Anda di halaman 1dari 19

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Inflow Performance Relationship (IPR)


Inflow Performance Relationship (IPR) pada suatu sumur minyak adalah kemampuan sumur
mengalirkan fluida dari reservoir atau juga dapat didefinisikan sebagai hubungan antara laju alir
dengan tekanan alir dasar sumur. Besarnya kemampuan sumur mengalirkan fluida tersebut
dipengaruhi beberapa hal antara lain adalah Reservoir Pressure (𝑝̅ ), Pressure Bubble (Pb),
Pressure While Flowing (Pwf), Jari-jari Pengurasan (Re), Permeabilitas Rata Rata (K),
Viscositas Minyak (μ), Factor Volume Formasi (Bo)
IPR merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengevaluasi performa reservoir dalam
teknik produksi. IPR dibagi menjadi beberapa jenis yaitu single phase , two phase, three-phase.

2.1.1 IPR Single-Phase Reservoir


IPR single-phase adalah IPR yang dipergunakan untuk undersaturated oil reservoir, yakni ketika
pwf berada diatas bubble-point pressure(Pb). Pada kondisi tersebut gas masih terlarut didalam
minyak maka belum ada free gas yang terbentuk pada laju alir reservoir. Hal ini menyebabkan
pada lajur alir fluida hanya terdiri dari satu fasa, yaitu minyak.
Kurva IPR untuk single-phase reservoir berupa garis lurus yang ditarik dari tekanan reservoir ke
bubble-point pressure. Jika bubble-point pressure sama dengan 0 psig, makan absolute open
flow (AOF) sama dengan productivity index (J*) dikalikan dengan tekanan reservoir.

Gambar 2-1. Kurva IPR single-phase

3
Contoh kurva IPR untuk single-phase dapat dilihat pada Gambar 2-1. Dengan kondisi diatas
didapat persamaan productivity index sebagai berikut:

𝑞
𝐽∗ = … (2)
𝑝𝑖 − 𝑝𝑤𝑓

2.1.3 IPR Two-Phase Reservoir

Ketika tekanan reservoir berada dibawah bubble point pressure (Pb), gas terlarut akan keluar dari
minyak dan menjadi free gas. Free gas menempati sebagian ruang dari pori sehingga
mengurangi aliran dari minyak dan efek ini dapat dikuantifikasi dengan berkurangnya
permeabilitas relatif. Hal ini juga mengakibatkan viskositas dari minyak menurun dikarenakan
berkurangnya konsentrasi gas terlarut di dalam minyak. Kombinasi dari perubahan permeabilitas
relatif dan perubahan viskositas mengakibatkan berkurangnya laju alir minyak pada bottom hole
pressure tersebut. Hal ini mengakibatkan deviasi kurva IPR ketika berada di bawah bubble-point
pressure. Semakin rendah tekanan tersebut maka semakin besar deviasinya. Jika tekanan
reservoir (𝑝̅) berada dibawah initial bubble point pressure (𝑝𝑏 ) maka pada reservoir tersebut
terdapat aliran minyak dan gas sehingga laju alirpada reservoir disebut sebagai two-phase,
karena laju alir terdiri dari dua fasa, yakni minyak dan gas.

Gambar 2-2. Kurva IPR two-phase

4
Metoda IPR two-phase yang banyak dipergunakan secara luas di industri salah satunya adalah
metoda Vogel. Metode Vogel merupakan suatu korelasi yang dapat dituliskan melalui persamaan
berikut :

𝑝𝑤𝑓 𝑝𝑤𝑓 2
𝑞𝑜 = 𝑞𝑚𝑎𝑥 [1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( ) ] … (3)
𝑝̅ 𝑝̅

Dimana qmax disebut juga sebagai AOF yaitu debit maksimum yang dapat dihasilkan oleh
reservoir. Secara teoritis, qmax dapat didekati berdasarkan tekanan reservoir (𝑝̅ ) dan productivity
index (J*) diatas bubble-point pressure(𝑝𝑏 ) dengan persamaan pseudo-steady-state yang biasa
dipergunakan

𝐽∗ 𝑝̅
𝑞𝑚𝑎𝑥 = … (4)
1.8

Untuk partial two-phase reservoir, konstanta J* pada metoda Vogel harus ditentukan
berdasarkan tested flowing bottom-hole pressure. Jika tested flowing bottom-hole pressure (pwf)
berada diatas bubble-point pressure(𝑝𝑏 ) makan model konstanta J* dapat ditentukan dengan

𝑞𝑜
𝐽∗ = … (5)
(𝑝̅ − 𝑝𝑤𝑓 )

Jika tested flowing bottom-hole pressure (pwf) berada dibawah bubble-point pressure maka
konstanta J* ditentukan dengan

𝑞𝑜
𝐽∗ = 2 … (6)
𝑝𝑏 𝑝 𝑝
(𝑝̅ − 𝑝𝑏 ) + [1 − 0.2 ( 𝑝𝑤𝑓 ) − 0.8 ( 𝑝𝑤𝑓 ) ]
1.8 𝑏 𝑏

5
2.1.4 IPR Three-Phase Reservoir

IPR three-phase reservoir adalah model IPR yang dipergunakan untuk reservoir tiga fasa dimana
fluida yang mengalir adalah minyak, air, dan gas. Salah satu metoda IPR ini adalah
metodaWiggins yang dikembangkan dari metoda Vogel. Metoda ini lebih sederhana daripada
metoda three-phase reservoir lainya.

Pada metoda Wiggins, diasumsikan bahwa setiap fasa dapat diperlakukan secara terpisah
sehingga debit minyak (qo) dan debit air (qw) dapat dihitung masing-masing. Persamaan IPR
three-phase reservoir Wiggins untuk debit minyak adalah

𝑝𝑤𝑓 𝑝𝑤𝑓 2
𝑞𝑜 = 𝑞𝑚𝑎𝑥 [1 − 0.519167 ( ) − 0.481092 ( ) ] … (7)
𝑝̅ 𝑝̅

Sedangkan untuk debit air adalah

𝑝𝑤𝑓 𝑝𝑤𝑓 2
𝑞𝑤 = 𝑞𝑚𝑎𝑥 [1 − 0.722235 ( ) − 0.284777 ( ) ] … (8)
𝑝̅ 𝑝̅

Metoda IPR Wiggins dipergunakan untuk reservoir yang memiliki water cut.

2.2. Tubing Performance Relationship (TPR)

Kemampuan suatu formasi untuk memproduksi fluida yang dikandungnya pada tekanan tertentu
dapat diketahui dengan membuat IPR dari masing-masing sumur. Secara umum, sumur-sumur
yang baru ditemukan mempunyai tenaga pendorong alami berupa energi tekanan yang besar
sehingga dapat mengalirkan fluida hidrokarbon dari reservoir ke permukaan. Selanjutnya, untuk
mengetahui banyaknya laju alir yang akan dialirkan menuju permukaan dapat diperkirakan
dengan menggunakan sistem nodal analisi dengan membuat hubungan Inflow Performance
Relationship (IPR) dan Tubing Performace Relationship (TPR).
6
Tubing Performace Relationship (TPR) merepresentasikan kemampuan tubing untuk
mengalirkan fluida. Optimasi tubing perlu dilakukan untuk menghasilkan suatu sistem produksi
yang optimal. Melalui sistem nodal analisis dapat diperkirakan besarnya tubing optimum yang
akan digunakan untuk suatu sumur. Pemilihan tubing dapat ditentukan dengan mencari laju alir
optimum setiap sumur menggunakan sensitivity analysis antara kurva TPR dengan variasi
berbagai ukuran tubing terhadap kurva IPR.

2.2.1. Analisis Optimasi Tubing

Perpotongan antara grafik IPR dan TPR di semua ukuran tubing dengan nilai laju alir yang
berbeda. Grafik IPR merepresentasikan aliran dari reservoir ke bottom hole dan grafik TPR
merepresentasikan aliran di media pipa. Laju alir sendiri adalah besarnya rate yang kita peroleh
pada kondisi komplesi sumur (TPR) tertentu dengan kondisi performance reservoir di sumur
(IPR) tertentu. Sehingga, sistem di reservoir dan sistem produksi akan mencapai kesetimbangan
pada suatu harga Q dengan Pwf tertentu. Titik perpotongan yang terjadi biasa disebut dengan
operating condition. Jika TPR dan IPR masih berpotongan, hal itu berarti dengan ukuran tubing
tersebut fluida masih bisa mengalir, namun bila TPR dan IPR sudah tidak berpotongan lagi hal
ini berarti dengan ukuran tubing tersebut tidak lagi ada aliran yang tercapai.

data laju alir setiap sumur dari ukuran tubing yang berbeda. Dari data tersebut terlihat bahwa
semakin besar ukuran tubing yang digunakan maka laju alir yang dihasilkan juga akan semakin
besar. Hal tersebut dimungkinkan karena semakin besar ukuran tubing, maka penurunan tekanan
(pressure drop) sepanjang pipa tubing akan semakin kecil, sehingga fluida yang dapat
diproduksikan akan semakin besar yang ditunjukkan oleh tekanan alir dasar sumur yang
mempunyai harga terkecil.

7
2.2.2. Flow Correlation
Flow correlation adalah persamaan yang berfungsi untuk melakukan pendekatan pressure drop
aliran fluida dalam pipa. Banyak flow correlation yang dikembangkan untuk menghitung dan
menentukan kehilangan tekanan sepanjang tubing produksi atau tubing performance relationship
(TPR). Flow correlation dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti diameter pipa, tekanan
wellhead, jenis fluida, berat jenis fluida, komposisi fluida, panjang pipa, kemiringan pipa,
permukaan pipa, viskositas fuida, dan laju alir fluida. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
pressure drop aliran yang terdapat dalam pipa.

Flow correlation dikembangkan berdasarkan asumsi dan batasan batasan tertentu. Berikut adalah
beberapa contoh flow correlation :

1. Persamaan Duns & Ros


Ukuran Tubing : Pressure drop menjadi overpredicted untuk ukuran tubing antara
1 dan 3inch
Oil Gravity(API) : Akurat pada oil gravity antara 13-56 °API
Gas Liquid Ratio (GOR) : Pressure drop menjadi overpredicted pada berapa pun nilai GLR,
khususnya eror lebih besar dari 20% untuk GLR > 5000
Water Cut (WC) : Tidak cocok untuk aliran multifasa
Remarks : Untuk vertical flow gas and liquid mixture

2. Persamaan Hagedorn & Brown


Ukuran Tubing : Akurat untuk ukuran tubing antara 1 dan 1.5 inch. Semakin besar
ukuran tubin menyebabkan overpredicted pada pressure drop
Oil Gravity(API) : Overpredicted pada minyak berat (13-25°API) dan
underpredicted pada minyak ringan (40-56°API)
Gas Liquid Ratio (GOR) : Pressure drop menjadi overpredicted pada GLR >5000
Water Cut (WC) : Akurat untuk berbagai nilai water cut
Remarks : Untuk vertical well dan oil viscosity in range 10 cp – 110 cp

8
3. Persamaan Orkiszewski
Ukuran Tubing : Akurat untuk ukuran tubing antara 1 dan 2 inch. Pressure drop
menjadi overpredicted pada ukuran tubing lebih dari 2 inch
Oil Gravity(API) : Overpredicted pada minyak berat (13-30°API) dan akurasi
meningkat seiring meningkat oil gravity
Gas Liquid Ratio (GOR) : Sangat akurat untuk GLR ≤ 5000. Error lebih besar dari 20%
untuk GLR >5000
Water Cut(WC) : Akurat untuk berbagai nilai water cut
Remarks : Untuk two phase flow pressure drop in vertical pipedan
merupakan esktensi dari Griffith and Walliswork

4. Persamaan Beggs & Brill


Ukuran Tubing : Akurat untuk ukuran tubing antara 1 dan 1.5 inch. Semakin besar
ukuran tubin menyebabkan overpredicted pada pressure drop
Oil Gravity(API) : Akurat untuk berbagai nilai oil gravity
Gas Liquid Ratio(GOR) : Overpredicted terjadi setiap kenaikan GLR. Erorr menjadi sangat
besar pada GLR > 5000
Water Cut (WC) : Akurat untuk water cut sampai dengan 10%
Remarks : Dikembangkan untuk inclined tubing

2.3. Future IPR

Seiring dengan waktu kemampuan alir dan tekanan reservoir akan menurun. Pada two-phase
reservoir, penurunan kemampuan alir dan tekanan reservoir dikarenakan oleh turunya
permeabilitas relatif dari reservoir akibat naiknya viskositas minyak. Future IPR dapat diprediksi
untuk meotda Vogel dan Wiggins.

Persamaan yang dapat digunakan untuk mencari qo max future untuk metode Vogel adalah

(𝑝̅𝑟 )𝑓 (𝑝̅𝑟 )𝑓
(𝑞𝑜 𝑚𝑎𝑥 )𝑓 = (𝑞𝑜 𝑚𝑎𝑥 )𝑝 ( ) [0.2 + 0.8 ( )] … (9)
(𝑝̅𝑟 )𝑝 (𝑝̅𝑟 )𝑝

9
Sedangkan untuk mendapatkan q max future untuk metode Wiggins adalah

(𝑝̅𝑟 )𝑓 (𝑝̅𝑟 )𝑓
(𝑞𝑜 𝑚𝑎𝑥 )𝑓 = (𝑞𝑜 𝑚𝑎𝑥 )𝑝 ( ) [0.15 + 0.84 ( )] … (10)
(𝑝̅𝑟 )𝑝 (𝑝̅𝑟 )𝑝

(𝑝̅𝑟 )𝑓 (𝑝̅𝑟 )𝑓
(𝑞𝑤 𝑚𝑎𝑥 )𝑓 = (𝑞𝑤 𝑚𝑎𝑥 )𝑝 ( ) [0.59 + 0.36 ( )] … (11)
(𝑝̅𝑟 )𝑝 (𝑝̅𝑟 )𝑝

Nilai (𝑞𝑚𝑎𝑥 )𝑓 yang didapat dari persamaan (9) untuk metoda Vogel dan persamaan (10) dan (11)
untuk metoda Wiggins beserta nilai tekanan reservoir future, (𝑝̅𝑟 )𝑓 , dimasukkan kembali
kedalam persamaan (3) untuk metoda Vogel atau persamaan (7) dan (8) untuk metoda Wiggins
sehingga didapatkan persamaan future IPR.

Persamaan lain yang dapat dipergunakan untuk menentukan future IPR adalah dengan dengan
metoda Eckmeir dimana

𝑄𝑜 𝑚𝑎𝑥2 𝑃𝑟1 3
= ( ) … (12)
𝑄𝑜 𝑚𝑎𝑥1 𝑃𝑟2

Dapat juga dituliskan sebagai

𝑃𝑟1 3
𝑄𝑜 max 𝑓 = 𝑄𝑜 𝑚𝑎𝑥 𝑖 ( ) … (13)
𝑃𝑟2

Nilai Qo max f yg didapat dimasukkan kedalam Qo max persamaan metoda Vogel dan Wiggins
untuk mendapatkan Future IPR.

2.4. Gas Lift


Gas lift merupakan salah satu metode artificial lift yang digunakan dengan cara menginjeksikan
gas pada sumur produksi, yang bertujuan untuk meningkatkan laju produksi sumur. Gas yang
diinjeksikan secara kontinu akan menurunkan densitas dari hidrokarbon. Injeksi gas akan
menurunkan gradien tekanan alir dengan menurunkan densitas fluida yang mengalir di dalam
tubing sehingga menjadi lebih ringan dan lebih mudah untuk diproduksikan ke permukaan.
Dengan demikian laju produksi minyak akan meningkat

10
Gambar 2-3. Skema Sistem Gas Lift pada Sumur Produksi

Secara umum persamaan nodal pada pwh adalah sebagai berikut

𝑝𝑤ℎ = 𝑝𝑟 − ∆𝑝𝑓𝑟𝑖𝑘𝑠𝑖 − ∆𝑝ℎ𝑖𝑑𝑟𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑘 … (14)

Apa bila ∆𝑝𝑓𝑟𝑖𝑘𝑠𝑖 diasumsukan sama dengan 0 dan 𝑝𝑟 sama dengan ∆𝑝ℎ𝑖𝑑𝑟𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑘 maka fluida
tidak dapat mengalir, maka

𝑝𝑟 = ∆𝑝ℎ𝑖𝑑𝑟𝑜𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑘 … (15)
𝑝𝑟 = 𝜌 𝑔 ℎ … (16)

Agar tekanan hidrostatik fluida turun sehingga 𝑝𝑟 <𝜌 𝑔 ℎ dan fluida dapat mengalir maka berat
jenis fluida, 𝜌, harus diturunkan. Cara menurunkan berat jenis fluida adalah dengan
menginjeksikan gas kedalam sumur.

2.4.1. Gas Lift Performance Curve (GLPC) dan Metode Equal Slope

Metode gas lift memerlukan gas sebagai sumber utama pada penerapannya. Akan tetapi gas yang
tersedia dilapangan seringkali terbatas, sehingga alokasi gas lift merupakan tugas besar yang
harus diperhitungkan agar laju produksi tetap berjalan secara maksimal. Setiap sumur memiliki
GLPC (Gas Lift Performance Curve), GLPC menunjukkan laju alir gas yang diinjeksikan

11
dengan laju alir produksi oil. Melalui data GLPC setiap sumur, maka dapat ditentukan alokasi
gas lift untuk setiap sumur agar produksi dapat kembali meningkat.

Salah satu metode dalam alokasi gas injeksi adalah metode equal slope. Alokasi dengan metode
ini dilakukan berdasarkan perbandingan antara qoil terhadap kebutuhan gas injeksi atau qinj.

Gambar 2-4. Slope: Laju Alir Minyak terhadap Laju Alir Injeksi Gas

Pada metode ini Qo pada Qo vs Qg inj, dibagi sama panjang lalu dilakukan perhitungan slope
untuk setiap range kurva untuk setiap slope tertentu tersebut.

𝑄𝑜.,𝑖−1/2 − 𝑄𝑜.,𝑖+1/2
(Slope)𝑖 = … (17)
𝑄𝑔,𝑖−1/2 − 𝑄𝑔,𝑖+1/2

Apabila slope bernilai 0 maka didapatkan nilai maksimum dari kurva tersebut. Hal ini berarti
bahwa pada nilai gas injection rate tersebut didapat nilai flow rate yang maksimum (laju injeksi
gas lift). Setelah itu dibuat kurva slope vs gas injection rate untuk setiap sumur.

Gambar 2-5. Ilustrasi Equal Slope


12
Selanjutnya dari masing-masing kurfa antara Slope vs Gas-lift Injection Rate dijumlahkan untuk
nilai slope yang sama. Kemudian dari kurva master slope ini dapat ditentukan hubungan antara
total alokasi gas injection rate dengan slope gabungan dari beberapa sumur.

Gambar 2-6. Masterslope

2.4.2. Instalasi Gas Lift


Yang dimaksud disini adalah semua peralatan lift baik yang berada di dalam
sumur maupun yang berada di permukaan, juga termasuk komplesi yang digunakan dalam
sistem gas lift tersebut.

2.4.2.1. Jenis-Jenis Komplesi Gas Lift


1. Komplesi terbuka
Yaitu jenis komplesi sumur gas lift, dengan tubing string digantungkan di
dalam sumur tanpa memakai packer maupun standing valve. Jenis komplesi yang
demikian dianjurkan untuk sistem continuous gas lift. Jenis komplesi terbuka ini
jarang digunakan, tetapi untuk injeksi gas dari bagian tubing dan keluar dari
annulus akan lebih ekonomis, atau pada sumur yang mempunyai problem
kepasiran.

2. Komplesi setengah tertutup


Yaitu jenis komplesi sumur gas lift, dengan tubing string digantungkan di
dalam sumur, menggunakan packer antara tubing dan casing serta tidak

13
menggunakan standing valve. Jadi, disini pengaruh injeksi gas terhadap formasi
produktif dicegah oleh adanya packer. Komplesi semacam ini cocok untuk
continuous maupun intermittent gas lift.

3. Komplesi tertutup
Yaitu jenis komplesi sumur gas lift, dengan tubing string digantungkan di
dalam sumur, menggunakan packer dan juga standing valve ditempatkan di bawah
valve gas lift terbawah atau ujung tubing string. Dalam hal ini injeksi gas sama
sekali tidak terpengaruh terhadap formasi, karena dihalangi oleh packer dan
standing valve. Komplesi ini biasanya digunakan pada sumur-sumur dengan
tekanan dasar sumur rendah, dan produktivity index rendah.

4. Komplesi ganda
Komplesi ganda ini digunakan pada sumur-sumur yang mana terdapat dua
formasi produktif atau lebih, diproduksikan melalui dua tebing yang terpisah dalam
satu sumur. Masing-masing formasi produktif tersebut dipisahkan dengan
menggunakan packer. Sedangkan susunan tubing tersebut bisa paralel atau sesuai
(konsentris). Sistem ini mempunyai keuntungan lebih menghemat gas injeksinya
bila production casing cukup besar, sehingga memungkinkan untuk ditempati oleh
dua tubing secara bersejajaran. Model sepusat ini digunakan bila diameter
casingnya kecil atau tidak memungkinkan untuk ditempati oleh dua tubing yang
diletakkan secara sejajar.
5. Komplesi ruang (accumulation chamber lift instalation)
Sistem ini mirip dengan sistem komplesi tertutup, hanya bedanya di sini
menggunakan ruang akumulasi. Ruang akumulasi berfungsi untuk memperkecil
tekanan kolom minyak yang berada di dalam tubing. Tekanan kolom minyak
menjadi kecil, karena akibat rendahnya kolom cairan yang ada di dalam ruang
akumulasi, karena adanya packer di dalam tubing. Disamping ruang akumulasi
yang berfungsi untuk memperbesar rate produksi minyak yang dihasilkan. Tipe
komplesi ini digunakan pada sumur-sumur dengan tekanan dasr sumur rendah serta
productivity index yang rendah pula.

14
6. Pack off instalation
Pada jenis ini, tidak perlu dilakukan penggantian tubing apabila ingin
dilakukan pemasangan valve-valve gas lift pada sumur-sumur yang bersangkutan.
Hal ini disebabkan, pada kedalaman casing tertentu telah di pasang pack off, di
mana berfungsi sebagai penghubung annulus dengan fluida di dalam tubing melalui
lubang kecil yang dapat dibuka dan ditutup. Hal ini dapat dilakukan karena terdapat
alat yang disebut slidding side door. Jadi pada jenis alat ini, bila suatu saat
memerlukan gas lift agar dapat meneruskan produksinya tidak perlu dilakukan
penggantian tubing. Dengan menggunakan metode wire line, slidding side door
dapat dibuka dan valve gas lift langsung digunakan.

2.4.2.2. Peralatan Gas Lift


Peralatan gas lift untuk menunjang operasinya sistem pengangkatan minyak
dengan menggunakan metode injeksi gas ke dalam sumur dapat dibagian dua kelompok
yaitu :
A. Peralatan di Atas Permukaan (Surface Equipment)
1. Well head gas lift x-mastree
Well head sebetulnya bukan merupakan alat khusus untuk gas lift saja,
tetapi juga merupakan salah satu alat yang digunakan pada metode sembur alam,
dimana dalam periode masa produksi, alat ini berfungsi menggantungkan tubing
dan casing disamping itu well head merupakan tempat duduknya x-mastree.
2. Station kompresor gas
Kompresor gas yaitu suatu alat yang berfungsi untuk mendapatkan gas
bertekanan tinggi untuk keperluan injeksi. Di dalam stasiun kompresor, terdapat
beberapa buah kompresor dengan sistem manifold-nya. Dari stasium kompresor ini
dikirimkan gas bertekanan sesuai dengan tekanan yang diperlukan sumur-sumur gas
lift melalui stasiun distribusi.
3. Stasiun distribusi
Dalam menyalurkan gas injeksi dari kompresor ke sumur terdapat beberapa
cara, antara lain :

15
a. Stasiun distribusi langsung
Pada sistem ini gas dari kompresor disalurkan langsung ke sumur-sumur
produksi, sehingga untuk beberapa sumur mana membutuhkan gasnya tidak
sama, sistem ini kurang efisien.
b. Stasiun distribusi dengan pipa induk
Pada sistem ini lebih ekonomis, karena panjang pipa dapat diperkecil.
Tetapi karena ada hubungan langsung antara satu sumur dengan sumur lainnya,
maka bila salah satu sumur sedang dilakukan penginjeksian gas sumur lain bisa
terpengaruh.
c. Stasiun distribusi dengan stasiun distribusi
Pada sistem ini sangat rasional dan banyak dipakai di mana-mana, gas
dibawa dari Stasiun pusat ke stasiun distribusi dari sini gas dikirim melalui
pipa-pipa.
4. Alat-alat kontrol
Alat-alat kontrol yang dimaksudkan di sini adalah semua peralatan yang
berfungsi untuk mengontrol atau mengatur gas injeksi, seperti :
a. Choke kontrol
Adalah alat yang mengatur jumlah gas yang diinjeksikan, sehingga dalam
waktu yang telah ditentukan tersebut dapat mencapai tekanan tertentu seperti yang
diinginkan untuk penutupan dan pembukaan valve. Khusus untuk intermittent gas
lift.
b. Regulator
Adalah alat yang melengkapi choke kontrol berfungsi jumlah/banyaknya gas
yang masuk. Apabila gas injeksi telah cukup regulator ini akan menutup. Khusus
untuk intermittent gas lift.
c. Time cycle controller
Adalah merupakan alat yang digunakan untuk mengontrol laju/rate aliran
injeksi pada aliran intermittent berdasarkan interval waktu tertentu/dengan kata
lain, kerjanya berdasarkan prinsip kerja jam. Maka alat ini akan membuka
regulator selama waktu yang telah ditentukan untuk mengalirkan gas injeksi,

16
setelah selama waktu tertentu regulator menutup dalam selang waktu yang telah
ditentukan.

B. Peralatan di Bawah Permukaan ( Sub Surface Equipment)


1. Kamar akumulasi
Kamar akumulasi merupakan ruang/chamber terbuat dari tubing yang
berdiameter lebih besar dari tubing di bawahnya terdapat katup/valve tetap
untuk menahan cairan supaya jangan sampai keluar dari kamar akumulasi pada
saat dilakukan injeksi. Fungsinya adalah memperkecil tekanan kolom minyak
yang berada di atas tubing.
2. Pinhole collar
Pinhole Collar adalah suatu collar khusus yang mempunyai lubang kecil
tempat gas injeksi masuk ke dalam tubing. Letaknya di dalam sumur ditentukan
lebih dahulu. Pada umumnya penggunaan collar semacam ini tidak effesien,
karena sumur tidak memproduksi secara optimum ratenya.
3. Valve gas lift
Secara penggunaan valve gas lift berfungsi untuk :
a. Memproduksi minyak dengan murah dan mudah tanpa memerlukan injeksi
gas yang tekanannya sangat besar.
b. Mengurangi unloading (kick off) atau tambahan portable compressor.
c. Kemantapan (stability) mampu mengimbangi secara otomatis terhadap
perubahan-perubahan tekanan yang terjadi pada sistem injeksi gas.
d. Mendapatkan kedalaman injeksi yang lebih besar untuk suatu kompresor
dengan tekanan tertentu.
e. Menghindari swabbing untuk high fluid well atau yang diliputi air.
Secara berturut-turut perkembangan valve dapat diikuti seperti berikut :
1. Spring loaded differential valve :
Jenis ini paling banyak digunakan pada masa-masa yang lalu bekerja
berdasarkan kondisi reservoir.
Secara normal bila tidak ada gaya-gaya maka valve tersebut akan membuka.
Spring loaded pressure dapat diatur dengan Adjust Table Nut agar spring

17
pressure ini dapat berkisar 100-150 psi. Pada saat valve terbuka, maka dua
gaya yang bekerja pada tangkai valve :
a. Melalui port dibagian valve, sehingga tekanan injeksi gas sepenuhnya
pada kedalaman di manan valve dipasang, akan bekerja seluruh
permukaan atau dari steam, dan menekan melawan tekanan dari spring
(berusaha untuk menutup).
b. Melalui choke pada dinding sampai valve tersebut.
2. Mechanically controlled differential valve
Membuka dan menutupnya valve dilakukan dengan kawat dari
permukaan. Jenis ini sudah jarang di pakai pada waktu sekarang, karena
akan terjadinya banyak kesulitan, kawat mudah putus, korosi effesiensi
rendah, prinsip pemikiran kurang populer, saat pemasangan lama, juga
sangat sukar operasinya pada saat unloading. Valve jenis ini untuk
intermittent flow.
3. Specific gravity differential valve
Jenis ini biasa dipergunakan untuk continuous flow, dengan
menggunakan diafragma karet. Membuka dan menutupnya valve
berdasarkan gradient tekanan di tubing bila gradient tekanan di tubing naik,
maka valve akan membuka, bila gradient tekanan turun dengan adanya gas
injeksi, maka valve akan menutup.
4. Pressure charge bellow valve
Jenis ini paling umu digunakan dewasa ini, karena mempunyai sifat-
sifat khusus, yaitu :
- mudah dikontrol kerjanya, karena otomatis
- operating pressure konstan
- dapat digunakan baik intermittent maupun continuous
Secara normal valve ini akan menutup, karena adanya pressure charge
bellow. Sedangkan valve ini akan bekerja karena adanya tekanan injeksi
gas.

18
5. Flexible sleave valve
Yang aliran gas masuk ke dalam tubing adalah karet yang mudah
lentur (flexible). Sedangkan valve ini mempunyai dome (ruang) berisi gas
kering dengan tekanan tertentu. Tekanan buka valve sama dengan tekanan
tutupnya dan juga sama dengan tekanan gas dalam dome. Valve dapat
digunakan untuk aliran intermittent maupun continuous dengan injeksi gas
diatur dari permukaan.
2.5. Sistem Nodal Analisis
Sistem sumur produksi yang menghubungkan antara formasi produktif dengan separator
dapat dibagi menjadi enam komponen diantaranya :
1. Komponen formasi produktif reservoir
Dalam komponen ini fluida reservoir mengalir dari batas reservoir menuju ke lubang
sumur, melalui media berpori.
2. Komponen komplesi.
Adanya lubang perforasi ataupun gravel pack didasar lubung sumur akan mempengaruhi
aliran fluida dari formasi ke dasar lubang sumur. Berdasarkan analisa di komponen ini,
dapat diketahui pengaruh jumlah lubang perforasi ataupun adanya gravel pack terhadap
laju produksi sumur.
3. Komplesi tubing.
Fluida multifasa yang mengalir dalam pipa tegak maupun miring, akan mengalami
kehilangan tekanan yang besarnya antara lain tergantung dari ukuran tubing. Dengan
demikian analisa tentang pengaruh ukuran tubing terhadap laju produksi dapat dilakukan
dalam komponen ini.
4. Pengaruh ukuran pipa salur terhadap laju produksi yang dihasilkan suatu sumur , dapat
dianalisis dalam komponen ini seperti halnya pengaruh ukuran tubing dalam komponen
tubing
5. Komponen retriksi / jepitan
Jepitan yang dipasang di kepala sumur atau didalam tubing sebagai safety valve, akan
mempengaruhi besar laju produksi yang dihasilkan dari suatu sumur. Pemilihan ataupun
analisa tentang pengaruh ukuran jepitan terhadap laju produksi dapat dianalisis pada
komponen ini.

19
6. Komponen separator
Laju produksi suatu sumur dapat berubah dengan berubahnya tekanan separator.
Pengaruh perubahan tekanan kerja separator terhadap laju produksi untuk system sumur
dapat dilakukan pada komponen ini.
Keenam komponen diatas berpengaruh terhadap laju produksi sumur yang dihasilkan. Laju
produksi yang optimum dapat diperoleh dengan cara memvariasikan ukuran tubing, pipa salur,
jepitan dan tekanan kerja separator. Pengaruh kelakuan alira fluida dimasing – masing komponen
system sumur secara keseluruhan akan dianalisa, dengan menggunakan analisis system modal.
Nodal merupakan titik pertemuan antara dua komponen, dimana dititik pertemuan tersebut
secara fisik akan terjadi keseimbangan tekanan. Hal ini dimaksud masa fluida yang keluar dari
suatu komponen akan sama dengan masa fluida yang masuk ke dalam komponen berikutnya
yang saling berhubungan atau tekanan diujung suatu komponen akan sama dengan tekanan
diujung komponen yang lainya yang berhubungan. Dalam system sumur produksi dapat ditemui
4 titik nodal diantaranya :
1. Titik nodal didalam sumur
Titik nodal ini merupakan pertemuan antara komponen formasi produktif/ reservoir
dengan komponen tubing apabila komplesi sumur adalah open hole atau pertemuan
antara komponen tubing dengan komponen komplesi yang di perforasi atau bergravel
pack.
2. Titik nodal dikepala sumur
Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara komponen tubing dan pipa salur dalam
hal sumur tyidsk di lengkapi dengan jepitan atau merupakan pertemuan komponen tubing
dengan koomponen jepitan bilah sumur dilengkapi jipitan.
3. Titik nodal diseparator
Pertemeuan antara komponen pipa salur dengan komponen separator merupakan satu titik
nodal.
4. Titik nodal di “ upstream / downstream “ jepitan
Sesuai dengan letak jipitan, titik nodal ini dapat merupakan pertemuan antara komponen
jipitan dengan komponen tubing, apabilah jepitang dipasang di tubing sebagai safety
valve atau merupakan pertemuan antara komponen tubing di permukaan dengan
komponen jepitang apabilah jepitang pasang di kepala sumur.

20
Analisa system nodal dilakukan dengan membuat diagram laju produksi, yang merupakan grafik
yang menghubungkan anatara perubahan tekanan dan laju produksi untuk setiap komponen.
Hubungan anatara tekanan dan laju produksi diujung setiap komponen untuk system sumur
secara keseluruhan pada dasarnya merupakan kelakuan aliran di:
1. Media berpori menuju dasar sumur pipa
2. Pipa tegak (tubing) dan pipa datar (flow line)
3. Jepitan
Analisan system nodal terhadap suatu sumur diperlukan untuk tujuan
1. Meneliti kelakuan aliran fluida reservoir di setiap komponen sistem sumur untuk
menentukan pengaruh masing-masing komponen terhadap system sumur secara
keseluruhan
2. Mengabungkan kelakuan aliran fluida reservoir diseluruh komponen sehingga dapat
diperkirakan laju produksi sumur.
Untuk menganalisa pengaruh suatu komponen terhadap system sumur secara keseluruhan, di
pilih titik nodal yang terdekat dengan komponen tersebut. Apabilah ingin mengetahui pengaruh
ukuran jepitan terhadap laju produksi maka di pilih titik nodal di kepala sumur atau bilah ingin
mengetahui pengaruh jumlah lubang perforasi maka dipilih titik nodal dasar sumur.
Perencanaan system sumur produksi ataupun perkiraan laju produksi dari suatu system sumur
yang telah ada dengan menggunakan analisa system nodal. Ketelitian dan keberhasilan dari
system nodal sangat tergantung dari ketelitian dan tepatnya pemilihan korelasi atau metode
kelakuan aliran fluida reservoir.

21

Anda mungkin juga menyukai