Anda di halaman 1dari 8

Secara sederhana governance dapat diartikan sebagai proses dari suatu pengambilan keputusan

dan proses bagaimana keputusan tersebut diimplementasikan. Konsep governance dapat


digunakan dalam berbagai konteks, seperti corporate governance, international governance,
national governance, government governance, dan local governance.

Good governance dapat diartikan sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang
dapat diandalkan, pemerintahan yang bertanggung jawab (accountable) pada publiknya. Good
governance adalah, penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab serta efisien
dan efektif dengan menjaga kesinergiaan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain (state,
private sector and society).

Kooiman (1993), mengemukakan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik merupakan
serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai
bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas
kepentingan-kepentingan tersebut. Selanjutnya menurut Lembaga Administrasi Negara (2000),
tata kelola pemerintahan yang baik adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan
bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang
konstruktif di antara domain-domain pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat yang saling
berhubungan dan menjalankan fungsinya masing-masing.

Secara konseptual pengertian tata kelola pemerintahan yang baik mengandung dua pemahaman
yaitu, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan kemandirian, pembangunan
berkelanjutan dan keadilan sosial. Kualitas pemerintah daerah saat ini dan ke depan ditentukan
oleh kualitas tata kelola pemerintahan yang baik, dan inti dari kualitas pemerintah daerah sangat
ditentukan oleh kualitas pengelolaan keuangannya (Dedi Kusmayadi : 2005)

Keterbukaan terhadap rakyat (public disclosure), hak atas informasi, partisipasi publik, dan
tuntutan akan manajemen publik yang modern, menandai era peningkatan kesadaran akan
pentingnya good governance di Indonesia, yang pada akhirnya lebih dikenal dengan istilah good
government governance, atau disingkat GGG.

Secara umum GGG merupakan pengamanan atas hubungan timbal balik diantara elemen
organisasi yang dibentuk oleh pemerintah, yang ditujukan pada pencapaian tujuantujuan kebijakan
secara efisien dan efektif, serta mengkomunikasikan secara terbuka dan memberikan
pertanggungjawaban kepada stakeholder (Ilya Avianti, 2009). Definisi GGG tersebut membawa
konsekuensi munculnya dua batasan, yakni:

a. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/ kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan kemandirian, pembangunan
berkelanjutan dan keadilan sosial.
b. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan
tugasnya untuk mencapai tujuan.

Tata kelola pemerintahan yang baik menghendaki pemerintah dijalankan dengan mengikuti
prinsip-prinsip pengelolaan yang baik seperti, transparansi, keterbukaan, akuntabilitas, partisipasi,
keadilan, dan kemandirian, sehingga sumber daya negara yang berada dalam pengelolaan
pemerintah benar-benar mencapai tujuan untuk kemakmuran dan kemajuan rakyat dan negara.
Penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan negara tak
lepas dari masalah akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, karena
aspek keuangan negara menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan bangsa, baik dari
segi sifat, jumlah maupun pengaruhnya terhadap kemajuan, ketahanan, dan kestabilan
perekonomian bangsa.

Berdasarkan hasil penelitian Asian Development Bank (1999), disimpulkan bahwa terdapat
korelasi yang positif antara praktik tata kelola pemerintahan yang baik dengan hasilhasil
pembangunan yang lebih baik. Di samping itu, praktik tata kelola pemerintahan yang baik juga
dapat meningkatkan iklim keterbukaan, partisipasi, dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar tata kelola pemerintahan yang baik pada sektor publik.

Tiga pilar elemen dasar yang saling berkaitan satu dengan lainnya dalam mewujudkan good
governace (Osborne and Geabler, 1992, OECD and World Bank, 2000, LAN dan BPKP, 2000;
Bappenas, 2003) adalah sebagai berikut:

1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam manajemen pemerintah, lingkungan, ekonomi dan


sosial.
2. Partisipasi, yaitu penerapan pengambilan keputusan yang demokratis serta pengakuan atas
HAM, kebebasan pers dan kebebasan mengemukakan pendapat/ aspirasi masyarakat.
3. Akuntabilitas, yaitu kewajiban melaporkan dan menjawab dari yang dititipi amanah untuk
mempertanggungjawabkan kesuksesan maupun kegagalan kepada penitip amanah sampai
yang memberi amanah puas dan bila belum ada atau tidak puas dapat kena sanksi

Jumlah komponen ataupun prinsip yang melandasi tata kelola pemerintahan yang baik sangat
bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak
ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi tata kelola
pemerintahan yang baik pada sektor publik yaitu: (1) transparansi; (2) partisipasi; dan (3)
akuntabilitas.
Pengertian kepemerintahan (governance) adalah suatu kegiatan (proses), bahwa governance lebih
merupakan “……serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dan masyarakat
dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi
pemerintah atas kepentingankepentingan tersebut.”

Pengertian tentang kepemerintahan (governence) lebih lanjut adalah sebagai berikut.

1. Pemerintah atau government: The authoritative direction and administration of the affairs of
men/women in a nation, state, city, etc. (pengarahan dan administrasi yang berwenang atas
kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya).

2. The governing body of a nation, state, city, etc. (Lembaga atau badan yang menyelenggarakan
pemerintahan negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya).

3. Istilah kepemerintahan atau dalam bahasa Inggris governance berarti “the act, fact, manner, of
governing.” (tindakan, fakta, pola dari kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan).

Governance adalah suatu proses tentang pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan,


penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan. Apabila dalam proses keperintahan, unsur-
unsur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, itu merupakan istilah kepemerintahan yang baik
(good governance).

United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul
“Governance for Sustainable Human Development, January 1997 ”, mnyebutkan pengertian
governence adalah “Governance is the exercise of economic, political, and administrative authory
to manage a country’s affairs all levels and means by which states promote social cohesion,
integration, and ensure the wellbeing of their population” (Kepemerintahan adalah pelaksanaan
kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola berbagai
urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk
mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat).

Dalam masyarakat kontemporer yang dinamis dan kompleks terdapat beberapa karakteristik
berikut.
1. permasalahan sosial dalam masyarakat pada umumnya disebabkan oleh interaksi berbagai faktor
(yang tidak semuanya selalu dapat diidentifikasi) dan tidak bisa dibatasi oleh sebab munculnya
faktor tertentu secara terisolasi.

2. Pengetahuan politis dan teknis mengenai berbagai permasalahan dan kemungkinan


pemecahannya, pada kenyataannya sangat tersebar di antara berbagai faktor.

3. Tujuan kebijakan publik tidak mudah untuk dirumuskan, bahkan lebih sering menjadi bahan
untuk disempurnakan, ketidakpastian menjadi aturan bahkan sebagai pengecualian.

4. Proses koordinasi, pengendalian, (steering), pemengaruhan (influencing), dan penyeimbangan


(balancing) setiap hubungan interaksi.

5. Format pemerintahan yang baru diperlukan untuk memenuhi tuntutan perubahan pola interaksi
sosial politik antara pemerintahan dan masyarakat.

Dalam masyarakat modern atau post-modern saat ini, pola pemerintahan yang dapat
dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya adalah sebagai berikut.

1. Kompleksitas: dalam menghadapi kondisi yang kompleks, pola penyelenggaraan pemerintah


perlu ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi.

2. Dinamika: dalam hal ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan adalah pengaturan atau
pengendalian dan kolibrasi.

3. Keanekaragaman: masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat diatasi dengan
pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pada pengaturan dan integrasi atau
keterpaduan.

Intervensi pelaku politik dan sosial yang berorientasi hasil, diarahkan untuk menciptakan pola
interaksi yang stabil atau dapat diprediksikan dalam suatu sistem (sosial-politik), sesuai harapan
ataupun tujuan dari para pelaku intervensi tersebut.

Konsep kepemerintahan (governence) adalah sebagai berikut:

1. mencakup berbagai metode yang digunakan untuk mendistribusikan kekuasaan/kewenangan


dan mengelola sumber daya publik, dan berbagai organisasi yang membentuk pemerintahan serta
melaksanakan kebijakan-kebijakannya;
2. meliputi mekanisme, proses, dan kelembagaan yang digunakan oleh masyarakat, baik individu
maupun kelompok, untuk mengartikulasikan kepentingan mereka, memenuhi hak hukum,
memenuhi tanggung jawab dan kewajiban sebagai warga negara dan menyelesaikan perbedaan
antara sesama.

Ada tiga konsep tentang model sistem kepemerintahan yang diberlakukan di lembaga negara,
yakni:

1. model kepemerintahan ekonomi (economic governance model), meliputi proses pembuatan


keputusan yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara
penyelenggara ekonomi. Economic governance mempunyai implikasi terhadap kesetaraan,
kemiskinan, dan kualitas hidup;

2. model kepemerintahan politik (political governance model), mencakup proses pembuatan


berbagai keputusan untuk perumusan kebijakan;

3. model kepemerintahan administratif (administrative governance model), sistem implementasi


kebijakan.

Kelembagaan dalam governance meliputi tiga domain, yaitu:

1. negara, yaitu menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif;

2. sektor swasta, yaitu menciptakan pekerjaan dan pendapatan;

3. masyarakat, yaitu memfasilitasi interaksi sosial budaya dan politik, menggerakkan kelompok
dalam masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik.

Ketiganya merupakan satu kesatuan antara satu dan lainnya, saling berinteraksi dalam
menjalankan fungsinya masing-masing.

Dalam kaitan dengan masyarakat “Governance is more government” Bank Dunia (World Bank)
merumuskan konsep governance sebagai “The exercise of political powers to manage a nation’s
affairs” (pelaksanaan kekuasaan politik untuk me-manage masalah-masalah suatu negara). Dasar
konsep mengenai bagaimana pemerintahan berinteraksi dengan masyarakat dalam kepemerintahan
bidang ekonomi, sosial, dan politik dalam upaya pemenuhan kepentingan masyarakat.
Pada dasarnya, unsur kepemerintahan dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai
berikut.

1. Negara/pemerintahan: konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan


kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan
masyarakat madani (civil society organizations).
2. Sektor swasta: pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam
interaksi dalam sistem pasar, seperti industri pengolahan (manufacturing), perdagangan,
perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
3. Masyarakat madani (civil society): kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada
dasarnya berada di antara atau tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang
mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara
sosial, politik, dan ekonomi.

Prinsip mendasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi kepemerintahan (governance)


dengan pola pemerintahan yang tradisional.

Terletak pada adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan
peranan masyarakat (termasuk dunia usaha dan LSM/Ornop) semakin ditingkatkan dan
terbuka aksesnya. Hasil studi interaksi antara pemerintahan dan masyarakat sebagaimana
dikemukakan oleh Duclaud Williams, yaitu:

1. keberadaan struktur kekuasaan, metode, dan instrumen pemerintahan tradisional saat ini
telah gagal;

2. berbagai bentuk dan ruang lingkup kegiatan interaksi sosial politik yang baru telah muncul,
tetapi format kelembagaan dan pola tindakan mediasi berbagai kepentingan yang berbeda pada
kenyataannya masih belum tersedia;

3. terdapat berbagai isu baru yang sangat strategis dan menjadi pusat perhatian seluruh aktor
yang terlibat dalam interaksi sosial politik, baik dari lingkungan pemerintah maupun
masyarakat;

4. diperlukan adanya koverensi atau kesearahan tujuan dan kepentingan untuk menghasilkan
dampak yang bersifat sinergis atau situasi “menang-menang” (win-win solution).
Kondisi subjektif yang harus dimunculkan dalam diri setiap aktor yang terlibat dalam rangka
pengembangan konsep kepemerintahan adalah adanya:

1. derajat tertentu dalam sikap saling memercayai atau saling memahami;


2. kesiapan untuk memikul tanggung jawab (bersama);
3. derajat tertentu terlibat politik dan dukungan sosial masyarakat.

Dalam masyarakat modern yang dinamis dan kompleks, serta sangat beragam saat ini,
pemerintah (dan masyarakat umum) memiliki tugas baru, yaitu:

1. pemberdayaan interaksi sosial politik, hal ini mengandung arti penarikan diri dalam berbagai
kesempatan, namun seringnya (dan pada saat yang sama) hal ini berarti mengambil tanggung
jawab untuk mengorganisasikan interaksi sosial politik untuk mengatur dirinya sendiri;

Anda mungkin juga menyukai