DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, serta nikmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen :
Sarkoma Kaposi ”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak penulisan makalah
ini tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan hingga terselesainya
makalah ini, khususnya kepada dosen kami atas bimbingannya.
Penulis berusaha semampunya untuk menyelesaikan makalah ini semaksimal mungkin,
akan tetapi penulis juga tidak mengelak bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari
berbagai pihak senantiasa penulis harapkan untuk menyempurnakan pembuatan makalah ini
dimasa mendatang. Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan ridho’Nya
sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan yang menulis khususnya.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sarkoma Kaposi ( SK ) adalah tumor yang disebabkan oleh Human herpesvirus 8
(HHV8) yang dikenal dengan istilah sarkoma kaposi – dikaitkan dengan herpesvirus
(KSHV). Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh dermatologist Hongaria bernama
Moriz Kaposi yang menjelaskan tentang 5 pasien dengan agresif idiopatik multiple pigmen
sarcoma pada kulitnya. Dan seorang pasien meninggal dengan perdarahan gastrointestinal
15 bulan setelah ditemukannya lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di paru
– paru dan traktus pencernaannya. Virus penyebab tumor ini ditemukan pada tahun 1994.
HHV8 dapat ditularkan melalui kontak seksual sehingga risiko untuk tertular juga ada.
Bahkan, penyakit ini telah diidentifikasi pada pasien transplantasi organ dengan HIV
negative yang menerima terapi immunosupresif. Sejak tahun 1990-an sarkoma kaposi
semakin diteliti hingga didapatkan 4 jenis sarkoma kaposi dengan manifestasi klinis yang
berbeda namun patofisiologinya sama, diantaranya : SK klasik, SK endemik pada orang
Afrika, SK pada pasien dengan terapi immunosupresan, dan SK terkait AIDS. Sarkoma
kaposi ini mengakibatkan beberapa gejala klinik mulai dari gangguan kulit ringan sampai
mempengaruhi organ tubuh.
SK tipe klasik biasanya menyerang orang tua dari wilayah Laut Tengah atau
keturunan Eropa Timur. SK endemik pada orang Afrika yang masih muda terutama dari
daerah Afrika Sub-Sahara sebagai penyakit yang lebih agresif menyerang kulit terutama
anggota badan bagian bawah dengan prevalensi pria dan wanita 3:1. 10% laki-laki yang
menderita kanker di Afrika penyebabnya adalah SK. SK pada pasien dengan terapi
immunosupresan termasuk didalamnya pasien post transplantasi organ dan terbanyak
pada pasien dengan penyakit autoimun. Lebih dari 20 % penderita AIDS di Eropa
menderita SK dan SK ini didapat pada pasangan muda homoseksual.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja definisi dari sarkoma kaposi?
2. Bagaimana penjelasan anatomi dan fisiologi kulit?
3. Apa saja etiologi dari sarkoma kaposi?
4. Apa saja klasifikasi dari sarkoma kaposi?
5. Apa saja manifestasi klinis dari sarkoma kaposi?
6. Bagaimana patofisiologi dari sarkoma kaposi?
7. Bagaimana pathway dari sarkoma kaposi?
8. Apa saja komplikasi dari sarkoma kaposi?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang dari sarkoma kaposi?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari sarkoma kaposi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sarkoma kaposi
2. Untuk mengetahui penjelasan anatomi dan fisiologi kulit
3. Untuk mengetahui etiologi dari sarkoma kaposi
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari sarkoma kaposi
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sarkoma kaposi
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari sarkoma kaposi
7. Untuk mengetahui pathway dari sarkoma kaposi
8. Untuk mengetahui komplikasi dari sarkoma kaposi
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari sarkoma kaposi
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari sarkoma kaposi
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Sarkoma Kaposi adalah kanker yang berasal dari pembuluh darah, biasanya pada
kulit. Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh virus human herpesvirus 8
(HHV8).
Sarkoma Kaposi pertama kali dideskripsikan oleh Moritz Kaposi, seorang ahli ilmu
penyakit kulit Hongaria di Universitas Wina tahun 1872. Sarkoma Kaposi secara luas
diketahui sebagai salah satu penyakit yang muncul akibat dari AIDS pada tahun 1980-an
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh Human herpesvirus 8 ( HHV8 )
yang dikenal dengan istilah sarkoma kaposi - dikaitkan dengan herpesvirus ( KSHV ).
Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh dermatologist Hongaria bernama Moriz
Kaposi yang menjelaskan tentang 5 pasien dengan agresif idiopatik multiple pigmen
sarcoma pada kulitnya. Dan seorang pasien meninggal dengan perdarahan gastrointestinal
15 bulan setelah ditemukannya lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di
paru – paru dan traktus pencernaannya.
Gambar 1 dan 2. Tipe klasik dengan gambaran papul dan nodul di ekstremitas.
2. Sarkoma kaposi berkaitan dengan AIDS ( AIDS – SK )
Sebelum dekade pertama pandemi AIDS, SK didiagnosis > 20% pada pasien
HIV-1 di Eropa. Frekuensinya pada pria dan wanita yang berhubungan seks, pada
pengguna narkoba suntik, hemofilia, resipien transfusi darah dan bayi yang lahir dari
ibu positif HIV di kota industri. Hal inilah yang menyebabkan sarkoma kaposi
merupakan keganasan yang paling sering dijumpai pada pasien terinfeksi HIV,
khususnya pada daerah yang terbatas ketersediaan HAART (highly active
antiretroviral therapy).
Di Amerika Serikat, sarkoma kaposi terdapat pada 2-3% pasien homoseksual
yang terinfeksi HIV. Pada pertengahan tahun 1990, sarkoma kaposi merupakan gejala
yang jelas didapat pada 15% homoseksual. Di Afrika dan negara berkembang,
epidemic sarkoma kaposi terkait AIDS umum didapat pada heteroseksual dewasa dan
sedikit pada anak-anak. Kaposi sarcoma terkait AIDS merupakan bentuk kaposi
sarcoma yang paling agresif.
Serokonversi dari human herpevirus 8 (HHV-8) secara positif meningkatkan
epidemic kaposi sarcoma dalam 5-10 tahun. Adanya penurunan CD4 dan
peningkatan jumlah virus HIV-1 merupakan ukuran prognosa dari epidemic sarkoma
kaposi. Kurang dari 1/6 penderita HIV memiliki jumlah CD4 diatas 500 per
mikroliter. Penyakit ini biasanya berkembang pada pasien dengan imunodefisiensi
yang parah.
AIDS – SK memiliki lesi berupa makula bentuk oval kecil yang akan berkembang
menjadi plak dan nodul kecil. Lesi biasanya di wajah khususnya di hidung, alis,
telinga dan bisa juga di tenggorokan. Lesi bisa menjadi plak yang besar di area yang
luas pada wajah, tenggorokan atau ekstremitas dan menyebabkan gangguan fungsi.
Mukosa mulut bisa terkena sarkoma kaposi juga pada 10 – 15% pada kasus ini. Dan
lesi pada faring menyebabkan sulitnya menelan, berbicara dan bernafas.
Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering
menyebabkan perdarahan dan ileus. Walaupun mungkin terlihat di gastroskopi,
beberapa lesi tidak terdiagnosa histologisnya karena lokasi lesinya di submukosa dan
bisa diambil dengan forsep biopsi. Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan
gejala tertentu seperti spasmebronkus, batuk, penurunan fungsi respirasi.
Bronkoskopi dengan transbronkhial biopsi penting untuk diagnosa sarkoma kaposi
pulmonal.
Gambar 3. Terdapat multipel lesi yaitu makula, papul dan nodul pada SK-AIDS
2.6 Patofisiologi
Ditemukannya virus sarkoma kaposi yaitu human herpesvirus (KHSV) pada tahun
1994 mengarahkan kepada pemahaman akan patofisiologi dari penyakit ini. Perbedaan
epidemiologi dan presentasi klinik dari penyakit ini berhubungan dengan perbedaan faktor
resiko, seperti HIV tak terkontrol dan obat imunosupresi yang dipakai pada pasien
transplantasi. Sarkoma kaposi disebabkan oleh proliferasi sel spindle yang berlebihan.
Walaupun asal sel tumor ini tidak diketahui, peningkatan faktor endotel VIIIa antigen,
marker spindle sel seperti alpha – actin otot polos, dan marker makrofag seperti PAM – 1,
CD68, dan CD14 yang mengekspresikan spindle sel sudah diamati. Proliferasi spindle sel
menjadi serat retikuler, kolagen dan mononuclear sel meliputi makrofag, limfosit dan sel
plasma. Sel-sel ini cenderung melibatkan vascular baik di retikuler dermis (patch stage) atau
keseluruhan ketebalan dari dermis (plak atau tahap noduler).
KSHV memiliki genom yang luas sampai lebih dari 85 antigen. Pemakaian ELISA
sampai pemakaian antigen sudah dipakai untuk menghitung antibodi KSHV. Beberapa studi
molekular disampaikan bahwa sarkoma kaposi berasal dari satu klon sel lebih banyak
dibandingkan berasal dari multifokal sel. Walaupun demikian, banyak data terbaru yang
berasal dari studi terhadap 98 pasien dengan sarkoma kaposi dengan penyakit yang
menyerang sel kutaneus dianalisa dengan teknik diagnostic molekular dibandingkan dengan
virus DNA HHV8 dari tumor tersebut menunjukkan sekitar 80% dari tumor berasal dari
multiple sel.
Kesimpulannya bahwa sedikit dari sarkoma kaposi berasal dari sel tunggal dan
sarkoma kaposi mungkin tidak berasal dari metastasis tapi berasal dari multifocal dan
independen pada beberapa tempat. Data ini sesuai dengan sarkoma kaposi kutaneus yang
kurang agresif. Hal ini tidak sesuai dengan sarkoma kaposi di organ viseral yang agresif.
Virus HHV8 telah diidentifikasi lebih dari 90% pada semua tipe sarkoma kaposi dengan
menggunakan polymerase chain reaction (PCR), hipotesis terbaru mengatakan bahwa HHV8
harus ada untuk penyakit tersebut dapat berkembang. Penyakit ini ditularkan melalui saliva.
HIV meningkatkan resiko imunosupresi.
Faktor-faktor yang turut mempengaruhi perkembangan sarkoma kaposi pada individu
yang terinfeksi HHV8 dan HIV termasuk sitokin abnormal yang berasosiasi dengan infeksi
HIV dengan angiogenic sitokin-IL-1 beta, basic fibroblast growth factor (bfGF), acidic
fibroblast growth factor, endothelial growth factor, and vascular endothelial growth factor.
Sitokin lain termasuk IL-6, granulocyte-monocyte colony stimulating factor (GM-CSF),
transforming growth factor beta (TGF-beta), tumor necrosis factor (TNF), dan platelet-
derived growth factor alpha (PDGF-alpha berasal dari saluran pencernaan dan sel
mononuclear. Oncostatin M, IL-1, IL-6, fibroblast growth factor, tumor necrosis factor
(TNF), dan HIV-tat protein semua ini berasal dari sel T yang terinfeksi HIV berperan
sebagai stimulant dari sel sarkoma kaposi.
Kesimpulan, komplek imun deregulasi merupakan inti pathogenesis dari sarkoma
kaposi. Ini termasuk defek sel imun, defek imun humoral dan vascular endothelial
growth factor yang abnormal.
2.7 Patway/WOC
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang umum pada sarkoma kaposi tipe klasik adalah vena statis dan
lymphedema. Sebanyak 30 % pasien dengan sarkoma kaposi tipe klasik akan berisiko terjadi
keganasan kedua, dan yang paling sering terkena limfoma non-hodgkin. Kekambuhan bisa
terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur, genetik, sejarah pernah terkena
keganasan, dan kemungkinan karena infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh
dalam resiko terjadinya klasik Kaposi sarcoma.
Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena jenis
ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan kutaneus, mukosa dan
organ visceral secara luas. Lesi pada lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling
sering menyebabkan perdarahan dan ileus dan bisa menyebabkan kematian apabila tidak
diatasi dengan baik. Sarkoma kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti
spasmebronkus, batuk, penurunan fungsi respirasi. Penyebab umum terjadinya kematian
untuk lesi di paru dikarenakan adanya pendarahan paru.
Tipe vegetatif atau infiltrat pada sarkoma kaposi terkaid AIDS memiliki karakteristik
lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke dermis, subkutis, otot
dan tulang. Lesi pada mulut yang mudah rusak dengan digigit dan berdarah atau menderita
infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu penderita untuk makan dan berbicara.
2.10 Penatalaksanaan
Sarkoma kaposi tidak dapat disembuhkan, tetapi secara efektif dapat diredakan untuk
beberapa tahun dan hal ini merupakan tujuan dari perawatan. Terapi tergantung tipe dari
sarkoma kaposi, lesi dan sistem organ yang terkena. Pada sarkoma kaposi yang berhubungan
dengan defisiensi imun atau supresi imun, penanganan terhadap disfungsi sistem kekebalan
tubuh dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan sarkoma kaposi.
Dalam penatalaksanaan sarkoma kaposi kita kenal istilah terapi lokal atau “localized
cutaneous disease“ dan terapi terhadap organ sistemik. Lokal terapi ini termasuk eksisi,
destruksi lokal dengan cairan nitrogen – laser, terapi sinar/photodynamic dan terapi topical
dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi sangat berguna dalam penyakit lokal yang sulit
dijangkau seperti lesi pada mukosa mulut dan hidung. Operasi tidak direkomendasikan
karena sarkoma kaposi dapat muncul pada tepi luka.
Terapi pada organ sistemik bisa untuk beberapa varian, seperti :
a. Pada klasik sarkoma Kaposi
Dilakukan kemoterapi termasuk doxorubicin 20 – 30 mg/m2, bleomycin 10 mg/m2,
vincristine 1 – 2 mg sefrrtiap 2 – 4 minggu. Bisa juga diberikan etoposide dan
dacarbazine yang bisa diberikan sendiri ataupun dengan kombinasi sehingga memberikan
efek terapi pada pasien sarkoma kaposi tipe klasik. Penyakit yang lebih banyak menyebar
dan atau yang menyerang organ internal ditangani dengan terapi sistemik dengan
interferon α 3 – 30 juta unit rutin 3x seminggu, liposomal anthracycline (seperti Doksil)
20 – 40 mg/m2 setiap 2 – 4 minggu atau vinblastin 6 mg i.v seminggu sekali.
b. Pada sarkoma kaposi terkait pasien dengan terapi immunosupresan
Bisa dilakukan penurunan dosis untuk terapi immunosupresannya atau menekan
penambahan kortikosteroid pada terapi immunosupresive, mengganti penghambat
calsineurin dengan rapamycin yang juga berguna untuk terapi sarkoma kaposi dengan
tipe lainnya.
c. Pada sarkoma kaposi terkait AIDS
Pemberian terapi dengan HAART pada 40% atau lebih pasien dengan sarkoma
kaposi yang berhubungan dengan AIDS lesinya akan mengecil dengan pemberian terapi
ini. Terapi paliatif dengan kombinasi kemoterapi atau terapi radiasi. HAART mensupresi
replikasi HIV-1 dan melindungi imunitas. HAART juga menurunkan insiden SK – AIDS,
berefek untuk menghambat protease ( kombinasi antiretroviral terapi ). Terapi dengan
liposomal anthracycline ( liposomal doxorubicin ) lebih efektif daripada kombinasi
bleomycin dan vincristine atau doxorubicin. Dosis liposomal anthracycline yaitu 20
mg/m2 i.v setiap 2 – 4 minggu. Atau bisa juga diberikan paclitaxel 100 mg/m2 setiap 2
minggu. Dengan berkurangnya kematian antara pasien AIDS yang menerima perawatan
pada tahun 1990-an, mengakibatkan insidensi epidemik sarkoma kaposi juga berkurang.
Namun, jumlah pasien yang hidup dengan AIDS meningkat di Amerika Serikat dan
jumlah pasien dengan sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS akan meningkat
kembali karena pasien tersebut hidup lebih lama dengan infeksi HIV. Tes darah untuk
mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi telah dikembangkan
dan dapat digunakan untuk menentukan apakah pasien memberikan risiko transmisi
infeksi pada partner seksualnya atau bisa juga dilakukan skrining terhadap sebuah organ
yang akan digunakan untuk transplantasi.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Kaji nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, status dan
nomor register.
b. Identitas Penanggung Jawab
Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, status dan
hubungan dengan klien.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri akibat timbulnya nodul atau lesi yang berwarna
merah maupun keunguan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
c. Riwayat penyakit Dahulu
d. Riwayat Penyakit keluarga
3. Pola Fungsional
a. Aktivitas/istirahat
Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
Perubahan tonus, massa otot
b. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan dan kecacatan
Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah
c. Makanan / cairan
Mual/muntah
Anoreksia
BB menurun
d. Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan
e. Pernapasan
Sesak napas, batuk dan nyeri ketika bernapas
f. Eliminasi
Diare / susah buang air besar
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung
kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
c. Pengkajian Respiratori
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada,
napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
d. Pengkajian Neurologik
Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-
kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium,
meningitis, keterlambatan perkembangan.
e. Pengkajian Gastrointestinal
Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis
mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare
kronis, pembesaran limfa.
f. Pengkajian Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
No Intervensi Rasional
1. Catat kecepatan/kedalaman Takipnea, sianosis menunjukkan kesulitan
pernapasan, sianosis, penggunaan bernapas dan addanya kebutuhan untuk
otot aksesori, ansietas dan meningkatkan pengawasan/intervensi
munculnya dispnea. medik.
2. Tinggikan kepala tempat tidur Membantu membersihkan jalan napas
sehingga memungkinkan terjadinya
pertukaran gas dan mencegah komplikasi
pernapasan
3. Auskultasi bunyi napas Memperkirakan adanya perkembangan
komplikasi
4. Berikan tambahan oksigen Mempertahankan ventilasi efektif untuk
mencegah krisis pernapasan
No Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital Indikator dari volume cairan sirkulasi
2. Kaji turgor kulit, membran mukosa Indikator tidak langsung dari status cairan
dan rasa haus
3. Pantau pemasukan oral dan Mempertahankan keseimbangan cairan,
masukan cairan sedikitnya 2500 mengurangi rasa haus, dan melembabkan
ml/hari membran mukosa.
4. Berikan cairan/elektrolit melalui Mungkin diperlukan untuk
selang pemberi makanan/IV mendukung/memperbesar volume sirkulas,
terutama jika pemasukan oral tak adekuat,
mual/muntah terus menerus
No Intervensi Rasional
1. Auskultasi bising usus Hipermotilitas saluran intestinal umum
terjadi dan dihubungkan dengan muntah
dan diare, yang dapat mempengaruhi
pilihan diet atau makanan.
2. Timbang berat badan sesuai Indikator kebutuhan nutrisi/pemasukan
kebutuhan yang adekuat
3. Berikan perawatan mulut yang Mengurangi ketidaknyamanan yang
terus menerus berhubungan dengan mual/muntah, lesi
oral, pebgeringan mukosa, dan halitosis.
4. Pasang/pertahankan NGT sesuai Mungkin diperlukan untuk mengurangi
petunjuk mual/muntah atau untuk pemberian makan
per selang.
No Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan Mengindikasikan kebutuhan untuk
lokasi, intensitas, frekuensi dan intervensi dan juga tanda-tanda
waktu perkembangan komplikasi.
2. Berikan aktivitas hiburan Memfokuskan kembali perhatian, mungkin
dapat meningkatkan kemampuan untuk
menaggulangi.
3. Dorong pengungkapan perasaan Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut
sehingga mengurangi persepsi akan
intensitas rasa takut
4. Berikan analgetik Mengurangi nyeri.
3.4 Implementasi
Implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-intervensi yang terdapat
dalam rencana perawatan. Komponen dalam tahap implementasi meliputi tindakan
keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien terhadap asuhan
keperawatan.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang.
Teknik dalam melakukan evaluasi ada 2 yaitu :
1. SOAP
S : Subyektif
O : Obyektif
A : Analisa/ Assasment
P : Planing
2. SOAPIER :
S : Subyektif
O : Obyektif
A : Analisa/ Assasment
P : Planing
I : Implementasi
E : Evaluasi
R : Reassesmen
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh Human herpesvirus 8
( HHV8 ) yang dikenal dengan istilah sarkoma kaposi - dikaitkan dengan
herpesvirus ( KSHV ). Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh
dermatologist Hongaria bernama Moriz Kaposi yang menjelaskan tentang 5
pasien dengan agresif idiopatik multiple pigmen sarcoma pada kulitnya. Dan
seorang pasien meninggal dengan perdarahan gastrointestinal 15 bulan setelah
ditemukannya lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di paru –
paru dan traktus pencernaannya.
4.2 SARAN
Dengan adanya tugas ini penulis dapat lebih memahami tentang
bagaimana penyakit sarkoma kaposi dan dapat melakukan perawatan yang baik
serta menegakkan asuhan keperawatan yang baik. Dengan adanya hasil tugas ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai literatur untuk menambah wawasan dari ilmu
yang telah di dapatkan dan lebih baik lagi dari sebelumnya
DAFTAR PUSTAKA
Arma, Utmi. 2009. Ilmu Penyakit Mulut. Universitas Baiturrahmah: 2009. Hlm
127-135
James WD, Berger TG, Elston DM. Kaposi Sarcoma. In : Andrew’s Disease of
The Skin Clinical Dermatology. Tenth Edition. Philadelphia : WB Saunders Company ;
2006. Pg. 418 – 419, 599 – 601.
Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease : AIDS and
Related Disorders. In : Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition McGraw-
Hill ; 2005. Pg. 1098.