Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan belum dapat turun
seperti yang diharapkan. Menurut laporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) pada bulan Juli tahun 2005, Angka Kematian Ibu (AKI) masih
berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah sebenarnya telah bertekad
untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 390 per 100.000 kelahiran hidup
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 menjadi 225 per 100.000
pada tahun 1999, dan menurunkannya lagi menjadi 125 per 100.000 pada tahun 2010.
Tetapi pada kenyataannya Angka Kematian Ibu (AKI) hanya berhasil diturunkan
menjadi 334 per 100.000 pada tahun 1997 dan menjadi 307 per 100.000 pada tahun
2003 menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). Telah diketahui
bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri adalah: pendarahan
45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia) 13% (Roeshadi
Haryono R, 2006).

Preeklamsia/eklamsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan


mortalitas perinatal di Indonesia. Sampai sekarang penyakit preeklamsia/eklamsia
masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat terpecahkan secara tuntas.

Soejonoes (1980) melakukan penelitian di 12 Rumah Sakit rujukan dengan


jumlah sampel 19.506, didapatkan kasus preeklamsia 4,78%, kasus eklamsia 0,51%
dan angka kematian perinatal 10,88 perseribu. Soejoenoes (1983) melakukan
penelitian di 12 Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian
peeklamsia dan eklamsia 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali
lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal).

B. Tujuan
1. Diketahuinya pengertian Eklampsi postpartum
2. Diketahuinya insiden Eklampsi postpartum
3. Diketahuinya gejalaklinik Eklampsi post partum
4. Diketahuinya penanganan Eklampsi postpartum
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Eklamsia Postpartum

Eklamsi dalam bahasa yunani berarti ‘’Halilintar’’ , karena serangan kejang-


kejang timbul tiba-tiba seperti petir ( Mochtar, 1998 ).

Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan pre eklamsia
yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin
timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul yang
lebih dari 48 jam post partum, terutama pada nuli para, dapat dijumpai sampai 10 hari
post partum. ( Brown dkk., 1987; Lubarsky dkk., 1994 ).

Eklampsia Post Partum merupakan kelanjutan dari antenatalnya, trias gejala


pokoknya hipertensi, protein uria dan edema lanjut. ( Manuaba, IdaAyu Candranita,
2008 )

B. Insiden Eklampsi Post Partum

Pada Ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh
koma. Menurut saat timbulnya dibagi dalam:

1. Eklampsi Gravidarum : 50 %
2. Eklampsi Perturien : 40 %
3. Eklampsi Perperium : 10 %

Angka kejadian eklampsi bervariasi diberbagai negara. Makin maju suatu Negara,
tambah tinggi kesadaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care,
tambah rendah angka kejadian eklampsinya.

Frekuensi di negara-negara maju 0,05-0,1%

Frekuensi di negara-negara berkembang 0,3-0,7%


C. Gejala Klinik

Ibu dalam 48 jam sesudah persalinan yang mengeluh nyeri kepala hebat,
penglihatan kabur dan nyeri epigarstik perlu dicurigai adanya preeklampsi berat atau
preeklampsi pasca persalinan. Preeklampsi berat dapat ditegakkan diagnosisnya jika
ada gejala tekana diastolic ≥ 110 mmHg dan protein urine ≥ +++, kadang
hiperrefleksia, nyeri kepala hebat, penglihatan kabur, oliguria < 400 ml/24 jam, nyeri
abdomen atas / epigastrik dan edema paru. Jika ibu mengalami kejang disertai
tekanan diastolic ≥ 90 mmHg dan protein urin ≥ ++ kadang disertai hiperrefleksia,
nyeri kepala hebat, penglihatan kabur, oliguria < 400 ml/24 jam, nyeri abdomen atas
/ epigastrik, edema paru dan koma diagnosisnya eklampsia. (Sujiyatini, 2010)

Serangan eklampsi dibagi dalam 4 tingkat :


1. Stadium Invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar,
kepala dipalingkan kekanan atau kiri.
Stadium ini berlangsung kira-kira 30 detik
2. Stadium Kejang Tonik
Seluruh otot badan kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok kedalam; pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis,
lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik
3. Stadium Kejang Klonik
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat terigigit. Mata
melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama
1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas
seperti mendengkur.
4. Stadium Koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini berlangsung selama beberapa menit
sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru
dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai
400 C
D. Penanganan

1. Segera lakukan penilaian keadaan umum dan tanda vital, jika ibu tidak bernafas
atau bernafas dangkal periksa dan bebaskan jalan nafas, mulai ventilasi dengan
masker dan balon kalau perlu intubasi.
Jika ibu bernafas beri oksigen 4-6 liter permenit melalui masker atau kanul nasal
2. Jika Ibu kejang baringkan pada sisi kiri, tempat tidur arah kepala ditinggikan
sedikit untuk mencegah terjadinya aspirasi, bebaskan jalan nafas, hindari pasien
jatuh dan lakukan pengawasan ketat, lindungi pasien dari kemungkinan trauma
(pasang spatel lidah, fiksasi tetapi jangan ikat terlalu keras)
3. Jika ibu tidak sadar / koma : bebaskan jalan nafas, baringkan sisi kiri, ukur suhu
dan periksa adakah kaku tengkuk
4. Berikan antikonvulsan (MgSo4/ Magnesium sulfat).
a. Dosis Awal
 MgSo4 4gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
 Segera lanjutkan dengan pemberian 10gr larutan MgSo4 50%, masing-
masing 5gr dibokong kanan dan kiri secara IM dalam, ditambah 1ml
lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas
sewaktu pemberian MgSo4
 Jika Kejang Berulang 15 menit, berikan MgSo4 2g (larutan 40%) IV
selama 5 menit
b. Dosis Pemeliharaan
 MgSo4 1-2gr per jam per infuse, 15 tetes/menit atau 5gr MgSo4,
sampai 24 jam, diberikan setelah awal kejang
c. Sebelum Pemberian MgSo4, Periksa :
 Frekuensi Pernafasan minimal 16/menit
 Reflek patella (+)
 Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir
d. Berhentikan Pemberian MgSo4, Jika :
 Frekuensi Pernafasan < 16/menit
 Reflek patella (-)
 Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
e. Siapkan Antidotum
Jika terjadi henti nafas : lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator) beri
kalsium glukonat 1gr (20ml larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi.
5. Terusakan terapi anti Hipertensi jika tekana diastolic masih 110 mmHg atau
lebih.
 Beri Hidralazin 5mg, IV pelan-pelan setiap 5 menit sampai tekanan darah
turun
 Atau bila tidak tersedia berikan Nifedipin 5mg Sublingual. Jika tidak baik
setelah 10 menit beri tambahan 5 ml Sublingual.

Anda mungkin juga menyukai