Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN


PENYAKIT KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )

A. DEFINISI
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,
biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik,
menyebabkan distensi kandung empedu. (Doenges, Marilynn, E)
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya
terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk
cairan empedu. Batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
sangat bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2010)
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk
dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu
(Brunner & Suddarth, 2011).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid
(Price & Wilson, 2015).

B. ETIOLOGI
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau
campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu
dapat terjdi pada duktus koledukus, duktus hepatika, dan duktus pankreas.
Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan
penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40 tahun, banyak terjadi
pada wanita. (Doenges, Marilynn, E)

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian
pasien
rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi,
bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat
kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu,
dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi.
Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut
untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
5. Pemeriksaan Darah
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama

E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan
infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang dianjurkan
adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk).
Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya dan
tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau
metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring
untuk memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus
koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang yang
diarahkan kepada batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam media
cairan oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu
diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar
4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui dinding
abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu
empedu.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT KOLELITIASIS ( BATU EMPEDU )

I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
Teraba masa pada kuadran kanan atas.
Urine gelap, pekat.
Feses waran tanah liat,steatorea.
Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan.Kolik
epigastrium tengah sehubungan dengan makan. Nyeri mulai tiba-tiba dan
biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas
Keamanan
Tanda : Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.
Adanya kehamilan / melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:
Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat badan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan nutrisi, faktor biologis
3. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
4. Kurang perawatan diri b/d kelemahan
5. Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis
interpretasi informasi

III. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Asuhan Manajemen nyeri :
agen injuri fisik keperawatan …. jam tingkat Kaji tingkat nyeri
kenyamanan klien secara komprehensif
meningkat dg KH: termasuk lokasi,
Klien melaporkan nyeri karakteristik, durasi,
berkurang dg scala 2-3 frekuensi, kualitas
Ekspresi wajah tenang dan faktor presipitasi.
klien dapat istirahat dan Observasi reaksi
tidur nonverbal dari
v/s dbn ketidak nyamanan.
Gunakan teknik
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
klien sebelumnya.
Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri..
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.

Administrasi
analgetik :.
Cek program
pemberian
analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan dosis
optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik
tepat waktu
terutama saat nyeri
muncul.
Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan … jam klien Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh menunjukan status nutrisi makanan.
adekuat dengan KH: Kaji makanan yang
BB stabil, disukai oleh klien.
nilai laboratorium terkait Kolaborasi team
normal, gizi untuk penyediaan
tingkat energi adekuat, nutrisi terpilih sesuai
masukan nutrisi adekuat dengan kebutuhan
klien.
Anjurkan klien
untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang
dikonsumsi
mengandung cukup
serat untuk
mencegah konstipasi.
Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori.
Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi.

Monitor Nutrisi
Monitor BB jika
memungkinkan
Monitor respon
klien terhadap situasi
yang mengharuskan
klien makan.
Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya
mual muntah.
Monitor adanya
gangguan dalam
input makanan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake
nutrisi dan kalori.
Monitor kadar
energi, kelemahan
dan kelelahan.
3 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Konrol infeksi :
imunitas tubuh keperawatan … jam tidak Bersihkan
menurun, prosedur terdapat faktor risiko infeksi lingkungan setelah
invasive. dan dg KH: dipakai pasien lain.
Tdk ada tanda-tanda Batasi pengunjung
infeksi bila perlu.
AL normal Intruksikan kepada
V/S dbn pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan
sesudahnya.
Gunakan sabun
anti miroba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci
tangan sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan.
Gunakan baju dan
sarung tangan
sebagai alat
pelindung.
Pertahankan
lingkungan yang
aseptik selama
pemasangan alat.
Lakukan dresing
infus dan dan kateter
setiap hari Sesuai
indikasi
Tingkatkan intake
nutrisi dan cairan
berikan antibiotik
sesuai program.

Proteksi terhadap
infeksi
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal.
Monitor hitung
granulosit dan WBC.
Monitor
kerentanan terhadap
infeksi..
Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
Inspeksi kulit dan
mebran mukosa
terhadap kemerahan,
panas.
Ambil kultur, dan
laporkan bila hasil
positip jika perlu
Dorong istirahat
yang cukup.
Dorong
peningkatan
mobilitas dan latihan.
Instruksikan klien
untuk minum
antibiotik sesuai
program.
Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda dan
gejala infeksi.
Laporkan
kecurigaan infeksi.
4 Sindrom defisit self Setelah dilakukan askep ...... Self Care Assistence
care b.d jam ADLs terpenuhi dg KH: Bantu ADL klien
kelemahan Klien bersih, tidak bau selagi klien belum
Kebutuhan sehari-hari mampu mandiri
terpenuhi Pahami semua
kebutuhan ADL klien
Pahami bahasa-
bahasa atau
pengungkapan non
verbal klien akan
kebutuhan ADL
Libatkan klien
dalam pemenuhan
ADLnya
Libatkan orang
yang berarti dan
layanan pendukung
bila dibutuhkan
Gunakan sumber-
sumber atau fasilitas
yang ada untuk
mendukung self care
Ajari klien untuk
melakukan self care
secara bertahap
Ajarkan
penggunaan
modalitas terapi dan
bantuan mobilisasi
secara aman (lakukan
supervisi agar
keamnanannya
terjamin)
Evaluasi
kemampuan klien
untuk melakukan self
care di RS
Beri reinforcement
atas upaya dan
keberhasilan dalam
melakukan self care
5 Kurang Setelah dilakukan askep … Mengajarkan proses
pengetahuan jam pengetahuan keluarga penyakit
keluarga klien meningkat dg KH: Kaji pengetahuan
berhubungan Keluarga menjelaskan keluarga tentang
dengan kurang tentang penyakit, proses penyakit
paparan dan perlunya pengobatan Jelaskan tentang
keterbatasan dan memahami patofisiologi penyakit
kognitif keluarga perawatan dan tanda gejala
Keluarga kooperativedan penyakit
mau kerjasama saat Beri gambaran
dilakukan tindakan tentaang tanda gejala
penyakit kalau
memungkinkan
Identifikasi
penyebab penyakit
Berikan informasi
pada keluarga
tentang keadaan
pasien, komplikasi
penyakit.
Diskusikan tentang
pilihan therapy pada
keluarga dan rasional
therapy yang
diberikan.
Berikan dukungan
pada keluarga untuk
memilih atau
mendapatkan
pengobatan lain yang
lebih baik.
Jelaskan pada
keluarga tentang
persiapan / tindakan
yang akan dilakukan

Anda mungkin juga menyukai