Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang

Atresia ani atau malformasi anorektal (anus imperforata) adalah


malformasi kongenital pada laki-laki atau perempuan dimana rektum tidak
mempunyai lubang keluar, melibatkan anus,rektum distal serta saluran kemih dan
genital. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada
laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan
tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina. Atresia berasal
dari bahasa Yunani, “a” artinya tidak ada, “trepis” artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya
lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital.1

Atresia ani merupakan masalah penting yang memerlukan penanganan


segera, sebab sedikit keterlambatan akan memberikan kelainan yang lebih luas
seperti perforasi sekum, obstruksi/distensi usus, dan fistula yang menyebabkan
inkontinensia. Insiden terjadinya atresia ani dilaporkan antara 1 : 1500 sampai
1:1500 kelahiran hidup, dengan perbandingan yang hampir sama banyak pada
perempuan dan laki-laki, yaitu 1 : 1,4 insiden di Eropa dan Amerika Utara (1962)
dilaporkan sebanyak 1 : 4000-5000 kelahiran hidup. Insiden yang terjadi di Israel
(1983) yaitu 1 : 3000 kelahiran hidup, dan Pakistan (1979) sebesar 1:3000-4000
kelahiran hidup. Angka kejadian kasus di indonesia sekitar 90%. Berdasarkan data
yang didapatkan kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya
Semarang yaitu sekitar 50% dari tahun 2007-2009. Sekitar 20-75% bayi yang
menderita atresia juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki
dan perempuan adalah anus impeforata dengan fistula antara usus distal uretra
pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.2

Etiologi atresia ani belum diketahui secara pasti. Atresia ani diduga
merupakan kelainan yang berhubungan dengan genetik dan lingkungan yang

1
diturunkan secara resesif autosomal, serta sering dikaitkan dengan sindrom
VACTERL (anomali vertebra, cardio, trakea, esophageal, renal, limb) yang
memiliki keterkaitan dasar genetik.7

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada


kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya
fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya
feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanay akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
membran kloaka secara sempurna.3

Sebagian besar bayi diketahui mengalami kelainan atresia ani saat


pemeriksaan pertama setelah bayi lahir, yakni tidak ditemukan adanya lubang
pada anus yang ditunjukan kegagalan untuk mengeluarkan mekonium. Bayi akan
cepat kembung antara 4 – 8 jam setelah lahir, atau ditemukannya mekoneum di
perineum karena adanya fistula pada perineum. Pada sekitar 60% kasus kelainan
atresia ani dapat dijumpai adalah penyakit jantung bawaan (75%), atresia
esofagus, hidronefrosis, kelainan vertebra, sindrom down serta kelainan jari tanga
dan kaki. Kelainan-kelainan tersebut lebih dikenal dengan VATER atau
VACTERL syndrome (vertebra, anal, cardiac, tracheo, esophageal, renal
anomalies.)7

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Atresia ani letak


tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pena dan Defries pada tahun
1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel.4

2
1.2. Tujuan

Tujuandaripembuatanmakalahiniadalahuntukmenyampaikanlaporankasus
mengenai peritonitis
perforasi.Penyusunanlaporankasusinisekaligusuntukmemenuhipersyaratankegiata
n Program ProfesiDokter (P3D) di
DepartemenIlmuBedahFakultasKedokteranUniversitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintegrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang akan
dijumpai di lapangan.

BAB 2

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Atresia ani atau anus imperforate disebut sebagai malformasi anorektal


atau anomali anorektal, merupakan kelainan bawaan (kongenital) yang ditandai
dengan tidak terdapatnya lubang anus atau kurang lengkapnya pembukaan anus,
baik lokasi maupun ukuran yang normal. Pada keadaan ini anus tidak memiliki
lubang, kantung rektumnya tampak buntu dan keduanya terpisah dengan jarak
yang bervariasi. Atresia berasal dari bahasa Yunani , “a” artinya tidak ada, “trepis”
artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia adalah keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara
kongenital.1

2.2. Anatomi

Rektum berawal kira-kira setinggi vertebra sakrum 3, mengikuti


lengkungan sacrococcygeus dengan menembus diafragma pelvis menjadi kanalis
analis (saluran anus). Ke arah proksimal rektum bersinambung dengan kolon
sigmoid. Rektum berbentuk seperti huruf S dan memiliki tiga lengkungan yang
tajam sewaktu mengikuti lengkungan sacrococcygeus. Bagian rektum yang diatas
diafragma pelvis melebar, disebut ampulla recti yang berperan menopang dan
menyimpan massa tinja. Bagian akhir rektum membelok tajam ke dorsal
(lengkung anorektal) untuk beralih menjadi kanalis analis. Sebagian muskulus
levator ani / muskulus puborektalis membentuk jerat pada batas rektum-anus dan
menarik bagian ini ventral sehingga terjadi sudut anorektal (angulus anorektalis).

4
Rektum8

a. Peritoneum pembungkus rektum

Peritoneum membungkus 1/3 bagian superior pada facies anterior dan


lateralis, 1/3 bagian media mempunyai peritoneum hanya pada facies
anteriornya, 1/3 bagian rektum inferior tidak dibungkus peritoneum. Pada
pria peritoneum melipat dari facies anterior rektum ke dinding posterior
vesika urinaria, pada tempat itu peritoneum membentuk lantai kantung
rektovesikalis. Pada anak laki-laki peritoneum membentang ke inferior
hingga dasar prostat. Pada wanita, peritoneum melipat ke rektum menuju
ke fornix posterior vagina dan pada tempat tersebut peritoneum
membentuk lantai kantung rektouterina (kavitas Douglasi). Pada pria dan
wanita, peritoneum melipat ke lateralis dari rektum membentuk fossa

5
pararektalis pada tiap sisi rektum dibagian 1/3 superiornya. Fossa
pararektalis memungkinkan rektum untuk menggelembung.

b. Vaskularisasi rektum8

Percabangan arteri iliaca comunis membentuk arteri iliaka interna dan


arteri iliaka eksterna. Cabang arteri iliaka interna menyuplai darah
kehampir seluruh struktur pelvis. Arteri rektalis superior yang merupakan
kelanjutan dari arteri mesenterika inferior memasok darah ke rektum
bagian tengah dan rektum distal, dan arteri rektalis inferior mengatur
perdarahan bagian distal rektum. Darah dari rektum disalurkan kembali
melalui vena rektalis superior, vena rektalis media, vena rektalis inferior.
Kira-kira setinggi vertebra S-3, a.rektalis superior membagi diri dalam dua
cabang yang menuruni tiap sisi rektum. Dua a.rektalis media merupakan
cabang-cabang aa. iliaka interna yang memasok rektum pars media dan
inferior. Dua aa. Rektalis inferior, cabang-cabang aa. Pudendi interna yang
memasok pars inferior rekti dan kanalis analis. Aliran vena rektum
dialirkan melalui vv. Rektalis superior, media dan inferior.

6
2.3. Etiologi

Etiologi atresia ani belum diketahui secara pasti. Diduga kelainan ini
dikarenakan ketidaksempurnaan dalam proses fusi. Pada atresia letak tinggi,
septum urorektal turun secara tidak sempurna/berhenti pada suatu tempat pada
jalan penurunannya. Atresia ani diduga merupakan kelainan yang berhubungan
dengan lingkungan dan genetik yang diturunkan secara resesif autosomal serta
sering dikaitkan dengan Sindrom VACTERL (anomali vertebrata, Anorektal,
Trakeal, Cardio, Esophageal, Renal, Limb) yang memiliki keterkaitan dasar
genetik. Menurut penelitian beberapa ahli, penyebab atresia ani karena
keterkaitannya dengan gen autosomal masih jarang terjadi. Orang tua yang
mempunyai gen karier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk
diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom
genetik, kelainan kromosom atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rektum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga

7
biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang
memisahkannya.4

2.4. Patofisiologi

Anus dan rektum berasal dari embriologi yang di


sebut kloaka.Pertumbuhan ke dalam sebelah lateral bangunan ini membentuk
septum urorektum yang memisahkan rektum di sebelah dorsal dari saluran
kencing di sebelah vintal.Kedua sistem ( rectum dan saluran kencing ) menjadi
terpisah sempurna pada umur kandungan minggu ke 7,pada saat yang sama,
bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang
eksternal,sedangkan bagian anus tertutup oleh membran yang baru terbuka pada
kehamilan minggu ke 8. Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan
septum anorektal pada kehidupan embrional. Kelainan dalam perkembangan
proses-proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu spektrum
anomaly,kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan bangunan genitourinaria
dan bagian rektum kloaka menumbulkan fistula.5

Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum


anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis di akibatkan adanya
obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir
melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorsi sehingga terjadi asidosis
hipperchloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah truktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90 % dengan fistula ke
vagina(revtovagina) atau perineum.3

2.5. Klasifikasi

 KlasifikasiMalformasiAnorektalmenurutLevitdan Pena2

Pria Wanita

8
Fistula perineum Fistula perineum
Fistula rektouretra Fistula vestibular
Bulbar Kloaka persisten
Prostatik ≤ 3 cm saluran umum
Fistula leher rektobladder >3cm saluran umum
Anus imperforata tanpa fistula Anus imperforata tanpa fistula
Atresia rektum Atresia rektum
Defek kompleks Defek kompleks

 Malformasi Anorektal pada laki-laki3


1. Perineal Fistula, Adanya fistula pada perineum.

Bucket handle : atau disebut gagang ember yaitu daerah lokasi anus
normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses tidak
ada.

9
2. Rectourethral fistula
a. Bulbar b.
Prostatic

3. Bladder-neck fistula

4. No fistula : rektum buntu. Tidak ada evakuasi feses.

10
 Malformasi Anorektal pada perempuan3
1. Perineal fistula : terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi
anus normal.

2. Rectovestibuler fistula : muara fistel di vulva dibawah vagina. Umumnya


evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat

11
3. Vagina fistula : mekonium tampak
keluar dari vagina. Evakuasi feses
bisa tidak lancar.
a. Low b. high

4. Kloaka:

pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus


digestivus tidak terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.

5. Rectal atresia : kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada


pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1 -2 cm.

12
6. Hidrocolpos : Hidrocolpos adalah distensi vagina yang disebabkan oleh
akumulasi cairan akibat obstruksi vagina bawaan

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan


malformasi anorektal adalah:5
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan

13
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai
60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.

2.6. Diagnostik

Gambar 3:Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-


laki2

14
Selama 24 jam pertama, bayi baru lahir hendaknya menerima cairan
intravena, antibiotik, dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah aspirasi.
Klinisi perlu menggunakan waktu ini untuk mengevaluasi adanya defek yang
terkait seperti malformasi jantung, atresi aesofagus dan masalah urologik. Sebuah
ekokardiogam perlu dilakukakn, dan bayi hendaknya diperiksa bila ada atresia
esofagus. Radiografi polos pada spinal lumbar dan sakrum perlu diambil untuk
mengevaluasi anomali hemovertebra dan sakrum. Ultrasonografi spinal membantu
menyaring untuk tethered cord dan masalah spinal lainnya. Ultrasonografi
abdomen memeriksa adanya hidronefrosis.2,5

Jika bayi mempunyai tanda-tanda fistula perineum, anoplasti bisa


dilakukan tanpa kolostomi protektif selama masa bayi baru lahir. Jika bayi masih
sakit karena masalah terkait lainnya, masih amat prematur atau jika klinisi
memilih untuk menunggu hingga bayi sedikit lebih tua, maka fistula bisa
didilatasikan dengan lembut. Perbaikan pada kasus semacam ini hendaknya tidak
ditunda hingga lebih dari beberapa bulan. Setelah 24 jam, jika mekonium belum
terlihat di perineum atau di urin, maka perlu dilakukan pemeriksaan x-ray lateral
cross table dengan bayi berada pada posisi pronasi. Jika udara di rektum berlokasi
di bawah koksigeus dan bayi berada dalam kondisi bagus tanpa defek lain yang
signifikan, tergantung pada pengalaman ahli bedah, operasi sagital posterior tanpa
kolostomi protektif bisa dipertimbangkan. Alternatif yang lebih konservatif akan
mempertimbangkan kolostomi, dengan perbaikan definitif direncanakan sebagai
tahap kedua.
Jika udara rektum terlihat di atas koksigeus atau pasien mempunyai
mekonium di urinnya, defek terkait yang signifikan, dan/ atau sakrum abnormal
atau pantat datar, kolostomi direkomendasikan dengan menunda perbaikan utama
untuk operasi berikutnya. Tindakan ini bisa dilakukan 2 hingga 3 bulan kemudian,
setelah kolostogram distal yang menggambarkan anatomi telah dilakukan dan
karena bayi telah mencapai berat badan yang normal.5

Manfaat potensial dari operasi awal mesti diperhitungkan melawan


kemungkinan yang merugikan dari ahli bedah yang belum terbiasa dengan

15
struktur anatomi panggul bayi. Tren untuk memperbaiki defek ini tanpa
kolostomi protektif mesti diseimbangkan melawan pertimbangan bahwa
perbaikan tanpa kolostomi harus dilakukan dengan presisi anatomis menurut tipe
defek anorektal pasien yang spesifik. Komplikasi yang paling membahayakan
terlihat pada pasien yang dioperasi tanpa kolostomi, terjadi pada pasien dimana
ahli bedah tidak melakukan kolostogram distal preoperatif. Sementara mencari
rektum, ahli bedah mungkin menemukan secara tidak sengaja kerusakan uretra,
ektopik ureter, leher kandung kemih, vas deferen, atau vesikula seminalis.2

Gambar 4:Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus


perempuan 2

Seperti pada pria, langkah paling penting pada diganosis dan pengambilan
keputusan ialah inspeksi perineum. Pada 24 jam pertama perlu digunakan pula
untuk menyingkirkan defek terkait lain yang serius. Inspeksi perineum bisa
meneukan adanya orifisium perineum soliter. Temuan ini menyokong diagnosis
sebuah kloaka. Klinisi hendaknya mengetahui bahwa pasien itu mempunyai

16
kemungkinan besar untuk defek urologik. Adanya hidrokolpos hendaknya
disingkirkan dengan ultrasonografi.5

2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinent feses dan prolaps mukosa usus
yang lebih tinggi. Pena dan defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode
operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel.5,8

17
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
antisipasi trauma psikis. Sebagai hasilnya adalah defekasi secara teratur dan
konsistensinya baik. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan ketinggian
akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.6

Tatalaksana Post-Operatif pada Kasus Malformasi Anorektal 2,5


Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali
sehari dan Tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang
dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi
dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.

UMUR UKURAN

18
1 - 4 bulan #12
4 - 12 bulan #13
8 - 12 bulan #14
1 - 3 tahun #15
3 - 12 tahun #16
> 12 tahun #17

Frekuensi Dilatasi
tiap 1 hari 1x dalam satu bulan
tiap 3 hari 1x dalam satu bulan
tiap 1 minggu 2x dalam satu bulan
tiap 1 minggu 1x dalam satu bulan
tiap 1 bulan 1x dalam tiga bulan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.

Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran
lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.

Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali


dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm
tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai
dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari
selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.
Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.2

19
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta
perawatan post operasi yang buruk dan konstipasi. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan
ada tidaknya fistula.

2.8. Prognosis
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai
pengendalian defekasi, Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter
pada colok dubur. Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter
atau ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan
mental penderita Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak
ditemukannya metode PSARP

20
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

Identitas Pasien
Nama : Nugraha Syarif
No RM : 74.53.20
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir/Usia : 31 Mei 2018/0 tahun 0 bulan 7 hari
Alamat : Jl. Hidayah Lk IV Blw Sicanang
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Tanggal Masuk : 3 Juni 2018

Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak ada anus
Telaah :
Hal ini dialami sejak lahir, namun baru diketahui orang tua os 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sejak lahir, os tidak BAB dan selalu muntah setiap
kali menyusu. Pada hari pertama isi muntah os bercampur dengan kotoran. Perut
os membesar sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam saat ini tidak ada.
Riwayat demam (+) 2 hari setelah lahir tetapi tidak pernah diukur orangtua os.
Riwayat kejang (-). BAK (+) normal warna urin kuning jernih.

Riwayat kehamilan: Usia ibu saat hamil 31 tahun. Orangtua os mengaku


tidak rutin ANC dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan USG. Riwayat sakit
gula, darah tinggi, demam, dan konsumsi obat-obatan saat hamil tidak dijumpai.
Os lahir secara SC dengan BBL 4 kg dan PBL 51 cm Os lahir segera menangis.
Riwayat biru saat lahir tidak dijumpai. Tidak terdapat riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama.

21
Riwayat Penyakit Terdahulu : Os merupakan pasien rujukan dari RS Delima
oleh Sp.A
Riwayat Penggunaan Obat : Cefotaxime, Gentamisin, Nacl 0,9%
Riwayat Operasi : Tidak dijumpai

Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium : Compos Mentis, Menangis lemah, kurang aktif
Nadi : 120 x/menit
Frekuensi Nafas : 30 x/menit
Temperatur : 36,7oC

Status Generalisata
Kepala
Mata : Pupil isokor diameter 3 mm kanan=kiri, reflek
cahaya (+/+), konjungtiva palpebra anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis (-), OGT terpasang

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks
Inspeksi : Tidak ada ketinggalan bernapas
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Pernafasan : vesikuler

22
Suara Tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung : S1, S2 (+) normal, murmur (-)
HR= 120 x/menit; RR = 30x/menit
Abdomen
Inspeksi : Simetris membesar
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Rigid (+), Distensi (+)
Genitalia : Laki-laki, Scrotum turun,
Anus : Dimple (+) tertutup
Ekstremitas
Superior : dalam batas normal
Inferior : dalam batas normal

Diagnosa Kerja : Atresia ani letak tinggi (Malformasi anorektal)

Terapi
- Inj. Cefotaxime 175mg / 12 jam/ iv
- Inj Gentamicin 17 mg/ 36 jam/ iv
- IVFD D5% NaCl 0,225% (400 cc) + D40% (70cc) + KCL 10 meq + Ca
Gluconas 10 cc
= 14 cc/ jam

Rencana
- Cek Laboratorium (darah lengkap, ureum, kreatinin, KGD sewaktu, AGDA,
elektrolit)
- Rencana Sigmoidectomy

23
Hasil Laboratorium

Tabel 3.1. Hasil Laboratorium Tanggal 2 Juni 2018


Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Hemoglobin (HGB) 14,5 g/dL 17-22
Eritrosit (RBC) 4,28 juta/ μL 4,5 – 6,5
Leukosit (WBC) 16.320 / μL 10.000 – 30.000
Hematokrit 42 % 31 – 59
Trombosit (PLT) 330.000/μL 150.000-450.000
KGD Sewaktu 463 mg/Dl 40-60
Elektrolit
Natrium 133 mEq/L 135-155
Kalium 2,5 mEq/L 3,6-5,5
Klorida 102 mEq/L 96-106
Ginjal
BUN 26 mg/Dl 9-21
Ureum 56 mg/dL 19-44
Creatinin 2,05 mg/dL 0,7-1,3

Hasil Radiologi

24
Gambar 3.1. Hasil Radiologi Tanggal 2 Juni 2018

Kesimpulan :
Sugesti atresia ani
Neonatal pneumonia
Saran :
Follow up foto thorax dan abdomen

25
Gambar 3.2. Hasil Radiologi Tanggal 4 Juni 2018

Kesimpulan :
Infiltrat minimal di paracardial kanan DD : bronkopneumonia

26
FOTO KLINIS

27
BAB 4
FOLLOW UP

Follow up 2 Mei 2018

Tanggal S O A P
2 Juni Tidak Sens : CM Atresia ani -
2018 ada HR : 120 x/i letak tinggi
anus Temp : 38.7º C (malformasi
Pemeriksaan anorektal)
fisik:
Abdomen :
 Inspeksi : -
 Palpasi :
Soepel,
 Perkusi: -
 Auskultasi
: peristaltik
(-)

HasilLaboratorium 02/06/2018 MetabolismeKarbohidrat

Hematologi Glukosa Darah (Sewaktu) : 463mg/dL

Hb : 14,5 g/dl
Ginjal
Leukosit : 16.320 /uL
Blood Urea Nitrogen (BUN) : 26 mg/dL
Hematocrit : 42 %
Ureum : 56 mg/dL
Trombosit : 330.000 /uL

28
Kreatinin : 2,05
Elektrolit mg/dL
Natrium : 133 mEq/L
Kalium : 2,5 mEq/L
Klorida : 102 mEq/L

Laporan Operasi (2 Juni 2018)


Jenis anestesi Umum
Sifat operasi Emergensi
Tanggal operasi 2 Juni 2018 jam 23.32
Golongan operasi Khusus
Diagnosis praoperasi Malformation Anorectal without
Fistula
Diagnosis pascaoperasi Malformation Anorectal without
Fistula
Tindakan operasi Sigmoidostomy
Komplikasi operasi Perdarahan, Leakage
Jumlah perdarahan 5 cc
Perawatan pasca operasi PICU/NICU
Posisi pasien Supine
Insisi 1. Contra Mcburney di fossa
illiacakiri transversal, insisi
diperaklamfasia, m. rectum
abdominisdisplit,
2. Peritoneumdibuka, keluar
cairan peritoneum ±5 cc
3. Identifikasi sigmoid, tampak
epikloika. Identifikasi bagian
proksimal dan distal
4. Usus dijahit ke perineum,

29
fasia dan kulit ke 8 penjuru
mata angin, usus dispur, usus
dibuka transversal
5. Operasi selesai
Intruski pasca bedah - Cek Lab Post Operasi
- Puasa sampai peristaltic (+)
- IVFD D5% NaCl 0,225%
40gtt/imikro
- Inj. Cefotaxim 75mg/12 jam
- TS lain sesuai TS Anak

Follow up 3Juni 2018


Tang S O A P
gal
3 Juni PerutMe Sens : CM Post - IVFD D5%
2018 mbesar HR : 125 Sigmoios 0.225%
(+) x/i tomi (420cc) +
RR : 32 a/iAtresia D40% (70cc)
x/i Ani (H1) + KCl 10
Temp : mEq +
36.1º C CaGlukonas
Pemeriksaan 10 cc/24 jam
fisik: - IVFD IV drip
Abdomen : 20% 0,5
 Inspeksi: gr/kg/hr

30
stoma - Paracetamol
sinistra drip
(+), 120cc/kg/hari
 Palpasi: - Inj.
soepel Cefotaxime
 Perkusi: 175 mg/12
timpani jam/IV (H1)
 Auskulta - Inj.
si: Gentamisin
peristalti 17 mg/36
k (-) jam/IV (H1)
- Inj.
Metronidazol
e V MD 25
mg/12 jam/IV
(H1)

HasilLaboratorium 03/06/2018 MetabolismeKarbohidrat

Hematologi GlukosaDarah (Sewaktu) : 51 mg/dL

Hb : 14,8 g/dl
Hati
Leukosit : 9.860 /uL
AST/SGOT : 49 U/L
Hematocrit : 43%
ALT/SGPT : 48 U/L
Trombosit : 344.000 /uL
Albumin : 2,6 g/dL

Elektrolit
Natrium : 151mEq/L

31
Kalium : 4,3mEq/L
Klorida : 106mEq/L

Follow up 4 - 7Juni 2018

Tangga S O A P
l
4–7 Perut Sens : CM Post - Tatalaksan
Juni membesa HR : 130 Sigmoiosto asesuai TS
2018 rdijumpa x/i mi Anak
i RR : 42 a/iAtresia
x/i Ani (H2 –
Temp : H5)
37,1º C
Pemeriksaan
fisik:
Abdomen :
 Inspeksi :
stoma
(+),
 Palpasi :
soepel
 Perkusi:
timpani

32
 Auskulta
si :
peristalti
k (-)

Hasil Laboratorium 03/06/2018 MetabolismeKarbohidrat

Hematologi Glukosa Darah (Sewaktu) : 63mg/dL

IT Ratio : 0,01
Imunoserologi
Elektrolit
Vitamin D : 7,8 ng/mL
Phospor: 4,4mEq/L
Tiroid
Magnesium : 1,4mEq/L
Free T4 : 1,04 ng/dL
TSH : 1,29 μIU/mL
Autoimmune
CRP Kuantitatif : 0,7 mg/dL

33
BAB 5

DISKUSI KASUS

Teori Diskusi
Definisi dan Epidemiologi
Atresia ani atau anus imperforate disebut Seorang bayi laki-laki, NS, usia 2 hari,
sebagai malformasi anorektal atau dibawa orang tua ke IGD RSUP HAM
anomali anorektal, merupakan kelainan dengan keluhan tidak ada anus. Hal ini
bawaan (kongenital) yang ditandai dialami sejak lahir, namun baru
dengan tidak terdapatnya lubang anus diketahui orang tua os 2 hari sebelum
atau kurang lengkapnya pembukaan masuk rumah sakit. Sejak lahir, os
anus, baik lokasi maupun ukuran yang tidak BAB dan selalu muntah setiap
normal. Pada keadaan ini anus tidak kali menyusu. Pada hari pertama isi
memiliki lubang, kantung rektumnya muntah os bercampur dengan kotoran.
tampak buntu dan keduanya terpisah Perut os membesar sejak 2 hari
dengan jarak yang bervariasi. sebelum masuk rumah sakit.
Etiologi dan FaktorRisiko Riwayat kehamilan: Usia ibu saat
Etiologi: hamil 31 tahun. Orang tua os mengaku

Etiologi atresia ani belum diketahui tidak rutin ANC dan tidak pernah

34
secara pasti. Diduga kelainan ini dilakukan pemeriksaan USG. Riwayat
dikarenakan ketidaksempurnaan dalam sakit gula, darah tinggi, demam, dan
proses fusi. Pada atresia letak tinggi, konsumsi obat-obatan saat hamil tidak
septum urorektal turun secara tidak dijumpai. Os lahir secara SC dengan
sempurna/ berhenti pada suatu tempat BBL 4 kg dan PBL 51 cm Os lahir
pada jalan penurunannya. Atresia ani segera menangis. Riwayat biru saat
diduga merupakan kelainan yang lahir tidak dijumpai. Tidak terdapat
berhubungan dengan lingkungan dan riwayat keluarga dengan keluhan yang
genetik yang diturunkan secara resesif sama.
autosomal serta sering dikaitkan dengan
Sindrom VACTERL (anomali vertebrata,
Anorektal, Trakeal, Cardio, Esophageal,
Renal, Limb) yang memiliki keterkaitan
dasar genetik.
Manifestasi Klinis Pasien tidak BAB dan selalu muntah
setiap kali menyusu. Isi muntahan
Malformasi anorektal terjadi akibat
pada hari pertama bercampur dengan
kegagalan penurunan septum anorektal
kotoran. Perut pasien membesar.
pada kehidupan embrional. Manifestasi
Riwayat demam (+) 2 hari setelah
klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
lahir.
adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui
fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorsi sehingga terjadi asidosis
hipperchloremia, sebaliknya feses
mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Keadaan
ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada
wanita 90 % dengan fistula ke vagina

35
(revtovagina) atau perineum.
Diagnosis Anamnesis

Anamnesis Keluhan sesuai teori dijumpai pada


pasien.
Tidak terdapatnya lubang anus atau
kurang lengkapnya pembukaan anus.
Distensi pada abdomen. Muntah.
Pemeriksaan Fisik
PemeriksaanFisik
Status Presens
 Inspeksi perineum. Pada 24 jam
 Sensorium : Compos Mentis,
pertama perlu digunakan pula untuk
Menangis lemah, kurang aktif
menyingkirkan defek terkait lain yang
 Nadi: 120 x/menit
serius.
 Frekuensi Nafas: 30 x/menit
 Temperatur: 36,7oC

Abdomen
 Inspeksi: Simetris membesar
 Auskultasi: Peristaltik (+)
normal
 Perkusi: Timpani
 Palpasi: Rigid (+), Distensi (+)

Genitalia:
PemeriksaanPenunjang
 Laki-laki, Scrotum turun,
Pemeriksaan Laboratorium
 Anus : Dimple (+) tertutup
Pemeriksaan Foto X-Ray Thorax
Pemeriksaan Laboratorium
02-06-2018
Hb/Ht/Leu/Trom:
14,5/42/16.320/330.000

36
KGDS : 463 mg/dL
Na/K/Cl: 133/2,5/102

Hasil Radiologi
Tgl : 02-06-2018 Foto
Kesimpulan:
Sugesti atresia ani
Neonatal pneumonia
Tgl : 04-06-2018 X-Ray Thorax
Kesimpulan :
Infiltrat minimal di paracardial kanan
DD/ bronkopneumonia
Penatalaksanaan Terapi
Penatalaksanaan atresia ani tergantung Terapi medikamentosa
klasifikasinya. Pada atresia ani letak - Inj. Cefotaxime 175mg / 12 jam/ iv
tinggi harus dilakukan kolostomi. - Inj Gentamicin 17 mg/ 36 jam/ iv

Tatalaksana Post-Operatif pada Kasus - IVFD D5% NaCl 0,225% (400 cc) +
D40% (70cc) + KCL 10 meq + Ca
Malformasi Anorektal
Gluconas 10 cc
Perawatan Pasca Operasi PSARP
= 14 cc/ jam
a. Antibiotik intra vena diberikan
Terapi Definitif
selama 3 hari, salep antibiotik
- Rencana Sigmoidectomy
diberikan selama 8- 10 hari.
b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal
dilatasi dengan heger dilatation, 2 kali
sehari dan tiap minggu dilakukan anal
dilatasi dengan anal dilator yang
dinaikan sampai mencapai ukuran yang
sesuai dengan umurnya. Businasi
dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah
masuk.

37
38
BAB 6
KESIMPULAN

Seorang bayi laki-laki, NS, usia 2 hari, dibawa orang tua ke IGD RSUP
HAM dengan keluhan tidak bisa BAB dan selalu muntah setiap kali menyusu.
Pasien kemudian didiagnosis dengan atresia ani dan ditatalaksana dengan : Inj.
Cefotaxime 175mg / 12 jam/ iv, Inj Gentamicin 17 mg/ 36 jam/ iv, IVFD D5%
NaCl 0,225% (400 cc) + D40% (70cc) + KCL 10 meq + Ca Gluconas 10 cc = 14
cc/ jam. Os telah dilakukan tindakan sigmoidectomy pada tanggal 2 Juni 2018.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Levitt MA, Pena A. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare


Diseases. 2007; p.2:33.
2. Levitt MA, Pena A. Anorectal Malformation. In : Coran A.G, Adzick N.S,
Krummel T.M, Leberge J.M, Caldamone A, Shamberger R, editors. Pediatric
Surgery. 7th ed. Philadelphia: 2012; 103.p.1289-1309.
3. Newborn Management of Anorectal Malformations. Surgery in Africa. 2009.
[Cited 24 September 2013]. Available from:
http://www.ptolemy.ca/members/current/Newborn%20Anorectal
%20Malformations.
4. A. Mirshemirani, J.Kouranloo, M. Rouzrokh, M.N.sadeghiyan and
A.Khaleghnejad. Primary posterior sagittal anorectoplasty Without
colostomy in neonates with high Imperforate anus. Vol.45. No.2; 2007.
Department of Pediatrics Surgery. Tehran, Iran.
5. Arnold G.coran. N, Scott adzick. Thomas M,krummel. Jean Martin L.
Anthony Caldamone, Robert Shamberger. Pediatric Surgery seventh edition.
Vol 1; 2012. Department of Pediatrics Surgery. United States of America.
6. Raffensperger J. Anorectal Anomalies. In : Swenson’s pediatric Surgery. Ed
5th 1990. Norwalk, Connecticut : Appleton & Lange. 587-623.
7. Sjamsuhidayat R, Jong W. Usus Halus, Appendik, Kolon dan Anorektum.
Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2th. Jakarta : EGC. 667-70
8. Maria Ojmyr, Joelsson. Children with High and intermediate imperforate
anus. Department of woman and child health Karolinska Institutet,
Stockholm, Sweden. P. 2005. p. 14-16

40

Anda mungkin juga menyukai