Anda di halaman 1dari 13

JISE 6 (1) (2017)

Journal of Innovative Science Education


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jise

Pengembangan Model Pembelajaran IPA Terintegrasi Etnosains untuk


Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kreatif

Cristian Damayanti1, Ani Rusilowati2, Suharto Linuwih2


1
SMP Negeri 1 Pucakwangi, Pati, Jawa Tengah, Indonesia
2, 3
Jurusan Fisika, FMIPA, UniversitasNegeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ __________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) karakteristik model pembelajaran IPA terintegrasi
Diterima Januari 2017 etnosains yang dikembangkan, (2) kelayakan model pembelajaran IPA terintegrasi etnosains dan (3)
Disetujui April 2017 keefektifan penerapan model pembelajaran IPA terintegrasi etnosains dalam peningkatan hasil belajar
Dipublikasikan Agustus dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan pengembangan Four-D
2017
Model. Teknik analisis data yang digunakan meliputi analisis data deskriptif terkait kevalidan model
________________ pembelajaran, sedangkan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran digunakan uji banding dua
Keywords: sampel T-test dan uji N gain. Penelitian ini menghasilkan model pembelajaran IPA terintegrasi
Ethnoscience, Insect, etnosains yang terdiri atas delapan komponen yaitu tujuan, sintaks, fondasi, sistem sosial, prinsip reaksi,
Research, Science Literacy, sistem pendukung, dampak instruksional dan pengiring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
Teaching Materials pembelajaran yang dikembangkan valid dan layak digunakan. Keefektifan penerapan model
____________________ pembelajaran terlihat dari jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan lebih dari 70%. Uji banding dua
sampel T-test menunjukkan kelas eksperimen memperoleh rataan hasil belajar lebih baik dari pada kelas
kontrol. Berdasarkan analisis N gain, persentase siswa di kelas eksperimen yang memperoleh kategori
“tinggi” lebih banyak dari pada persentase siswa di kelas kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran IPA terintegrasi etnosains layak digunakan pada proses pembelajaran, serta
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Abstract
___________________________________________________________________
This study aims to determine (1) the characteristics of science learning model etnosains integrated was
developed, (2) the feasibility of science learning model etnosains integrated and (3) the effectiveness of the
implementation of science learning model etnosains integrated on the improvement learning result and student
creative thinking ability. In this research Four-D Model developmental design was used. The data analysis
techniques used was descriptive data analysis related to the validity of the learning model, whereas independent
T-test and N gain was used to determine the effectiveness of the learning model. The results of this research were
science learning model etnosains integrated consists of eight components: purpose, syntaxs, foundations, social
systems, principles of reaction, support systems, instructional and nurturant effects. Validation showed that
science learning model etnosains integrated is valid and suitable as learning model. The effectiveness of this
learning model was seen from more than 70% of students who passed mastery learning. Independent T-test
showed the learning outcomes average of experiment class better than the control class. N gain analysis showed
that the high level of category was higher in experimental than those in control class. It can be concluded that
the science learning model etnosains integrated is effective in applying in the learning process, and can increase
student’s learning result and creative thinking ability.
© 2017 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi: p-ISSN 2252-6412
1
SMP Negeri 1 Pucakwangi, Pati, Indonesia
e-ISSN 2502-4523
E-mail: duoyaku@gmail.com

68
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

PENDAHULUAN yang semakin menurun secara alami. Oleh karena


itu di sekolah perlu ada pelajaran yang memuat
Pendidikan IPA menjadi wahana bagi
materi berbasis budaya lokal setempat.Guru yang
siswa untuk mempelajari alam sekitar dan prospek
bijaksana menurut Sudarmin (2014) harus dapat
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya
menyelipkan nilai-nilai budaya lokal suatu daerah
di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini selaras
setempat dalam proses pembelajaran sains atau
dengan pendapat Listyawati (2012) bahwa proses
non sains, namun pada kenyataannya
pembelajaran IPA memadukan konsep fisika,
pembelajaran IPA disekolah kurang
kimia, dan biologi lebih berpotensi untuk
memperhatikan budaya lokal yang terdapat di
mengembangkan pengalaman dan kompetensi
daerah setempat.
siswa memahami alam sekitar. Kartono et al.
Hasil observasi pada SMP Negeri 1
(2010) menyatakan bahwa pendidikan IPA dapat
Pucakwangi pada bulan November 2015
dikembangkan dengan bertumpu pada keunikan
menyatakan bahwa guru kurang memahami
dan keunggulan suatu daerah, termasuk budaya
makna sains didalam budaya lokal sehingga
dan teknologi lokal (tradisional).Pembelajaran
mengalami kesulitan dalam mengaitkan materi
yang mengimplementasikan tradisi budaya lokal
pembelajaran dengan nilai-nilai ilmiah budaya
mampu menghantarkan siswa untuk mencintai
lokal setempat. Hal ini mengakibatkan rendahnya
daerah dan bangsanya.
pengetahuan siswa terhadap budaya lokal, serta
Pemerintah telah mendukung upaya
pemahaman siswa tentang fenomena alam menjadi
pelestarian budaya dengan memasukkan program
tidak bermakna.Sementara itu pembelajaran yang
pembelajaran berbasis budaya lokal yang
memadukan sains asli masyarakat dan sains ilmiah
ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19
mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
konsep-konsep sains ilmiah dan pembelajaran lebih
Pasal 14 ayat (1), disebutkan bahwa Kurikulum
bermakna.
untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang
Budaya lokal disetiap wilayah berbeda
sederajat dapat memasukan pendidikan berbasis
sesuai dengan karakteristiknya masing-
keunggulan lokal. Peraturan Pemerintah tersebut
masing.Salah satu budaya lokal di desa Bakaran
disempurnakan dalam Kurikulum 2013 yang
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati adalah Batik
mendukung pembelajaran untuk memanfaatkan
Bakaran. Batik merupakan salah satu komoditas
budaya yaitu bahwa kurikulum harus tanggap
unggulan sektor seni dan budaya di wilayah
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
tersebut. Melalui kegiatan membatik, siswa dapat
budaya, teknologi dan seni yang dapat membangun
menelaah materi pembelajaran IPA yang telah
rasa ingin tahu dan kemampuan peserta didik
diajarkan secara terpadu.Beberapa materi IPA
untuk memanfaatkan secara tepat.
sangat mungkin terkait erat dengan kegiatan
Kasa (2011) menyatakan, the important of
membatik antara lain Kimia dalam Kehidupan,
local wisdom must also be considered as one of supporting
Peran Kalor dalam Kehidupan Sehari-hari, dan
efforts of a decreasingly natural environment.
Peran Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan.
Pentingnya kearifan lokal harus dipertimbangkan
sebagai salah satu pendukung upaya lingkungan
117
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

Observasi yang dilakukan di SMP Negeri 1 menguji kelayakan model pembelajaran IPA
Pucakwangi hampir semua guru memberikan terintegrasi etnosains, (3) menentukan keefektifan
materi berdasarkan buku pegangan siswa, model pembelajaran IPA terintegrasi etnosains
akibatnya pengetahuan siswa terbatas pada buku dalam meningkatkan hasil belajar dan kemampuan
teks bacaan. Rendahnya berpikir kreatif siswa berpikir kreatif siswa pada pembelajaran IPA di
ditunjukkan dengan jawaban yang diberikan oleh SMP.
siswa yang ada dibuku, sehingga siswa hanya
METODE
menghafalkan jawaban yang ada di buku dan
kurang memahami makna jawaban yang Penelitian ini merupakan penelitian
disebutkan. Hasil penelitian Luthvitasari, et al. pengembangan yaitu pengembangan model
(2012) menyatakan apabila siswa masih berkutat pembelajaran IPA terintegrasi etnosains. Proses
pada proses penghafalan materi maka kemampuan pengembanganmodel pembelajaran IPA
mereka untuk berinovasi atau berimajinasi terintegrasi etnosains mengacu pada model
menciptakan suatu gagasan baru masih lemah. pengembangan perangkat 4-D (Four-D) Model yang
Budaya lokal dalam pembelajaran dapat dikembangkan oleh Thiagarajan et al (1974). Model
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. pengembangan 4-D merupakan model
Siswa belajar lebih efektif jika menggunakan pengembangan perangkat pembelajaranterdiri atas
lingkungan atau peralatan yang ada disekitarnya, 4 tahapan yaitu define (pendefinisian), design
sehingga merangsang rasa ingin tahu siswa, (perencanaan), develop (pengembangan), dan
melakukan pengamatan, menanya (Wiyanto et al., disseminate (penyebaran).
2017), membuat kesimpulan, dan mendapatkan Uji coba model pembelajaran dilaksanakan
pengalaman melalui proses ilmiah. Pengalaman di SMP Negeri 1 Pucakwangi kelas VIII tahun
yang didapat dari proses ilmiah lebih tahan lama pelajaran 2016/2017. Subjek uji coba terdiri atas 15
terekam dan diingat siswa (Juariah et al., 2013). siswa untuk uji coba skala kecil dan 26 siswa untuk
Salah satu upaya untuk mengatasi uji coba skala besar, sedangkan kelas penyebaran
permasalahan tersebut adalah perlu mengenalkan menggunakan dua kelas sebanyak 49 siswa.Teknik
budaya lokal kepada generasi muda melalui analisis data deskriptif yang digunakan pada
pendidikan dengan mengembangkan model penelitian ini terkait kevalidan model
pembelajaran IPA terintegrasi etnosains. pembelajaran, sedangkan untuk menentukan
Penggunaan budaya lokal dalam pembelajaran keefektifan dari model pembelajaran digunakan uji
membuat siswa melakukan pengamatan secara banding dua sampel t-test dan uji N gain (Wiyanto,
langsung dan siswa terlatih untuk dapat 2008). Analisis kevalidan model pembelajaran
menemukan sendiri berbagai konsep yang meliputidata kelayakan model pembelajaran oleh
dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, pakar, respon tanggapan siswa terhadap
otentik, dan aktif. penggunaan model pembelajaran dan
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) keterlaksanaan kegiatan pembelajaran.
mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran
IPA terintegrasi etnosains yang dikembangkan, (2)

118
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan silabus dan bahan ajar


dilakukan dengan menganalisis pengetahuan
Model pembelajaran IPA terintegrasi
tradisonal (etnosains) Batik Bakaran yang dapat
etnosains merupakan model pembelajaran yang
diadaptasi dan diintegrasikan dengan sains IPA
bertujuan menciptakan lingkungan-lingkungan
SMP. Materi IPA SMP yang terkandung dalam
untuk mempermudah pembelajaran dengan
pembuatan Batik Bakaran yaitu Kimia dalam
mengaitkan antara budaya dan materi sains yang
Kehidupan, Peran Kalor dalam Kehidupan Sehari-
dikemas dalam etnosains.Model pembelajaran IPA
hari, serta Aplikasi Peran Manusia dalam
terintegrasi etnosains mengajak siswa untuk
Pengelolaan Lingkungan. Penyusunan soal juga
berinteraksi langsung dengan budaya lokal dan
dilakukan dengan mengintegrasikan etnosains batik
menggali ilmu pengetahuan (sains) yang ada pada
Bakaran dengan materi IPA SMP.Soal terdiri atas
budaya lokal tersebut. Model pembelajaran
25 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian, 5 soal
dikembangkan berdasarkan ciri-ciri model
uraian berfokus pada indikator berpikir kreatif.
pembelajaran menurut Eggen & Kauchak (2012)
Tawil & Liliasari (2013) mengungkapkan tiga
yang dipadukan dengan dengan lima unsur yang
tahap berpikir kreatif dan setiap tahap terdapat
terdapat pada model pembelajaran menurut Joyce,
beberapa indikator dalam pengembangan berpikir
et al. (2012). Perpaduan tersebut menghasilkan
kreatif pada pembelajaran. Indikator-indikator
delapan komponen yaitu tujuan, sintaks, fondasi,
disesuaikan dengan karakter pembelajaran IPA
sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung,
tema Batik Bakaran, indikator-indikator tersebut
dampak instruksional dan pengiring. Sintaks model
antara lain: menciptakan kesadaran, membangun
pembelajaran terdiri atas lima tahapan yaitu
pengetahuan yang telah dimiliki siswa,
stimulasi, orientasi pada masalah, integrasi
mengembangkan informasi yang diterima,
etnosains, penyelesaian masalah, dan
meningkatkan perhatian dari suatu masalah,
mengomunikasikan/menarik kesimpulan.
meramal dari informasi yang terbatas, dan
Model pembelajaran IPA terintegrasi
menciptakan ide atau objek.
etnosains juga dilengkapi dengan faktor pendukung
Hasil uji kelayakan model pembelajaran
dalam keterlaksanaan pembelajaran antara lain
IPA terintegrasi etnosains oleh pakar pada validasi
silabus terintegrasi etnosains, RPP terintegrasi
tahap I dilakukan oleh 2 pakar yaitu dosen
etnosains, bahan ajar terintegrasi etnosains, dan
etnosains dan dosen IPA memperoleh rerata
soal terintegrasi etnosains. Penyusunan silabus dan
persentase 81,04% dinyatakan layak dan dapat
bahan ajar disesuaikan kondisi daerah bertumpu
digunakan. Meskipun demikian validator
pada keunggulan dan keunikan yang menjadi ciri
memberikan komentar dan saran untuk merevisi
khas daerah, dalam penelitian ini berpusat pada ciri
beberapa bagian sebelum digunakan dalam
khas daerah Pati yaitu Batik Bakaran.Batik
pembelajaran. Perbaikan dilakukan dengan
Bakaran memiliki ciri khas baik dalam
menguraikan lebih detail sintaks model
pembuatannya ataupun alat dan bahan pewarna
pembelajaran IPA terintegrasi etnosains yang
yang digunakan, warna khas Batik Bakaran yaitu
terdiri atas lima sintaks yaitu stimulasi, orientasi
warna sogo (warna cokelat klasik, putih, dan
pada masalah, integrasi etnosains, penyelesaian
hitam).
119
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

masalah, dan mengomunikasikan. Menurut pakar, tujuan pembelajaran pada setiap pertemuan agar
penelitian difokuskan pada sintaks model kegiatan pembelajaran tidak melampaui alokasi
pembelajaran IPA terintegrasi etnosains sehingga waktu yang ditentukan. Hasil penelitian yang
keterlaksanaan pembelajaran dapat berjalan dilakukan oleh Mahnun (2012) menyatakan bahwa
dengan lancar. dalam menentukan tujuan pembelajaran perlu
Setelah melakukan revisi tahap selanjutnya mempertimbangkan alokasi waktu, dengan
yaitu validasi tahap II yang dilakukan oleh 3 pakar mempertimbangkan alokasi waktu maka tujuan
yaitu dosen Etnosains, dosen IPA dan dosen pembelajaran tercapai secara keseluruhan.
Strategi Belajar Mengajar. Validasi oleh validator Selain itu menurut pakar terdapat
III sudah memenuhi kriteria sangat layak karena ketidaksamaan antara RPP dan bahan ajar.
model pembelajaran sudah direvisi berdasarkan Kegiatan yang tertulis di RPP siswa hanya
masukan atau saran dari validator I dan II pada melakukan kunjungan belajar. Hal ini disebabkan
tahap I. Hal ini menunjukkan pakar memberikan karena kunjungan belajar dilakukan diluar jam
respon positif yaitu dengan menjawab dengan skor pelajaran sehingga tidak masuk pada kegiatan
minimal 3 pada rentang 1-5 pada semua butir pembelajaran yang tertulis di RPP, tetapi arahan
penilaian yang diajukan. untuk melakukan kunjungan belajar dijelaskan
Uji kelayakan model pembelajaran disertai pada RPP bagian penutup. Kurnianingtyas (2016)
pula dengan uji kelayakan faktor pendukung model menyatakan bahwa kunjungan belajar lebih efektif
pembelajaran. Faktor pendukung model dan efisien apabila dilakukan diluar jam pelajaran
pembelajaran IPA teritegrasi etnosains yaitu sehingga tidak mengganggu jam pelajaran di kelas.
perangkat pembelajaran antara lain silabus Kunjungan belajar diluar jam pelajaran tidak
terintegrasi etnosains, RPP terintegrasi etnosains, dibatasi oleh jam pelajaran sehingga siswa dapat
bahan ajar terintegrasi etnosains, soal terintegrasi mengeksplor lebih banyak pengetahuan terkait
etnosains. Hasil validasi I oleh validator I (dosen batik bakaran dan dapat memanfaatkan waktu
etnosains) dan validator II (dosen IPA Terpadu) belajar dengan efektif dan efisien.
terhadap komponen perangkat pembelajaran Setelah dilakukan revisi sesuai masukan
memenuhi kriteria layak dengan revisi, sehingga validasi I kemudian dilakukan validasi II yang
pada validasi I dilakukan revisi berdasarkan saran dilakukan oleh 3 validator, validator I oleh dosen
dari validator. etnosains, validator II oleh dosen IPA terpadu dan
Hampir setiap komponen faktor validator III oleh guru IPA SMP N 1
pendukung mendapatkan saran dan masukan dari Pucakwangi.Validasi tahap II dinyatakan layak
validator. Saran tersebut antara lain perlu oleh ketiga validator, hal ini dikarenakan telah
mempertimbangkan kembali antara kegiatan dan dilakukan perbaikan sesuai dengan saran dari
alokasi waktu pembelajaran. Menurut pakar validator.Tahap selanjutnya adalah uji coba skala
kegiatan pembelajaran dengan tujuan pembelajaran kecil.
yang dilaksanakan terlalu banyak, sehingga Uji coba skala kecil dilakukan di SMP
memerlukan alokasi waktu yang lebih Negeri 1 Pucakwangi sebanyak 15 siswa. Data
banyak.Revisi dilakukan dengan memperbaiki yang diperoleh dari uji coba skala kecil ini berupa

120
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

tanggapan siswa mengenai model pembelajaran diperoleh dari uji coba skala besar ini berupa data
IPA teritegrasi etnosains yang terdiri atas lima tanggapan siswa terhadap model pembelajaran IPA
aspek dengan 10 nomor pernyataan. Berdasarkan terintegrasi etnosains, keterlaksanaan
tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Angket
pembelajaran IPA teritegrasi etnosains tanggapan siswa uji coba skala besar berbeda
menunjukkan bahwa skor rata-rata dari 15 siswa dengan angket tanggapan siswa pada uji coba skala
diperoleh 84,5%. Hasil demikian menunjukkan kecil. Angket tanggapan siswa pada uji coba skala
bahwa model pembelajaran yang dikembangkan besar terdiri atas lima aspek dengan 15 nomor
sangat baik untuk pembelajaran. pernyataan, 10 nomor pernyataan mengenai model
Langkah selanjutnya adalah uji coba skala pembelajaran IPA terintegrasi etnosains dan 5
besar, uji coba skala besar menggunakan sampel 1 nomor pernyataan mengenai etnosains dalam
kelas yaitu kelas VIII G sebanyak 26 siswa.Pada uji pembelajaran. Hasil penelitian tanggapan siswa
coba skala besar dilakukan pembelajaran pada uji coba skala besar disajikan pada Tabel 1.
berdasarkan RPP terintegrasi etnosains. Data yang

Tabel 1 Rekapitulasi Tanggapan Siswa terhadap Model Pembelajaran IPA Terintegrasi Etnosains Skala
Besar

Persentase (%)
No. Indikator
(Kriteria)
1. Mendorong siswa untuk belajar lebih lanjut 85,6 (SB)
2. Melatih berpikir kreatif siswa 86,2 (SB)
3. Memudahkan memahami materi 84,9 (SB)
4. Membantu siswa untuk aktif belajar 82,7 (SB)
5. Menunjukan minat terhadap pembelajaran 90,4 (SB)
Keterangan : SB = sangat baik

Minat siswa terhadap pembelajaran budaya yang dimiliki siswa atau masyarakat
terintegrasi etnosains sangat tinggi. Terlihat dari dimana sekolah tersebut berada. Apabila
tanggapan siswa pada indikator kelima yang lingkungan masyarakat membudayakan Batik
memperoleh persentase 90,4% dengan sangat baik. Bakaran, maka sains di sekolah dikaitkan dengan
Hal ini menunjukan bahwa siswa tertarik dengan budaya lokal yang mengembangkan Batik Bakaran.
pembelajaran terintegrasi etnosains, apalagi selama Data lain yang diperoleh dari uji coba
ini siswa tidak pernah digali pengalamannya skala besar yaitu penilaian keterlaksanaan
tentang Batik Bakaran ketika dalam proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
pembelajaran. Aikenhead dan Jegede, sebagaimana Keterlaksanaan kegiatan guru dan peserta didik
dikutip oleh Kartono et al. (2010) menegaskan dalam proses pembelajaran disajikan pada Gambar
bahwa keberhasilan proses pembelajaran sains di 1.
sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang

121
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

Secara keseluruhan guru dapat Hasil belajar sebelum menggunakan model


menerapkan kegiatan pembelajaran sesuai pembelajaran IPA terintegrasi etnosains
perencanaan.Pembelajaran lebih bermakna karena memperoleh rerata 45,81 (tidak lulus KKM)
siswa belajar secara langsung mengenai zat kimia kemudian mengalami kenaikan menjadi 77.69
dalam kehidupan, peran kalor dan pencemaran (lulus KKM) setelah memperoleh pembelajaran
lingkungan melalui batik Bakaran.Hal ini sesuai meggunakan model pembelajaran IPA terintegrasi
dengan pendapat Atmojo (2012) yang menyatakan etnosains. Analisismenggunakan N-gain
bahwa pembelajaran menggunakan konsep memperoleh peningkatan dengan rata-rata 0,59
lingkungan dan budaya sebagai sumber belajar dalam kategori “sedang”(Meltzer, 2002). Hasil
membuat hasil belajar lebih bermakna.Hasil belajar analisis N gain pada uji coba skala besar dapat
siswa mengalami peningkatan setelah menerima dilihat pada Tabel 2.
pembelajaran menggunakan model pembelajaran
IPA terintegrasi etnosains.

Tabel 2. Analisis N Gain Uji Coba Skala Besar

Jumlah Kategori N Gain (%)


Hasil Belajar
Siswa Rendah Sedang Tinggi
Pengetahuan 26 0,00 96,15 3,85
Berpikir Kreatif 26 3,85 65,38 30,77

Peningkatan nilai pengetahuan didominasi kurang maksimal karena siswa cenderung mengisi
kategori “sedang” karena nilai pretest dan posttest jawaban posttest dengan mengingat-ingat kembali
siswa secara klasikal tidak terpaut banyak.Siswa jawaban pretest sebelumnya tanpa memikirkan lagi
sudah pernah mempelajari materi lambang unsur, jawaban yang lebih benar. Selain itu juga bisa
peran kalor, dan pencemaran lingkungan sehingga disebakan karena daya kemampuan masing-masing
dapat dikatakan bahwa siswa sudah memiliki individu untuk menyerap materi yang disampaikan
cukup kemampuan awal pada saat mengerjakan berbeda-beda.
soal pretest. Soal pretest dan posttest yang sama juga Kemampuan berpikir kreatif siswa pada uji
dapat menyebabkan peningkatan hasil belajar yang coba skala besar juga didominasi kategori

122
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

“sedang”, akan tetapi 30,77% dari 26 siswa Data yang diperoleh dari uji coba skala
memperoleh kategori “tinggi”. Hal ini besar ini menunjukkan hasil yang positif, sehingga
menunjukkan bahwa penggunaan model langkah selanjutnya adalah implementasi
pembelajaran IPA terintegrasi etnosains mampu (penyebaran). Implementasi dilakukan pada kelas
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. eksperimen dan kelas kontrol, keefektifan model
Soal kemampuan berpikir kreatif merupakan soal pembelajaran IPA terintegrasi etnosains diketahui
uraian terintegrasi etnosains, sehingga membuat dari perbedaan peningkatan hasil belajar siswa
siswa dapat menjawab pertanyaan berdasarkan kelas eksperimen dan kelas kontrol pada aspek
pengalaman yang diperoleh selama proses pengetahuan dan kemampuan berpikir kreatif.
pembelajaran. Model pembelajaran IPA Efektivitas penggunaan model pembelajaran IPA
terintegrasi etnosains memberikan pengalaman terintegrasi etnosains dilihat dari ketuntasan
langsung yang dapat diaplikasikan siswa dalam klasikal kelas, persentase kemampuan berpikir
kehidupan sehari-hari.Pemahaman pengetahuan kreatif, serta perbedaan analisis peningkatan nilai
ilmiah dapat digali melalui pengalaman kehidupan pretest dan posttest baik untuk kelas eksperimen
sehari-hari yang melibatkan sains masyarakat, maupun kelas kontrol. Hasil ketuntasan klasikal
kegiatan inkuiri dan kerja ilmiah di laboratorium kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
(Sudarmin, 2014). pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Ketuntasan Klasikal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelompok Jumlah Rerata Rerata Ketuntasan (%)


Belajar Siswa Hasil Tes
Pretest Posttest Klasikal Kelas
Eksperimen 49 Pengetahuan 45,96 81,37 91,84
Berpikir Kreatif 22,79 79,42 81,63
Kontrol 25 Pengetahuan 33,64 72,16 36,00
Berpikir Kreatif 17,96 55,80 12,00

Tabel 3 menunjukan bahwa ketuntasan kontrol tidak sebaik dengan hasil yang diperoleh
klasikal kelas eksperimen dan kelas kontrol kelas eksperimen.
berbeda. Untuk kelas eksperimen secara Pembelajaran di kelas kontrol
keseluruhan telah mencapai KKM, ≥ 70% siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif
yang mengikuti tes diakhir pembelajaran (posttest) dengan berpendekatan scientific. Bahan ajar yang
telah memenuhi KKM (tuntas belajar) karena digunakan kelas kontrol adalah buku pegangan
merasa terbantu memahami materi dengan siswa yang beredar di sekolahan, sehingga
menggunakan model pembelajaran IPA terintegrasi pengetahuan siswa tentang Batik Bakaran terbatas.
etnosains. Sedangkan untuk kelas kontrol ≤ 70% Siswa di kelas kontrol memperoleh materi
siswa tidak memenuhi KKM setelah mengikuti mengenai batik Bakaran hanya dari guru yang
pembelajaran. Hal ini dikarenakan kelas kontrol dilakukan secara ceramah. Sedangkan pada kelas
tidak mendapat perlakuan yang sama dengan kelas eksperimen pembelajaran menggunakan model
eksperimen sehingga hasil yang diperoleh kelas pembelajaran IPA terintegrasi etnosains yang

123
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

mengarahkan siswa untuk dapat belajar secara yang dicapai dengan menggunakan model
langsung mengenai Batik Bakaran. Selain itu, pembelajaran berbasis budaya lebih tinggi dari
bahan ajar yang digunakan kelas eksperimen pada siswa yang belajar menggunakan model
adalah bahan ajar terintegrasi etnosains tema Batik pembelajaran reguler.Penerapan model
Bakaran, sehingga siswa merasa terbantu dalam pembelajaran IPA terintegrasi etnosains juga
belajar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
penelitian yang telah dilakukan Suastra dan siswa. Kemampuan berpikir kreatif siswa
Yasmini (2013), bahwa prestasi belajar sains siswa ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria Kemampuan Berpikir Kreatif

Kriteria
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan Berpikir Kreatif
Eksperimen Kontrol
Menciptakan kesadaran Tinggi Sedang
Membangun pengetahuan yang telah dimiliki Sedang Rendah
Meningkatkan pengetahuan dari suatu masalah Sedang Sangat Rendah
Meramal dari informasi yang terbatas Tinggi Sangat Rendah
Mengembangkan informasi yang diterima Tinggi Sangat Rendah
Menciptakan ide/objek Sedang Sangat Rendah

Berdasarkan kriteria kemampuan hasrat ingin tahu siswa akan meningkat. Kedua
berpikir kreatif menurut Purwanto (2008) kelas yaitu fase inkubasi, pada fase inkubasi ini
eksperimen memperoleh kriteria yang lebih baik individu membangun pengetahuan yang telah
dari pada dikarenakan kegiatan pembelajaran dimiliki untuk menguji hipotesis.Pada fase ini
pada kelas eksperimen menggunakan sintaks siswa benar-benar melibatkan diri dan
model pembelajaran IPA terintegrasi etnosains mengalami masalah yang dihadapi.Ketiga yaitu
dimana siswa diberi stimulasi, orientasi fase iluminasi, pada fase ini individu tiba-tiba
permasalahan, dan cara penyelesaian masalah, memperoleh suatu inspirasi tentang tema dan
sehingga ide siswa tidak tiba-tiba muncul hubungan antara berbagai komponen dari
melainkan melalui beberapa fase tertentu. masalah yang dihadapi.Keempat yaitu fase
Sedangkan pembelajaran pada kelas kontrol revisi, fase ini individu memikirkan,
cenderung lebih monoton tanpa memberi mengevaluasi, melakukan perubahan dan
stimulus untuk menyelesaikan suatu perbaikan masalah serta menyusun hipotesis
permasalahan, sehingga kemampuan berpikir kembali.
kreatif siswa tidak meningkat. Perbedaan peningkatan nilai pretest-
Tawil & Liliasari (2013) menyatakan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol
bahwa proses berpikir kreatif melalui beberapa dianalisis menggunakan N gain.Analisis N gain
fase. Pertama yaitu fase persiapan, dalam fase dapat dilihat pada Tabel 5.
ini individu memusatkan perhatian pada
masalah yaitu permasalahan pembuatan batik
bakaran. Setelah perhatian siswa terpusat maka

124
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

Tabel 5 Analisis N Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelompok Jumlah Persentase Taraf Pencapaian N Gain (%)


Hasil Tes
Belajar Siswa Rendah Sedang Tinggi
Eksperimen 49 Pengetahuan 2,04 63,27 34,69
Berpikir Kreatif 0,00 40,82 59,18
Kontrol 25 Pengetahuan 4,00 68,00 28,00
Berpikir Kreatif 4,00 84,00 12,00

Tabel 5 menunjukkan bahwa baik kelas sudah diberikan.Sementara itu, kelas kontrol
eksperimen maupun kelas kontrol mengalami tidak terbiasa mengerjakan soal terintegrasi
peningkatan hasil belajar. Hal ini terlihat dari etnosains sehingga peningkatan nilai pretest-
hasil analisis N gain dengan kategori “rendah” posttest untuk kedua kelas tersebut berbeda. Pada
memperoleh persentase yang lebih sedikit kelas eksperimen siswa diberi kesempatan untuk
dibandingkan dengan kategori ”sedang” dan melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan
“tinggi”. Akan tetapi kelas eksperimen kreatif.Seperti yang diungkapkan Khanafiyah
memperoleh kategori “tinggi” lebih banyak dari dan Rusilowati (2010) bahwauntuk
pada kelas kontrol, artinya banyak siswa di kelas mengembangkan kreativitas, pendidik perlu
eksperimen memiliki selisih nilai pretest dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk
posttest dengan rentang yang tinggi. mengekspresikan dirinya secara kreatif.
Hasil uji independent T-tes berdasarkan Pembelajaran pada kelas eksperimen
analisis N gain menunjukkan terdapat dilakukan sesuai sintaks model pembelajaran
perbedaan yang signifikan antara kelas IPA terintegrasi etnosains. Kemampuan berpikir
eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini kreatif siswa dilatih dengan pemberian masalah
disebabkan harga t-hitung yang diperoleh lebih yang harus diselesaikan oleh siswa.Kunjungan
kecil dari signifikansi 5%. Peningkatan hasil belajar ke home industry Batik Bakaran
belajar kelas eksperimen disebabkan model menambah pengalaman dan wawasan siswa.
pembelajaran IPA terintegrasi etnosains dapat Belajar dengan mengaplikasikan konsep IPA
memotivasi siswa dalam penyelesaian pada kehidupan sehari-hari akan mempermudah
masalah.Salah satu faktor yang menyebabkan siswa dalam mengingat dan memahami materi
peningkatan kelas eksperimen lebih tinggi pembelajaran. Berbeda dengan kelas esperimen,
dibandingkan peningkatan pada kelas kontrol kelas kontrol hanya melakukan kegiatan
yaitu penggunaan model pembelajaran IPA pembelajaran di dalam kelas tanpa ada kegiatan
terintegrasi etnosains dan bahan ajar dalam pembelajaran “terintegrasi etnosains”.
pembelajaran. Soal-soal yang digunakan untuk Pengetahuan siswa terhadap konsep IPA pada
pretest-posttest adalah soal yang terintegrasi Batik Bakaran terbatas. Kasmaienezhadfard, et
etnosains, maka siswa kelas eksperimen sudah al. (2015) mengemukakan terdapat 2 faktor yang
terbiasa mengerjakan soal terintegrasi etnosains mendorong terwujudnya kreativitas individu
dalam bahan ajar terintegrasi etnosains yang antara lain faktor dorongan dari dalam diri

125
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

sendiri (motivasi intrinsik) dan dorongan dari yang sesuai. Oleh karena itu pemilihan budaya
lingkungan (motivasi ekstrinsik).Melalui budaya dan tema dalam pembelajaran terintegrasi
lokal siswa dapat belajar secara langsung dengan etnosains sangatlah penting.
lingkungan dan memudahkan pemahaman Penelitian Mungmachon (2012) yang
terhadap konsep IPA yang terdapat pada nilai- menyatakan bahwa orang-orang sesat karena
nilai budaya Batik Bakaran. pengaruh yang masuk dan kemudian menyebar
Penggunaan model pembelajaran dalam di dalam masyarakat.Pengaruh ini
penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena menyebabkan banyak masalah lingkungan dan
adanya perbedaan hasil belajar siswa kelas sosial, termasuk hilangnya pengetahuan
eksperimen dan kelas kontrol yakni kelas tradisional dan kearifan yang mengakibatkan
eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol. globalisasi dan dampak negatif terhadap
Sutimin (2015) menyatakan model pembelajaran lingkungan.Hilangnya pengetahuan tradisional
berbasis kearifan lokal dapat meningkatkan disebabkan karena kesadaran mengenai kearifan
kreativitas dan kerja keras siswa untuk lokal kurang. Kesadaran kearifan lokal
belajar.Siswa diarahkan belajar secara langsung berhubungan dengan siswa yang berinteraksi
dengan budaya lokal untuk memperoleh secara tekstual representasi dari etnosains
pengalaman-pengalaman baru dan diberi melalui tema yang berpusat pada proses
kesempatan seluas-luasnya untuk pembelajaran (Sa-ngiamwibool, 2012).
mengungkapkan ide/ gagasannya, sehingga Model pembelajaran IPA yang
siswa dapat mengeksplor kemampuan berpikir terintegrasi etnosains diharapkan sebagai salah
kreatif yang dimilikinya. satu unsur penunjang pembelajaran agar tercipta
Keberhasilan proses pembelajaran sains pembelajaran yang efektif dengan memasukkan
di sekolah sangat dipengaruhi oleh latar nilai-nilai budaya di dalamnya, sehingga siswa
belakang budaya yang dimiliki siswa atau tidak melupakan budaya-budaya yang ada di
masyarakat dimana sekolah tersebut berada. suatu daerah tertentu. Hasil penelitian
Menurut Cobern & Aikenhead (1997), transmisi Rusilowati, et al. (2015) menyatakan bahwa
budaya dalam pembelajaran dapat mendukung pengembangan bahan ajar berwawasan kearifan
atau mengganggu siswa dalam menerima lokal melalui penelitian pendidikan sebagai
pembelajaran. Jika transmisi budaya selaras salah satu upaya agar pelestarian kearifan lokal
dengan kehidupan siswa sehari-hari maka tetap terjaga, dan dapat diwariskan kepada
cenderung mendukung siswa dalam belajar akan generasi yang akan datang. Budaya lokal dapat
tetapi jika budaya yang digunakan bertentangan dilihat sebagai akumulasi pengalaman kolektif
dengan kehidupan sehari-hari maka budaya dari generasi ke generasi yang selalu berubah
tersebut cenderung mengganggu siswa dalam terus-menerus mengikuti perkembangan
belajar. Menurut Rusilowati, et al. (2015) agar jaman.Oleh karena itu budaya sebagai salah satu
dapat memilih kearifan lokal yang sesuai dengan hal yang perlu dilestarikan, artinya perlu dijaga,
materi pelajaran dan lingkungan siswa, maka dilindungi, dan dilestarikan agar tidak punah.
guru perlu melakukan identifikasi kearifan lokal

126
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

Kasmaienezhadfard, S., Talebo, B., Roustaee,


R. & Pourrajab, M. (2015). Student‟s
SIMPULAN
Learning Through Teaching Creativity:
Model pembelajaran IPA yang Teacher‟s Perception. Journal of
Education, Health and Community
dikembangkan adalah terintegrasi etnosains Psychology, 4 (1), 1-13.
tema Batik Bakaran, karakteristik model Khanafiyah, S. & Rusilowati, A. (2010).
Penerapan Pendekatan Modified Free
pembelajaran IPA terintegrasi etnosains terdiri
Inquiry Sebagai Upaya Meningkatkan
atas delapan komponen yaitu tujuan, sintaks Kreativitas Mahasiswa Calon Guru
Dalam Mengembangkan Jenis
(stimulasi, orientasi pada masalah, integrasi
Eksperimen dan Pemahaman Terhadap
etnosains, penyelesaian masalah, dan Materi Fisika. Jurnal Berkala
Fisika,13(2), E7-E14.
mengomunikasikan/menarik kesimpulan),
Kurnianingtyas, D. (2016). The Use Of Time
fondasi, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem Student Learning Outside Hours Effect
And Parental Attention To Accounting
pendukung, dampak instruksional dan pengiring.
Achievement.Jurnal Kajian Pendidikan
Model pembelajaran IPA terintegrasi etnosains Akuntansi Indonesia, 5(5), 1-16.
Listyawati, M. 2012. Pengembangan Perangkat
yang dikembangkan layak digunakan pada
Pembelajaran IPA Terpadu di
proses pembelajaran, serta efektif diterapkan SMP.Jurnal Pendidikan IPA, 1(1), 61-69.
dalam pembelajaran IPA. Luthvitasari, N., Darmaputra, Ng. M., &
Linuwih, S. (2012). Plementasi
Pembelajaran Fisika Berbasis Proyek
DAFTAR PUSTAKA Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis,
Berpikir Kreatif dan Kemahiran
Atmojo, S.E. (2012). Profil Keterampilan Proses Generik Sains.Journal of Innovative
Sains dan Apresiasi Siswa Terhadap Science Education, 1(2), 92-97.
Profesi Pengrajin Tempe Dalam Mahnun, N. (2012). Media Pembelajaran
Pembelajaran IPA Berpendekatan (Kajian terhadap Langkah-langkah
Etnosains. Jurnal Pendidikan IPA Pemilihan Media dan Implementasinya
Indonesia, 1(2), 115-122. dalam Pembelajaran). Jurnal Pemikiran
Cobern, W. W. & Aikenhead, G. (1997). Islam, 37(1), 27-33.
Cultural Aspects of Learning Science. Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between
Chicago: Western Michigan University. Mathematics Preparation and
Eggen, P. & Kauchak, D. (2012). Strategie and Conceptual Learning Gain in Physics:
Models for Teachers. Jakarta: PT Indeks „hidden variable‟ in Diagnostic Pretest
Permata Puri Media. Scores. American Journal of Physics,
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2012). 70(12), 1259-1267.
Model of Teaching. Jakarta: Pustaka Mungmachon, R. (2012). Knowledge and Local
Pelajar. Wisdom: Community Treasure.
Juariah, Yunus, Y., & Djufri. (2014). International Journal of Humanities and
Pembelajaran Berbasis Lingkungan Social Science, 2(13), 174-181.
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Purwanto. (2008). Kreativitas Berpikir Menurut
Siswa Pada Konsep Keanekaragaman Guilford. Jurnal pendidikan dan
Spermatophyta.Jurnal Biologi Edukasi, Kebudayaan, 5(1), 1-6.
6(2), 83-88. Rusilowati, A., Supriyadi, & Widiyatmoko, A.
Kartono, Hairida, & Bujang, G. (2010). (2015). Pembelajaran Kebencanaan
Penelusuran Budaya dan Teknologi Alam Bervisi Sets Terintegrasi Dalam
Lokal dalm Rangka Rekonstruksi dan Mata Pelajaran Fisika Berbasis Kearifan
Pengembangan Sains di Sekolah dasar. Lokal. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,
Jurnal Cakrawala Kependidikan,7(2), 19- 11(1), 42-48.
26. Sa-ngiamwibool, A. (2012). Raising Learner
Kasa, I. W. (2011). Local Wisdom In Relation Awareness Of Local Wisdom In Tour-
To Climate Change. J. ISSAAS, 17(1), Related Project Teaching. Indonesian
22-27. Journal of Applied Linguistics, 1(2), 1-16.
127
Cristian Damayanti, dkk. / Journal of Innovative Science Education 6 (1) (2017)

Suastra, I.W. & Yasmini, L.P.B. (2013). Model Tawil, M. & Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks
Pembelajaran Fisika Untuk dan Implementasinya dalam Pelajaran IPA.
Mengembangkan Kreativitas Berpikir Makasar: Badan Penerbit UNM
dan Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Thiagarajan, S., Semmel, D.S., & Semmel, M.I.
Lokal Bali. Jurnal Pendidikan Indonesia, (1974). Instructional Development for
2(2), 221-235. Training Teachers of Exceptional Children: A
Sudarmin. (2014). Pendidikan karakter etnosains Sourcebook. Indiana: Indiana University.
dan kearifan lokal. Semarang: FMIPA Wiyanto. (2008). Menyiapkan Guru Sains
Unnes. Mengembangkan Kompetensi Laboratorium.
Sutimin, L. A. (2015). The Development of Semarang: Unnes Press.
Local Wisdom-Based Social Science Wiyanto, Nugroho, S.E., & Hartono. (2017).
Learning Model with Bengawan Solo as The Scientific Approach Learning: How
the Learning Source. American prospective science teachers understand
International Journal of Social Science, about questioning. Journal of Physics:
4(4), 51-58. Conference Series, 824(1), 012015.

128

Anda mungkin juga menyukai