IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. KAA
• Usia : 1 tahun 9 bulan 5 hari
• Tgl lahir : 26/03/201
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Gunungsari, Lombok Barat
• No RM : 268886
• MRS : 31/12/2017 pukul15.13 WITA
• Status Pembiayaan : Umum
A. ANAMNESIS
Riwayat Keluarga :
Riwayat kejang demam pada ibu os saat masih kecil, untuk riwayat epilepsy disangkal.
1
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum diberikan obat dan langsung dibawa ke IGD setelah kejang.
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat, makanan, debu, dll disangkal.
B. PEMERIKSAAN JASMANI
a. Pemeriksan umum
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 140 kali/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
Frekuensi napas : 28 kali/menit
Suhu aksila : 38,6o C
Berat badan : 12 kg
Status Gizi : Baik (menurut BB/U, berada di -1SD)
SpO2 : 97%
b. Pemeriksaan fisik
Kepala : normocephali, turgor dahi cukup.
Mata : edem palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung
(+/+).
Hidung : pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), septum deviasi (-)
Mulut : bibir sianosis (-), pursed lips breathing (-), ulkus (-), T1-T1 tenang,
faring hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), perdarahan gusi (-), hipertrofi
ginggiva (-).
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, tidak
ada benjolan, deviasi trakea (-).
2
Thorax
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tipe pernafasan
torakoabdominal, retraksi sela iga (-), benjolan (-)
Pulmo
Anterior Posterior
Inspeksi Pergerakan dinding Pergerakan dinding
dada simetris saat statis dada simetris saat statis
dan dinamis, jejas dan dinamis.
trauma (-).
Palpasi Sela iga tidak melebar, Sela iga tidak melebar,
fremitus taktil simetris, fremitus taktil simetris,
nyeri tekan (-). nyeri tekan (-).
Perkusi Sonor di lapang paru Sonor di lapang paru
kanan dan kiri. kanan dan kiri.
Auskultasi Suara nafas dasar Suara nafas dasar
vesikuler, suara nafas vesikuler, suara nafas
tambahan: rhonki (-/-), tambahan: rhonki (-/-),
wheezing (-/-) di wheezing (-/-) di
seluruh lapang paru seluruh lapang paru
kanan dan kiri. kanan dan kiri.
Cor
Inspeksi : ictus cordis terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di linea midclavicula ICS V, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II murni regular, gallop (-), murmur (-).
3
Abdomen
Inspeksi : datar, caput medusa (-), tidak tampak luka bekas operasi, striae (-),
massa (-).
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Perkusi : area traube timpani
Palpasi : supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hati : tidak teraba.
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak dilakukan
Genital : tidak dilakukan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Clubbing finger -/- -/-
Palmar eritem -/- -/-
c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
HEMATOLOGI HASIL
Hemoglobin 10.3 g/dl
Leukosit 13.57 ribu
MCV 65.6 fL
MCH 21.6 pg
MCHC 32.0 %
Hematokrit 32.2 %
Trombosit 406 ribu
Eritrosit 4.91 juta
4
KIMIA HASIL
Gula darah sewaktu 140
C. PENANGANAN
Pasien di rawat inap
IVFD D5 1/4NS 10 tpm makro
Injeksi Cefotaxime 3 x 400 mg
Infus Paracetamol 4 x 125 mg
Injeksi Diazepam 3,5 mg IV secara pelan bila kejang.
D. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
5
PEMBAHASAN
Catatan :
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38°C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) , bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya.
2. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
3. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.
4. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang
sekali.
5. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kategori ini melainkan termasuk
dalam kejang neonatus.
6. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.
6
Tabel 1.1 Perbedaan Kejang Demam dan Demam Disertai Kejang
7
D. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
8
Singkirkan penyebab kejang yang lain ( misalnya diare/muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia)
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran, Suhu tubuh
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque
Pemeriksaan nervus kranial
Tanda peningkatan TIK
Tanda infeksi di luar SSP
Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks patologis
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level of
evidence 2, derajat rekomendasi B).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal
tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam
sederhana dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotic tersebut dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis.
9
c. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila bangkitan
bersifat fokal.
Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya focus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
d. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukanpada anak
dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi B). Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap,
misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.
F. PROGNOSIS
Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi
kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus
kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat
gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut
menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.
10
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-
15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka kematian pada
kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan perkembangan normal
dilaporkan sama dengan populasi umum.
11
b. Masih kejang setelah 2 kali pemberian diazepam :
Fenitoin (20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl 0,9 %, dengan pengenceran 10 mg
fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9 %, dengan kecepatan pemberian 1 mg/kgBB/menit,
maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adalah 1000 mg.
Jika berhenti lanjutkan dengan rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
c. Masih kejang setelah pemberian fenitoin :
Fenobarbital dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan
pemberian 20 mg/menit.
Jika berhenti lanjutkan dengan rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 4-6
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
d. Masih kejang setelah pemberian fenobarbital :
Rawat di ICU
12
Tatalaksana Kejang Demam Profilaksis/Intermiten
Pemberian obat profilaksis untuk mencegah terjadinya kejang kembali terdiri dari
antipiretik dan antikonvulsan intermiten. Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten
adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di
bawah ini:
Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
Usia <6 bulan
Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.
Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali, diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
Anti konvulsan
Diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali setiap 8 jam
Diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB/kali setiap 8 jam
Diazepam IV 0,2-0,5 mg/kgBB/kali setiap 8 jam
Diberikan bila T > 38,5°C.
13
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dapat dihentikan saat anak tidak
demam (tidak perlu tappering off).
14
Daftar Pustaka
1. Ismael, Sofyan; et.al. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI. IDAI :
Jakarta.
2. Pudjiadi,A.H.; et.al. 2009. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. IDAI : Jakarta.
3. Zainuddin,A.A.; et.al. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. KEMENKES RI : Jakarta.
15