A. ANEMIA HEMOLITIK
1. Diagnosis banding
2. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
Kadar hemoglobin yang didapatkan pada AIHA tipe hangat bervariasi
dari normal sampai sangat rendah. Kadar hemoglobin pada AIHA tipe dingin
jarang ditemukan <7gr/dl. Jumlah retikulosit dapat meningkat sedangkan
jumlah leukosit bervariasi dan jumlah trombosit umumnya normal.
3. Biokimiawi darah :
o Meningkatnya kreatin eritrosit
o Meningkatnya aktivitas dari enzim eritrosit tertentu diantaranya yaitu:
urophorphyrin syntese,hexokinase, SGOT
6. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan yang diperlukan adalah direct antiglobulin test (DAT) yang
menggunakan Ig G dan C3d. Sel eritrosit pasien AIHA dengan reagen anti
globulin yang dicampurkan akan menyebabkan terjadinya reaksi aglutinasi. Hal
ini menandakan adanya Ig G dan C3d pada permukaan eritrosit pasien
5. Definisi
Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia = AIHA / AHA)
merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit
sehingga eritrosit mudah lisis dan umur eritrosit memendek. Meskipun umur
eritrosit pada orang dewasa berkisar 120 hari namun disepakati bahwa umur
eritrosit memendek adalah kurang dari 100 hari. Jadi untuk timbulnya AIHA
diperlukan adanya antibodi dan proses destruksi eritrosit.
6. Etiologi
Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi
karena gangguan central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual.
Fungsi T regulatory CD4+CD2S+ yang intak mampu mencegah timbulnya
autoantibodi. Suatu percobaan dengan menggunakan model Marshal Clarke and
Playfair hewan coba murin AIHA digunakan untuk melihat etiologi anemia
hemolitik imun dan peran dari Tregulatory.
Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa T regulatory (CD4+CD25+)
berperan dalam mengendalikan induksi anemia hemolitik imun.
Sebagian besar anemia hemolitik autoimun adalah penyakit sekunder akibat
penyakit virus, penyakit autoimun lain, keganasan atau karena obat. Beberapa
penyakit yang disertai dengan AIHA adalah leukemia limfositik kronik, limfoma
non Hodgkin, gamopati IgM,
limfoma Hodgkin, tumor solid, kista dermoid ovarium, SLE, kolitis ulseratif,
Common Variable Immune Deficiency, Autoimmune Lymphoproliferative
Disease, setelah terapi transplantasi sel punca alogenik, pasca transplantasi
organ.Beberapa jenis obat yang digunakan pada kasus leukemia limfositik kronik
bisa menginduksi AIHA, begitu pula interferon-a, levofloksasin, lenalidomid dan
juga transfusi darah.
7. Epidemiologi
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 melaporkan insiden anemia
di Indonesia adalah 21,7 %. Anemia hemolitik mewakili sekitar 5% dari semua
anemia. Insiden AIHA berkisar 1-3 kasus per 100.000 orang per tahun, dengan
prevalensi 17/100.000 orang pertahun. Angka kematian AIHA berkisar antara 20-
50%, bergantung kepada penyakit yang mendasari munculnya penyakit AIHA.
Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantibodi bereaksi
secara optimal pada suhu 37°C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai
penyakit lain. Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenmegali
terjadi pada 50 – 60%, hepatomegaly terjadi pada 30%, dan limfadenopati terjadi
pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan
limfonodi.
8. Faktor risiko
Anemia hemolitik dapat menyerang segala usia, ras, dan jenis kelamin.
Walaupun demikian, beberapa jenis anemia hemolitik biasa muncul di antara
populasi tertentu. Misalnya, sebagian besar kasus defisiensi glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PD) terjadi pada laki-laki keturunan Afrika atau Mediterania. Di
Amerika Serikat, kondisi ini lebih sering menimpa orang Afrika-Amerika daripada
orang Kaukasia.
9. Pathogenesis
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi
sistem komplemen, aktivasi mekanisme , atau kombinasi keduanya.
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif.
Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah
IgM, IgGl, IgG2, IgG3. Imunoglobulin M disebut sebagai aglutinin tipe dingin,
sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah
merah pada suhu di bawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin hangat
karena bereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.
a. Aktivasi komplemen jalur klasik. Reaksi diawali dengan aktivasi CI, suatu
protein yang dikenal sebagai recognition unit. Protein CI akan berikatan dengan
kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis
reaksi-reaksi pada jalur klasik. Fragmen CI akan mengaktifkan C4 dan C2
menjadi suatu kompleks C4b,2b (dkenal sebagai C3-convertase). C4b,2b akan
memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan
konformasional sehingga mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang
mengaktifkan komplemen (sel darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan
membelah menjadi C3d,g, dan C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan pada
membran sel darah merah dan merupakan produk final aktivasi C3. C3b akan
membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5
convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan C5b yang
berperan dalann kompleks penghancur membran. Kompleks penghancur
membran terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8, dan beberapa molekul C9.
Kompleks ini akan menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu aluran
transmembran sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu. Air
dan ion akan masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak dan ruptur.
10. Patofisiologi
12. Klasifikasi
- Idiopatik
- Idiopatik
- Idiopatik
d. AIHA Atipik
13. Tatalaksana
Terapi suportif-simptomatik
14. KIE
Edukasi
Pencegahan
Kasus idiopatik tidak diketahui cara pencegahannya, tetapi dapat diminimalisir
dengan perilaku/pola hidup yang sehat.
Kasus sekunder :
a. Bisa dihindari dengan vaksinasi berbagai macam bakteri terenkapsulasi
seperti Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumonia.
b. Pola hidup yang sehat.
c. Melakukan check-up kesehatan setiap enam bulan sekali.
15. Komplikasi
a. Pembesaran hati
b. Gagal jantung
16. Prognosis
Hangat :
Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagian
besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali.
Kesintasan 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru, infark lien, dan
kejadian kardiovaskular lain bisa terjadi selama periode penyakit aktif. Motalitas
selama 5 – 10 tahun sebesar 15 – 25%. Prognosis AIHA sekunder tergantung
penyakit yang mendasari.
Kasus :
17. SKDI
3A: bukan gawat darurat
Mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan yang bukan gawat darurat.
Mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien.Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
B. DESTRUKSI ERITROSIT
Hemolisis Intravaskular
Hemolisis Ekstravaskular
Hemolisis Intravaskular
Prosesnya :
Hemolisis Ekstravaskular
Prosesnya :
b. Sel menjadi tidak viable karena eritrosit tidak berinti sehingga metabolisme eritrosit
memburuk secara perlahan dan juga karena enzim didegradasi dan tidak diganti
f. Rantai globin dipecah menjadi asam amino yang akan digunakan kembali untuk
sintesis protein umum dalam tubuh.
C. REAKSI KETIDAKCOCOKAN TRANSFUSI