Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS I

IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. KAA
• Usia : 1 tahun 9 bulan 5 hari
• Tgl lahir : 26/03/201
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Gunungsari, Lombok Barat
• No RM : 268886
• MRS : 31/12/2017 pukul15.13 WITA
• Status Pembiayaan : Umum

A. ANAMNESIS

Diambil dari alloanamnesis : Tanggal 31 Desember 2017

Keluhan Utama : Kejang


Riwayat Penyakit Sekarang :
Os. kejang di rumah sebanyak 2 kali dengan durasi ± 5 menit. Kejang seluruh
tubuh, Os. menghentak-hentakan tangan dan kakinya serta mata melirik ke atas. Setelah
kejang pasien sadar dan menangis. Os. demam sejak semalam disertai keluhan pilek,
mual dan nafsu makan makan menurun. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Status imunasi terakhir yakni campak pada usia 9 bulan dan tidak melakukan DPT
Booster di usia 1,5 bulan karena khawatir bias kejang kembali.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat kejang pada usia 8 bulan.

Riwayat Keluarga :
Riwayat kejang demam pada ibu os saat masih kecil, untuk riwayat epilepsy disangkal.

1
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum diberikan obat dan langsung dibawa ke IGD setelah kejang.

Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat, makanan, debu, dll disangkal.

B. PEMERIKSAAN JASMANI
a. Pemeriksan umum
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 140 kali/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
Frekuensi napas : 28 kali/menit
Suhu aksila : 38,6o C
Berat badan : 12 kg
Status Gizi : Baik (menurut BB/U, berada di -1SD)
SpO2 : 97%

b. Pemeriksaan fisik
Kepala : normocephali, turgor dahi cukup.
Mata : edem palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung
(+/+).
Hidung : pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), septum deviasi (-)
Mulut : bibir sianosis (-), pursed lips breathing (-), ulkus (-), T1-T1 tenang,
faring hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), perdarahan gusi (-), hipertrofi
ginggiva (-).

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, tidak
ada benjolan, deviasi trakea (-).

2
Thorax
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tipe pernafasan
torakoabdominal, retraksi sela iga (-), benjolan (-)
Pulmo
Anterior Posterior
Inspeksi Pergerakan dinding Pergerakan dinding
dada simetris saat statis dada simetris saat statis
dan dinamis, jejas dan dinamis.
trauma (-).
Palpasi Sela iga tidak melebar, Sela iga tidak melebar,
fremitus taktil simetris, fremitus taktil simetris,
nyeri tekan (-). nyeri tekan (-).
Perkusi Sonor di lapang paru Sonor di lapang paru
kanan dan kiri. kanan dan kiri.
Auskultasi Suara nafas dasar Suara nafas dasar
vesikuler, suara nafas vesikuler, suara nafas
tambahan: rhonki (-/-), tambahan: rhonki (-/-),
wheezing (-/-) di wheezing (-/-) di
seluruh lapang paru seluruh lapang paru
kanan dan kiri. kanan dan kiri.

Cor
Inspeksi : ictus cordis terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di linea midclavicula ICS V, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II murni regular, gallop (-), murmur (-).

3
Abdomen
Inspeksi : datar, caput medusa (-), tidak tampak luka bekas operasi, striae (-),
massa (-).
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Perkusi : area traube timpani
Palpasi : supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hati : tidak teraba.
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak dilakukan
Genital : tidak dilakukan
Ekstremitas :

Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Clubbing finger -/- -/-
Palmar eritem -/- -/-

c. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

HEMATOLOGI HASIL
Hemoglobin 10.3 g/dl
Leukosit 13.57 ribu
MCV 65.6 fL
MCH 21.6 pg
MCHC 32.0 %
Hematokrit 32.2 %
Trombosit 406 ribu
Eritrosit 4.91 juta

4
KIMIA HASIL
Gula darah sewaktu 140

C. PENANGANAN
 Pasien di rawat inap
 IVFD D5 1/4NS 10 tpm makro
 Injeksi Cefotaxime 3 x 400 mg
 Infus Paracetamol 4 x 125 mg
 Injeksi Diazepam 3,5 mg IV secara pelan bila kejang.

D. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

5
PEMBAHASAN

A. DEFINISI KEJANG DEMAM


“Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik
lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam.“1
“Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C) akibat dari suatu proses ekstrakranial. Kejang berhubungan dengan demam,
tetapi tidak disebabkan infeksi intrakranial atau penyebab lain seperti trauma kepala, gangguan
keseimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.”2
“Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai
5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38°C, dengan metode pengukuran
suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.”3

Catatan :
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38°C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) , bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya.
2. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
3. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.
4. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang
sekali.
5. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kategori ini melainkan termasuk
dalam kejang neonatus.
6. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.

6
Tabel 1.1 Perbedaan Kejang Demam dan Demam Disertai Kejang

KEJANG DEMAM DEMAM DISERTAI


KEJANG
Faktor predisposisi genetik Besar Kecil tidak bermakna
Lama kejang 1-3 menit, jarang kejang Lebih dari 10 menit
lama
Manifestasi klinis saat Pada saat demam sebagian Infeksi SSP (ensefalitis,
kejang besar karena ISPA meningitis)

Kelainan patologi yang Tidak ada Kelainan vaskular dan edema


mendasari
Status neurologis Jarang Sering

B. FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM


1. Usia : dikaitkan dengan kematuran dari otak dan termoregulator.
2. Demam : tergantung dengan penyebab demam, bisa disebabkan oleh ISPA, ISK,
OMA, Infeksi Saluran Pencernaan dll. Semakin rendah suhu saat demam maka semakin
besar kemungkinan kejang berulang.
3. Genetik : Bila ada saudara kandung yang mengalami kejang demam maka saudara
yang lain bias mengalami hal yang serupa sebesar 20-30%. Sedangkan apabila orangtua
yang mengalami kejang demam maka bias menurunkan ke anaknya sebesar 2 kali lipat.

C. PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM

7
D. KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Tabel 1.2 Klasifikasi Kejang Demam

KLINIS KEJANG DEMAM KEJANG DEMAM


SEDERHANA KOMPLEKS

Durasi < 15 menit > 15 menit,


Kejang lama
Tipe Kejang Umum Fokal/Parsial, Umum yang
(tonik klonik) didahului parsial
Berulang dalam 24 jam Tidak berulang Lebih dari 1 kali
Defisit neurologis - ±

E. DIAGNOSIS KEJANG DEMAM


Anamnesis
 Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang.
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang,
penyebab/faktor pencetus demam (ISPA, ISK, OMA dll)
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga

8
 Singkirkan penyebab kejang yang lain ( misalnya diare/muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran, Suhu tubuh
 Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque
 Pemeriksaan nervus kranial
 Tanda peningkatan TIK
 Tanda infeksi di luar SSP
 Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks patologis

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level of
evidence 2, derajat rekomendasi B).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal
tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam
sederhana dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotic tersebut dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis.

9
c. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila bangkitan
bersifat fokal.
Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya focus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
d. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukanpada anak
dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi B). Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap,
misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.

F. PROGNOSIS
Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi
kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus
kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat
gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut
menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.

Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

10
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-
15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%,
kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada
kejang demam.

Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka kematian pada
kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan perkembangan normal
dilaporkan sama dengan populasi umum.

G. TATALAKSANA KEJANG DEMAM


Tatalaksana Kejang Demam Akut
a. Pemberian Diazepam/Lorazepam
 Diazepam per rektal (0,5-0,75 mg/kgBB) atau bila BB < 12 kg berikan 5 mg
sedangkan BB > 12 kg berikan 10 mg. Alternatif lain : lorazepam (0,1 mg/kgBB)
 Diazepam per intravena (0,2-0,5 mg/kgBB) dengan maksimum 20 mg.
 Dapat diberikan sebanyak 2 kali bila kejang belum berhenti dengan interval 5 menit.

11
b. Masih kejang setelah 2 kali pemberian diazepam :
 Fenitoin (20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl 0,9 %, dengan pengenceran 10 mg
fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9 %, dengan kecepatan pemberian 1 mg/kgBB/menit,
maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adalah 1000 mg.
 Jika berhenti lanjutkan dengan rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
c. Masih kejang setelah pemberian fenitoin :
 Fenobarbital dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan
pemberian 20 mg/menit.
 Jika berhenti lanjutkan dengan rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 4-6
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
d. Masih kejang setelah pemberian fenobarbital :
 Rawat di ICU

Diazepam iv (0,2-0,5 mg/kgBB)


Diazepam rektal
5 mg (BB<12kg)
10mg (BB>12kg)

12
Tatalaksana Kejang Demam Profilaksis/Intermiten
Pemberian obat profilaksis untuk mencegah terjadinya kejang kembali terdiri dari
antipiretik dan antikonvulsan intermiten. Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten
adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di
bawah ini:
 Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
 Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
 Usia <6 bulan
 Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
 Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.

Antipiretik
 Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali, diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
 Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.

Anti konvulsan
 Diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali setiap 8 jam
 Diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB/kali setiap 8 jam
 Diazepam IV 0,2-0,5 mg/kgBB/kali setiap 8 jam
 Diberikan bila T > 38,5°C.

Tatalaksana Kejang Demam Rumatan/Jangka Panjang


Diberikan pengobatan jangka panjang jika :
 Kejang lama > 15 menit
 Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, paresis Todd, palsi
serebral, retardasi mental, hidrosefalus
 Kejang fokal
Dipertimbangkan untuk pengobatan jangka panjang jika :
 Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam

13
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Obat yang digunakan :


a. Fenobarbital
Dosis : 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis. Efek pemakaian jangka panjang dapat
mengganggu tingkat konsentrasi pada anak.
b. Asam valproate
Dosis : 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Lebih dianjurkan karena memiliki efek
samping yang lebih sedikit.

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dapat dihentikan saat anak tidak
demam (tidak perlu tappering off).

H. INDIKASI RAWAT INAP


Tidak semua pasien kejang demam harus di rawat inap di rumah sakit. Ada beberapa kriteria
yang menjadi indicator untuk dilakukannya rawat inap yakni;
a. Kejang demam kompleks
b. Hiperpireksia
c. Usia di bawah 6 bulan
d. Kejang demam pertama kali
e. Terdapat kelainan neurologis

14
Daftar Pustaka

1. Ismael, Sofyan; et.al. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI. IDAI :
Jakarta.
2. Pudjiadi,A.H.; et.al. 2009. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. IDAI : Jakarta.
3. Zainuddin,A.A.; et.al. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. KEMENKES RI : Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai