Anda di halaman 1dari 15

Eklamsia

Eklamsia adalah kondisi serius akibat preeklamsia pada ibu hamil, yang ditandai adanya kejang.
Dengan kata lain, preeklamsia yang disertai kejang disebut eklamsia.

Eklamsia merupakan kondisi jarang terjadi, namun harus segera ditangani apabila muncul karena
dapat membahayakan nyawa sang ibu dan bayi yang dikandungnyanya. Eklamsia bisa terjadi
pada saat ibu hamil mengalami hipertensi berat atau preeklamsia, di mana sudah muncul kejang-
kejang. Kejang dapat diikuti dengan penurunan kesadaran atau tatapan yang kosong.

Preeklamsia umumnya terjadi pada trimester terakhir kehamilan, dan risiko munculnya kejang
(eklamsia) adalah pada saat mendekati persalinan. Kejang eklamsia dapat dibagi menjadi 2 fase.
Fase pertama adalah kejang sekitar 15-20 detik yang ditandai dengan kedutan di sekitar wajah.
Setelah itu, kejang eklamsia akan masuk fase kedua yang ditandai dengan kejang otot di sekitar
rahang, otot mata, dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh selama sekitar 60 detik.

Agar dapat menghindari bahaya dari eklamsia, cara paling efektif adalah dengan mendeteksi
risiko terjadinya preeklamsia pada masa-masa awal kehamilan.

Gejala Eklamsia

Munculnya eklamsia pada ibu hamil selalu didahului dengan preeklamsia. Seringkali ibu hamil
yang mengalami preeklamsia tidak menunjukkan gejala. Akan tetapi, preeklamsia dapat
diketahui pada waktu pemeriksaan dengan tanda-tanda klinis seperti:
 Hipertensi. Preeklamsia dapat terjadi akibat tekanan darah tinggi yang dapat merusak
pembuluh darah baik arteri, vena, dan kapiler. Kerusakan pembuluh darah arteri akan
menyebabkan aliran darah terganggu sehingga mengganggu kinerja otak dan dapat
menghambat pertumbuhan bayi.
 Proteinuria. Proteinuria adalah keberadaan protein di dalam urine yang diakibatkan oleh
gangguan fungsi ginjal. Kondisi ini dapat muncul jika glomerulus, bagian ginjal yang
berfungsi menyaring darah, mengalami kerusakan sehingga protein dapat lolos dari
penyaringan. Ditemukannya protein dalam urine merupakan tanda klinis yang penting
dalam mendiagnosis preeklamsia pada ibu hamil, meskipun tidak menunjukkan gejala.

Gejala preeklamsia lainnya juga dapat muncul seperti pembengkakan pada lengan dan kaki dan
kenaikan berat badan tiba-tiba selama 1-2 hari kehamilan. Meskipun demikian, ibu hamil yang
tidak mengalami preeklamsia juga dapat mengalami gejala tersebut dan hal itu normal dalam
kehamilan.

Jika preeklamsia sudah masuk tahapan berat, gejala-gejala yang dapat muncul pada ibu hamil
antara lain:

 Pusing.
 Sakit kepala.
 Mual.
 Muntah.
 Nyeri perut.
 Gangguan penglihatan.
 Perubahan refleks badan.
 Gangguan kondisi mental.
 Adanya cairan dalam paru-paru (pulmonari edema).

Apabila preeklamsia berat pada ibu hamil sudah disertai kejang-kejang, maka kondisi ini disebut
dengan eklamsia. Sebelum kejang terjadi, biasanya terdapat gejala gangguan saraf, seperti sakit
kepala dan penglihatan menurun. Gejala preeklamsia umumnya akan hilang sekitar 1-6 minggu
setelah persalinan.

Penyebab Eklamsia

Hingga saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum diketahui dengan pasti.
Namun, sejumlah dugaan menyebutkan bahwa kondisi ini diakibatkan oleh kelainan pada
pembuluh darah dan kelainan pada plasenta.

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko preeklamsia dan eklamsia pada ibu
hamil adalah:

 Hamil pada usia remaja atau diatas usia 40 tahun.


 Memiliki riwayat preeklamsia atau eklamsia pada kehamilan sebelumnya.
 Obesitas.
 Mengalami hipertensi sebelum menjalani kehamilan.
 Menjalani kehamilan yang dilakukan melalui donor sel telur atau inseminasi buatan.
 Mengalami kehamilan berganda.
 Mengalami anemia sel sabit.
 Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Diagnosis Eklamsia

Pada wanita hamil yang mengalami kejang, dokter akan menentukan apakah kejang tersebut
diakibatkan oleh preeklamsia, terutama apabila pasien sudah pernah mengalami preeklamsia di
kehamilan sebelumnya, ataukah karena penyebab lain. Beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:

 Pemeriksaan darah. Preeklamsia dan eklamsia sangat terkait dengan tekanan darah pada
wanita hamil. Oleh karena itu penting untuk melakukan pemeriksaandarah pada wanita
hamil agar dapat mendiagnosisadanyapreeklamsia dan eklamsia dengan
tepat.Pemeriksaan darah ini mencakup:
o Penghitungan sel darah lengkap (complete blood cell count). Analisis sel darah
lengkap dapat menunjukkan apakah seseorang menderita preeklamsia atau
gangguan lain, seperti trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopatik, atau
sindrom HELLP (gangguan pada organ hati yang merupakan salah satu bentuk
preeklamsia berat). Penghitungan sel darah lengkap juga dapat digunakan untuk
melihat kadar bilirubin dan serum haptoglobin dalam darah.
o Analisis hematokrit. Metode ini dilakukan untuk menghitung jumlah sel darah
merah per volume darah, yang berperan dalam mengangkut oksigen agar asupan
oksigen bagi ibu hamil dan janinnya tetap dipastikan terjaga.
 Tes fungsi ginjal. Untuk memastikan apakah seorang wanita hamil mengalami
komplikasi dari preeklamsia dan eklamsia yang merusak ginjal, dapat dilakukan tes
fungsi ginjal sebagai berikut:
o Tes serum kreatinin. Kreatinin merupakan zat buangan dari otot yang dialirkan
melalui darah dan dibuang melalui ginjal. Akan tetapi, jika ginjal mengalami
kerusakan akibat preeklamsia dan eklamsia, kadar kreatinin akan bertambah
dalam darah akibat penyaringan kreatinin tidak berlangsung dengan baik.
o Tes urine. Keberadaan protein dalam urine (proteinuria) merupakan salah satu
tanda penting terjadinya preeklamsia dan eklamsia pada ibu hamil. Kadar protein
dalam urine yang umumnya terdapat dalam urine ibu hamil dengan preeklamsia
adalah diatas 1 g/L. Selain itu, kadar asam urat juga bisa mengalami peningkatan.
 Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG yang dilakukan pada ibu hamil yang
mengalami preeklamsia dan eklamsia berfungsi untuk memastikan kondisi janin dalam
keadaan baik. Melalui pemeriksaan USG, kondisi janin dapat dinilai melalui pengecekan
detak jantung serta pertumbuhan janin. Metode pemindaian lain yang dapat dilakukan
selain USG adalah MRI dan CT scan, terutama untuk memastikan tidak adanya gangguan
selain preeklamsia dan eklamsia.

Pengobatan Eklamsia

Pengobatan eklamsia harus memperhatikan kondisi ibu hamil pada saat itu. Ketika preeklamsia
yang muncul sudah memasuki tahapan eklamsia, pengobatan paling utama adalah persalinan,
apabila kehamilan sudah cukup bulan. Selain itu, eklamsia juga dapat terjadi pada jangka waktu
24 jam setelah persalinan. Beberapa obat-obatan yang berfungsi untuk menurunkan tekanan
darah hingga di bawah 160 mmHg, di antaranya hydralazine, labetalol, dan nifedipine.
Untuk mengobati kejang-kejang yang terjadi selama eklamsia pada ibu hamil, dokter
kemungkinan akan memberikan obat seperti:

 Magnesium sulfat. Magnesium sulfat berfungsi untuk menurunkan risiko kembalinya


kejang pada ibu hamil yang mengalami eklamsia, dan biasanya diberikan dalam bentuk
larutan secara intravena. Pemberian magnesium sulfat untuk meredakan kejang dilakukan
selama 24-48 jam.
 Diazepam, phenytoin, dan natrium amobarbital. Ketiga jenis obat ini dapat diberikan
jika kejang-kejang kembali terjadi pada ibu hamil meskipun sudah diberikan magnesium
sulfat.

Setelah kejang-kejang pada ibu hamil dapat diredakan, dokter dapat mempersiapkan persalinan
bayi agar preeklamsia dan eklamsia dapat dihentikan, terutama jika janin sudah berusia cukup
untuk dilakukan persalinan. Persalinan dapat dilakukan melalui operasi caesar ataupun
persalinan normal melalui vagina. Persalinan melalui vagina, dapat dilakukan terutama pada ibu
hamil yang sudah mendekati tanggal perkiraan persalinan. Untuk membantu persalinan vaginal,
dapat diberikan oksitosin yang berfungsi untuk menginduksi persalinan dengan merangsang
kontraksi otot rahim. Jika eklamsia terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan kurang dari 34
minggu, dianjurkan untuk dilakukan persalinan caesar. Persalinan caesar juga harus segera
dilakukan jika sudah ada tanda-tanda gawat janin pada eklamsia. Untuk membantu
perkembangan paru-paru janin, dapat diberikan obat-obatan jenis steroid seperti kortikosteroid.

Komplikasi Eklamsia

Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan kompikasi serius, termasuk kematian
ibu dan janin. Beberapa komplikasi yang masih dapat terjadi pasca persalinan dan pengobatan
eklamsia, antara lain adalah:

 Kerusakan sistem saraf pusat dan pendarahan intrakranial akibat kejang yang muncul
berulang. Gejala lain dari kerusakan sistem saraf pusat adalah kebutaan kortikal, akibat
kerusakan pada korteks oksipital otak.
 Gagal ginjal akut dan gangguan ginjal lainnya.
 Gangguan kehamilan dan janin.
 Gangguan dan kerusakan hati (sindrom HELLP)
 Gangguan sistem peredaran darah, seperti koagulasi intravena terdiseminasi (DIC).
 Penyakit jantung koroner dan stroke.
 Kemunculan kembali preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan berikutnya.

Prognosis Eklamsia pada Ibu Hamil dan Janin

Ibu hamil yang mengalami preeklamsia dan eklamsia kebanyakan dapat menjalani kehamilan
dan persalinan tanpa ada masalah. Meskipun demikian, dapat terjadi gangguan pada tekanan
darah pasca persalinan. Pada beberapa wanita yang memiliki riwayat preeklamsia dan eklamsia,
risiko hipertensi ini bisa berlanjut pada kehamilan berikutnya.

Bayi yang lahir dari ibu hamil yang mengalami preeklamsia atau eklamsia umumnya dapat hidup
normal seperti bayi lain, walaupun seringkali lahir dengan kondisi prematur dan harus tinggal di
rumah sakit lebih lama.
Jumlah kematian pada ibu hamil akibat eklamsia hanya sekitar 1,8% dari jumlah kasus eklamsia
yang tercatat. Seringkali kematian ibu hamil akibat eklamsia terkait dengan kondisi lain, seperti
sindrom HELLP dan kekurangan trombosit. Sedangkan kematian janin akibat eklamsia
seringkali diakibatkan oleh gangguan atau kerusakan pada plasenta, gangguan pertumbuhan
janin dalam rahim, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin.

Pencegahan Eklamsia

Karena penyebab preeklamsia dan eklamsia tidak diketahui secara pasti, maka langkah
pencegahan cukup sulit dilakukan. Namun, dokter dapat menyarankan sejumlah hal kepada ibu
hamil untuk meminimalisasi risiko terjadinya kedua kondisi tersebut beserta komplikasinya. Di
antaranya adalah:

 Mengonsumsi aspirin dosis rendah. Aspirin dapat berperan untuk mencegah


penggumpalan darah dan pengecilan pembuluh darah sehingga dapat mencegah
munculnya preeklamsia. Selain itu, konsumsi aspirin dosis rendah dapat menurunkan
risiko kematian janin akibat eklamsia, menurunkan risiko kelahiran prematur, dan
mencegah abrupsio plasenta (lepasnya ari-ari dari dinding rahim sebelum persalinan).
 Menjaga tekanan darah. Pada wanita yang memiliki permasalahan hipertensi sebelum
menjalani kehamilan, menjaga tekanan darah akan sangat membantu menurunkan risiko
eklamsia. Melalui cara ini, dokter dapat mendeteksi tanda-tanda preeklamsia dan
melakukan penanganan dengan segera. Menjaga tekanan darah dapat dimulai saat
perencanaan kehamilan hingga persalinan.
 Mengonsumsi suplemen yang mengandung arginin dan vitamin. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian arginin dan vitamin (terutama vitamin yang bersifat
antioksidan) dapat membantu menurunkan risiko preeklamsia dan eklamsia, terutama jika
dimulai pada kehamilan minggu ke-24.

Artikel Terkait
5 Hal yang Perlu Ibu Hamil Ketahui Tentang
Eklampsia
Oleh Lika Aprilia Samiadi Informasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Tania
Savitri - Dokter Umum.

 Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)

Anda mungkin lebih familiar dengan istilah preeklampsia karena sering mendengarnya dari
wanti-wanti dokter setiap kali periksa kandungan. Namun, Anda juga harus mewaspadai tentang
eklampsia. Eklampsia adalah kondisi berbahaya sebagai akibat dari hipertensi saat hamil. Berikut
adalah 5 hal penting yang perlu Anda ketahui mengenai eklampsia.

Eklampsia adalah komplikasi serius dari preeklampsia

Eklampsia adalah serangan kejang yang dialami semasa kehamilan atau setelah
melahirkan. Kejang eklampsia tidak disebabkan oleh kondisi otak seperti kejang atau epilepsi
pada umumnya, melainkan timbul sebagai kelanjutan yang lebih parah dari preeklampsia
(tekanan darah yang terlalu tinggi saat hamil).
Eklampsia adalah kondisi yang jarang terjadi namun serius. Jika tidak ditangani, kejang eklmpsia
dapat menyebabkan koma, kerusakan otak, dan berpotensi pada kematian ibu atau bayi saat lahir
(stillbirth).

Belakangan ini eklampsia lebih sering terjadi justru setelah melahirkan. Pasalnya selama
melahirkan, dokter akan menggunakan obat-obatan untuk mencegah eklampsia, tapi kemudian
dihentikan setelah persalinan selesai.

Ibu hamil sangat berisiko tinggi terkena eklampsia saat mengejan ketika persalinan.

Kejang eklampsia bisa terjadi lebih dari satu kali

Salah satu tanda dari eklampsia adalah kejang yang terjadi saat hamil atau setelah kelahiran.
Kejang bisa terjadi lebih dari satu kali dengan durasi rata-rata 60-75 detik.

Durasi kejang yang dialami terjadi dua fase, yaitu fase satu ketika 15-20 detik pertama, yang
ditandai dengan wajah berkedut, tubuh mulai kaku, dan otot menegang. Sementara fase kedua
berlangsung selama 60 detik, yang ditandai dengan otot wajah serta kelopak mata bergerak-
gerak. Kemudian, semua otot tubuh mulai bergantian kejang.

Biasanya, setelah itu orang yang kejang akibat eklampsia akan tidak sadar selama beberapa saat.
Masa ini yang kemudian menjadi masa kritis.

Preeklampsia dan eklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan pertama

Faktor pemicu risiko preeklampsia dan eklampsia adalah:

 Hamil anak kembar


 Sejarah tekanan darah tinggi kronis
 Penyakit ginjal
 Transplantasi organ
 Riwayat preeklampsia pada keluarga
 Obesitas, terutama indeks massa tubuh lebih dari 30

Preeklampsia paling sering terjadi pada kehamilan remaja atau wanita hamil pada usia akhir 30
dan 40 tahun. Namun, wanita yang tidak mengalami preeklampsia pada kehamilan pertama
masih dapat mengalaminya. Preeklampsia juga bisa terjadi meski ibu tak punya riwayat tekanan
darah tinggi sebelumnya.

Penyebab preeklampsia tidak diketahui. Namun beberapa teori menyatakan bahwa hal ini
disebabkan karena pasokan darah ke plasenta tidak lancar, sehingga mengganggu aliran darah
tubuh ibu.

Wanita dengan preeklampsia cenderung memiliki komplikasi seperti bayi berat lahir rendah,
kelahiran prematur, atau abrupsio plasenta, di mana plasenta terpisah dari dinding rahim sebelum
persalinan.
Eklampsia dapat terjadi karena preeklampsia yang tak disadari

Karena eklampsia adalah kondisi komplikasi dari preeklampsia, maka itu preeklampsia
sebaiknya dideteksi lebih dulu agar dapat dicegah. Namun sayangnya, wanita yang memiliki
preeklampsia kerap kali tidak merasa sakit.

Wanita hamil dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan rutin, karena preeklampsia terjadi
perlahan dan membahayakan, dan penderita sering tidak menyadari kondisi yang terjadi.

Gejala dapat meliputi, namun tidak terbatas pada:


 Pembengkakan pada tangan dan wajah (edema) Beberapa kasus pembengkakan normal terjadi
saat kehamilan, namun bengkak preeklampsia spesifik terjadi pada wajah dan mata.
 Kenaikan berat badan secara tiba-tiba dalam 1 sampai 2 hari.
 Kenaikan berat badan lebih dari 1 kg dalam seminggu.

Pada kasus yang serius, muncul juga gejala berikut ini:

 Sakit kepala yang tidak kunjung hilang.


 Sakit perut pada bagian kanan, bawah rusuk, atau pada pundak kanan.
 Mual dan muntah.
 Perubahan penglihatan: kebutaan sementara, melihat sinar atau bintik, sensitivitas terhadap
cahaya, pandangan kabur.

Satu-satunya “obat” untuk eklampsia adalah persalinan

Melahirkan adalah cara untuk mengatasi preeklampsia maupun eklampsia. Melanjutkan


kehamilan sementara ibu didiagnosis preeklampsia adalah hal yang fatal dan bisa menyebabkan
komplikasi yang lebih berbahaya.

Maka itu, kebanyakan kasus ibu dengan preeklampsia dianjurkan untuk melahirkan meski
meleset dari tanggal persalinan normal. Meski begitu, dokter tetap akan memantau dan
memutuskan apakah Anda dan janin sudah siap untuk melakukan proses persalinan. Persalinan
bisa saja terjadi ketika usia kehamilan memasuki minggu ke 32 hingga 36.

Pada kebanyakan kasus, eklampsia akan hilang dan sembuh ketika 6 minggu setelah bayi lahir.
Jadi, sebaiknya sering-sering periksakan diri ke dokter, untuk mengetahui kondisi kesehatan
Anda dan janin.
Definisi Pre Eklampsia dan Eklampsia pada kehamilan
Posted by : randy brenn Selasa, 11 Desember 2012

Definisi Pre Eklampsia dan Eklampsia pada kehamilan

Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.

Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita pre-
eklampsia, yang juga dapat disertai koma.

Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu.
Kelainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu
dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia. Hipertensi
(tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat,
eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki
hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana
yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembagian di atas.

Penyebab:

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation
syndrome” akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta
(ari – ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.

Faktor Risiko :

1. Kehamilan pertama
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah
tinggi)
6. Kehamilan kembar

Deteksi dini :

1. Menyaring semua kehamilan primigravida (kehamilan pertama), ibu menikah dan langsung
hamil, dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi terhadap pre-eklampsia dan eklampsia.
2. Pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui terdapatnya protein dalam air seni, fungsi organ hati,
ginjal, dan jantung, fungsi hematologi / pembekuan darah

Pre-eklampsia ringan
Tanda dan gejala :

1. Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg
sampai kurang dari 110 mmHg
2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan

Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat secara :

Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :

 Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya


 Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
 Vitamin
 Tidak perlu pengurangan konsumsi garam
 Tidak perlu pemberian antihipertensi
 Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu

Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :

 Pre eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari
2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang
abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat
 Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan
pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau
belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati
 Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan perkembangan janin di
dalam rahim

Tatalaksana

 Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan


 Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37
minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari lalu boleh dipulangkan
Pre-eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah
tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :

1. Tekanan darah sistolik ? 160 mmHg


2. Tekanan darah diastolik ? 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam) 6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
6. Nyeri ulu hati
7. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
8. Perdarahan di retina (bagian mata)
9. Edema (penimbunan cairan) pada paru
10. Koma

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan,
maka perawatan dibagi menjadi :

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan.
Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman
terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan
pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya “HELLP syndrome” (Haemolysis, Elevated Liver
enzymes, and Low Platelet).
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obat-
obatan.Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan konservatif pada pasien
pre eklampsia berat yaitu :

 Segera masuk rumah sakit


 Tirah baring
 Infus
 Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
 Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
 Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
 Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre-eklampsia
ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)

Eklampsia
Definisi
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai
dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Gejala dan Tanda

1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan
tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan
pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2. Gangguan penglihatan à pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan
terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3. Iritabel à ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan
lainnya
4. Nyeri perut à nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
6. Kejang-kejang dan / atau koma

Tatalaksana
Tujuan pengobatan :

1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang


2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin

Pengobatan Konservatif

Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat
diberikan obat anti kejang (MgSO4).

Pengobatan Obstetrik

1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin
2. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan
metabolisme ibu

Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25%
kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan.
Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya
tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.

Pencegahan

Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah
garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic
acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu
mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang
menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein
yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya,
upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.

Anda mungkin juga menyukai