Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang


paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.(1,2,3 )
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.(15)
Cedera kepala adalah kondisi yang umum secara neurologi dan bedah
saraf dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia
produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas
yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum
benar, rujukan yang terlambat.

1
Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan mobil dan motor. Di
Amerika Serikat pada tahun 1990 dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000
penduduk pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang
hanya 3% - 5% yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya
dirawat secara konservatif.1,2

1.2 TUJUAN

Makalah yang berjudul “Epidural Hematoma” ini dibuat untuk membahas


etiologi, gejala klinis, diagnosis, serta prognosis dari penyakit ini. Dengan itu
dapat lebih baik untuk menangani penyakit ini dengan tepat.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur


tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh


hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar.1,3

Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara


duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic
hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan
berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di dekat lokasi fraktur. 15

Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah


temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat
robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH
berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai
volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9%
penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama 8,15,16

3
4
2.2 INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan


hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional
frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di
Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang
memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9)

60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan


jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka
kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari
55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan 4:1. (9)

Tipe- tipe : (6)

1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri


2. Subacute hematoma ( 31 % )

3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

2.3 ANATOMI OTAK

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat
mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan
akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan
secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang
menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.(1)

5
Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa,
padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan
trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan
membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek
pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.
Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena
emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi dari kulit
kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa
pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea
terkoyak. (1)

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak


memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding
atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula
eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian
memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang
lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria
meningea anterior, media, dan p0osterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial
yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan
akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah dura mater, arachnoid, dan pia mater (1)

1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua
lapisan:
 Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh
periosteum yang membungkus dalam calvaria

6
 Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang
kuat yang berlanjut terus di foramen mágnum dengan dura mater
spinalis yang membungkus medulla spinalis

2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-


laba

3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak
pembuluh darah.

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan


dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital.(8)

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen


spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar. (8)

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada


lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.(1)

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini

7
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.(1)

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan


terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1)

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran
ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval
karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
(8)

Sumber perdarahan : (8)

 Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )


 Sinus duramatis

 Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a.


diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah


saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada

8
sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah
herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala
yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat,
harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)

Arteri meningea media

2.5 ETIOLOGI

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.(2,9)

Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada
kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur
tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau
vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek
tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara

9
dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut
akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma
menjadi massa yang mengisi ruang.

Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah
pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat,
herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.1,4,5,6

2.6 GEJALA KLINIS

Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan


kesadaran. Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan
adanya lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan
sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai,
dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif. Epidural
hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus
dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori
pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang
terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai
prognosis yang lebih buruk.1

Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil
ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal
dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran
akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralaterak juga akan
mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi
cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.3

Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7

10
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun

3. Late hemiparese kontralateral lesi

4. Pupil anisokor

5. Babinsky (+) kontralateral lesi

6. Fraktur daerah temporal

Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :7

1. Lucid interval tidak jelas


2. Fraktir kranii oksipital

3. Kehilangan kesadaran cepat

4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan

5. Pupil isokor

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan


penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur
yang menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral
dengan pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi
hematoma.3

Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran


hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah
temporal dan tampak bikonveks.

11
2.8 DIAGNOSIS BANDING

1. Subdural Hematoma

Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena
jembatan. Gejala klinisnya adalah :

- sakit kepala

- kesadaran menurun + / -

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan)


diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan
tampak seperti bulan sabit.7

2. Subarakhnoid hematoma

Gejala klinisnya yaitu :

- kaku kuduk

- nyeri kepala

- bisa didapati gangguan kesadaran

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang


subarakhnoid.

12
2.9 PENATALAKSANAAN

Penanganan darurat :

 Dekompresi dengan trepanasi sederhana


 Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi medikamentosa

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial
dan meningkakan drainase vena.(9)

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan


dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),
mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema
cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana
yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin
sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic
dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat
masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium
bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat
dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek
protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan
adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar
serum 3-4mg%.(8)

13
Terapi Operatif

Operasi di lakukan bila terdapat : (15)

 Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)


 Keadaan pasien memburuk

 Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.(8)

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

 > 25 cc  desak ruang supra tentorial


 > 10 cc  desak ruang infratentorial

 > 5 cc  desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

 Penurunan klinis
 Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.

 Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan


penurunan klinis yang progresif.

Penatalaksaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara


trepanasi dengan tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan
perdarahan.3

14
2.10 PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada : (8)

 Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )


 Besarnya

 Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,


karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar
antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada
pasien yang mengalami koma sebelum operasi. (2,14)

Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan


epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma
hematoma intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari
pasien. Resiko terjadinya epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma
diperkirakan sekitar 2%.9

Head CT Scan

EDH o/t
Frontotemporoparietal Dextra

15
BAB 4

KESIMPULAN

Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur


tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale.

Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7

1. Lucid interval (+)


2. Kesadaran makin menurun

3. Late hemiparese kontralateral lesi

4. Pupil anisokor

5. Babinsky (+) kontralateral lesi

6. Fraktur daerah temporal

Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan


penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Prognosis epidural
hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah
dievakuasi mulai dari 16% - 32%.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5


2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited 20 Mei 2008].
Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar
%20japardi61.pdf

3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC,
2003. p. 818-9

4. Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange Medical Books,


2000. p. 183-5

5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.


Jakarta: EGC, 1994. p. 329-30

6. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial


Pressure. Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial
online] 2003. [cited 20 Mei 2008]. Didapat dari :
http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.h
tml

7. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma


Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11

8. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. p.


359-65, 382-87

9. Evans RW. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders


Company, 1996. p. 144-5

17

Anda mungkin juga menyukai