PENGANTAR
dan berbagai corak keadaan keluarga dapat berkumpul dan saling berinteraksi satu
dengan yang lain. Sekolah memiliki pengaruh serta peran penting bagi
siswa dan guru serta interaksi dengan teman sebaya di sekolah memberikan
pengaruh yang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan
(Setiawati, 2010). Tujuan pendidikan telah diatur dengan baik, namun pada
bangunan SD yang rusak dan masih minimnya alat peraga pendidikan maupun
adalah masalah perilaku siswa mulai dari yang ringan seperti mencontek saat ujian
1
2
dkk, 2010).
Menurut Wiyani (Nurhayanti., dkk, 2013) saat ini pendidikan dunia tak
di sekolah. Berbagai media cetak dan elektronik pun diramaikan oleh kasus
tawuran pelajar dan berbagai tindak kekerasan (bullying) antara senior dengan
juniornya ataupun antara teman sebaya. Hal tersebut menjadi bukti telah
yang serius. Astuti (Usman, 2013) mengemukakan bahwa senioritas sebagai salah
satu perilaku bullying, seringkali justru menjadi kegiatan yang dilakukan turun-
temurun seperti pada ajang masa orientasi siswa (MOS). Senioritas sering
dijadikan sebagai hiburan, penyaluran dendam, iri hati, atau mencari popularitas,
dengan kurang tegasnya pengawasan serta sanksi dari para guru serta pengurus
bullying yang terjadi pada siswa, sementara sebagian yang lain melarang.
menyenangkan yang mengakibatkan seseorang terluka secara fisik dan psikis dan
seluruh dunia. Kim (Adilla, 2009) menyatakan bahwa bullying dapat dilakukan
secara verbal, psikologis dan fisik. Bentuk fisik, seperti memukul, mencubit,
menampar, dan memalak (meminta dengan paksa yang bukan miliknya). Bentuk
3
Amerika, dan Eropa. Penelitian Amy pada tahun 2006, diperkirakan 10%-16%
pelajar Sekolah Dasar (SD) kelas empat hingga enam di Indonesia mengalami
bullying sebanyak satu kali per minggu. Bullying pada anak paling sering terjadi di
sekolah, tetapi belum banyak guru di Indonesia yang menganggap bullying sebagai
paling banyak terjadi pada usia tujuh tahun (kelas dua SD), dan selanjutnya
menurun hingga usia 15 tahun. Studi lain menyatakan prevalensi bullying tertinggi
pada usia tujuh tahun dan 10-12 tahun. Anak laki-laki lebih sering terlibat dalam
meningkat selama periode Sekolah Menengah Pertama sebagai anak yang baru
pendidikan. Sejak tahun 2011 sampai Agustus 2014, KPAI mencatat 369
pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25 persen dari total
taruna dihajar oleh seniornya, kisah yang sama terjadi beberapa tahun sebelumnya
korban bullying secara fisik hingga berakibat pada kematian yang dilakukan oleh
(Wahyuni, Tanpa Tahun) menemukan bahwa 70,65% SMP dan SMA di Yogyakarta
melakukan bullying. Hasil ini lebih tinggi dari sekolah-sekolah di kota-kota besar
kontrol diri pelaku. Individu yang memiliki kontrol diri yang rendah cenderung
menjadi impulsif, senang malakukan perilaku yang beresiko dan berpikiran sempit.
perilaku yang menurut pada kata hati yang cenderung negatif. Gottfredson dan
Crime yang menjelaskan bahwa rendahnya kontrol diri akan berdampak pada
Kontrol diri sangat penting dimiliki oleh setiap orang, terutama bagi remaja.
cenderung lebih memiliki kesadaran diri dan lebih fokus pada pemahaman dirinya.
tahun, remaja memiliki kesadaran diri yang meliputi aspek yang dapat diamati oleh
orang lain seperti, penampilan, tindakan dan percakapan (Santrock, 2007). Salah
satu aspek diantaranya adalah tindakan, yang di dalamnya termasuk kontrol diri,
sehingga kontrol diri sudah mulai ada sejak perkembangan remaja awal. Apabila
remaja tersebut tidak dapat melakukan kontrol diri dengan baik, dikhawatirkan
remaja tersebut akan mengalami krisi identitas yang berdampak pada perilakunya
Kontrol diri merupakan faktor dari perilaku bullying yang diperkuat dari
penelitian oleh Khairunnisa (2013) yang menemukan bahwa kontrol diri dapat
membatasi individu untuk bertingkah laku negatif. Individu yang memiliki kontrol
diri yang baik akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif. Selain itu,
penelitian oleh Widodo (2013) menyebutkan bahwa kontrol diri berkaitan dengan
mengevaluasi dirinya, maka dia akan mampu mengendalikan emosi dalam dirinya.
Sementara individu yang memiliki kontrol diri yang rendah, cenderung bertingkah
individu yang memiliki kontrol diri rendah cenderung bertindak impulsif, lebih
resiko dan mudah kehilangan kendali karena frustrasi. Dari beberapa penjelasan di
atas maka disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki kontrol diri yang tinggi
Alasan penelitian ini masih perlu diteliti karena seorang remaja memiliki
tugas perkembangan yang lebih kompleks dan masalah bullying yang sampai saat
pentingnya kontrol diri dalam menjalani tugas perkembangan remaja dan masalah
bullying tersebut.
adalah, apakah ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku bullying. Untuk
kuantitatif dimana data penelitian akan dianalisis dengan angka sehingga akan
memberikan hasil yang akurat. Adapun subjek yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa-siswi sekolah menengah pertama, dan tinggal di daerah
Sleman, Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
7
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dan
perilaku bullying.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
kepada guru dan orangtua untuk membantu anak dan siswa di sekolah agar
memiliki kontrol diri yang baik, selain itu pihak sekolah dapat meningkatkan
kebijakan seperti peraturan dan sanksi yang tegas bagi pelaku bullying serta
D. Keaslian Penelitian
Topik mengenai bullying sudah umum terjadi dan bukanlah masalah baru,
namun masalah ini perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak yang terkait
karena masih banyak terjadi di dunia pendidikan sampai saat ini. Variabel
mengenai bullying sudah umum di teliti baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Penelitian di Indonesia yang meneliti mengenai topik yang sama, dilakukan oleh
8
Semarang: Sebuah Studi Deskriptif. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian
tertutup dan terbuka. Subjek dalam penelitian tersebut adalah siswa dan siswi
Sekolah Dasar. Hasil dari penelitian tersebut adalah adanya perbedaan perilaku
Penelitian lain mengenai bullying juga dilakukan di luar negeri oleh Cook, dkk
sampai 2006. Hasil dari penelitian tesebut menunjukkan bahwa yang menjadi
Penelitian mengenai kontrol diri juga sudah diteliti oleh beberapa peneliti dari
Indonesia maupun luar negeri. Salah satu penelitian mengenai kontrol diri diteliti
oleh Aroma (2012) dengan judul Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri dengan
penelitian ini adalah siswa SMK X Kediri dengan rentang usia 12-22 tahun yang
berjumlah 265 orang. Adapun alat ukur yang digunakan adalah skala kontrol diri
yang diadaptasi dari Tangney, dkk (2004). Hasil dari penelitian tersebut adalah
semakin tinggi skor kontrol diri, maka semakin rendah kecenderungan perilaku
9
kenakalan remaja. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor kontrol diri, maka
Penelitian yang juga membahas mengenai kontrol diri dilakukan di Ohio oleh
Denson, dkk (2012) dengan judul Self-Control and Aggression. Penelitian tersebut
agresivitas subjek. Hasil dari penelitian tersebut adalah kontrol diri diri yang
1. Keaslian Topik
Kontrol Diri pada Perilaku Bullying”. Penelitian ini belum pernah diteliti oleh
bebas konsep diri, harga diri, dan pola asuh. Adapun variabel tergantung
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kontrol diri yang
dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kontrol diri dari Averill juga
sebelumnya yang meneliti mengenai kontrol diri menggunakan alat ukur milik
10
Tangney, self control scale juga penelitian lain yang membahas mengenai bullying
yang diteliti oleh Wahyuni dan Asra (2014) menggunakan alat ukur yang
dikembangkan oleh Sejiwa (2008). Dengan demikian, alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini masih orisinil dan belum pernah digunkan dalam penelitian
lain.
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja, siswa SMP
Madinatul Hadid dan SMP Raudahtul Jannah di Cilegon yang berjenis kelamin
laki-laki dan permpuan. Kedua sekolah tersebut belum pernah diteliti mengenai
kontrol diri dan bullying oleh peneliti lain. Pada penelitian sebelumnya, seperti
kelas III – VI dan berusia 9-12 tahun. Pada penelitian lain yang membahas
mengenai topik kontrol diri yang diteliti oleh Shohibullana (2014) yaitu remaja
laki-laki dan perempuan di SMAN 1 Pagak kabupaten malang dan tempat kedua di
SMAN 8 Malang.