Anda di halaman 1dari 18

Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

OBAT TETES MATA


(Re-New by: Sri)

I. PENDAHULUAN
1.1. DEFINISI
♣ Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV hal 13)
♣ Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam
campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS hal 1581)
♣ Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yg
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera
pada Suspensiones.(FI IV hal 14)
♣ Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam alkaloid,
antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. (AOC thn1957 hal 221)
♣ Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata.
(Codex, 161-165).

1.2. KEUNTUNGAN DAN KEKURANGAN


Keuntungan :
♣ Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan
kemudahan penangananan.
♣ Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek
terapinya.
Kekurangan :
♣ Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 L) maka
larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI
menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. -bloker untuk
perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma
bronkhial.
♣ Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina
dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya
lokal/topikal.

1.3. PENGGUNAAN OBAT TETES MATA


Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikategorikan menjadi : miotik,
midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti galukoma, senyawa diagnostik
dan anestetik lokal. (Codex hal 160).

1.4. FAKTOR PENTING DALAM SEDIAAN TETES MATA


1.4.1 Syarat sediaan tetes mata (Diktat kuliah teknologi steril, 285):
1.Steril
2.Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata.
Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v (Diktat hal 300)
atau 0,7 – 1,5 % b/v (Codex hal 163). pH air mata = 7,4 (Diktat hal 301)
3.Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
4.Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)

1.4.2 Faktor Penting


Beberapa faktor penting dalam obat tetes mata (Benny Logawa,39-40 ; Modul
praktikum teknologi sediaan likuida & semisolida, thn 2003 hal 24 – 25)) :

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

♣ Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi


mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.
♣ Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohiris maka larutan dibuat
hipertonis dan pH dicapai melalui teknik euhidri.
♣ Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif
dengan mata (perlu penambahan bahan pengental).
♣ pH optimum (pH zat aktif) lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas
sediaan.
♣ Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah
(membantu pelepasan obat dari sediaan), tetapi masih efektif menunjang stabilitas
zat aktif dalam sediaan. (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida,
2003, p 24-25)
♣ Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti
mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif. (modul praktikum tek. sediaan
likuida dan semi solida, 2003, p 24-25)
♣ Peningkat viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak
sediaan dengan kornea mata (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi
solida, 2003, p 24-25)
♣ Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap
dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek
obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam
jumlah kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat
hipertonisitas hanya sementara. (FI IV hal 13)
♣ Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat
dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik: larutan obat steril dengan larutan
dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai kemungkinan
berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi, pencapaian dan
pemeliharaan sterilitas selam proses pembuatan. Berbagai obat, bila didapar pada
pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil dalam larutan untuk
jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan direkonstitusikan
segera sebelum digunakan (misalnya asetilkolin klorida untuk larutan obat mata).
(FI IV hal 13)

1.4.3 Pemilihan Bentuk Zat Aktif


Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air atau
dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan
dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu :
1. Kelarutan
2. Stabilitas
3. pH stabilitas dan kapasitas dapar
4. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam yang
biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat
aktif yang berupa sam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Codex hal 161).

1.4.4 Suspensi Mata


Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan kornea
sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama (Ansel, 559). Menurut Codex,
pemilihan bentuk suspensi ( mis. Sediaan kortikosteroid) disebabkan :
 Bioavailabilitas zat aktif yang rendah (karena kelarutan rendah) dalam bentuk
larutannya.
 Ketidakstabilan zat aktif dalam bentuk larutan dapat menhasilkan hasil urai
yang toksik
Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi
dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan Maka solusinya,

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang
dimikronisasi (micronized).
Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran
partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan (agregasi).
Untuk sediaan suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan
untuk memperlambat pengkristalan.
Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas.

II. FORMULASI
2.1 FORMULA UMUM

R/ Zat aktif
Bahan pembantu : Pengawet Pendapar Surfaktan
Pengisotonis Peningkat viskositas
Anti oksidan Pensuspensi

2.2 TEORI BAHAN PEMBANTU


a. PENGAWET
Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara
perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah
larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada
pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan
obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata. (FI
IV hal 13 & 14)
Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius, misalnya
menyebabkan radang kornea mata. Kontaminan yang terbesar adalah Pseudomonas
aeruginosa. Pertumbuhan bakteri bacillus Gram negatif ini terjadi dengan cepat pada
beberapa medium dan menghasilkan zat toksin dan anti bakteri. Sumber bakteri terbesar
adalah air destilasi yang disimpan secara tidak tepat yang digunakan dalam pencampuran
(AOC, 223).

Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang
telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga
merupakan kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus. Virus juga merupakan kontaminan
seperti herpes simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum. Umumnya pengawet tidak
cocok dengan virus(AOC, 223 - 224).

Mikroorganisme lain yang dapat mengkontaminasi sediaan optalmik adalah


Hemophillus influenza, Hemophillus conjunctividis, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria
meningitidis,dll (Repetitorium BL, 38).

Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan


mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata
hendaknya memiliki sifat sebagai berikut (AOC, 234) :
1. Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama terhadap
Pseudomonas aeruginosa.
2. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva).
3. Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
4. Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.
5. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan.

Golongan pengawet pada sediaan tetes mata (DOM hal 148; Diktat kuliah teknologi steril,
291-293 ; Codex, 161-165 ; Benny Logawa, 43) :

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

Jenis Konsentrasi Inkompatibilitas Keterangan


Senyawa amonium Sabun, surfaktan anionik,  Paling banyak
kuartener : salisilat, nitrat, fluorescein dipakai untuk sediaan
0,004 – 0,02 % natrium. optalmik.
Benzalkonium
(biasanya 0,01%)  Efektivitasnya
klorida
ditingkatkan dengan
penambahan EDTA 0,02%.
Senyawa merkur Halida tertentu dengan Biasanya digunakan sebagai
nitrat : 0,01 – 0,005% fenilmerkuri asetat pengawet dari zat aktif yang
0,005% OTT dengan benzalkonium
 Fenil klorida
merkuri nitrat
 Thiomersa
l
Parahidroksi Nipagin 0,18% + Ddiadsorpsi oleh Jarang digunakan; banyak
benzoat : Nipasol 0,02% makromolekul, interaksi digunakan untuk mencegah
dengan surfaktan nonionik pertumbuhan jamur, dalam
Nipagin, Nipasol
dosis tinggi mempunyai sifat
antimikroba yang lemah.
Fenol : Stabilitasnya pH dependent; Akan berdifusi melalui
0,5 – 0,7% aktivitasnya tercapai pada kemasan polietilen low-
Klorobutanol
konsentrasi dekat kelarutan density
max

Alkohol aromatik : Kelarutan dalam air rendah Akan berdifusi melalui


0,5 - 0,9% or kemasan polietilen low-
Feniletil alkohol
0,5% density, kadang2 digunakan
dalam kombinasi dengan
pengawet lain.

Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan adalah :


 Benzalkonium klorida + EDTA
 Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkuri nitrat
 Klorobutanol + EDTA/ paraben
 Tiomerasol + EDTA
 Feniletilakohol + paraben

b. PENGISOTONIS
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar (Codex,
161-165). Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata :
FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan RPP : 0,5 – 1,8%
AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5%
Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5% (Diktat kuliah teknologi steril).

Hati-hati kalau bentuk garam zat aktif adalah garam klorida (Cl) karena jka pengisotonis
yang digunakan adalah NaCl dapat terjadi kompetisi dan salting out.

c. PENDAPAR
Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata.
Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut
dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini.
Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi
larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang
nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

lakrimasi (Codex, 161-165). Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut
beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC; 3,5 – 8,5 menurut FI IV

Syarat dapar (Codex, 161-165) :


1. Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan
2. Konsentrasinya tidak cukup tinggi karena konsentrasi yang tinggi dapat mengubah pH
air mata.

Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi
berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM tgl 12 Oktober 1999, asam borat tidak boleh
digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar
dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan
untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat.
Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan
NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya.
Dapar sitrat modifikasi Mc Ilvaine (Codex, 68)
pH Na fosfat Asam sitrat pH Na fosfat Asam sitrat
(Na2HPO4.12H2O) (C6H8O7.H20) (Na2HPO4.12H2O) (C6H8O7.H20)
g/L g/L g/L g/L
2,2 1,4 20,6 5,2 38,4 9,7
2,4 4,4 19,7 5,4 39,9 9,3
2,6 7,8 18,7 5,6 41,5 8,8
2,8 11,4 17,7 5,8 43,3 8,3
3,0 14,7 16,7 6,0 45,2 7,7
3,2 17,7 15,8 6,2 47,3 7,1
3,4 20,4 15,0 6,4 49,6 6,5
3,6 23,1 14,2 6,6 52,1 5,7
3,8 25,4 13,6 6,8 55,3 4,8

4,0 27,6 12,9 7,0 59,0 3,7


4,2 29,7 12,3 7,2 62,3 2,7
4,4 31,6 11,7 7,4 65,1 1,9
4,6 33,5 11,2 7,6 67,1 1,3
4,8 35,3 10,7 7,8 68,6 0,9
5,0 36,9 10,2 8,0 69,7 0,58

d. PENINGKAT VISKOSITAS
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas
untuk sediaan optalmik adalah ( Codex, 161-165)
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Mis. Polimer mukoadhesif ( asam
hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada polimer
non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous.
2. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata
dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air
mata; atau mengganggu difusi obat.
Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara
sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan
semakin tinggi sehingga menambah efektivitas terapinya ( Diktat kuliah teknologi steril,
303).

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-25 centipoise
(cps). Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak
0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552). Menurut
Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and
makrogol.
Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan
menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif (Diktat kuliah teknologi steril, 303).
Pada umumnya penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam
tetes mata, demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental
dalam obat tetes mata didasarkan pada ( Diktat kuliah teknologi steril, 304):
 Ketahanan pada saat sterilisasi,
 Kemungkinan dapat disaring,
 Stabilitas, dan
 Ketidakbercampuran dengan bahan-bahan lain.
Pangental yang sering dipakai adalah : Metilselulosa, HPMC dan PVP.
e. ANTI OKSIDAN
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang
dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na
sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun
dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin.
Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan
pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat
meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590).
f. SURFAKTAN
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek (Diktat
kuliah teknologi steril, 304) :
1. Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil
piridinium klorida, dll).
2. Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan
akti terapeutik zat aktif.
3. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal,
meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan
penembusan dan penyerapan obat.
4. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak
kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan
surfaktan golongan lainnya.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas karena bisa melarutkan bagian
lipofil dari mata. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan golongan lain,
digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu
untuk membentuk larutan yang jernih.
Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang
dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan
menginaktifkannya. (RPS, 1590)
Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80).
Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20,
benzetonium klorida, miristil-gamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-aril-
polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll.

2.3 PERHITUNGAN
a. Metode Turunnya Titik Beku

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang setara dengan
0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar turunnya titik beku.
0,52  a
METODE I (BPC) : W 
b
W = Jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam 100 ml larutan
a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk
larutan 1% b/v
b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni
 jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 ( tidak ditambahkan pengisotonis)

K .m.n.1000
METODE II : Tb 
M .L.
Keterangan :
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)
m = Zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)

b. Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat
terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya
ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan
jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.
I
METODE WELLS : L
C
Keterangan :
L = turunnya titik beku MOLAL
I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (oC)
C = Konsentrasi molal zat terlarut

Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik
beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat
tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. Lihat
tabel III di Repetitorium Teknologi Sediaan Steril, hal. 15.

L
METODE LAIN : E  17
M
Keterangan :
E = ekivalensi NaCl
L = turunnya titik beku molal
M = berat molekul zat.

c. Metode Liso (Diktat Kuliah Steril,166)

Berat  1000
Rumus : Tf  Liso 
BM  V

Keterangan :
Tf = penurunan titik beku

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

Liso = harga tetapan; non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen
=3,4
BM = berat molekul
V = volume larutan dlm ml
Berat = dalam gram zat terlarut

d Metode White – Vincent. (Diktat kuliah steril hal, 167)


Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air pada sediaan parenteral agar
isotonis. Rumus yang dipakai :
V = w x E x 111,1
Dengan V= volume dalam ml
w = berat dalam gram
E = ekivalensi NaCl
Contoh :
R/ Phenacaine hidroklorida 0,06 gr
Asam borat 0,30 gr
Aqua bidestilata steril ad 100 ml
Maka : v = ( (0,06 x 0,20)+ (0,3 x 0,50)) x 111,1 ml
= 18 ml
Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis sampai 100 ml

e. Metode Sprowls (Diktat kuliah steril hal 167 )


Merupakan modifikasi dari metode White dan Vincent, dimana w dibuat tetap 0,3 gram,
jadi :
V = E x 33,33 ml

 CONTOH PERHITUNGAN
TONISITAS :

a. Cara ekivalensi
R / Ranitidin HCl 27,9 mg
Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg
KH2PO4 1,5 mg
Aqua pro injection ad 1 ml

Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 %


E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 )

Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na2HPO4 dihidrat / BM Na2HPO4 anhidrat) x 0,98
= ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98
= 1,1 mg/ml
= 0,11 g/100 ml
= 0,11%
E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV)

KH2PO4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml


= 0,15 %
E 0,5% = 0,48 (FI Ed. IV)

Zat E Jumlah zat dalam 100 ml (g) Kesetaraan NaCl


Ranitidin HCl 0,16 2,79 0,4464
Na2HPO4 0,44 0,11 0,0484
dihidrat

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

KH2PO4 0,48 0,15 0,0720

NaCl yang ditambahkan agar isotonis :


= 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )
= 0,3332 g/ 100 ml
NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml

b. Cara penurunan titik beku


Zat  Tf 1% Konsentrasi zat Kons. Zat X  Tf 1%
(%)
Ranitidin HCl 0.1 2.79 0.279
Na2HPO4 dihidrat 0.24 0.11 0.0264
KH2PO4 0.25 0.15 0.0375
Jumlah 0.3429 ~ 0.34

 Tf isotonis = 0,52
agar isotonis,  Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34
= 0,18
Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml )
= 0,31 g/100 ml
= 3,1 mg/ml
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml

2.2. KAPASITAS DAPAR (Diktat Kuliah Steril,162-163)


Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam
atau sedikit basa.
Rumus : β = B = 2,303 C Ka.[H3O+]
pH { Ka + [H3O+] }2

β = kapasitas dapar
B = perubahan konsentrasi asam atau basa
pH = perubahan pH
C = konsentrasi molar larutan dapar
Ka = konstanta disosiasi larutan dapar
Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach :

pH = pKa + log [ garam ]


[ asam ]

 CONTOH PERHITUNGAN
Dapar
Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7
([H3O+] = 10 -7 )
Dapar pospat pH = 6 – 8,2
pKa 1 = 2,21 pKa2 = 7,21 pKa3 = 12,67
Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H2PO4 dan HPO4
pKa2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10-8)
 Catatan : Kapasitas dapar yg umum digunakan 0,01

β = 2,303 C Ka.[H3O+]
{ Ka + [H3O+] }2

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

0,01 = 2,303 C 6,3 .10-8 . 10-7


(6,3 .10-8+ 10-7)2
C = 0,018 M

pH = pKa + log [ garam ]


[ asam ]
7 = 7,21 + log [ garam ]
[ asam ]
[garam] = 0,62 [asam]

[asam] + [garam] = 0,018


1,62 [asam] = 0,018

[asam] = 1,1 . 10-2 mol/L


= 1,1 . 10-5 mol/ml ( BM asam KH2PO4 = 141,96 )
Massa asam = 1,1 . 10-5 X 141,96 = 1,5 mg

[garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3 mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml


(BM Na2HPO4 anhidrat = 136,09)
[garam] = 6,89 . 10-6 X 136,09 = 0,98 mg
Jadi dapar yang digunakan adalah KH2PO4 1,5 mg/ml dan Na2HPO4 0,98 mg/ml

III. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN


METODE STERILISASI
Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik.
1. Cara Sterilisasi Akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan
sediaan steril. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan
disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya
ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai.
2. Cara Aseptik
Cara ini terbatas penggunaanya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan
dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara
aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi (Repetitorium Benny Logawa, hal 82) melainkan
suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik
dalam sediaan.

Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut. Jika memungkinkan,
penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik. jika dapat
ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas sediaan, sterilisasi obat dalam
wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar
pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan
menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan,
namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat. Sedapat
mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. (FI IV hal 13).

Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal 1112)


 Sterilisasi uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu
bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope, untuk
media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121 oC, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar
kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan
menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. (FI IV hal 1112)

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

 Sterilisasi panas kering


Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan panas
kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain khusus
untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari
suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan untuk sterilisasi dan
depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan kedap secara
aseptik yang berkesinambungan dan terpadu. (FI IV hal 1112)

 Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering
dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses
sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas
adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun
sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya
residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses
sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti
pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi
yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah
terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam
dari bahan yang disterilkan. (FI IV hlm 1112 - 1113)
Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (untuk lemari).

 Sterilisasi dengan radiasi ion


Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat
diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi
γ) dan radiasi berkas elektron.
Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan
jenis plastik/kaca tertentu. (FI IV hlm 1113)

 Sterilisasi dengan penyaringan


Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang
dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri
dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak
permeabel. Efektivitas suatu penyaring media atau penyaring substrat tergantung
pada ukuran pori bahan dan dapat tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau
dalam matriks penyaring atau bergantung pada mekanisme pengayakan.
Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan menggunakan rakitan
yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 μm atau kurang. ( FI IV hlm
1114 - 1115).

Metode Sterilisasi
Metode Karakteristik zat aktif, eksipien, wadah Kerugian
Sterilisasi basah Tahan panas (121oC selama 15 menit) dan Tidak depirogenasi
(autoklaf) tahan lembab, cairan bercampur dengan air,
wadah dapat ditembus oleh air
Sterilisasi panas kering Tahan panas (170oC selama 1 jam) tidak Dapat depirogenasi
(oven) tahan lembab, cairan tidak bercampur
dengan air
Filtrasi menggunakan Tidak tahan panas berbentuk cairan tidak Tidak depirogenasi,
membran dapat digunakan untuk wadah kemungkinan terjadi

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

absorbsi zat pada membran


dan leaching membran
Irradiasi (gamma, Memiliki ikatan molekul stabil terhadap Tidak depirogenasi, mahal
elektron) radiasi dan dapat merusak ikatan
molekul beberapa zat
Sterilisasi gas Wasah polimer harus permeabel terhadap
udara,uap air,gas

PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


Akan dibuat sediaan tetes mata dengan kekuatan sediaan … % dengan volume … mL/botol
Jumlah yang akan dibuat :
1. Untuk keperluan tugas = ……
2. Untuk keperluan evaluasi = ± 60 wadah
Evaluasi fisika : uji kejernihan (3); penetapan bahan partikulat (2); penentuan bobot jenis
dan pH (4); penentuan volume terpindahkan (30); penentuan viskositas dan
aliran (10); volume sedimentasi (10); penampilan, kemampuan redispersi,
penentuan homogenitas dan penentuan distribusi ukuran partikel (1).
Evaluasi kimia : identifikasi dan penetapan kadar (5)
Evaluasi biologi : uji sterilitas (20); uji efektivitas pengawet (5).
Jadi jumlah sediaan yang dibuat = …. Botol.

PROSEDUR PEMBUATAN DAN CARA STERILISASI


3.3.1 Prosedur pembuatan bahan pengental dan pensuspensi :
(1) HPMC
HPMC didispersikan dan dihidrasi dalam air sebanyak 20-30% dari jumlah air yang
dibutuhkan. Lalu HPMC yang telah dihidrasi ini ditambahkan ke dalam air sambil
terus diaduk dan dipanaskan pada suhu 80-90 oC. Untuk mencapai volume yang
diinginkan dapat ditambahkan air dingin.

(2) Metilselulosa
Dalam air dingin metilselulosa akan mengembang dan berdispersi perlahan
membentuk dispersi koloid yang opalesence dan kental.

3.3.2 Prosedur pembuatan


Tahap pembuatan sediaan tetes mata : (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan
Semisolida, Revisi 2003,hal 25)
1. Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan
dengan menggunakan aquabides secukupnya.
2. Jika terdapat beberapa bahan maka segera larutkan satu bahan sebelum menimbang
bahan berikutnya.
3. Masukkan semua bahan ke dalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk, dan
tambahkan aquabides hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquabides minimal dua
kali.
4. Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur hingga volume
tertentu di bawah volume akhir yang diinginkan (misal akan dibuat larutan 100 mL,
maka larutan dalam gelas ukur diatur tepat 75 mL).
5. Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquabides.
Air pembasah ditempatkan dalam satu Erlenmeyer.
6. Saring larutan dalam gelas ukur ke dalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui
corong dan kertas saring yang telah dibasahi.
7. Bilas gelas piala dengan aquabides, tuang hasil bilasan ke dalam gelas ukur hingga
tepat 25 mL (contoh) dan saring ke dalam Erlenmeyer yang berisi filtrat larutan
sebelumnya.

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

8. Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 ke dalam kolom
reservoir.
9. Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi sediaan
a. Sterilisasi akhir terhadap bahan yang tahan suhu sterilisasi :
 Jika sterilisasi adalah sterilisasi akhir maka larutan hasil penyaringan dengan
saringan G3 diisikan ke dalam botol/vial yang sesuai dengan volumenya.
Botol/vial ditutup dengan tutup karet, diikat dengan simpul champagne
kemudian disterilkan (autoklaf).
 Setelah disterilkan, larutan dituang ke dalam buret steril dan diisikan ke
dalam botol tetes steril yang telah dikalibrasi. Pengisian dilakukan secara
aseptik.
 Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
b. Sterilisasi dengan cara filtrasi
 Jika sterilisasi dilakukan dengan cara filtrasi maka setelah ad volume,
larutan langsung difiltrasi dengan penyaring bakteri.
 Setelah filtrasi, larutan diisikan ke dalam botol tetes yang telah dikalibrasi
secara aseptik.
 Pasang tutup botol yang telah disiapkan.
10. Kemas botol/vial dalam dos dan beri etiket luar.
11. Lakukan evaluasi mutu terhadap sediaan.

PROSEDUR PEMBUATAN OBAT TETES MATA (SUSPENSI)


Suspensi dengan pembawa air
1. Suspending agent dikembangkan dalam air panas lalu dicampur dengan wetting agent,
bahan pengawet dan bahan pembantu lainnya. Sterilkan bersama dalam otoklaf.
2. zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril dan
dicampur dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit
demi sedikit sambil digerus.
3. suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume
akhir dicapai dengan menambahkan air steril.
4. Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes mata yang
telah dikalibrasi.

 Catatan :
Pembuatan suspensi obat mata (mikronisasi) : Suspensi obat mata dibuat secara aseptik,
diisikan langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup
dengan pipet tetesnya kemudian dipasang.
 Penandaan pada etiket harus tertera “ Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah
tutup dibuka”

3.3.3 Cara Sterilisasi Alat (Benny Logawa-Buku Penuntun Praktikum hal.44)

Nama alat Cara sterilisasi Waktu


Sendok porselen Oven 170oC 1 jam
Spatel logam
Pinset
Batang pengaduk
Krusentang
Erlenmeyer
Gelas ukur Autoklaf 121˚C 15 menit
Pipet ukur
Pipet tetes
Corong
Kertas saring

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

Kertas perkamen
Kain kasa
Kapas
Saringan G3
Slang karet buret
Jarum buret
Zalfkaart
Pakaian kerja
masker
sarung tangan
alas kaki
Cawan penguap Oven 170˚C 1 jam
Kaca arloji
Gelas piala
Erlenmeyer
Kolom
Corong serbuk
Ayakan B40
Buret Larutan fenol 5% 24 jam
Mortir & stemper Dibakar dengan spiritus
96%
Peralatan bebas pirogen Oven 170˚C 2 jam

IV. EVALUASI DAN PENYIMPANAN


4.1 EVALUASI SEDIAAN
4.1.1. Evaluasi Fisik
a. Uji kejernihan (FI IV hal 998)
b. Penentuan bobot jenis (FI IV <981>, hal 1030)
c. Penentuan pH (FI IV <1071>, hal 1039)
d. Penentuan bahan partikulat (FI IV <751>, hal 981)
e. Penentuan volume terpindahkan (FI IV <1261>, hal 1089)
f. Penentuan viskositas dan aliran (Diktat praktikum farmasi fisika hal 9, 10, 14)
g. Volume sedimentasi (Lihat sediaan suspensi)
h. Kemampuan redispersi (Lihat sediaan suspensi)
i. Penentuan homogenitas (Lihat sediaan suspensi)
j. Penentuan distribusi ukuran partikel (Lihat sediaan suspensi)
 Catatan : evaluasi f-j untuk OTM Suspensi!

4.1.2. Evaluasi Kimia


a. Identifikasi
b. Penetapan kadar
c. Penentuan potensi (untuk antibiotik)
d.
4.1.3. Evaluasi Biologi
a. Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi)
b. Uji efektivitas pengawet (FI IV <61>, hal 854-855).

4.2 WADAH DAN PENYIMPANAN


(Codex, 166-167)
Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik
feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in dropper.
Keuntungan wadah plastik :
 Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

 Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper.
 Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen
oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik.
Kekurangan wadah plastik :
 Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap
air dan oksigen.
 Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk
menjadi kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi.

Persyaratan kompendial :
 Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan
yang tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau
karena wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan.
 Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
 Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator
sampai waktu penggunaan.
 Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau
dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic (BP
2002 vol2 1869).

 Penyimpanan (BP 2002 vol2 1869)


 Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari
komponen plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.
 Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu
dengan wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.
4.3 PENANDAAN
Farmakope Eropa dan BP mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan sediaan tetes
mata.
 Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba atau senyawa
lain yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus mencantumkan
batas waktu sediaan tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali
dibuka (waktu yang menyatakan sediaan masih dapat digunakan setelah wadah dibuka).
 Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu (BP 2002 vol2
1868)
 Wadah dosis tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan
konsentrasi bahan aktif.
 Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi
penyimpanan
 Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan
aktif dan kekuatan/potensi sediaan dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama
dengan persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus
diberi kode (BP 2002 vol2 1869).
 Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus
dilakukan untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan (BP 2002 vol2 1869).

 Labelling (BP 2002 vol2 1869).


Label harus mencantumkan :
1. Nama dan persentase zat aktif.
2. Tanggal dimana sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi.
3. Kondisi penyimpanan sediaan tetes mata.
Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan
tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama penggunaan.
V. SEDIAAN DI PASARAN /PUSTAKA
5.1 NAMA SEDIAAN DI PUSTAKA

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

a. FI IV
atropine sulfat (hal.116) pilokarpin nitrat(677)
gentamisin sulfat (407) sulfasetamida natrium (764)
homatropin hidrobromida (431) timolol maleat (792)
kloramfenicol (191) tropikamida (808)
pilokarpin HCl (676)

b. FI III
tropikamida (619)
c. Fornas 1978
adrenalina (121) hiosina (159)
antazolina nafasolina (30) homatropina (148)
atropine (32) kloramfenicol (65)
basitrasina neomisina (37) kortison (87)
betametason fosfat (48) sulfasetamida (276)
deksametason neomisina (96) oksitetrasiklina (223)
dwizolina (30) perak proteina (31)
epinefrina (121) pilokarpina HCl(246)
fenilefrina (241) pilokarpina nitrat (246)
fisostigmina salisilat prednison fosfat (252)
fisostigmina sulfat (243) skopolamina (159)
hidrokortison (151) tropikamida (298)

d. BP 2002

Adrenalin/Epinefrin (1919) Hypromellose (2231)


Alkalin (2231) Idoxuridine (2235)
Atropin (1947) Levobunolol (2270)
Betametason (1967) Light liquid paraffin (2370)
Betaxolol (lar. 1971, susp 1972) Neomycin (2338, 2220)
Carteolol (1995) Norfloxacin (2349)
Kloramfenikol (2013) Oxybuprocaine (2360)
Cyclopentolate (2080) Phenilephrine (2385)
Dipivefrine (2108) Pilocarpine hydrochloride (2390)
Fluorescein (2166) Pilocarpine nitrate (2390)
Fluorometholone (2168) Prednisolone sodium phosphate (2404)
Flurbiprofen (2174) Proxymetacaine (2421)
Fusidic Acid (2185) Sodium chloride (2447)
Gentamicin (2189) Sodium citrate (2449)
Homatropine (2213) Sodium cromoglicate (2450)
Hyoscine (2230) Zinc sulphate (2521)

e. USP 27
Echothiophate iodide (683) Hydrxyamphetamine HBr (939)
Hypromellose (952)
Emedastine (700)
Idoxuridine (960)
Epinephrine bitartrate (714)
Levobunolol HCl (1077)
Epinephrine (712)
Metilselulosa (1208)
Epinephryl borate (714)
Naphazoline HCl (1282)
Eucatropine HCl (775)
Natamycin (susp 1287)
Fluorescein sodium & benoxinate HCl
(814) Ofloxacin (1356)
Fluorometholone (819) Oxymetazoline HCl (1383)
Fluorometholone acetate & tobramycin Phenylephrine HCl (1473)
(susp 1860) Physostigmine salicylate (1486)

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

Flurbiprofen sodium (836) Pilocarpine HCl (1491)


Gentamycin sulfate (861) Pilocarpine nitrate (1492)
Glycerin (876) Prednisolone sodium Phsphate (1543)
Homatropine HBr (912)
Hydrocortisone acetat (susp 927)

5.2 CONTOH FORMULA PUSTAKA UMUM


AULTON
1. Hidrokortison asetat 0.5 Gm
Methocel 15 cps 0.1 Gm
Sodium karboksimetil sellulosa 0.5 Gm
Benzil alcohol 0.5 ml
Benzalkonium klorida 1 : 10,000
Air suling steril ad 100.0 ml

2. Larutan mata terramycin 5 mg


Per ml 5 ml

Terramycin (oxytetraciclyne) hydroclorida cocok pada formula kering dan mengandung 25


mg pada 62.5 mg sodium klorida dan 25 mg sodium borat dan ditambahkan 5 ml air suling
steril. Larutan ini stabil selama 2 hari pada temperatur refrigerator.

3. Pontocaine hydroclorida 0.50 Gm


Potassium asam phosphat 0.43 Gm
Disodium phosphat anhidrat 0.57 Gm
Sodium klorida 0.34 Gm
Larutan zepiran klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml

2 drop pada masing-masing mata selama sakit.


4. Diisopropil fluorophosphat 0.1 %
Minyak kacang steril, ad 4.0 ml

DFP ini sangat tidak stabil pada keadaan lembab dan berair. DFP digunakan sebagai miotik
pada pengobatan glaucoma.

5. Atropin sulfat 1.00 Gm


Sodium asam phosphat anhidrat 0.56 Gm
Disodium phosphat anhidrat 0.28 Gm
Sodium klorida 0.36 Gm
Larutan benzalkonium klorida 1 : 10,000 ad 100.00 ml
0.14 Gm sodium klorida setara dengan 1 Gm atropin sulfat.

6. fluoresen sodium 2 Gm
larutan metiolat 1: 1000 20 ml
buffer phasphat steril 7.4, ad 100 ml

7. ammonium tartrat 5 Gm
air suling steril 100 ml

8. larutan mata paredrin hidrobromida 1 % 4 ml.

9. homatropin hidrobromida 1.00 Gm

82
Teori sediaan apoteker ITB ~ oktober 2007/2008 steril

sodium asam phosphat anhidrat

82

Anda mungkin juga menyukai