Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan pada berbagai
bidang, salah satunya pada bidang kesehatan. Kesehatan sangat penting bagi manusia,
karena dengan memiliki tubuh yang sehat maka akan membantu melakukan aktivitas
sehari–hari. Perkembangan dan kemajuan pada bidang kesehatan ini akan
menyebabkan peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup di
Indonesia menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia).
Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2012 menunjukkan lanjut usia di Indonesia
sebesar 7,56% dari total penduduk Indonesia dan tahun 2013 jumlah lansia di Indonesia
telah mencapai 20,04 juta orang atau sekitar 8,05 persen dari seluruh penduduk
Indonesia (BPS, 2013). Sedangkan, data dari Kementrian Kesehatan di Indonesia
menunjukkan peningkatan usia harapan hidup pada tahun 2010 mencapai 69,43 tahun
dengan persentase populasi lansia mencapai 7,56% dan cenderung meningkat setiap
tahunnya, dimana pada tahun 2011 menjadi 69,64 tahun dengan persentase populasi
lansia yaitu 7,58% dan pada tahun 2012 persentase populasi di Indonesia mencapai
7,65%. Pada tahun 2020 jumlah lanjut usia diperkirakan mencapai 80 juta penduduk
(Kemenkes RI, 2013).
Lanjut usia (lansia) merupakan bagian dari proses tumbuh kembang yang
perkembangannya dari anak–anak, dewasa yang akhirnya menjadi tua (Afifah,2 2014).
Menurut World Health Organization lansia dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok
berdasarkan usia biologis, yaitu usia 45–59 tahun disebut usia pertengahan (middle
age), lanjut usia (elderly) berusia antara 60–74 tahun, lanjut usia tua (old) yang berusia
74–90 tahun dan diatas 90 tahun disebut usia sangat tua atau very old (Jayanti, 2016).
Permasalahan yang terjadi pada lansia adalah gangguan keseimbangan.
Berdasarkan tes keseimbangan yang dilakukan oleh National Health and Nutrition
Examination Survey di Amerika didapatkan hasil bahwa 19% responden dengan usia
kurang dari 49 tahun mengalami ketidakseimbangan dan pada usia 70–79 tahun
mengalami ketidakseimbangan sebesar 69% serta pada responden dengan usia 80 tahun
atau lebih mengalami ketidakseimbangan sebesar 85%. Dalam survei ini juga
didapatkan bahwa sepertiga dari responden yang berusia 65–75 tahun mengatakan
memiliki gangguan keseimbangan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
(Achmanagara, 2012).
Keseimbangan adalah interaksi yang kompleks dari sistem sensorik dan
muskuloskeletal dimana sistem sensorik terdiri dari: vestibular, visual, dan
somatosensory serta proprioceptor. Sedangkan, sistem muskuloskeletal terdiri dari:
otot, sendi, dan jaringan lunak lain. Kedua sistem ini akan diatur dalam otak (kontrol
motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap
perubahan kondisi internal dan eksternal (Batson, 2009). Keseimbangan postural terdiri
dari keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis. Keseimbangan statis adalah
kemampuan untuk mempertahankan center of gravity (COG) tidak berubah, sedangkan
keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh
dimana center of grafity (COG) berubah seperti berjalan (Abrahamova & Hlavacka,
2008).
Faktor yang mempengaruhi keseimbangan terdiri dari faktor internal dan
eksternal. Faktor internal seperti: usia, jenis kelamin, gangguan muskuloskeletal,
gangguan neurologis, gangguan sensori, dan aktivitas fisik. Sedangkan, untuk faktor
eksternal seperti: lingkungan, penggunaan alat bantu jalan serta penggunaan alas kaki
dan pakaian yang kurang tepat (Desai et al., 2010).
Lansia akan mengalami penurunan fungsi pada sistem neurologis, sensori dan
muskuloskeletal. Perubahan yang terjadi pada sistem neurologis di otak akan
berpengaruh pada stabilitas tubuh seperti pada saraf motorik yang dapat
mengakibatkan perubahan dalam refleks. Pada sistem sensori, lansia dapat mengalami
gangguan visual, vestibular dan propriosepsi (Achmanagara, 2012). Perubahan yang
terjadi pada sistem muskuloskeletal adalah berkurangnya kecepatan, fleksibilitas otot,
penurunan kekuatan dan kontraksi otot. Sedangkan, untuk perubahan psikososial pada
lansia dapat menyebabkan waktu reaksi pergerakan tubuh lambat, penurunan
kewaspadaan serta membatasi aktivitas fisik (Jayanti, 2016). Penurunan fungsi tersebut
akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan, sehingga risiko jatuh pada lansia akan meningkat (Nugraha, 2016).
Prevalensi angka jatuh pada lansia mencapai 30-50% dan 40% untuk angka kejadian
jatuh berulang, dan pada tahun 2050 akan meningkat menjadi 20%. Peningkatan yang
terjadi di tahun 2050 akan terjadi jika permasalahan keseimbangan tidak ditangani
(WHO, 2007).
Untuk mengatasi gangguan keseimbangan yang berakibat jatuh pada lansia,
maka lansia perlu menjaga dan meningkatkan keseimbangannya. Cara untuk dapat
meningkatkan keseimbangan adalah dengan melakukan latihan (Nugraha, 2016).
Latihan yang selama ini di berikan adalah latihan tai chi chuan, aquatic exercise
therapy, dan senam lansia. Sehingga, pada penelitian ini peneliti akan menggunakan
metode latihan lainnya yaitu latihan jalan tandem dan latihan balance strategy.
Latihan jalan tandem ini baik dilakukan oleh lansia karena berfungsi untuk
meningkatkan keseimbangan postural bagian lateral, sehingga dapat mengurangi risiko
jatuh pada lansia (Awalin, 2013). Disamping itu, latihan ini juga bertujuan untuk
melatih sistem proprioseptif yaitu untuk melatih sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Gerakan yang ada pada latihan jalan
tandem ini merupakan salah satu cara agar dapat menumbuhkan kebiasaan dalam
mengontrol postur tubuh langkah demi langkah yang dilakukan dengan bantuan
kognisi dan koordinasi otot trunk, lumbal spine, pelvic, hip, otot-otot perut hingga
ankle (Batson, 2009). Latihan ini dilakukan dengan cara berjalan menentukan garis
lurus dimana posisi tumit kaki menyentuh jari kaki yang lainnya sejauh 3–6 meter yang
dilakukan dengan mata terbuka (Nugrahani, 2014).
Pada latihan lainnya yaitu balance strategy, dimana gerakan yang terdapat pada
latihan ini berfungsi untuk memantapkan kontrol postural yang nantinya akan dapat
meningkatkan keseimbangan postural pada lansia (Yuliana, 2014). Latihan ini terdiri
dari 2 tahapan latihan yaitu (1) ankle strategy exercise melatih penggunaan aktivasi
otot-otot plantar flexor dan dorsoflexor sendi pergelangan kaki untuk menggerakkan
pusat massa tubuh dan (2) hip strategy exercise melatih penggunaan aktivasi otot flexor
hip dan otot trunkus (batang tubuh) untuk menggerakkan pusat massa tubuh secara
cepat (Apriani, 2015).
Manfaat yang didapat oleh lansia setelah melakukan latihan balance strategy
yaitu berupa perbaikan sistem motoris, perbaikan kontrol postural, serta peningkatan
stabilitas dinamik (Nugraha, 2016). Sedangkan, pada latihan jalan tandem manfaat
yang diperoleh sama dengan latihan balance strategy hanya saja latihan jalan tandem
ini memiliki kelebihan yaitu dapat meningkatkan integrasi sensoris (vision, vestibular,
somatosensoris) serta berpengaruh terhadap perbaikan sistem kognitif (Nugrahani,
2014). Oleh karena itu, latihan jalan tandem lebih efektif dalam meningkatkan
keseimbangan daripada latihan balance strategy.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya latihan jalan tandem efektif
dalam meningkatkan keseimbangan lansia, begitu juga pada latihan balance strategy.
Penelitian ini menarik karena penelitian serupa yang membandingkan efektivitas antara
kedua jenis latihan tersebut belum dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
meneliti dan mengkaji lebih dalam dengan mengambil judul, ”Latihan Jalan Tandem
Lebih Meningkatkan Keseimbangan Lansia Daripada Latihan Balance Strategy”.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah latihan jalan tandem dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia?

2. Apakah latihan balance strategy dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia?

3. Apakah latihan jalan tandem lebih meningkatkan keseimbangan pada lansia


dibandingkan latihan balance strategy?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan jalan tandem dan latihan
balance strategy dalam meningkatkan keseimbangan pada lansia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk membuktikan efektivitas pemberian latihan jalan tandem dalam
meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.

2. Untuk membuktikan efektivitas pemberian latihan balance strategy dalam


meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.

3. Untuk membuktikan pemberian latihan jalan tandem lebih meningkatkan


keseimbangan dinamis lansia daripada latihan balance strategy.
7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah

Dapat digunakan sebagai bahan referensi atau bahan tambahan dalam mengetahui dan
memahami perbedaan latihan jalan tandem dengan latihan balance strategy terhadap
peningkatan keseimbangan dinamis pada lansia secara mendalam agar dapat
dikembangkan dalam studi ilmiah.
1.4.2 Manfaat Praktisi

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi fisioterapis dalam memberikan
pelayanan fisioterapi khususnya untuk meningkatkan keseimbangan pada lansia.
1.4.3 Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori pada perkembangan
ilmu pendidikan, terutama mengenai latihan untuk meningkatkan keseimbangan pada
lansia.

Anda mungkin juga menyukai