Anda di halaman 1dari 13

Referat

Acute Respiratory Distress Syndrome

Oleh:

Jeremia Andryanto

112017146

Pembimbing:

dr. Benyamin P. Octavianus Sp.P

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Cengkareng-Jakarta Barat

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2018

1
PENDAHULUAN

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah keadaan darurat


medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun
tidak langsung dengan kerusakan paru. ARDS mengakibatkan terjadinya
gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandaidengan sesak napas yang
berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.. Seperti
definisi yang berkembang pada tahun 1994 oleh American-European Consensus
Conference (AECC) pada ARDS. Istilah acute respiratory distress syndrome
lebih lanjut digunakan daripada istilah adult respiratory distress syndrome karena
sindrom tersebut terjadi pada anak-anak dan dewasa.1,2,3
ARDS merupakan bentuk Acute Lung Injury yang berat, suatu bentuk
diffuse alveolar injury. Berdasarkan AECC, ARDS didefinisikan sebagai kondisi
akut dengan karakteristik bilateral infiltrate pulmonal dan hipoksemia berat.
Menurut kriteria ini, keparahan hipoksemia pada ARDS diartikan dengan rasio
PaO2/FiO2, rasio tekanan parsial pada arteri pasien terhadap oksigen dalam udara
inspirasi. Pada ARDS, rasio ini kurang dari 200, dan pada acute lung injury (ALI)
rasionya kurang dari 300. Tambahan pada edema kardiogenik pulmonal
mempunyai tekanan kapiler pulmonal kurang dari 18 mmHg pada pasien dengan
kateter Swan-Ganz.4
National Institutes of Health (NIH) memperkirakan bahwa kejadian
tahunan di di Amerika Serikat yaitu 75 per 100.000 populasi. Penelitian terbaru
melaporkan tingkat kejadian yang lebih rendah dari 1,5 hingga 8,3 per 100.000
populasi. Namun, penelitian epidemiologi pada tahun 1994 dilaporkan tingginya
insidensi tahunan di Skandinavia yaitu 17,9 per 100.000 untuk acute lung injury
dan 13,5 per 100.000 pada acute respiratory distress syndrome. Pada dasarnya
hasil penyaringan sejumlah besar pasien dengan NIH Acute Respiratory Distress
Syndrome melebihi tiga tahun yang lalu, beberapa investigator percaya bahwa
perkiraan hasil 75 per 100.000 per tahun itu akurat.5
ARDS merupakan tipe gagal nafas yang merupakan hasil dari beberapa
bentuk penyakit yang menyebabkan sejumlah besar cairan terkumpul dalam paru

2
yang bukan disebabkan oleh kelainan jantung (edema paru non cardiac), onsetnya
berlangsung cepat. Berdasarkan penyebabnya secara garis besar ARDS
disebabkan oleh dua hal, yang pertama yaitu disebabkan oleh Hipoksia atau
kegagalan sirkulasi, dan yang kedua karena paparan iritan paru akut. Pada
beberapa kasus, penyebab ARDS tidak spesifik, namun yang pasti perkembangan
ARDS berlangsung dalam waktu yang cepat berkisar antara 12-48 jam sampai
beberapa hari setelah pemicu awal.3
Pada paru-paru terdapat kapiler-kapiler yang berhubungan dengan alveolus
pada bronkus. Ini merupakan tempat yang penting dimana oksigen lewat dari
udara yang diinhalasi ke dalam darah, yang kemudian membawa oksigen ke
seluruh tubuh. Trauma pada paru yang merusak alveolocapillary junction
menyebabkan kebocoran cairan ke dalam alveoli yang memenuhi alveoli sehingga
udara tidak dapat masuk. kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi
peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang
mengakibatkan edema alveoli dan interstitial. Adanya peningkatan permeabilitas
kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli,
menyebabkan edema paru dan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan
volume paru, paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun.
Kapasitas sisa berfungsi (fungsional residual capacity) juga menurun.1,2
Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal
pernafasan pada orang dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak
seimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venus (aliran darah mengalir ke
alveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveoli-kapiler sebab penebalan dinding
alveoli-kapiler. Penanganan yang lambat pada pasien ARDS akan menyebabkan
terjadinya kematian, maka diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai
gejala dan patofisiologi dari ARDS.1,2,3

DEFINISI
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) pertama kali diperkenalkan
oleh Ashbaugh pada tahun 1967, merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan
dispnea dengan onset cepat, hipoksemia, dan infiltrate paru luas yang
menyebabkan terjadinya gagal nafas (gagal respirasi). Sindroma ini diakibatkan
oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar – kapiler terhadap air, larutan

3
dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam
parenkim paru yang mengandung protein. 2,3

ETIOLOGI
Inflamasi ekstensif luas paru-paru pada ARDS merupakan proses
patogenesis dalam respon terhadap berbagai penyebab yang menyebabkan
kerusakan paru secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penyebab dari
ARDS dapat dilihat pada tabel 1.Acute Lung Injury (ALI) merupakan bentuk
kelainan serupa dalam spektrum yang lebih rendah, namun potensial untuk
berevolusi menjadi ARDS.2,4

Tabel 1.Penyebab terjadinya ARDS2,4


Penyakit dalam paru Penyakit di luar paru
Pneumonia Sepsis
Aspirasi dari isi lambung Trauma berat
Kontusio paru Fraktur tulang multipel
Kasus tenggelam Luka Bakar
Inhalasi zat toksik Transfusi berulang
Overdosis Obat
Pankreatitis
Cedera pada dada

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau meningkatkan risiko terjadinya


ARDS sangat banyak, tidak semua pasien dengan penyebab dasar berkembang
menjadi ARDS. Berbagai variasi klinik dihubungkan dengan peningkatan risiko
terjadinya ARDS termasuk diantaranya peminum alkohol, hipoproteinemia, usia
lanjut, keparahan penyakit dan luasnya kerusakan diukur dengan skor APHACHE,
hipertransfusi produk darah, dan merokok.2,4

PATOGENESIS
ALI / ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel
mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak
langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam

4
tiga fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih: inisiasi, amplifikasi, dan
injury.
Pada fase inisiasi, kondisi yang menjadi faktor resiko akan menyebabkan
sel – sel imun dan non – imun melepaskan mediator – mediator dan modulator –
modulator inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel
efektor seperti netrofil teraktivasi, tertarik dan tertahan di dalam paru. Di dalam
organ target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan
dan protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi
selanjutnya. Fase ini disebut fase injury.
Kerusakan pada membrane alveolar – kapiler menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang
alveolar. Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan
terjadi kerusakan lebih jauh. Terdapat tiga fase kerusakan alveolus :
1. Fase eksudatif : ditandai edema interstitial dan alveolar, nekrosis sel
pneumosit tipe I dan denudasi / terlepasnya membran basalis,
pembengkakan sel endotel dengan pelebaran intercellular junction,
terbentuknya membran hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan
inflamasi neutrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya
compliance paru;
2. Fase proliferatif : paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai
proliferasi sel epitel pneumosit tipe II;
3. Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.

GAMBARAN KLINIS
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama
bernapas spontan.Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna
dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus
diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama
pada kasus ARDS adalah:
a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot
aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.

5
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai
sehari.
c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru,
stridor, wheezing.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai
koma.
e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah
kelainan dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya
berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen
dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak
akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigen karena sindroma ini dapat
menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindroma terjadi atau
beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius
seperti gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan
kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat.
Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya menderita
pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.5
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. Cemas
b. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh
kegagalan organ lain)
c. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena
tampak sangat sakit.

DIAGNOSIS
Pendekatan klinik untuk mendiagnosis ARDS dilakukan dengan beberapa
cara, pertama melalui pemerikasaan radiografi dada, pada kasus yang berkembang
menjadi ARDS gambaran radiografinya menunjukkan infiltrat alveolus bilateral
difus yang konsisten dengan edema paru, onset awal infiltrat biasanya bervariasi
dari ringan atau padat, insterstitial atau alveolus, tersebar atau konfluen. Infiltrat

6
di rontgen dapat tidak berhubungan dengan derajat hipoksemia, sebagai contoh
pasien dengan stadium awal ARDS mengalami hipoksemia berat dengan
gambaran infiltrat tersebar asimetris yang diinterpretasikan sebagai
pneumonia.2,4,5,6

Tabel 2. Kriteria Diagnosis ALI/ARDS2


Variabel Klinik ALI ARDS
Onset Akut Akut
Hipoksemia PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg
Radiografi dada Infiltrat bilateral Infiltrat bilateral
Penyebab nonkardiak Tidak ada bukti klinik Tidak ada bukti klinik
Hipertensi atrium kiri Hipertensi atrium kiri
atau atau
Pulmonary capillary Pulmonary capillary
wedge wedge
Pressure ≤ 18 mmHg Pressure ≤ 18 mmHg

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dalam ARDS, jika tekanan parsial oksigen dalam darah arteri
pasien (PaO2) dibagi oleh fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2), hasilnya
adalah 200 atau kurang. Untuk pasien bernafas oksigen 100%, ini berarti bahwa
PaO2 kurang dari 200. Pada cedera paru akut (ALI), rasio PaO2/FIO2 kurang dari
300.
Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis
pernapasan. Namun, dalam ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis
metabolik dengan atau tanpa kompensasi pernapasan mungkin ada.
Saat kondisi berlangsung dan pekerjaan peningkatan pernapasan, tekanan
parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat dan alkalosis pernapasan
memberikan cara untuk asidosis pernafasan. Pasien pada ventilasi mekanik untuk
ARDS mungkin diperbolehkan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif)
untuk mencapai tujuan dari volume tidal rendah dan terbatas dataran tinggi

7
strategi ventilator tekanan yang bertujuan untuk membatasi ventilator terkait
cedera paru-paru.7
Untuk mengecualikan edema paru kardiogenik, mungkin akan membantu
untuk mendapatkan plasma B-type natriuretic peptide (BNP) nilai dan
ekokardiogram. Tingkat BNP kurang dari 100 pg / mL pada pasien dengan infiltrat
bilateral dan hipoksemia nikmat diagnosis ARDS / cedera paru akut (ALI)
daripada edema paru kardiogenik. Echocardiogram yang menyediakan informasi
tentang fraksi ejeksi ventrikel kiri, gerakan dinding, dan kelainan katup.
Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab atau
komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut:8
1. Laboratorium
a. Analisis gas darah : hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena
hiperventilasi), hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut).
Alkalosis respiratorik pada awal proses, akan berganti menjadi asidosis
respiratorik.
b. Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi
sistemik dan injuri endotel), peningkatan kadar amilase (pada
pankreatitis).
c. Gangguan fungsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskular
diseminata (sebagai bagian dari MODS / multiple organ dysfunction
syndrome).
d. Sitokin – sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang
meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS

2. Pencitraan
a. Foto dada : pada awal proses, dapat ditemukan lapangan paru yang
relatif jernih, kemudian tampak bayangan radioopak difus dan tidak
terpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti jantung.
b. CT scan : pola heterogen, predominasi infiltrat pada area dorsal paru
(foto supine).2,4,5,6

TATALAKSANA

8
1. Ambil alih fungsi pernapasan dengan ventilator mekanik.
Prinsip pengaturan ventilator untuk pasien ARDS meliputi:9
 Volume tidal rendah (4-6 mL/kgBB).
 Positive end expiratory pressure (PEEP) yang adekuat, untuk
memberikan oksigenasi adekuat (PaO2 > 60 mmHg) dengan tingkat
FiO2 aman.
 Menghindari barotrauma (tekanan saluran napas <35cmH2O atau di
bawah titik refleksi dari kurva pressure-volume).
 Menyesuaikan rasio I:E (lebih tinggi atau kebalikan rasio waktu
inspirasi terhadap ekspirasi dan hiperkapnia yang diperbolehkan).

1. Obat – obatan :
a. Kortikosteroid pada pasien dengan fase lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten,
pada atau sekitar hari ketujuh ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini
masih menunggu hasil studi multisenter RCT besar yang sedang
berlangsung.
b. Inhalasi nitric oxide (NO) memberi efek vasodilatasi selektif pada area
paru yang terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan
tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi
arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat dengan
refrakter.
2. Posisi pasien : posisi telungkup meningkatkan oksigenasi, tetapi tidak
mengubah mortalitas. Perhatian terutama saat merubah posisi telentang ke
telungkup, dan mencegah dekubitus pada area yang menumpu beban.
3. Cairan : pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :
a. Kebutuhan perfusi organ yang optimal
b. Masalah ekstravasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan
tekanan hidrostatik intravaskular mendorong akumulasi cairan di
alveolus.

9
Fokus utama ialah mempertahankan perfusi yang adekuat tanpa
mengorbankan oksigenasi. Restriksi cairan paling baik dimonitor dengan kateter
arteri pulmonal, dan cairan dipertahankan pada level dimana tekanan hidrostatik
intravaskular terendah, tetapi curah jantung adekuat. Tetapi hal ini tidak terbukti
memperbaiki hasil pengobatan.10

KOMPLIKASI9
a. Multiorgan dysfunction syndrome (MODS)
b. Pneumonia nosokomial
c. Barotraumas, pneumotoraks
d. Sinusitis
e. Trauma laring
f. Trakeomalasia
g. Fistula trakeo – esophageal
h. Erosi arteri inominata
i. Kematian
.7
2.8 PROGNOSIS
Sampai tahun 1990, kebanyakan penelitian melaporkan angka kematian
ARDS sekitar 40-70%. Namun, 2 laporan pada tahun 1990 melaporkan hal yang
berbeda, berkisar antara 30-40 %. Penjelasan yang paling memungkinkan untuk
hal ini adalah penaganan sepsi, penerapan ventilasi mekanik, dan perawatan
INtensif yang telah membaik.7,8,9
Sebagai catatan bahwa kematian pada pasien ARDS kebanyakan di
perparah dengan kondisi sepsis (suatu faktor prognosis yang parah) atau
merupakan kegagalan multi organ dibanding kegagalan paru semata.7,8,9
Indeks oksigenasi dan ventilasi, termasuk rasio PaO 2/ FIO2, tidak
memprediksi penampakan resiko kematian. Keparahan hipoksemia pada saat
diagnosis tidak berhubungan dengan angka bertahan hidup. Namun, kegagalan
fungsi pulmonal untuk meningkat dalam minggu pertama penanganan adalah
faktor prognosis yang buruk.6
Angka kejadian harus diperhitungkan, pasien dengan ARDS lebih sering
mendapat perawatan yang lama di rumah sakit, dan mereka mudah untuk

10
mendapatkan infeksi nosokomial, khususnya Ventilator Associated Pneumonia
(VAP). Sebagai tambahan, pasien mengalami penurunan berat badan drastic,
kelemahan otot, dan kecacatan fungsi dapat menetaap berbuulan-bulan setelah
berbulan-bulan keluar dari Rumah Sakit.10
Penyakit yang parah dan penggunaan ventilator mekanik merupakan
predictor dari abnormalitas yang menetap dalam fungsi paru. Pasien ARDS yang
bertahan hidup akan mengalami kerusakan fungsi bahkan setelah 1 tahun keluar
dari rumah sakit.10
Dalam penelitian dari 109 pasien yang bertahan hidup, spirometri dan
volume paru normal pada 6 bulan, tetapi capasitas keseluruhan masih tetap
menurun,, berkisar 72% pada tahun pertama post ARDS, dan hanya 49% yang
kembali bekerjja. Kualitas kesehatan mereka otomatis dibawah normal. Namun,
tidak ada pasien yang tetap harus menggunakan oksigen selama 12 bulan.
Abnormalitas radiologis juag sembuh secara total dalam satu tahun pengobatan.9
Suatu penelitian yang memeriksa kualitas hidup yang berkaitan dengan
kesehatan (HRQL) setelah mengalami ARDS mendapatkan hasil HRQL yang
rendah secara keseluruhan dari pada populasi umum setalah masa 6 bulan
penyembuhan. Hal ini juga termasuk angka kejadian, energy, dan isolasi sosial.10

KESIMPULAN

ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) merupakan sindrom yang


ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar – kapiler terhadap air,
larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi
cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein. Dasar definisi yang
dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun 1994 terdiri
dari :
1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut;
2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang
diinspirasi (PaO2 / FIO2) < 200 mmHg – hipoksemia berat;

11
3. Radiografi dada : infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema
paru;
4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18
mmHg, tanpa tanda tanda klinis (rontgen,dan lain-lain) adanya hipertensi
atrial kiri / (tanpa adanya tanda gagal jantung kiri).
Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak
langsung melukai paru-paru seperti: pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio
paru, aspirasi cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap
O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama, sepsis, shock, luka bakar hebat,
tenggelam,dsb. Onset akut umumnya ialah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi
yang menjadi faktor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui
hipotensi, febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah. Pemeriksaan penunjang
laboratorium yang dapat membantu menegakkan diagnosis seperti analisis gas
darah, darah rutin, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal, serta sitokin. Pemeriksaan
pencitraan seperti foto dada dan CT scan juga dapat membantu diagnosis ARDS.
Penanganan untuk ARDS berupa pemakaian ventilator mekanik, obat – obatan,
posisi pasien dan terapi cairan. Fokus utama ialah mempertahankan perfusi yang
adekuat tanpa mengorbankan oksigenasi. Restriksi cairan paling baik dimonitor
dengan kateter arteri pulmonal, dan cairan dipertahankan pada level dimana
tekanan hidrostatik intravaskular terendah, tetapi curah jantung adekuat. Tetapi hal
ini tidak terbukti memperbaiki hasil pengobatan.
Daftar pustaka

1. Sudoyo, Aru W. (2010), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V,
Jakarta, Interna Publishing
2. Corwin, Elizabeth J. (2009), Patofisiologi, Jakarta, EGC Ashbaugh DG,
Bigelow DB, Petty TL. Acute respiratory distress in adults. Lancet. Aug 12
1967;2(7511):319-23.
3. Guerin C, Gaillard S, Lemasson S. Effects of systematic prone positioning
in hypoxemic acute respiratory failure: a randomized controlled trial.
JAMA. Nov 17 2004;292(19):2379-87.

12
4. Calfee CS, Matthay MA, Eisner MD, Benowitz N, Call M, Pittet JF, et al.
Active and Passive Cigarette Smoking and Acute Lung Injury Following
Severe Blunt Trauma. Am J Respir Crit Care Med. Mar 18 2011
5. Glavan BJ, Holden TD, Goss CH, Black RA, Neff MJ, Nathens AB, et al.
Genetic variation in the FAS gene and associations with acute lung injury.
Am J Respir Crit Care Med. Feb 1 2011;183(3):356-63.
6. Rubenfeld GD, Caldwell E, Peabody E, Weaver J, Martin DP, Neff M.
Incidence and outcomes of acute lung injury. N Engl J Med. Oct 20
2005;353(16):1685-93.
7. Luhr OR, Antonsen K, Karlsson M. Incidence and mortality after acute
respiratory failure and acute respiratory distress syndrome in Sweden,
Denmark, and Iceland. The ARF Study Group. Am J Respir Crit Care
Med. Jun 1999;159(6):1849-61.
8. Surjanto E. Derajat sesak dan kontrol asma. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 88-95.
9. Eloise M. Harman, MD. Rajat, Walia, MD. 2005. Acute Respiratory
Distress Syndrome ( http://www.emedicine.com/med/topic70.htm )
10. Mark J D Griffiths dan Timothy W Evans, 2003. Acute Respiratory
Distress Syndrome dalam Respiratori Medicine, volume I Edisi 3, RDC
Group LTD.

13

Anda mungkin juga menyukai