1. Ibu drg Yetti Wilda MMKes selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu
Biomedik Dasar.
2. Kedua orang tua dan rekan yang telah memberikan masukan kepada kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh Karena
itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Setiap makhluk hidup di bumi diciptakan berdampingan dengan alam, karena
alam sangat penting untuk kelangsungan makhluk hidup. Karena itu setiap makhluk
hidup, khususnya manusia harus dapat menjaga keseimbangan alam. Untuk dapat
menjaga keseimbangan alam dan untuk dapat mengenali perubahan lingkungan yang
terjadi, Tuhan memberikan indera kepada setiap makhluk hidup.
Indera ini berfungsi untuk mengenali setiap perubahan lingkungan, baik yang
terjadi di dalam maupun di luar tubuh. Indera yang ada pada makhluk hidup, memiliki
sel-sel reseptor khusus. Sel-sel reseptor inilah yang berfungsi untuk mengenali
perubahan lingkungan yang terjadi. Berdasarkan fungsinya, sel-sel reseptor ini dibagi
menjadi dua, yaitu interoreseptor dan eksoreseptor.
Interoreseptor ini berfungsi untuk mengenali perubahan-perubahan yang terjadi
di dalam tubuh. Sel-sel interoreseptor terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi,
dinding pembuluh darah, dinding saluran pencernaan, dan lain sebagainya. Sel-sel ini
dapat mengenali berbagai perubahan yang ada di dalam tubuh seperti terjadi rasa nyeri
di dalam tubuh, kadar oksigen menurun, kadar glukosa, tekanan darah menurun/naik
dan lain sebagainya.
Eksoreseptor adalah kebalikan dari interoreseptor, eksoreseptor berfungsi untuk
mengenali perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi di luar tubuh. Yang termasuk
eksoreseptor yaitu: (1) Indera penglihat (mata), indera ini berfungsi untuk mengenali
perubahan lingkungan seperti sinar, warna dan lain sebagainya. (2) Indera pendengar
(telinga), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti suara. (3)
Indera peraba (kulit), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan
seperti panas, dingin dan lain sebagainya. (4) Indera pengecap (lidah), indera ini
berfungsi untuk mengenal perubahan lingkungan seperti mengecap rasa manis, pahit
dan lain sebagainya. (5) Indera pembau (hidung), indera ini berfungsi untuk mengenali
perubahan lingkungan seperti mengenali/mencium bau. Kelima indera ini biasa kita
kenal dengan sebutan panca indera.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem indera pengecap (lidah) pada
manusia.
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem indera pembau (hidung) pada
manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Korteks Olfaktorius
Akson sel mitral dan sel tufted berjalan ke posterior melalui stria
olfaktorius intermedia dan stria olfaktorius lateral ke korteks olfaktorius.
Akson sel mitral berakhir di dendrite apical sel pyramid di korteks
olfaktorius. Pada manusia, tindakan mengendus-endus akan menggiatkan
korteks piriformis, tetapi menghidu dengan atau tanpa mengendus-endus
menggiatkan girus orbitofrontal lateral dan anterior dari lobus frontalis.
Penggiatan orbitofrontalis pada umumnya lebih besar pada sisi kanan dari
pada sisi kiri. Dengan demikian , representasi penghidu pada korteks bersifat
asimetris. Serat lain menuju ke amigdala, yang mungkin berperan dalam
respon emosi terhadap rangsang penghidu, dan ke korteks entorinal, yang
berperan dalam ingatan penghidu.
Zat ini dapat larut dalam lendir hidung, sehingga terjadi pengikatan zat dengan
protein membran pada dendrit. Kemudian timbul impuls yang menjalar ke akson-
akson. Beribu-ribu akson bergabung menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak
(olfaktori). Saraf otak ke I ini menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke
rongga hidung kemudian bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan
impuls dijalarkan ke daerah pembau primer pada korteks otak untuk
diinterpretasikan.
2.5 Kelainan pada Indera Penghidung
Kelainan penghidu disebut dengan “osmia”, diantaranya adalah:
a. Anosmia : tidak bisa mendeteksi bau
b. Hiposmia : penurunan kemampuan dalam mendeteksi bau
c. Disosmia : distorsi identifikasi bau
d. Parosmia : perubahan persepsi pembauan meskipun terdapat sumber bau,
biasanya bau tidak enak
e. Phantosmia : persepsi bau tanpa adanya sumber bau
f. Agnosia : tidak bisa menyebutkan atau membedakan bau, walaupun penderita
dapat mendeteksi bau.
Gangguan pembauan dapat bersifat total (seluruh bau), parsial (hanya sejumlah
bau), atau spesifik (hanya satu atau sejumlah kecil bau). Pada manusia telah telah
ditemukan beberapa lusin jenis anosmia yang berbeda; kelainan-kelaina ini
diperkirakan desebabkan oleh tidak adanya atau gangguan fungsi salah satu dari
banyak kelompok reseptor bau. Ambang penghidu meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, dan lebih dari 75% orang berusia di atas 80 tahun mengalami
gangguan mengidentifikasi bau.
2.2 Indera Pengecap (Lidah)
Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat
membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal
sebagai indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap. Menggunakan
lidah, kita dapat membedakan bermacam-macam rasa. Lidah juga turut membantu
dalam tindakan bicara
Permukaan atas lidah penuh dengan tonjolan (papila). Tonjolan itu dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam bentuk, yaitu bentuk benang, bentuk dataran yang
dikelilingi parit-parit, dan bentuk jamur. Tunas pengecap terdapat pada parit-parit papila
bentuk dataran, di bagian samping dari papila berbentuk jamur, dan di permukaan papila
berbentuk benang.
a. Bagian-bagian lidah
Sebagian besar lidah tersusun atas otot rangka yang terlekat pada tulang
hyoideus, tulang rahang bawah dan processus styloideus di tulang pelipis. Terdapat dua
jenis otot pada lidah yaitu otot ekstrinsik dan intrinsik. Lidah memiliki permukaan yang
kasar karena adanya tonjolan yang disebut papila. Terdapat tiga jenis papila yaitu:
1. Papila filiformis berbentuk seperti benang halus.
2. Papila sirkumvalata berbentuk bulat, tersusun seperti huruf V di belakang lidah.
3. Papila fungiformis berbentuk seperti jamur.
Gambar Struktur lidah dan pembagian daerah perasanya
Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir papila, terdiri dari
dua sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor,
sedangkan sel penyokong berfungsi untuk menopang. Bagian-bagian lidah:
1. Bagian depan lidah, fungsinya untuk mengecap rasa manis.
2. Bagian pinggir lidah, fungsinya untuk mengecap rasa asin dan asam.
3. Bagian belakang/pangkal, fungsinya untuk mengecap rasa pahit.
Lidah memiliki kelenjar ludah, yang menghasilkan air ludah dan enzim amilase
(ptialin). Enzim ini berfungsi mengubah zat tepung (amilum) menjadi zat gula. Letak
kelenjar ludah yaitu: kelenjar ludah atas terdapat di belakang telinga, dan kelenjar ludah
bawah terdapat di bagian bawah lidah.
b. Cara Kerja Lidah
Makanan atau minuman yang telah berupa larutan di dalam mulut akan
merangsang ujung-ujung saraf pengecap. Oleh saraf pengecap, rangsangan rasa ini
diteruskan ke pusat saraf pengecap di otak. Selanjutnya, otak menanggapi rangsang
tersebut sehingga kita dapat merasakan rasa suatu jenis makanan atau minuman.
c. Kelaianan pada lidah
1. Oral candidosis. Penyebabnya adalah jamur yang disebut candida albicans..
gejalanya yaitu lidah akan tampak tertutup lapisan putih yang dapat dikerok.
2. Atropic glossitis. Lidah akan terlihat licin dan mengkilat baik seluruh bagian
lidah maupun hanya sebagian kecil. Penyebab yang paling sering biasanya
adalah kekurangan zat besi. Jadi banyak ditemukan pada penderita anemia.
3. Geografic tongue. Gejalanya yaitu lidah seperti peta, berpulau-pulau. Bagian
pulau itu berwarna merah dan lebih licin dan bila parah akan dikelilingi pita
putih tebal.
4. Fissured tongue. Gejalanya yaitu lidah akan terlihat pecah-pecah.
5. Glossopyrosis. Kelainan ini berupa keluhan pada lidah dimana lidah terasa sakit
dan panas dan terbakar tetapi tidak ditemukan gejala apapun dalam pemeriksaan.
Hal ini lebih banyak disebabkan karena psikosomatis dibandingkan dengan
kelainan pada syaraf.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna.
Sesungguhnya yang disebut mata bukanlah hanya bola mata, tetapi termasuk otot-otot
penggerak bola mata, kotak mata, kelopak, dan bulu mata. Cara kerja mata manusia
pada dasarnya sama dengan cara kerja kamera, kecuali cara mengubah fokus lensa. Ada
berbagai macam kelainan pada mata, seperti: presbiopi, hipermetropi, miopi,
astigmatisma, katarak, imeralopi, xeroftalxni, keratomealasi, dan lain sebagainya.
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk
keseimbangan tubuh. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Ada berbagai kelainan pada telinga, seperti: tuli,
congek, otitis eksterna, perikondritis, eksim, cidera, tumor, kanker, dan lain sebagainya.
Kulit merupakan indra peraba yang mempunyai reseptor khusus untuk sentuhan,
panas, dingin, sakit, dan tekanan. Kulit terdiri dari lapisan luar yang disebut epidermis
dan lapisan dalam yang disebut lapisan dermis. Kelainan-kelainan yang ada pada kulit
yaitu: jerawat, panu, kadas, skabies, eksim, biang keringat, dan lain sebagainya.
Lidah mempunyai reseptor khusus yang berkaitan dengan rangsangan kimia.
Permukaan lidah dilapisi dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar
lendir, dan reseptor pengecap berupa tunas pengecap. Lidah berfungsi sebagai pengecap
rasa dan sebagai pembantu dalam tindakan berbicara. Kelainan yang ada pada lidah
yaitu: oral candidosis, atropic glossitis, geografic tongue, fissured tongue, glossopyrosis,
dan lain sebagainya.
Indra pembau berupa kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam hidung,
yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Kelainan-kelainan yang ada pada hidung yaitu:
angiofibroma juvenil, papiloma juvenil, rhinitis allergica, sinusitis, salesma dan
influensa, anosmia, dan lain sebagainya.
3.2. Saran
Pada sistem indra ditemukan berbagai macam gangguan dan kelainan, baik
karena bawaan maupun karena faktor luar, seperti virus atau kesalahan mengkonsumsi
makanan. Untuk itu jagalah kesehatan anda agar selalu dapat beraktivitas dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Tenzer, Amy. 2003. Petunjuk Praktikum Struktur Hewan II. Malang.Jurusan Biologi
UM.