PERHITUNGAN STRUKTUR
RUKO 2 ½ LANTAI
JL. H. SANUSI
PALEMBANG
DAFTAR ISI
I. KRITERIA DESIGN
II. PERHITUNGAN STRUKTUR ATAS
II.1. MODEL STRUKTUR 3D
II.2. BEBAN GRAVITASI
II.3. BEBAN GEMPA
II.4. INPUT DATA SAP2000
II.5. PENULANGAN BALOK & KOLOM
III. PERHITUNGAN STRUKTUR SEKUNDER
III.1. PERHITUNGAN PELAT
III.2. PERHITUNGAN TANGGA
IV. PERHITUNGAN STRUKTUR BAWAH/PONDASI
IV.1. PERHITUNGAN PONDASI PLAT SETEMPAT
LAMPIRAN
OUTPUT PENULANGAN BALOK DAN KOLOM
I. KRITERIA DESIGN
1. Pendahuluan
1.1 Umum
Gedung Ruko terdiri dari 2½ lantai. Bentuk struktur adalah persegi panjang dengan panjang arah x =
16m dan panjang arah y = 13,5m. Laporan ini terutama menyajikan hasil perhitungan struktur atas yaitu
meliputi perhitungan sistem rangka portal 3 dimensi. Termasuk perhitungan elemen pelat, balok, kolom.
Untuk perhitungan struktur atas tersebut maka perencanaan sistem struktur atas telah dilakukan
menggunakan analisa struktur 3 dimensi dengan bantuan program SAP2000 versi 7.4
1.2.4 Pembebanan
Beban yang diperhitungkan adalah sebagai berikut :
1. Beban Mati (DL): yaitu akibat berat sendiri struktur, beban finishing, beban plafon dan beban dinding.
Berat sendiri komponen struktur berupa balok dan kolom dihitung secara otomatis oleh SAP2000
• Beban ceiling/plafond = 18 kg/m2
• Beban M/E = 25 kg/m2
• Beban finishing lantai keramik = 24 kg/m2
• Beban plester 2,5cm = 3 kg/m2
• Beban dinding bata ½ batu : 250 kg/m2
• Berat sendiri pelat lantai (t=12 cm) = 288 kg/m2
• Berat sendiri pelat atap (t=10 cm) = 240 kg/m2
di mana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa Rencana
menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung,
termasuk beban hidup yang sesuai.
2.3.3 Beban geser dasar nominal V harus dibagikan Sepanjang tinggi struktur gedung menjadi
beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i
menurut persamaan :
di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, zi adalah ketinggian
lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling
atas.
DENAH (XY-PLANE)
Oleh
Yudhi Lastiasih *
Indrasurya B. Mochtar **
ABSTRAK
Perhitungan pondasi dangkal seperti pondasi pelat penuh ( mat foundation), pondasi
sarang laba-laba dan pondasi cakar ayam di atas tanah lunak belum ada yang
memasukkan unsur penurunan konsolidasi tanah dasar dalam perhitungan. Umumnya
dalam perhitungan yang ada, struktur atas dan bawah dianggap terpisah. Untuk
memasukkan konsolidasi jangka panjang, masalahnya adalah gedung kaku
menyebabkan penurunan yang relatif merata, padahal untuk penurunan konsolidasi
yang merata dibutuhkan reaksi tanah yang tidak merata. Hal ini tidak dapat dipenuhi
dalam sistem perhitungan terpisah seperti yang ada selama ini. Pada uraian ini
diupayakan suatu metoda perhitungan struktur yang dapat mengalami penurunan
secara merata selama konsolidasi tanah berlangsung, tanpa menyebabkan terjadinya
kerusakan pada strukturnya. Perhitungan dilakukan dengan program khusus dengan
asumsi reaksi tanah selalu menghasilkan penurunan yang merata. Dari metode ini
diusulkan cara perhitungan interaksi tanah – gedung yang menyebabkan gedung dapat
mengalami settlement tanpa rusak.
1. Latar Belakang
Gedung berlantai > 2 dibangun di atas tanah yang lunak jarang
yang menggunakan pondasi dangkal, umumnya dengan pondasi tiang pancang. Kalau
tanah lunak > 15 m , maka penggunaan tiang pancang akan menjadi mahal. Akan
tetapi banyak perencanaan tetap enggan menggunakan jenis pondasi langsung yang
lebih murah, karena dibanyak kasus telah terjadi banyak masalah kerusakan pada
gedungnya akibat penurunan konsolidasi tanah dasar. Jadi meskipun mahal, pondasi
umumnya struktur yang direncanakan oleh para perencana dianggap ditumpu secara
sempurna baik terjepit maupun tersendi. Anggapan ini menunjukkan bahwa struktur
pondasi (tanah) merupakan sebuah sistem struktur pondasi yang utuh yang tidak
terpisah.. Selain itu akibat beban struktur akan terjadi deformasi berupa penurunan
pada tanah, dan penurunan ini akan mempengaruhi/mengubah gaya-gaya dalam pada
struktur. Jadi, akibat penurunan tanah harus di-inputkan kembali dalam perhitungan
gedungnya.
tas tanah lunak tanpa mengalami kerusakan yang berarti, gedung tersebut
settlement) sehingga hampir tidak ada differential settlement pada tanah akibat
konsolidasi tanah dasar. Jadi konsolidasi tanah yang diakibatkan oleh berat
δ1 δ2
δ1 = δ2
Gambar 1. Bentuk penurunan δ diatas media elastis ,penurunan merata akibat
beban tak merata
3. Jumlah reaksi total tanah dasar haruslah sama dengan berat gedung. Jadi
penurunan konsolidasi yang merata. Hal ini karena konfigurasi tegangan yang
menyebabkan penurunan konsolidasi yang merata tersebut juga sangat tergantung dari
antara lain : tebal lapisan tanah yang memampat, jumlah lapisan, jenis lapisan dan
komputer untuk melihat bagaimana sistem struktur gedung yang berpondai dangkal
penelitian tersebut diusulkan suatu metoda interaktif struktur – tanah sedemikian rupa
penurunan yang relative merata sehingga tidak rusak selama terjadinya peristiwa
konsolidasi tanah. Usulan metoda inilah yang diulas dalam makalah ini.
Bilamana suatu lapisan tanah yang “compressible” dan jenuh air diberi
penambahan beban, penambahan beban pada awalnya akan diterima oleh air didalam
pori tanah sehingga tekanan air pori akan naik secara mendadak. Kondisi tersebut
menyebabkan air pori berusaha untuk mengalir keluar, dan kemudian peristiwa ini
secara lambat laun disertai dengan pemampatan lapisan tanah yang terbebani.
tanah tersebut.
utama yaitu :
1. Persamaan untuk menghitung distribusi tegangan akibat beban di permukaan
3P z3
∆p z = .
(
2π L2 + z 2 )
5
2
L = x2 + z2
Dimana :
P = beban titik
distribusi tegangan yang didapat dari persamaan pertama untuk waktu tak
hingga;
Cc × H ⎛ σ ' + ∆σ ⎞
Sc = log⎜⎜ 0 ' ⎟
⎟
1 + e0 ⎝ σ0 ⎠
Cs × H ⎛ σ ' + ∆σ ⎞
Sc = log⎜⎜ 0 ' ⎟
⎟
1 + e0 ⎝ σ0 ⎠
Cs × H ⎛ σ ' ⎞ Cc × H ⎛ σ ' + ∆σ ⎞
Sc = log⎜⎜ c' ⎟⎟ + log⎜⎜ 0 ' ⎟
⎟
1 + e0 ⎝ σ o ⎠ 1 + e0 ⎝ σc ⎠
Dimana :
pressure)
2
Tv .H dr
t=
cv
Dimana :
Hdr : panjang aliran rata-rata yang harus ditempuh oleh air pori selama
proses konsolidasi
Tv : Faktor waktu
cv : koefisien konsolidasi
struktur pondasi
1. Diatas media elastis, penurunan yang merata tidaklah dihasilkan oleh beban
merata.
δ1 δ2
δ1 = δ2
.
O
3. Gedung kaku tahan diferential settlement, jadi settlement dianggap merata jadi
Penurunan
(settlement)
f(σ)
w = ∫ σ .dA
4. Bisa dicari reaksi tanah sedemikain rupa dengan distribusi tegangan (σ)
5. Bila gedung tahan berdiri diatas pondasi pegas ekivalen berarti gedung
tersebut OK.
Kaku
=
∆x spring
k spring
bervariasi
6. Terlebih dahulu dicari daya dukung tanah yang di atas tanah tersebut akan
tersebut tidak mampu ditinjau dari daya dukungnya, ada beberapa alternatif
titik berat gedung ≈ titik pusat bidang kontak pondasi dengan tanah, setelah itu
dihitung besarnya tegangan yang terjadi pada lapisan dan titik yang ditinjau.
tanah maka dapat dihitung besarnya penurunan konsolidasi tiap lapisan , dan
dari sinilah didapatkan total penurunan yang terjadi. Bila penurunan ini tidak
sama di sembarang titik, maka proses iterasi untuk mencari pembebanan mulai
penurunan yang masih dianggap sama sebesar 0,1 inchi atau 2,5 mm
dapat diketahui reaksi yang terjadi pada tanah. Penurunan yang disebabkan
oleh konsolidasi tanah dasar ini pada tiap lapisan di sembarang titik besarnya
berlainan, tetapi bila ditotal dari semua lapisan itu hasilnya sama di sembarang
titik.
10. Reaksi tanah yang menghasilkan penurunan konsolidasi tanah yang merata di
atas dapat dianggap sama dengan reaksi tanah yang melawan beban pondasi
gedung. Jadi bila misalnya tanah diasumsikan sebagai media elastis berupa
yang tidak sama sehingga dengan penurunan yang merata ( sama), reaksi
Jumlah total reaksi pegas inI harus sama dengan jumlah total berat gedungnya.
∫ F .dA = W … (2)
n
W = ∑ Fi
i =1
n
W = ∑ δ i .k si
i =1
n n
W = δ i ∑ k si =δ ∑k si …(3)
i =1 i =1
Bila dikaitkan dengan umur rencana dari struktur maka δ yang dipakai sebagai
acuan bukanlah δtotal yang dihasilkan dari perumusan Sctotal untuk waktu tak
terhingga, melainkan
δ = U × δ total , atau
δ = U % × Sctotal …… (4)
11. Kemudian harus dicek terlebih dahulu apakah daya dukung tanah mampu
memenuhi atau tidak. Apabila telah memenuhi persyaratan daya dukung tanah
maka gedung tersebut akan diuji kekuatannya bila diletakkan pada tanah yang
dianggap sebagai media elastis yang terdiri dari sekumpulan pegas yang
12. Dengan meletakkan gedung pada tanah yang dianggap terdiri dari sekumpulan
penurunan yang terjadi masih merata atau tidak ataukah terjadi differential
bangunan beton yaitu 0.002 s/d 0.003 setengah bentang bangunan dan untuk
13. Apabila penurunannya merata maka sampai umur rencana gedung tersebut
tidak akan mengalami retak dan apabila penurunannya tidak merata maka
gedung tersebut akan mengalami retak sehingga perlu diubah dimensi dari
Pedoman ACI yang menentukan bahwa z tidak melampaui 175 kip/inchi (30.6
MN/m) untuk konstruksi yang terlindung dan z tidak melampaui batas 145
w
z = fs × 3 dc × A = ….(5)
Cβ h
4. Analisa
dicoba diterapkan pada struktur dengan lebar bangunan 12 m, jarak kolom 3 m dan
jumlah tingkat 1 seperti terlihat pada Gambar 2. Struktur ini dicoba dengan metode
yang diusulkan pada penulisan kali ini dan juga dengan metode konvensional.
Diharapkan dengan membandingkan kedua metode ini, maka dapat kita ketahui
besarnya settlement dan momen yang terjadi pada struktur tersebut. Sehingga bisa
3 4 3 4
1 2 1 2
Setelah diadakan perhitungan dengan kedua metoda maka didapatkan hasil sbb :
strukturnya.
strukturnya.
Tabel 1
Konvensional Elastis
No
Mtump.ki Mlap. Mtump.ka Mtump.ki Mlap. Mtump.ka
1 0.352 0.1975 0.3946 1.3152 5.2917 8.0209
2 0.3808 0.1902 0.3804 6.1899 2.5017 6.3826
3 1.6247 1.2894 2.2651 2.855 1.5074 0.7593
4 2.1844 1.0681 2.1441 3.044 1.3164 0.9515
5 0.9665 0.926 1.4687 2.1656 0.9235 0.4409
6 1.4315 0.7093 1.4297 1.6771 1.0637 0.5458
momen yang lebih kecil daripada perhitungan dengan metode yang diusulkan ini. Dari
hasil tersebut dapat ditarik benang merah kenapa terjadi kerusakan dalam bentuk
retak-retak pada dinding, balok dan kolom. Dengan melihat bahwa momen yang
sesungguhnya terjadi jauh lebih besar apabila kita memperhitungkan settlement yang
ada daripada momen yang dihasilkan dari metoda tanpa memperhitungkan settlement.
Oleh karena itulah mengapa sering terjadi kerusakan berupa retak-retak pada
tiap – tiap titik yang ditinjau melainkan semakin besar penurunan yang terjadi pada
dihasilkan cenderung merata karena reaksi yang terjadi pada tanah tidak merata . Hal
5. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Kalau gedungnya kaku sehingga penurunan relative merata maka reaksi media
elastis yang terjadi tidak merata, inilah yang membedakan dengan perhitungan
DAFTAR PUSTAKA
ACI Committee 336 (1988). "Suggested analysis and design procedures for combined
footings and mats", ACI Structural Journal, American Concrete Institute, Detroit, Mich.
U.S.A., Vol. 85,No. 3, pp. 304-324.
ACI Committee 336 (1989). Closure to "Suggested analysis and design procedures for
combined footings and mats", ACI Structural Journal, American Concrete Institute, Detroit,
Mich. U.S.A.,Vol. 86, No. 1, pp. 113-116.
Dewobroto, Wiryanto.,2003, “Aplikasi Sains dan Teknik dengan Visual Basic 6.0”,
Penerbit PT. Elex Media Komputindo.
Lambe T.W and Whitman R.V: Soil Mechanics. J. Wiley & Sons,Inc., New York,
1969, 553 pp.
Meyerhof, G.G. (1953). “Some Recent Foundation Research and its Application to
Design,” TheStructural Engineer, Vol. 31, pp. 151-167.
Terzaghi, Karl, Peck, Ralph B., Mesri, Gholamreza (1996),” Soil Mechanics in
Engineering Practice”, 3rd Edition, Wiley-Interscience Publication
Wood, L. A. and Larnach, W. J. (1975). “The Interactive Behavior of a Soil-Structure
System and its Effect on Settlements,” Proceedings of the Technical Session of a
Symposium held at University of New South Wales, Australia, pp. 75-88.
PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN 5 ( LIMA ) LANTAI
DENGAN PRINSIP DAKTILITAS TINGKAT DUA
Tugas Akhir
diajukan oleh
SUYONO
N.I.M : D 100 960 286
N.I.R.M : 96.6.106.03010.50286
kepada
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia ilmu pengetahuan ( science ) semakin cepat setiap
waktu dan akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan jaman. Buku
merupakan sumber ilmu pengetahuan yang dapat membuat seseorang menjadi
mengerti akan ilmu pengetahuan, baik itu ilmu sosial maupun ilmu alam.
Memasyarakatkan budaya membaca dan memahami tentang ilmu pengetahuan
merupakan tujuan dari pendidikan nasional untuk meningkatkan Sumber Daya
Manusia ( SDM ) yang sudah lama digalakan oleh Pemerintah, untuk tujuan
tersebut dibutuhkan adanya prasarana penunjang. Prasarana penunjang tersebut
diantaranya adalah gedung perpustakaan.
Kodya Surakarta merupakan suatu kota yang cukup besar dengan
banyaknya penduduk yang membutuhkan suatu perpustakaan pusat kota yang
menyediakan buku-buku referensi untuk pengembangan SDM setiap anggota
masyarakat. Pembangunan perpustakaan pusat kota diharapkan akan dapat lebih
menggugah minat masyarakat kota untuk mempelajari ilmu pengetahuan sesuai
dengan minat dan bakat masing-masing.
Perencanaan gedung perpustakaan pusat kota perlu mempelajari struktur
organisasi suatu perpustakaan modern agar fungsi bangunan gedung tersebut
memenuhi syarat untuk pengembangan dimasa yang akan datang.
1
2
Pendahuluan
Program komputer rekayasa (SAP2000, GT-Strudl, ANSYS, dll) berbeda dengan
program komputer umum (EXCEL, AutoCAD, Words, dll) , karena pengguna
dituntut untuk memahami latar belakang metoda maupun batasan dari program
tersebut. Developer program secara tegas menyatakan tidak mau bertanggung
jawab untuk setiap kesalahan yang timbul dari pemakaian program. Umumnya
manual yang melengkapi program cukup lengkap , bahkan terlalu lengkap (baca:
sangat tebal) sedangkan semakin hari program yang dibuat menjadi semakin
mudah digunakan tanpa harus membaca manual maka mempelajari secara
mendalam materi manual program sering terabaikan. Oleh karena itu dengan
disajikannya contoh penyelesaian program dan hitungan manual pembanding
yang detail tetapi ringkas tentu sangat berguna.
Desain Penampang dengan SAP2000
Program SAP2000 menyediakan fitur dan modul terintegrasi yang lengkap untuk
desain struktur baja dan beton bertulang. Pengguna diberi kemudahan untuk
membuat, menganalisis, dan memodifikasi model struktur yang direncanakan
dengan memakai user interface yang sama. Dalam lingkungan pemakaian yang
interaktif maka dapat dievalusi penampang struktur berdasarkan design-code
internasional seperti: U.S.A (ACI 1999, AASHTO 1997), Canadian (CSA 1994),
British (BSI 1989), European (CEN 1992), dan New Zealand (NZS 3101-95).
Fasilitas perancangan berdasarkan design-code yang baku ternyata tidak terlalu
kaku karena pengguna mempunyai peluang untuk merubah parameter-parameter
tertentu untuk disesuaikan dengan peraturan perencanaan lokal. Sebagai contoh,
telah diketahui bahwa peraturan perencanaan beton yang digunakan di Indonesia
merupakan derivasi dari ACI 1989 sehingga dengan sedikit penyesuaian ,
1
Jurnal Teknik Sipil - UPH, Vol.1 No.2 Juli 2005.
2
Dosen tetap pada mata kuliah Komputer Rekaya Struktur dan Struktur Beton, di Jurusan
Teknik Sipil , Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang
Menu diatas dapat diakses dari : Define – Frame Sections – Add Tee. Untuk
penampang kotak maupun lingkaran cara mendefinisikan sama hanya pilihan
terakhirnya adalah Add Rectangular dan Add Circle.
Informasi data untuk penulangan pada kotak dialog di atas akan ditampilkan
dipojok kiri bawah jika material yang dipilih adalah CONC (concrete) . Data
material untuk concrete secara default sudah disediakan oleh program, tetapi
tentu saja perlu disesuaikan dengan mutu beton / baja tulangan yang
digunakan, untuk itu digunakan menu : Define – Material – CONC – Modify
/ Show Material.
Catatan : jangan lupa Satuan Unit yang digunakan, yang terlihat pada bagian
pojok kanan bawah dari tampilan program SAP2000.
Jawab :
1. Dari analisa struktur dapat diperoleh momen dan gaya geser rencana seperti
pada gambar berikut:
d = 437.5 mm b=350
50
70
Vu (kN)
120 500
135 131 kN d = 437.5
311.25 254
212.81
Konfigurasi Balok
120 (Estimasi Awal)
M u (kN.m)
0.75 m
Catatan:
⎛ 1.7 ⎞ M u
Q=⎜ ' ⎟
⎜ f ⎟ φ bd 2
φ = 0.8 (lentur menurut SK SNI T-15 1991)
⎝ c ⎠
½ φ Vc = 37.8 kN
φ Vc = 75 kN
φ Vs
135
131 kN
d=437.5
s 3 f y 3 * 240
pakai ∅ 8 Æ Av = 100 mm2 Æ maka s ≤ 100 0.49 = 204 mm
pakai sengkang minimum ∅ 8 @ 200
s f y d 240 * 437.5
Jika dipakai sengkang tulangan ∅ 10 Æ Av = 157 mm2 , maka
maka s ≤ 157 0.886 = 177 mm pakai ∅ 10 @ 150
sengkang sengkang
Ø10@ 150 Ø8@ 200
ld
750 750 2000
A B C
b=350
1.5 m 2.0 m
Pu = 50 kN Pu = 50 kN
q u =10 kN/m
500
d = 437.5
d = 437.5 mm
Konfigurasi Balok
(Estimasi Awal)
Jawab :
1. Aktifkan program SAP2000, tetapkan Unit Satuan, yaitu kN-m.
0.75
3. Melengkapi data geometri dengan data material dan penampang, karena unit
satuan yang digunakan kN-m sedangkan parameter material dalam MPa maka
dalam memasukkan parameter tersebut unit satuannya diubah terlebih dahulu
dengan N-mm.
Khusus untuk kasus perencanaan ini maka data beban yang dapat
ditampilkan adalah Joint Forces dan Frame Span Distributed Loads
seperti gambar diatas.
Catatan : perlu menjadi perhatian bahwa UNIT SATUAN output yang dicetak
tergantung konfigurasi yang digunakan sesaat sebelum permintaan cetak diberikan
dan hal itu dapat dilihat pada informasi yang ditampilkan pada pojok kanan bawah
dari program SAP2000. Untuk contoh output cetak yang ditampilkan di-set dalam
satuan N-mm. ( output di bawah telah di edit seperlunya)
M A T E R I A L P R O P E R T Y D A T A
M A T E R I A L D E S I G N D A T A
C O N C R E T E B E A M P R O P E R T Y D A T A
SECTION MAT BEAM BEAM TOP BOTTOM REBAR REBAR REBAR REBAR
LABEL LABEL DEPTH WIDTH COVER COVER AT-1 AT-2 AB-1 AB-2
BALOK CONC 500.000 350.000 62.500 62.500 0.000 0.000 0.000 0.000
L O A D C O M B I N A T I O N M U L T I P L I E R S
COMBO TYPE CASE FACTOR TYPE TITLE
COMB1 ADD COMB1
LOAD1 1.0000 STATIC(DEAD)
C O D E P R E F E R E N C E S
Phi_bending : 0.8
Phi_tension : 0.8
Phi_compression(Tied) : 0.7
Phi_compression(Spiral): 0.75
Phi_shear : 0.6
C O N C R E T E D E S I G N E L E M E N T I N F O R M A T I O N (ACI 318-99)
C O N C R E T E D E S I G N O U T P U T (ACI 318-99)
Referensi
1. Wiryanto Dewobroto, Diktat Perkuliahan : Struktur Beton I , Jurusan Teknik
Sipil , Universitas Pelita Harapan , 2003
2. E.L.Wilson, SAP2000® Integrated Finite Element Analysis and Design of
Structures : CONCRETE DESIGN MANUAL, Computers and Structures, Inc.
Berkeley, California, USA, Version 7.40 May 2000.
3. Standar SK SNI T-15-1991-03 : Tata Cara Penghitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung, Yayasan LPMB, Bandung, 1991.
P
edoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan
Gempa dilengkapi dengan Metode dan Cara Perbaikan
Kerusakan ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik
Standarisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan, melalui Gugus
Kerja Bidang Struktur dan Konstruksi Bangunan pada Sub Panitia
Teknik Standarisasi Bidang Permukiman. Pedoman Teknis ini
diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya - Departemen
Pekerjaan Umum.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................i
Daftar Isi ....................................................................................... ii
I. U M U M
1.1. Ruang Lingkup....................................................................1
1.2. Acuan Normatif ...................................................................1
1.3. Istilah dan Definisi...............................................................2
1.4. Dasar-Dasar Perencanaan .................................................4
1.5. Ketentuan Umum ...............................................................8
II. RUMAH
2.1. Rumah Konstruksi Kayu ................................................... 17
2.1.1 Rumah Kayu Dinding Papan dengan
Pondasi Setempat/Umpak.................................... 17
2.1.2 Rumah Kayu Dinding Papan dengan
Pondasi Menerus.................................................. 19
2.1.3 Rumah Kayu Dinding Papan dengan
Pondasi Tiang....................................................... 23
2.1.4 Rumah Kayu dengan Dinding
Setengah Tembok ................................................ 28
2.1.5 Rumah Kayu dengan Dinding
Pasangan Tembok Penuh ................................ 39
2.2 Rumah Konstruksi Beton Bertulang .................................. 44
2.2.1 Rumah Sederhana Bertingkat dengan Dinding
Tembok Penuh dengan Konstruksi dan
Lantai Beton Bertulang......................................... 45
2.2.2 Rumah Bertingkat Blok Beton
(Hollow Concrete Block) dengan Tulangan ......... 46
2.3 Rumah dengan Konstruksi Rangka Balok dan
Kolom dari Bahan Baja ...................................................... 54
2.3.1 Hubungan Kolom dengan Pondasi....................... 55
2.3.2 Hubungan Kolom dengan Balok .......................... 56
2.3.3 Hubungan Balok dengan Pengaku....................... 57
ii
III. BANGUNAN GEDUNG
3.1 Bangunan Gedung Tidak Bertingkat
dengan Rangka Kayu ...........................................................59
3.2 Bangunan Gedung Tidak Bertingkat dengan
Konstruksi Rangka Balok dan Kolom dari
Beton Bertulang....................................................................59
3.3 Bangunan Gedung Bertingkat dengan
Konstruksi Rangka Balok dan Kolom dari
Beton Bertulang....................................................................63
Daftar Pustaka............................................................................99
UMUM
iii
BAB I
UMUM
1
1.3 Istilah dan Definisi
3
1.4 Dasar-Dasar Perencanaan
4
b. Cukup cocok, bila bangunan gedung dan rumah dibuat dengan
mengunakan sistem struktur rangka sederhana dengan dinding
pengisi, baik rangka yang dibuat dari bahan kayu maupun beton
bertulang dengan dinding pengisi dari bahan bata merah atau
batako. Bangunan gedung dan rumah tinggal yang dibangun
dengan sistem struktur ini memberikan karakteristik: berat
bangunan sedang; daya tahan sedang terhadap beban gempa;
dan memiliki daktilitas sedang.
6
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138 140
10 o 10 o
o 0 80 200 400 o
8 8
Kilometer
o o
6 6
Banda Aceh
1
2
3 4 5 6 5 4 3 2 1
o o
4 4
o o
2 2
Manado
Ternate
Pekanbaru
1
o o
0 Samarinda
0
2
1
Palu Manokwari 3
Padang 2
3 Sorong
4 Jambi Biak 4
5
6
2o 4
5 Palangkaraya 5 2o
3
2 Jayapura
6
1
Palembang Banjarmasin
5
Bengkulu Kendari Ambon
o o
4 4 4
1 Makasar 3
Bandarlampung
Tual 2
o o
6 Jakarta 2
1
6
Bandung
Garut Semarang
Sukabumi Surabaya
Tasikmalaya Solo
Jogjakarta 3
o Cilacap Blitar Malang o
8 Banyuwangi 4
8
Denpasar Mataram
Merauke
5
6
o o
10 5 Kupang 10
4
Wilayah 1 : 0,03 g 3
2
12
o
Wilayah 2 : 0,10 g 1
12
o
Wilayah 3 : 0,15 g
Wilayah 4 : 0,20 g
o o
14 14
Wilayah 5 : 0,25 g
Wilayah 6 : 0,30 g
16 o 16 o
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138 140
Gambar 1 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun (berdasarkan SNI-03-1726-2002)
7
1.5 Ketentuan Umum
Bangunan rumah dan gedung lainnya yang dibuat atau direncanakan
mengikuti pedoman teknis ini harus mengikuti ketentuan-ketentuan
berikut:
1.5.1 Pondasi
a. Pondasi harus ditempatkan pada tanah keras.
b. Penampang melintang pondasi harus simetris seperti terlihat pada
Gambar-2.
Tanah lunak
Tanah keras
Tidak baik
Gambar 3 Pondasi menerus yang diletakkan pada sebagian tanah
keras dan sebagian tanah lunak.
8
sloof
9
Paku minimum 4 buah
10
Tiang pondasi
Rakit dari kayu
Pengaku tiang
11
Balok induk
Balok lantai
Denah yang baik untuk bangunan gedung dan rumah di daerah gempa
adalah sebagai berikut:
12
Bangunan semetris Bangunan semetris
Bangunan simetris
Bangunan simetris
Bangunan simetris
Celah dilatasi ± 10 cm
13
Gambar 12 Bidang dinding pada bangunan gedung
14
1.5.5 Kuda-kuda
15
Jumlah paku minimal 4 buah
Detail B
gapit 2 x 2/10 cm
Klos 5/7 cm
16
7
BAB II
RUMAH
Angkur besi ∅ 12 mm
18
Gambar 17 Struktur kerangka sederhana kayu, pondasi setempat
19
c. Untuk menambah kekakuan, maka antara ring balok dengan
kolom dipasang sekur-sekur dari papan 2/20 cm dan dipaku.
A
C D
Detail A
20
Ring balok kayu 10/10 cm
Kolom 10/10 cm
Detail B
Sekur kayu 5/10
Sekur kayu 5/10
21
Kolom 10/10
Sloof dari kayu
10/10 cm
Sekur dengan Paku minimum
4 buah
Detail C
Detail D
Sekur kayu 5/10 cm Kolom kayu 10/10 cm
22
Kolom kayu di tengah 10/10 cm
23
A. Hubungan Pondasi Tiang dengan Balok Penguat Horisontal
(Detail A)
Detail A
Dibuat bentuk
ekor burung
25
C. Sambungan Pondasi Tiang dengan Balok Penguat Horisontal
(Detail C)
26
D. Sambungan Tiang Pondasi dengan Telapak (Detail D)
27
2.1.4 Rumah Kayu dengan Dinding Setengah Tembok
28
Denah
Gambar 29 Denah rumah kayu dinding setengah tembok
29
Tampak Depan Tampak Samping Kiri
30
Lubang Pondasi 60x60x60
Papan 2/20 cm
Kaso 5/7 cm
Denah Pondasi
Potongan B
31
Gambar 33 Pekerjaan pondasi, sloof, dan lantai
32
Gambar 34 Rangka pokok bangunan dan dinding
33
Gambar 35 Detail hubungan pondasi, sloof, dan kolom
35
Gambar 38 Detail pengaku horizontal dan vertikal rangka kayu
36
Gambar 40 Detail sambungan pada batang tarik kuda-kuda kayu
37
Gambar 41 Detail sambungan titik simpul dan hubungan kuda-
kuda dengan rangka pokok bangunan
Proses pelaksanaan :
1. Kuda-kuda menggunakan konstruksi balok kayu dari kayu kelas II
yang tua dan kering dengan ukuran 5 x 10 cm dan dipasang
dengan jarak antar kuda-kuda maksimum 3.00 m.
2. Semua kayu kuda-kuda di labur dengan bahan pengawet.
3. Panjang paku sedikitnya 2 ½ x tebal kayu pada sambungan
rangkap 2 dan 3 1/3 x tebal kayu pada sambungan rangkap 3.
4. Sambungan pada balok tarik dari kuda-kuda dibuat di tengah-
tengah bentang dengan menggunakan tipe sambungan gigi dan
diikat dengan pelat baja, panjang overlap dari sambungan
minimum 5 kali tebal kayu yang disambung atau 25 cm.
38
5. Klam yang digunakan untuk sambungan batang rangka kuda-
kuda adalah papan dari kayu klas II berukuran 10 x 25 cm dan
tebal 2 cm, dengan jumlah paku pada setiap titik simpul
berjumlah 20 buah.
6. Ukuran paku yang digunakan adalah paku 7 cm, sehingga jumlah
paku ini yang digunakan pada setiap satu unit kuda-kuda
sekurang-kurangnyya berjumlah 220 buah.
7. Untuk pertemuan permukaan ujung setiap batang dari rangka
kuda-kuda dipasang 2 buah paku 10 cm, sehingga untuk satu unit
kuda-kuda digunakan sekurang-kurangnya 22 buah paku 10 cm.
Detail 2
Angkur besi diameter 12 mm
dipasang pada setiap 1,5 m
40
Rangka kayu dengan dinding pengisi dari pasangan bata merah akan
menahan beban yang berat, untuk itu diperlukan sambungan yang
kokoh. Sambungan yang kokoh dapat dibuat dengan sambungan takik
ekor burung seperti diperlihatkan pada Gambar 45.
Kolom 10/10 cm
Detail 3
Sambungan takik ekor burung
dikencangkan dengan paku 4 buah
Papan pengaku x
41
Detail 5
Detail 6
Pasangan bata merah
42
Detail 7
43
2.2 Rumah Konstruksi Beton Bertulang
1. Bangunan rumah tembok dengan dinding terbuat dari pasangan bata
merah atau batako, dimana dindingnya difungsikan sebagai pemikul
beban, maka dinding ini harus diikat atau diberikan perkuatan berupa
kerangka yang membatasi luasan dinding. Kerangka ini dapat dibuat
dari beton bertulang, baja, atau kayu.
2. Dari hasil pengamatan kerusakan pada bangunan akibat gempa
bumi yang lalu, maka luas dinding yang diperkuat dengan rangka
beton bertulang atau baja dibatasi 12 m2.
3. Bata merah harus dicuci dengan cara direndam dalam air hingga
bebas dari debu permukaan yang lepas dan jenuh air. Pada saat
dipasang permukaan bata harus kering. Kekuatan tekan bata tidak
boleh kurang dari 30 kg/cm2.
4. Plesteran dan adukan harus terbuat dari paling sedikit 1 bagian
semen dan 6 bagian pasir serta harus mempunyai kekuatan tekan
minimum pada umur 28 hari sebesar 30 kg/cm2, bila diuji dengan
menekan benda uji berupa kubus dengan ukuran sisi 5 cm.
5. Bata merah harus dipasang pada hamparan adukan yang penuh dan
semua siar baik vertikal maupun horisontal harus terisi penuh, begitu
juga siar-siar antara dinding dengan kolom atau portal yang
mengelilingi dinding (atau celah antara dinding dengan tiang kosen)
harus terisi penuh dengan adukan. Tebal siar minimum adalah 1 cm.
Tali pelurus harus dipakai pada pemasangan bata merah. Dinding
harus terpasang vertikal dan terletak di dalam bidang yang sejajar
dengan bidang portal yang mengelilinginya.
6. Dinding harus diplester dengan tebal plesteran minimum 1 cm pada
kedua muka dinding.
7. Bila menggunakan batako untuk dinding rumah, maka batako
tersebut harus bersih dan jenuh air serta harus kering muka pada
saat pemasangan. Kekuatan tekan batako minimum 15 kg/cm2.
8. Adukan untuk dinding batako harus terbuat dari paling sedikit 1
bagian kapur dan 5 bagian tras (atau 1 bagian semen dan 10 bagian
pasir) dan harus mempunyai kekuatan tekan minimum pada umur 28
hari 15 kg/cm2, bila diuji dengan menekan benda uji berupa kubus
dengan ukuran sisi 5 cm.
9. Batako harus dipasang dengan cara yang sama dengan cara
pemasangan dinding bata merah.
44
2.2.1. Rumah Sederhana Bertingkat dengan Dinding Tembok Penuh
dengan Konstruksi dan Lantai Beton Bertulang
Penempatan dan pengaturan tulangan, terutama pada
sambungan-sambungan harus mendapat perhatian atau pengawasan
khusus. Ujung-ujung tulangan harus dijangkarkan dengan baik. Gambar
50 merupakan contoh bangunan rumah bertingkat yang menggunakan
struktur beton bertulang.
Gunakan kekuatan tekan beton minimum 175 kg/cm2, dan kekuatan tarik
baja 2400 kg/cm2.
Diameter tulangan sengkang minimum baik untuk balok maupun kolom
adalah ∅ 8 mm, jarak sengkang dan luas tulangan atas dan tulangan
bawah dari balok dan plat harus dihitung berdasarkan peraturan yang
berlaku, begitu juga untuk luas tulangan untuk kolomnya.
Pada setiap penampang balok dan kolom harus terpasang minimum
empat batang besi tulang. (Lihat keterangan pada bab Bangunan
Gedung).
45
2.2.2 Rumah Bertingkat Blok Beton (Hollow Concrete Block)
dengan Tulangan
Beberapa jenis blok beton (hollow concrete blok) dapat dilihat pada
Gambar 51 di bawah ini. Hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Pondasi
Balok sloof pondasi dapat merupakan rangkaian blok-blok jenis D
yang diisi tulangan dan dicor beton ke dalam rongga-rongganya
ataupun berupa balok beton bertulang.
46
2. Dinding
a. Tebal dinding minimal 15 cm. Tinggi dinding tidak melebihi 20 kali
tebal dinding dan panjangnya diantara dinding-dinding penyekat
tidak boleh melebihi 50 kali tebalnya. Jarak antara 2 buah lubang
(pintu/jendela) pada satu bidang dinding, minimal 55 cm atau tidak
kurang dari 30% dari rata-rata tinggi lubang-lubang tersebut.
b. Di dalam rongga-rongga dinding perlu dipasang tulangan vertikal
maupun horisontal. Tulangan vertikal dipasang pada jarak-jarak
umpamanya 80 cm dan minimum terdiri dari 1 tulangan dengan
diameter 10 mm. Ujung bawah tulangan vertikal perlu dijangkarkan
ke dalam balok sloof pondasi. Tulangan horizontal juga dipasang
pada jarak-jarak (vertikal) 80 cm dan minimal terdiri dari 1 tulangan
dengan diameter 10 mm. Rongga-rongga yang berisi tulangan
harus dicor dengan beton. Secara jelas, hal ini ditunjukkan pada
Gambar 53 di bawah ini.
47
Gambar 54 Pemakaian tulangan bambu sebagai ganti
tulangan baja.
48
Gambar 55 Tulangan pada pertemuan bidang-bidang dinding
49
Gambar 56 Pemasangan ring balk pada bagian atas dinding.
50
g. Rumah bertingkat blok beton dengan tulangan ini sebaiknya tidak
lebih dari 2 (dua) lantai.
h. Pada tepi atas dinding setiap tingkat perlu dipasang ring balk.
Ujung-ujung bagian tulangan vertikal perlu dijangkarkan ke dalam
ring balk dengan balk. Tulangan plat lantai tingkat juga perlu
dijangkarkan ke dalam ring balk seperti tampak pada Gambar 59.
53
2.3 Rumah dengan Konstruksi Rangka Balok dan Kolom dari Bahan
Baja
54
2.3.1 Hubungan Kolom dengan Pondasi (Detail A)
DETAIL A
55
2.3.2 Hubungan Kolom dengan Balok (Detail B)
Pada kolom di mana titik yang akan disambung dengan balok diberi pelat
besi dengan dimensi yang sama dengan dimensi pelat yang terpasang
pada balok. Pelat disambungkan dengan kolom dengan cara dilas.
DETAIL B
56
2.3.3 Hubungan Balok dengan Pengaku (Detail C dan D)
57
58
BAB III
BANGUNAN GEDUNG
Beton dan baja tulangan untuk rangka pengaku dinding dari beton
bertulang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Campuran beton yang dianjurkan minimum perbandingan adalah 1
bagian semen, 2 bagian pasir dan 3 bagian kerikil serta ½ bagian
air, sehingga menghasilkan kekuatan tekan beton pada umur 28
hari minimum 175 kg/cm2.
b. Bahan pasir dan kerikil harus bersih dan air pencampur tidak boleh
mengandung lumpur.
c. Pengecoran beton dianjurkan dilakukan secara berkesinambungan
(tidak berhenti di setengah balok atau di setengah kolom).
59
d. Pengadukan beton sedapat mungkin menggunakan alat pencampur
beton (beton molen).
e. Apabila pencampuran beton dilakukan secara manual yang
pengadukan betonnya menggunakan tenaga manusia, dianjurkan
untuk mengunakan bak dari bahan metal atau bahan lain yang
kedap air.
f. Kekuatan tarik baja minimum 2400 kg/cm2.
g. Diameter tulangan utama untuk balok lintel, ring balok dan kolom
minimum ∅ 10 mm, dan untuk sengkang minimum ∅ 6 mm dengan
jarak as ke as sengkang 15 cm.
h. Diameter tulangan utama untuk balok sloof/balok pengikat pondasi
minimum ∅ 12 mm, dan ukuran sengkang minimum ∅ 8 mm
dengan jarak as ke as sengkang 15 cm.
i. Agar diperoleh efek angkur yang maksimum dari besi tulangan,
maka pada setiap ujung tulangan harus ditekuk ke arah dalam
balok hingga 115o, seperti ditunjukan pada Gambar 66.
60
Kolom rangka
dinding
61
Ring balok harus diikatkan pada kolom-kolom rangka dengan detailing
sambungan seperti terlihat pada Gambar 69 berikut.
Cincin sengkang balok diameter 6 mm
Tulangan kolom melewati dipasang menerus melewati kolom
tulangan balok di sebelah
dalam
Kolom rangka
dinding
62
Gambar 71 Detail penulangan pada pertemuan antar ring balok
63
Gunakan kekuatan tekan beton minimum 175 kg/cm2, dan kekuatan
tarik baja 2400 kg/cm2.
Diameter tulangan sengkang minimum baik untuk balok maupun kolom
adalah ∅ 8 mm, jarak sengkang dan luas tulangan atas dan tulangan
bawah dari balok dan plat harus dihitung berdasarkan peraturan yang
berlaku, begitu juga untuk luas tulangan untuk kolomnya.
Pada setiap penampang balok dan kolom harus terpasang minimum
empat batang besi tulang.
64
B. Hubungan Balok Anak dan Balok Induk
Tulangan atas balok anak menerus melewati balok induk bagian dalam
dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang
penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan balok anak. Sedangkan
tulangan bawah balok anak menerus ke dalam balok induk dan ditekuk
keatas hingga 30 d untuk panjang penyalurannya.
Jarak sengkang maksimum (S.1) untuk balok anak adalah 2/3 tinggi
balok atau 20 cm, ambil yang terkecil.
Tulangan bawah balok melewati balok
induk bagian dalam dan ditekuk keatas
Tulangan atas balok melewati balok induk hingga 30d sebagai panjang penyaluran.
bagian dalam dan ditekuk kebawah hingga
40 d sebagai panjang penyaluran
68
E. Hubungan Balok Lantai dengan Kolom Tengah (Detail C)
Tulangan memanjang atas pada balok di daerah sepanjang 2 kali
tinggi balok dari muka kolom harus dipasang 3 batang tulangan,
sedangkan ditengah bentang minimal 2 batang. Tulangan
memanjang bawah pada balok harus dipasang minimal 2 batang di
sepanjang bentang balok.
Tulangan memanjang pada kolom minimum 4 batang disepanjang
ketinggian kolom.
Baik tulangan memanjang balok maupun kolom harus menerus dan
saling melewati panel hubungan kolom dan balok.
Sengkang pada kolom harus menerus melewati panel hubungan
balok dan kolom.
Detail C
Tulangan sengkang
kolom menerus
melewati panel
hubungan balok-kolom
69
Tulangan memanjang kolom
menerus melewati panel
hubungan balok-kolom
Tulangan memanjang
kolom menerus melewati
panel hubungan balok-
kolom
70
F. Hubungan Pondasi Menerus Batu Kali dengan Kolom Sudut
(Detail D)
Tulangan
memanjang kolom
menerus melewati
balok sloof dan
ditekuk ke dalam
Tulangan sengkang
kolom menerus
masuk ke balok
sloof
Tulangan
memanjang balok
sloof menerus dan
ditekuk ke dalam Detail D
balok sloof lainnya
Tulangan pengaku
disudut
Tulangan sengkang
kolom menerus
masuk ke balok sloof
Tulangan memanjang
kolom menerus
melewati balok sloof
dan ditekuk ke dalam
balok sloof
Tulangan memanjang
balok sloof menerus
melewati kolom bagian
dalam dan ditekuk
kekanan ke atas
Tulangan memanjang
kolom menerus melewati
balok sloof hingga ke
dasar telapak pondasi dan
ditekuk kekanan dan ke kiri
73
Tulangan sengkang
kolom menerus
melewati balok sloof
hingga ke dasar
telapak pondasi
74
BAB IV
METODE PERBAIKAN
4.3 Kategori Kerusakan
4.1.1 Kerusakan Ringan Non-Struktur
Suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan nonstruktur
apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
a. retak halus (lebar celah lebih kecil dari 0,075 cm) pada plesteran
b. serpihan plesteran berjatuhan
c. mencakup luas yang terbatas
Tindakan yang perlu dilakukan adalah perbaikan (repair) secara
arsitektur tanpa mengosongkan bangunan.
75
Tindakan yang perlu dilakukan adalah :
a. restorasi bagian struktur dan perkuatan (strenghtening) untuk
menahan beban gempa;
b. perbaikan (repair) secara arsitektur;
c. bangunan dikosongkan dan dapat dihuni kembali setelah proses
restorasi selesai.
76
1. Menambal retak-retak pada tembok, plesteran, dll.
2. Memperbaiki pintu-pintu, jendela-jendela, mengganti kaca, dll.
3. Memperbaiki kabel-kabel listrik.
4. Memperbaiki pipa-pipa air, pipa gas, saluran pembuangan.
5. Membangun kembali dinding-dinding pemisah, cerobong, pagar, dll.
6. Memplester kembali dinding-dinding
7. Mengatur kembali genteng-genteng.
8. Mengecat ulang, dll.
77
4. Menghindarkan terjadinya kehancuran getas dengan cara
memasang tulangan sesuai dengan detail-detail untuk mencapai
daktilitas yang cukup.
78
2. Perkuatan dengan anyaman
Perkuatan horizontal
kawat anyaman
Lubang-lubang
Seng BWG 28 atau bebas paku
lebih tebal
pillaster
pillaster POTONGAN
dipakukan MELINTANG
balok lintel kayu
79
4.4.2 Teknik-Teknik Perkuatan Konstruksi Beton Bertulang
a. Teknik untuk Meningkatkan Kekuatan
80
b. Teknik untuk Meningkatkan Daktilitas
81
4.5. Metode Perbaikan Struktur
Pada bagian ini diberikan metode perbaikan kerusakan struktural dan
nonstruktural dari rumah yang rusak akibat goncangan gempa bumi.
Metode kerusakan diberikan sesuai dengan tipe kerusakan yang sering
terjadi pada rumah tinggal yang rusak akibat gempa menurut hasil
penelitian dilapangan.
4.5.1 Tipe kerusakan
82
Gambar 86 Tipe kerusakan ringan pada dinding dan bukaan
pintu/jendela
83
Gambar 87 Tipe kerusakan dinding runtuh karena tidak ada angkur
Untuk retak kecil (retak dengan lebar celah antara 0,075 cm dan 0,6 cm:
- Plesteran lama di sekitar retak dikupas lalu retak tersebut diisi
dengan air semen.
- Setelah celah rapat dinding diplester kembali dengan campuran
spesi 1 semen : 3 pasir.
Untuk retak yang besar (retak yang mempunyai lebar celah lebih besar
dari 0,6 cm):
- Plesteran lama di sekitar retak dikupas lalu retak tersebut diisi
dengan air semen
- Setelah celah rapat, pada bagian bekas retakan dipasang kawat
anyaman yang dipaku kuat.
- Dinding diplester kembali dengan campuran spesi 1 semen : 3 pasir
85
Gambar 90 Perbaikan retak pada dinding dengan lebar > 0,6 cm
Dibuat balok pondasi, balok keliling dan kolom praktis lengkap dengan
angkur-angkur setiap 10 lapis bata ke dinding baru. Panjang angkur
minimum 30 cm.
86
Dinding hancur karena tidak
cukup pengangkuran antara
dinding dengan rangkanya
87
b. Perbaikan rangka atap yang lepas dari dudukannya
- Buat kolom baru lengkap dengan angkur untuk ke dinding dan diikat
ke balok keliling serta balok pondasi dengan baik.
- Ikat kuda-kuda dengan kolom seperti pada Gambar berikut.
88
c. Perbaikan pada pertemuan balok dan kolom praktis
89
d. Perbaikan kolom praktis yang rusak
1
7
6
2
4 3
5
8
9
Kolom pengaku
dinding
(beton bertulang)
Balok pengaku
dinding
(beton bertulang)
Balok beton
bertulang yang
ada
91
Gambar 96 Pemasangan tulangan balok dan kolom baru
92
f. Perbaikan pada kolom struktural yang rusak di bagian atas
Balok utuh
Kolom hancur/
Berubah posisi
Kolom miring
Kolom hancur /
Berubah posisi
Penyangga
kayu/ sejenis
Kolom miring
lantai lantai
Tulangan yang bengkok dirapihkan kembali dan yang telah leleh diganti
dengan yang baru. Tulangan sengkang dirapihkan dengan jarak sesuai
dengan aslinya dan yang rusak/putus diganti dengan yang baru.
Pasang bekisting dan kolom di cor kembali dengan adukan beton baru
yang memiliki kekuatan tekan yang sama dengan aslinya.
97
b. Pada pertemuan dua dinding di sudut
98
Daftar Pustaka
Boen, T., Manual Perbaikan Bangunan Yang Rusak Akibat Gempa Bumi
(Hasil Survey Gempa Bumi Lampung Barat, 16 Februari 1994), Teddy
Boen & Rekan, Jakarta, Februari 1994
99