Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun oleh :
Vidini Kusuma Aji
30101307094

Pembimbing :
dr. Hendro Wibowo, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILMU PENYAKIT SARAF

Presentasi laporan kasus dengan judul :

“Stroke Non Hemoragik”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun Oleh:
Vidini Kusuma AJi
30101307094

Pembimbing:

dr. Hendro Wibowo, Sp.S

ii
STATUS PASIEN
KEPANITRAAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RAA SOEWONDO PATI

Kasus : Stroke Non Hemoragik

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. W
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Karaban 3/2 Gabus, Pati, Jawa Tengah
Bangsal : Gading
No CM : 169xxx
Masuk ICU : Rabu, 23 Agustus 2017 , 08.48 WIB
Keluar ICU : Minggu, 27 Agustus 2017, 09.44 WIB
Masuk Rawat Inap : Minggu, 27 Agustus 2017, 09.44 WIB

DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal

1. Lemah anggota gerak kanan 23 Agustus 2017


2. Pusing 23 Agustus 2017
3. Mual 23 Agustus 2017

3
4. Hipertensi 23 Agustus 2017

SUBYEKTIF
ANAMNESA
Dilakukan secara alloanamnesa di bangsal Gading Ruang 1 RSUD RAA
SOEWONDO PATI dan didukung catatan medis pasien.
Tanggal : Rabu, 31 Agustus 2017
Jam : 06.30 WIB
1. Keluhan Utama : Lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Lokasi : Anggota gerak sebelah kanan
 Onset : 1 hari SMRS
 Kualitas : Aktivitas sehari-hari terganggu dan berjalan dibantu
keluarga
 Kuantitas : Pasien merasakan lemas anggota gerak sebelah kanan
secara mendadak dan sulit digerakkan, pusing cekot-cekot,
mual, pasien sebelumnya sudah pernah sakit seperti ini.
 Kronologis :
Satu hari sebelum pasien datang ke IGD RSUD RAA Soewondo
Pati, pada siang hari merasa kepala pasien pusing dan mual. Pasien
menganggap pusing biasa, lalu pasien beristirahat. Keesokan harinya
pasien merasa badan terasa lemas, kemudian pasien mulai merasa
anggota badan sebelah kanan sulit digerakkan, keluarga melihat mata.
Keluarga menyangkal pingsan. Setelah keluhan tersebut, pada tanggal
23 Agustus 2017 pukul 07.30 pasien dibawa ke IGD RSUD Soewondo
Pati dan disarankan opname. Saat pasien tiba di IGD RSUD
Soewondo Pati, pasien muntah kemudian tidak sadarkan diri.
 Faktor memperberat : Saat Aktivitas
 Faktor memperingan : Istirahat/Tiduran
 Gejala penyerta : Badan lemah (+), Pusing (+), Mual (+),
Muntah (-), Penurunan Kesadaran (+), Kejang (-), Demam (+), Sesak

4
(-), Pelo (+).
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat stroke : ada dalam 1,5 bulan terakhir
Riwayat hipertensi : ada
Riwayat DM : ada
Riwayat merokok : ada
Riwayat kolesterol tinggi : ada
Riwayat keganasan : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat stroke : ada
Riwayat hipertensi : ada
Riwayat DM : ada
Riwayat keganasan : disangkal
5. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Pribadi :
Pasien bekerja sebagai wiraswasta, saat ini pasien tinggal serumah
dengan anaknya. Biaya pengobatan ditanggung BPJS. Kesan ekonomi
cukup. Pasien merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak menggunakan
obat-obatan dalam jangka waktu yang lama.

OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2017, pukul 06.30 WIB
di Bangsal Gading Ruang 1 RSUD RAA SOEWONDO PATI.
1. Keadaan Umum : Tampak lemah
2. Keasadaran : Stupor, GCS 4
3. Status Gizi : Baik
4. Vital Sign
- TD : 170/90mmHg
- Nadi : 100 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- RR : 24 x/menit, regular
- Suhu : 38,6 C
5. Status generalis :

5
- Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-), alopesia (-)
- Mata : nistagmus -/-, sklera ikterik (-/-), reflek cahaya
direk (+/+) indirek (+/+), pupil isokor 3mm/3mm.
- Telinga : lesi (-/-), warna seperti kulit sekitar
- Hidung : lesi (-/-), warna sperti kulit sekitar, nafas cuping hidung (-)
- Mulut : simetris, lesi (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-)
- Leher : lesi (-), pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
- Thorax
- Jantung :
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba tidak kuat angkat
 Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
 Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, gallop (-), murmur (-)
- Paru :
 Inspeksi : lesi (-), warna seperti kulit sekitar, simetris
 Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara dasar vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
- Abdomen :
 Inspeksi : cembung, lesi (-), warna seperti kulit sekitar
 Auskultasi : bising usus (+) N
 Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
 Palpasi : nyeri tekan (-), hepar, lien, ginjal (tidak teraba)
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik

STATUS NEUROLOGIS
A. Fungsi Luhur
- Kesadaran
 Kualitatif : Stupor

6
 Kuantitatif GCS : E2M1V1
- Orientasi : Sulit dinilai
- Daya ingat : Sulit dinilai
- Gerakan abnormal : Tidak ditemukan
- Gangguan berbahasa :
 Afasia motorik : Sulit dinilai
 Afasia sensorik : Sulit dinilai

B. Koordinasi dan Keseimbangan


- Cara berjalan : tidak dilakukan
- Tes Romberg : tidak dilakukan
- Tes romberg dipertajam : tidak dilakukan
- Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan
- Tes telunjuk –telunjuk : tidak dilakukan
- Tes tumit – lutut : tidak dilakukan

C. Fungsi Vegetatif
- Miksi : Dalam batas normal
- Defekasi : Dalam batas normal

D. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Sulit dinilai Sulit dinilai
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Lapang pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Fundus okuli Sulit dinilai Sulit dinilai
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Gerak mata kebawah Sulit dinilai Sulit dinilai

7
d. Gerak mata media Sulit dinilai Sulit dinilai
e. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Reflek cahaya langsung (+) (+)
h. Reflek cahaya konsesuil (+) (+)
i. Reflek akmodasi Sulit dinilai Sulit dinilai
j. Strabismus divergen (-) (-)
k. Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit (-) (-)
b. Membuka mulut Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
d. Reflek kornea Sulit dinilai Sulit dinilai
e. Trismus Sulit dinilai Sulit dinilai
N.VI (Abducens)
a. Pergerakan mata (ke lateral) Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
N.VII (Facialis)
a. Mengerutkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Mengangkat alis Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai
d. Sudut mulut Sulit dinilai Sulit dinilai
e. Meringis Sulit dinilai Sulit dinilai
f. Tik fasial Sulit dinilai Sulit dinilai
g. Mecucu/bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai
h. Daya kecap 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai
N.VIII (Vestibulocochlearis)

8
a. Suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Mendengarkan detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Tes rinne t.d.l t.d.l
d. Tes weber t.d.l t.d.l
e. Tes schwabach t.d.l t.d.l
N.IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Uvula Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
d. Reflek muntah Sulit dinilai Sulit dinilai
e. Sengau Sulit dinilai Sulit dinilai
f. Tersedak Sulit dinilai Sulit dinilai
N.X (Vagus)
a. Arkus faring Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
c. Bersuara Sulit dinilai Sulit dinilai
d. Menelan Sulit dinilai Sulit dinilai
N.XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Sikap bahu Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Mengangkat bahu Sulit dinilai Sulit dinilai
d. Trofi otot bahu Sulit dinilai Sulit dinilai
N.XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Menjulurkan lidah Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Artikulasi Sulit dinilai Sulit dinilai

E. Badan dan Anggota Gerak


Anggota Gerak Atas Kanan Kiri
Sistem motorik :
- Gerakan Sulit dinilai Sulit dinilai
- Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai

9
- Tonus normotonus normotonus
- Trofi eutrofi eutrofi
- Klonus (-) (-)
Sistem sensorik :
- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks
- Biceps (+) (+)
- Triceps (+) (+)
- Radius (+) (+)
- Ulna (+) (+)

Anggota Gerak Bawah Kanan Kiri

Sistem motoric
- Gerakan Sulit dinilai Sulit dinilai
- Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai
- Tonus normotonus normotonus
- Trofi eutrofi eutrofi
- Klonus (-) (-)
Sistem Sensoris :
- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks
- Patella + +
- Achiles + +
Reflek Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim t.d.l t.d.l
Gordon t.d.l t.d.l
Schaeffer t.d.l t.d.l

10
Mendel Bechterew t.d.l t.d.l
Rossolimo t.d.l t.d.l
Gonda t.d.l t.d.l
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk - -
Kernig sign - -
Brudzinski I - -
Brudzinski II - -
Rangsang Radikuler
Tes Laseque - -
Tes Bragard - -
Tes Sicard - -
Tes Patrik - -
Tes Kontra Patrik - -
Tes naffziger - -
Tes valsava - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Agustus 2017
Hematologi analyzer
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Jumlah leukosit 17,0 U/L 3,8-10,6
Jumlah eritrosit 3,5 U/L 4,7-6,1
Hemoglobin 10,0 g/dl 13,2-17,3
Hematokrit 27,7% 40-52
MCV 78 fl 80-100
MCH 28,2 pg 26-34
MCHC 36,1 % 32-36
Jumlah trombosit 265x103 /ul 150-400
RDW-CV 17,6 % 11,5-14,5
RDW-SD 47,2 fl 35-47
PDW 12,9 fl 9,0-13,0

11
MPV 10,1 fl 6,8-10,0
P-LCR 27,1 %

Hitung jenis
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Netrofil 85,10 % 50,0-70,0
Limfosit 10,00 % 25,0-40,0
Monosit 4,50% 2,0-8,0
Eusonofil 0,30% 2-4
Basofil 0,30 % 0-1

B. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Agustus 2017

Kimia klinik
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
GDS 120 mg/Dl 70-160

BGA
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
PH 7,40 70-160
PCO2 30,8 7,35-7,45
PO2 237 mmHg 34-45
HCO3 19 mmHg 75-95
TCO2 19,6 mmol/L 22-33
BE b -5,4 mmol/L 19-27
EE ect -6,2 mmol/L -3-+3
Sat O2 100 % 96-97
Data :
Suhu 37,0 C
F102 80,0 %
Hb 10 g/dL

12
Ureum 281,2 mg/dL 10-50
Creatinine 8,33 mg/dL 0,66-1,20
Natrium Darah 151,2 mmol/L 133-155
Kalsium Darah 4,54 mmol/L 3,6-5,5
Chlorida Darah 109,9 mmol/L 95-108

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. SIRIRAJ SCORE
NO. GEJALA/TANDA PENILAIAN INDEKS SCORE
1. Kesadaran (0) Kompos mentis x 2,5 2,5
(1) Mengantuk
(2) Semi koma/koma
2. Muntah (0) Tidak x2 0
(1) Ya
3. Nyeri Kepala (0) Tidak x2 2
(1) Ya
4. Tekanan Darah Diastolic 90 x 10% 9
5. Ateroma (0) Tidak x (-3) -3
a. Diabetes Mellitus (1) Ya
b. Angina Pectoris
c.Klaudikasio
intermiten
6. Konstanta -12 -12
HASIL SSS -1,5
Hasil Siriraj Stroke Score = >1 (stroke hemoragik)
Interpretasi :
SS >1 = stroke hemoragik
SS -1 sampai 1 = meragukan, perlu pemeriksaan penunjang (CT-Scan)
SS <-1 = stroke non hemoragik

2. CT SCAN

13
A. Pada tanggal 9 Juli 2017

Kesan :
- ICH pada lobus parietal kiri
- IVH lateral kanan dan kiri, III, IV
(volume total = 15,7 CC)
- Tidak tampak infark atau SOL intra kranial
- Tidak tampak tanda peningkatan intrakranial
B. Pada tanggal 23 Agustus 2017

14
KESAN :
- Infark nukleus lentiformis kiri
- Edema white matter hemisfer kiri

15
RINGKASAN
Seorang laki-laki usia 45 tahun datang ke IGD RSUD RAA SOEWONDO
PATI pada tanggal 23 Agustus 2017 pukul 08.48 WIB dengan keluhan lemah
anggota gerak sebelah kanan dan sulit digerakkan, pusing cekot-cekot, dan
bicara pelo. Hal tersebut sudah dirasakan oleh pasien sejak 1 hari SMRS.
Pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak lemah, kesadaran stupor, TD 170/90
mmHg. Pemeriksaan nn.cranialis sulit dinilai. Motorik kekuatan otot
ektremitas superior sulit dinilai. Pada ekstremitas inferior sulit dinilai. Reflek
fisiologis (+/+) dan refleks patologis (-/-). Pemeriksaan tambahan didapatkan
score siriraj -1,5 menunjukkan suspek stroke non hemoragik, namun masih
meragukan dan memerlukan pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan. Dari
pemeriksaan CT-Scan didapatkan Infark nukleus lentiformis kiri disertai edema
white matter hemisfer kiri.

DIAGNOSIS
a. Diagnosis Klinis : Hemiparesis dextra
b. Diagnosis Topik : Infark nukleus lentiformis kiri dan edema white
matter hemisfer kiri
c. Diagnosis Etiologi : Stroke Non Hemoragik

RENCANA AWAL (PLANNING)


Daftar Masalah :
- Stroke Non Hemoragik
- Hipertensi grade II
Rencana Terapi
Medikamentosa
- Infus asering 20 tpm
- Inj citicolin 2x500 mg
- Amlodipin 1x 10 mg
Monitoring:
- Keadaan umum
- Tanda vital

16
- Defisit neurologis
- Nutrisi dan cairan
Edukasi
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit stroke
- Menjelaskan tentang pencegahan stroke berulang
- Minum obat dan kontrol teratur
- Ikuti program latihan fisioterapi secara rutin
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

17
TINJAUAN PUSTAKA

I. VASKULARISASI SARAF PUSAT


A. Anatomi

Gambar 1. Vaskularisasi Otak

Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri
vertebralis. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri
karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis
karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri
untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri
anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis interna memberikan
vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior
memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah,
korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan
vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.

18
Gambar 2. Stenosis pada arteri karotis

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri


yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui
kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga
kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-
masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan
pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan
3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior. Arteri vertebralis
memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas.
Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri
posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis,
sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan
mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas.

B. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3
faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah
dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah
otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan
koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang
terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh

19
darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol)
untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan
darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya
otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik
antara 50-150 mmHg).
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,
sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi
mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan
terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.

II. STROKE

A. DEFINISI

Stroke adalah sindroma fokal neurologi yang terjadi mendadak dengan


tipe spesifik akibat penyakit pada pembuluh darah otak. Menurut WHO, stroke
merupakan gejala atau tanda gangguan fungsi otak fokal maupun global yang
terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung progresif atau menetap, selama 24 jam
atau lebih dan mengakibatkan kecacatan atau kematian diakibatkan oleh gangguan
vaskular. Terminologi penyakit pembuluh darah otak adalah semua abnormalitas
otak akibat proses patologik pada pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya
dinding pembuluh darah menyebabkan perdarahan, perubahan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri.
Selain yang telah disebutkan di atas, proses patologi ini dapat terjadi sekunder
yang disebabkan proses lain, seperti peradangan arteriosklerosis, hipertensi dan
diabetes mellitus.

Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan
akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak (cerebral blood flow) turun

20
sampai ke tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang
aktivitas fungsi otak. Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang disebut
stroke. Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat penyumbatan
pembuluh darah serebral yang menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis di
daerah yang mengalami kekurangan pasokan aliran darah di bawah batas yang
dibutuhkan sel otak untuk tetap bertahan (survive).

B. KLASIFIKASI

Menurut Misbach, klasifikasi stroke antara lain:


1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1.1. Stroke Iskemik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari
seluruh kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan
atau penurunan aliran darah otak. Berdasarkan perjalanan klinis,
dikelompokkan menjadi :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang
dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal
serebral, emboli maupun trombosis.
b. Trombosis serebri
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke
otak. Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke
non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis
pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang,
biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator
penyakit atherosclerosis.
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,
menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan
oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

21
oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada
48 jam setelah trombosis.
Etiologi yang paling banyak adalah aterosklerosis, tapi bisa
juga disebabkan oleh trauma, trombosis obliterans, polisitemia
vera dan penyakit kolagen.
Gejala klinis :

 Onset penyakit ini perlahan-lahan, keluhan sering timbul pada


pagi hari saat bangun tidur.
 Biasanya didahului oleh gejala prodromal berupa vertigo, sakit
kepala, kesemutan, afasia serta gangguan mental dan tidak
berasa pada ujung-ujung ekstremitas.
 Gejala umum berupa kesadaran baik, hemiparese atau
hemiplegi, disatria, afasia, mulut mencong kadang-kadang
hemianopsia, dengan gejala fokal otak lainnya.
c. Emboli serebri
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah
otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem
vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada
penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Emboli serebral
(bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

22
Etiologi pada stroke iskemik emobolik yaitu, atrium
fibrilasit (50%), gangguan atau penyakit katub, kardiomiopati,
infark miokard, terutama 4 minggu setelah serangan, stenosis
dan regurgitasi katub mitral, endocarditis infeksiosa dan lain-
lain.
Gejala klinis :
 Onset serangan ini mendadak, keluhan sering pada waktu
menjalankan aktivitas.
 Gangguan motorik atau sensorik sesuai lesi.
 Apabila emboli besar, bisa menyebabkan delirium, pingsan,
gelisah, kejang dan kesadaran menurun.

1.2. Stroke hemoragik


Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam
ruang interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri
tersebut dan mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke
hemoragik terjadi apabila susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur
sehingga timbul perdarahan di dalam jaringan otak atau di dalam ruang
subarachnoid.
Stroke hemoragik dibagi menjadi :
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan primer yang berasal dari pembuluh darah dalam
parenkim otak.

b. Perdarahan ekstra serebral / subarachnoid (PSA)


Keadaan terdapatnya atau masuknya darah ke dalam ruangan
subaraknoid karena pecahnya aneurisma, AVM, atau sekunder
dari penyakit jantung.

2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:


2.1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

23
2.2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
2.3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
2.4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.

Stroke juga diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal ini stroke


terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, dijumpai prevalensi stroke iskemik
lebih besar dibandingkan dengan stroke hemoragik. Penelitian yang dilakukan
Bhatnagar, et al., menyatakan insidensi stroke iskemik lebih tinggi dari pada
subtipe stroke yang lain, 80% di Oxfordshire (kawasan Oxford) dan 90% di
London Selatan.

C. FAKTOR RESIKO

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke
non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan
yang dapat di modifikasi.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 55 tahun dan
akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun
dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun.

2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang
meninggal krena stroke. Risiko stroke pria 1,25 kali lebih tinggi daripada
perempuan.

24
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke.

4. Rasa atau etnik


Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit
putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita
dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak
35% sampai 42%
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko
utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan
darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah,
sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.

3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot
jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling
sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan
terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah otak.

25
4. (DM) Diabetes mellitus
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan
mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko
tersebut akan menurun. Namun, ada factor penyebab ain yang dapat
memperbesar risiko stroke karena sekitar 40% penderita diabetes pada
umumnya juga mengidap hipertensi.
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak
dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu
dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit
satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10
dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah
serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun
setelah serangan pertama.
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid
tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai
mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas
utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah
(VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar
kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein
tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan
kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini
secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak
dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di
dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.

26
7. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali
lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar.
Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan
pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi
komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah.

D. PATOFISIOLOGI

Pengertian Stroke Iskemik adalah gangguan suplai darah ke otak yang


diakibatkan tersumbatnya pembuluh darah otak. Stroke iskemik merupakan
penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan usia lanjut yang
kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian arteriosklerosis dan penyakit jantung
yang diakibatkan adanya faktor predisposisi misalnya hipertensi. Aterosklerosis
dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:

 Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan


insufisiensi aliran darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
 Terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai embolus.
 Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah yang berujung pada
aneurisma yang kemudian dapat robek.

27
Gambar 3. Oklusi Pembuluh Darah

Oklusi pembuluh darah otak dapat disebabkan oleh suatu emboli, trombus,
penyakit intrinsik pembuluh darah otak sendiri misalnya, gangguan pembekuan,
vaskulitis, angiopathi diabetica pada diabetes mellitus. Sekitar 80% sampai 85%
kasus stroke adalah merupakan stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak
ataupun pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat
terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan
kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus

28
Gambar 4. Penyebab Oklusi Pembuuh Darah Otak

Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan


hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi – reaksi berantai yang
berakhir dengan kematian sel – sel otak dan unsur – unsur pendukungnya Secara
umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti dengan tingkat
iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam
waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah inti iskemik terdapat daerah
penumbra. Sel – sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi
sangat berkurang fungsi – fungsinya dan menyebabkan juga deficit neurologis.8
Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Pada daerah sekitar terjadinya
iskemia oleh karena penyumbatan (aliran darah <10-25%), akan terjadi edema
glia yang disebabkan oleh adanya keadaan asidosis laktat dengan tingginya kadar
H+. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang
timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini kemudian
menyebabkan gangguan perfusi dan keadaan iskemi ringan sampai dengan sedang
di daerah sekitar nekrosis yang kemudian disebut sebagai daerah iskemik
penumbra. Daerah iskemik penumbra tersebut masih dapat bertahan hidup dan
berfungsi hingga beberapa jam setelah gangguan perfusi terjadi oleh karena
adanya aliran darah dari hasil anastomosis pembuluh kolateral yang masih
memberikan suplai darah, namun suplai darah dari pembuluh kolateral tersebut
saja tidaklah adekuat sehingga hanya dapat menahan keadaan iskemik sampai
batas waktu tertentu.

29
Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah
hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral. Akibat dari penyumbatan
pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung pada fungsi
sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat
berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala,
seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior
tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan
aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih berat,
dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak memberikan
gejala. Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke
iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali.
Reversibilitas tergantung pada factor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah
penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian. 10

Gambar 5. Iskemik Penumbra

Pada saat terjadi stroke, maka akan terjadi kerusakan pada lokasi sumber
stroke, baik disebabkan infark ataupun pendarahan. Kerusakan lokasi sumber
stroke pada otak tersebut kemudian akan menyebabkan kematian neuron-neuron
yang kemudian mengeluarkan komponen glutamat dan nitric oxide. Glutamat dan
nitric oxide akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer
yang terserang lalu merusak membran sel tersebut sehingga membuka kanal
kalsium (calcium channels). Dengan terbukanya kanal kalsium, akan muncul
influks kalsium yang juga kembali mengakibatkan kematian sel-sel disekitarnya.

30
Seperti sebelumnya, kematian sel-sel neuron yang dikarenakan influks kalsium
juga akan mengeluarkan glutamat dan nitric oxide sehingga proses kerusakan sel-
sel neuron sekitar akan terulang kembali. Keadaan ini terus berjalan hingga
peristiwa pengeluaran glutamat, nitric oxide, dan influks kalsium merusak seluruh
sel-sel neuron yang ada. Dengan adanya kematian sel-sel neuron pada jaringan
otak tersebut lewat peristiwa stroke, akan timbul berbagai manifestasi klinis
tergantung dari letak dan lokasi kematian jaringannya..

Iskemia Otak

Iskemia otak adalah gangguan aliran darah otak yang membahayakan


fungsi neuron tanpa perubahan yang menetap. Bila aliran darah otak turun pada
batas kritis yaitu 10 – 18 ml/ 100 gram otak/menit maka akan terjadi penekanan
aktivitas neuronal tanpa perubahan struktural dari sel. Daerah otak dengan
keadaan ini dikenal sebagai penumbra iskemik. Di sini sel relatif inaktif tapi
belum mengalami kematian total. Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah
yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan
(area) yang berbeda, yaitu5 :

 Lapisan inti (ischemic-core/ischemik umbra)


Daerah di tengah yang sangat iskemik dimana Cerebral Blood Flow
(CBF) yang mengalir adalah paling rendah sehingga terlihat sangat
pucat. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa
adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan
PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.

 Lapisan penumbra (ischemic penumbra)


Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi
masih lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel
neuron tidak sampai mati, tetapi fungsi sel terhenti dan terjadi
functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi, dan
asam laktat meningkat. Terdapat kerusakan neuron dalam berbagai
tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh
darah dan jaringan berwarna pucat. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat, sehingga

31
aliran darah kembali ke daerah iskemia, dan neuron penumbra tidak
mengalami nekrosis.

 Lapisan perfusi berlebihan (luxury perfusion)


Daerah di sekeliling penumbra yang tampak berwarna kemerahan dan
edema. Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2
tinggi dan kolateral maksimal, sehingga pada daerah ini CBF sangat
meningkat.

Gambar 6. Gambaran tingkatan Iskemia pada Otak

Pada 3 jam permulaan iskemia, akan terjadi kenaikan kadar air dan
natrium pada substansia grisea, dan setelah 12 – 48 jam terjadi kenaikan yang
progresif dari kadar air dan natrium pada substansia alba, sehingga memperberat
edem otak dan meningkatkan tekanan intrakranial.

Bila terjadi sumbatan pembuluh darah, maka daerah sentral yang


diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemia berat sampai
infark. Sedangkan di daerah marginal yaitu dengan adanya sirkulasi kolateral
maka sel-selnya masih belum mati, dimana disebut sebagai daerah penumbra
iskemik. Daerah tersebut dapat membaik dalam beberapa jam secara spontan
maupun dengan terapeutik. Daerah penumbra ini berkaitan erat dengan
penanganan stroke tentang apa yang disebut sebagai therapeutic window, yaitu 6 –
8 jam setelah serangan. Apabila bisa ditangani dengan baik maka daerah
penumbra akan dapat diselamatkan sehingga infark tidak bertambah luas.

Pada saat permulaan pembuluh darah di daerah penumbra akan berdilatasi


maksimal karena penurunan tekanan perfusi otak, namun lama kelamaan akan

32
terjadi vasoparalisis. Sebaliknya, pembuluh darah di luar daerah penumbra
iskemik tetap bereaksi terhadap perubahan kadar CO2 dan asidosis sehingga
terjadi dilatasi yang menyebabkan penurunan CBF tambahan terhadap daerah
penumbra; peristiwa ini dikenal sebagai peristiwa Steal phenomenon.

Bila tekanan perfusi turun di bawah ambang iskemia kurang lebih 8 – 10


ml/100 gram/ menit, maka akan terjadi gangguan biokimiawi seluler dan
gangguan stabilitas membran, yaitu10 :

 Ion K+ mengalir ke ekstraseluler sedangkan natrium dan kalsium


terkumpul dalam sel.
 Pelepasan asam lemak bebas. Oksidasi dari asam lemak bebas ini akan
menghasilkan metabolit-metabolit yang lebih toksik seperti radikal
bebas, prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatnya agregasi trombosit, nantinya akan mengakibatkan
perubahan sel yang irreversibel.
 Penurunan kadar ATP
 Terjadi asidosis: dengan ditemukannya Positron Emission
Tomography (PET) menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara
aliran darah otak dengan metabolisme. Pada 24 – 48 jam pertama
terjadi penurunan aliran darah otak lebih besar daripada gangguan
metabolisme oksigen, akan tetapi setelah 72 jam terjadi penurunan
yang nyata dari metabolisme dibandingkan aliran darah otak. Dengan
PET dapat pula diketahui bahwa pada infark akut di satu hemisferium
dapat mengakibatkan penurunan aliran darah otak serta gangguan
metabolisme pada hemisferium yang kontralateral.

Infark Otak

Gangguan aliran darah ke jaringan otak yang disebabkan oleh sumbatan


atau sebab lain, pada akhirnya dapat menyebabkan infark pada lokasi yang
bersangkutan. Pada awalnya, tubuh terlebih dahulu melakukan usaha kompensasi
dengan kolateralisasi dan vasodilatasi pembuluh darah sehingga memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut ini:

33
 Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dapat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi
lokal. Secara klinis, gejala yang timbul adalah Transient Ischemic
Attack (TIA) berupa hemiparesis, penurunan kesadaran, serta gejala
sindroma stroke lainnya yang berlangsung kurang dari 24 jam.
 Pada sumbatan agak besar, terjadi iskemia yang lebih luas yang
berujung pada infark jaringan otak. Apabila keadaan infark ini
berlangsung lebih dari 24 jam namun ditangani kurang dari 72 jam,
mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik
jaringan otak yang terserang (reversible) dalam kurun waktu beberapa
hari hingga dua minggu. Keadaan ini secara klinis disebut sebagai
Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND).
 Sumbatan yang besar menyebabkan daerah iskemia yang cukup luas
hingga mekanisme kolateral dan usaha tubuh lainnya tidak dapat
mengkompensasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit neurologis
yang berlanjut dan menetap.

Gambar 7. Infark Otak Akibat Sumbatan

34
GEJALA KLINIS
Tanda utama stroke iskemik adalah muncul secara mendadak defisit neurologik fokal.
Gejala baru terjadi dalam hitungan detik maupun menit, atau terjadi ketika bangun
tidur (Fitzsimmons, 2007). Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan
cepat, mengalami perburukan progresif, atau menetap (Price dan Wilson, 2002).
Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, atau tungkai,
terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda
atau kesulitan melihat pada satu atau dua mata; bingung mendadak; tersandung selagi
berjalan; pusing bergoyang; hilangnya keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri
kepala mendadak tanpa kausa yang jelas (Price dan Wilson, 2002). Mual dan muntah
terjadi, khususnya stroke yang mengenai batang otak dan serebelum (Fitzsimmons,
2007). Aktivasi kejang biasanya bukan sebagai gelaja stroke. Nyeri kepala
diperkirakan pada 25% pasien stroke iskemik, karena dilatasi akut pembuluh kolateral
(Simon, 2009). Perkembangan gejala neurologis tergantung dari mekanisme stroke
iskemik dan derajat aliran darah kolateral. Pada semua subtipe infark, dari embolik ke
lakunar, terdapat gejala fluktuatif setelah onset, memperlihatkan variasi derajat
aliaran darah kolateral ke jaringan iskemik. TIA dijumpai pada 20% kasus infark
iskemik, walaupun TIA lebih berhubungan dengan aterosklerosis, TIA dijumpai pada
subtipe yang lain. Diperkirakan 10-30% pasien stroke iskemik akut, defisit neurologik
yang progresif pada 24-48 jam pertama yang disebut stroke in evolution
(Fitzsimmons, 2007).

Gejala dan tanda stroke iskemik berdasarkan lokasi struktur otak yang terkena :
a. Gangguan pada sistem karotis

Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi
gejala:

 Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai pada salah satu sisi.
 Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi).
 Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau
sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia).

35
 Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia).
 Mata selalu melirik ke satu sisi.
 Kesadaran menurun.
 Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya.

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:

 Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa


 Ngompol (inkontinensia urin)
 Penurunan kesadaran
 Gangguan mengungkapkan maksud

Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala:

 Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan


pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata.
Bila bilateral disebut cortical blindness.
 Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh
sisi tubuh.
 Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika
meraba atau mendengar suaranya.

b. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris

Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan


penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital,
gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik,
gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran,
Selain itu juga dapat menyebabkan:

36
 Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan
sempoyongan
 Kehilangan keseimbangan
 Vertigo
 Nistagmus
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang
disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan
dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan
raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.

Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-
tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat
terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.

DIAGNOSIS

1. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.
Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :


3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

37
Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

38
Penurunan Kesadaran Nyeri Kepala Babinski Jenis Stroke

+ + + Hemoragik

+ - - Hemoragik

- + - Hemoragik

- - + Iskemik

- - - Iskemik

Tabel 3. Skor Gadjah Mada

3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)

Skor Siriraj

No. Gejala/Tanda Penilaian Indek Skor


1 Kesadaran (0) Kompos Mentis
(1) Mengantuk x 2,5 +
(2) Semi koma/koma
2 Muntah (0) Tidak
x2 +
(1) Ya
3 Nyeri Kepala (0) Tidak
x2 +
(1) Ya
4 Tekanan Darah Diastolik x 10% +
5 Ateroma:
 DM (0) Tidak
x (-3) -
 Angina Pektoris (1) Ya
Klaudikasio Intermiten
6 Konstanta -12 -12
Hasil SSS

Tabel 4. Skor Siriraj

39
SSS < -1 : Stroke Non Hemoragik

SSS > 1 : Stroke Hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke.
2.Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).

40
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.

41
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.3

PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.

A. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga
perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah
dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit,
dan asam basa harus terus dipantau.

42
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki
aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong
kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi
dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B

1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk
mencegah kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar
oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu
dibuka).Intubasi pada pasien dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10%
penderita pneumonia (radang paru) merupakan merupakan penyebab
kematian utama pada minggu ke 2 – 4 setelah serangan otak.Penderita
sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2
jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.

1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera
diturunkan, karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan
darah sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg (stroke
iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke
hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit
infus kontinyu), Diltiazem (5 – 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 –
10 g/Kg/menit infus kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 g/menit infus
kontinyu), labetolol 20 –80 mg IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 – 25
mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk
outcome pasien stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur
dengan dosis GD > 150 – 200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL
dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD > 400 mg/dL dosis
insulin 12 unit.

43
1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda
nyeri kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas,
obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan
dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 – 20 menit dengan
pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm, keuntungan lain
penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak
pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan
merusak pemulihan metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi
terhadap protein kinase.Hipotermia ringan 30C atau 33C mempunyai
efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan
memperburuk perfusi darah kejaringan otak

1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine
sebaiknya dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine,
pada laki laki pasang kondom kateter, pada wanita pasang kateter.

1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari


obstipasi, Jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan
kesulitan menelan makanan. Kekurangan albumin perlu diperhatikan
karena dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
• Stroke Hemoragik
• Pengelolaan konservatif
• Perdarahan intra serebral
• Perdarahan Sub Arachnoid
• Pengelolaan operatif

44
. Penatalaksanaan Khusus

1) Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological
Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu
tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV
sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6
jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik
tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800
pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal
atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai
sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di
Eropa.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas.
Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan

45
secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group
(MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu
satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan.(15)

2) Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut.
1. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan
protein plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati,
ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48
jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2. Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.
Normal terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein
plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin
mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein
lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro
plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu.
Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg
diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose.
Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai

46
normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai
15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis
dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral.
Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat
kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine
sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam
setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit).
3) Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,
keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline
merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan
fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan
kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi
viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
4) Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu
penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang
efikasius.(16)

47
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum.
Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam
salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-
80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme
secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah
aspirin antara lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin”
pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet untuk
menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping
kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis
senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah
aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600
mg (belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara
permanen merusak pembentukan agregasi platelet. Sayang ada
yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.
2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini
bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet
dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai
oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka
fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen

48
untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko
relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.(16)
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis
terhadap terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik.
Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa
efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel.
Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura
trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.
5) Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada
kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas
daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi
pada binatang percobaan maupun pada manusia.
6) Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark
harus dilakukan.
1. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri
karotis interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang
mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami
stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka
kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that
cleans out plaque and opens up the narrowed carotid arteries in the
neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada penggunaan

49
aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat
digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi
karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis
endarterektomi berkisar 1-5 persen.
2. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan
vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga
patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.

B. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Terapi Preventif
Pencegahan untuk stroke non-hemoragik ada dua yaitu (Mansjoer dkk,
2000):
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara menghindari
rokok, stres mental, alkohol, kegemukan (obesitas), konsumsi garam
berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan, mengendalikan
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular
aterosklerotik lainnya serta perbanyak konsumsi gizi seimbang dan
olahraga teratur.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara memodifikasi
gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat
antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral
atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia

50
dengan diet rendah lemak dan obat anti dislipidemia, dan berhenti
merokok, serta hindari kegemukan dan kurang gerak.

PROGNOSIS
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting adalah
sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat
dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.(11,22,2

51
PENUTUP

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau
penurunan aliran darah otak. Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan
etiologinya yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke
iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan
teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke
iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke
hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka dpaat
dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar
tidak terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah
perbaikan perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian
neuroprotektif.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arief et al. 2000. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran.


Media Aesculapius FKUI, Jakarta. Hal 17-20
2. Sidharta P, Mardjono M. 2004. Mekanisme gangguan vaskular susunan
saraf dalam Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Surabaya. Hal 269-293
3. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic
stroke. BMJ 2000; 320: 692-6
4. Guyton, A et al. 1997. Aliran darah serebral, aliran serebrospinal dan
metabolisme otak dalam Fisiologi Kedokteran edisi 9 editor Setiawan I.
EGC, Jakarta. Hal 175-184
5. Misbach, Jusuf. STROKE Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Pines A, Bornstein NM, Shapira I. Menopause and sichaemic stroke:
basic, clinical and epidemiological consederations. The role of hormone
replacement. Human reproduction update 2002; 8 (2): 161-8
7. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta.
Hal 81-102
8. Corwin EJ 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi editor Endah P.
EGC, Jakarta. Hal 181-182
9. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-
51
10. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48
11. Gubitz G, Sandercock P. Regular review: prevention of ischemic stroke.
BMJ 2000; 321:1455-9

53
12. Gonzales RG. Imaging-guided acute ischemic stroke theraphy: from time
is brain to physiology is brain. AJNR Am J Neuroradiol 2006; 27: 728-35
13. Caplan LR, Gorelick PB, Hier DB. Race, sex and occlusive
cerebrovascular disease: a review. Stroke 1986; 17: 648-655
14. Azis AL, Widjaja D, Saharso D dan kawan-kawan 1994. Gangguan
pembuluh darah otak dalam pedoman diagnosis dan terapi LAB/ UPF
Ilmu Penyakit Saraf. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 33-35
15. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular
dalam patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal
1105-1130
16. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for
therapy of acute ischemic stroke. Stroke 1999; 30: 1486-9
17. Barnett HJM, Eliasziw M, Meldrum HE. Evidence based cardiology:
prevention of ischaemic stroke. BMJ 1999; 318: 1539-43
18. World Health Organization, 2011. Global Atlas on Cardiovascular Disease
Prevention and Control. Available from:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/97892415 64373_eng.pdf
[Accessed 13 Mei 2015]

54

Anda mungkin juga menyukai