, Deborah. 2006. Pediatric Oncology Nursing. Berlin : Springer.

Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. anatomi & embriologi mata : Glaukoma. Edisi ke-17.
Jakarta : EGC, 2015. hal 1-228.

24
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, alih bahasa Andry Hartono, Sari
Kurnianingsih, Setiawan editor edisi bahasa Indonesia. Edisis 6. Jakarta : EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai