Anda di halaman 1dari 22

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensorik ini meliputi seluruh
panca indra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang
berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas. (Kaplan dan
Saddock, 1998). Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi) panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
panca indera di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik.

B. JENIS HALUSINASI
1. Halusinasi non patologis
Menurut NAMI (National Alliance for Mentally Ill). Halusinasi dapat
terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa, pada
umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan atau
kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan (halosinogenik)
halusinasi ini antara lain:
Halusinasi hipnogonik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat
sebelum seseorang jatuh tertidur.
Halusinasi hipnopomik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada
saat seseorang terjatuh bangun.
2. Halusinasi patologis
a. Halusinasi pendengaran (Auditory)

1
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berbeda dengan stimulus
nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Halusinasi penglihatan (Visual)
Klien melihat gambar yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
c. Halusinasi penciuman (Olfactory)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
d. Halusinasi pengecap (Gustatory)
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan
makanan yang tidak enak.
e. Halusinasi peradaban (Taktil)
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.

C. ETIOLOGI
 Menurut Rawlin, et all, (1998) etiologi halusinasi dilihat dari 5 (lima)
dimensi yaitu:
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengaran, halusinasi dapat ditimbulkan
dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan sehingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam jangka waktu yang lama.
2. Dimensi intelektual
Halusinasi terjadi sebagai usaha untuk merubah realita yang ada, yang
bertujuan untuk melindungi integritas dirinya dan adanya fungsi ego untuk
mengadakan kontak yang realita.
3. Dimensi emosional

2
Terjadinya halusinasi karena adanya perasaaan cemas yang berlebihan
yang tidak dapat diatasi dan sebagai hal yang menakutkan sehingga
menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan,
4. Dimensi social
Halusinasi dapat terjadi disebabkan oleh hubungan interpersonal yang
tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan
kecemasan akibat hilangnya control terhadap diri, harga diri maupun
interaksi social dalam dunia nyata, sehingga klien cenderung menarik diri
dan hanya tertuju pada dirinya sendiri.
5. Dimensi spiritual
Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk social,
mengalami ketidak harmonisan berinteraksi, penurunan kemampuan untuk
menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas untuk
menghadapi keadaan sekitarnya. Akibatnya saat halusinasi menguasai
dirinya, klien akan kehilangan control terhadap kehidupannya.

 Menurut Stuart dan Sudden, 1998, terjadinya halusinasi dapat disebabkan


sebagai berikut:
1. Teori psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangasangan dari
luar yang mengancam, ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
2. Teori biokimia
Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang
mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neuro kimia cepat
bufatamin dan dimetyl tramsferasia.

D. MANIFESTASI KLINIK

Tahap I
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

3
3. Gerakan mata yang cepat
4. Respon verbal yang lambat
5. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

Tahap II
1. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
2. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
3. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Tahap III
1. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
3. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
4. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk

Tahap IV
1. Prilaku menyerang teror seperti panic
2. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
3. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,
agitasi,menarik diri atau katatonik
4. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
5. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

4
E. Pathway

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain,


dan lingkungan

Gamgguan persepsi sensori:halusinasi

Faktor predisposisi : Faktor presipitasi :


Isolasi sosial : menarik diri
- Biologis - Biologis
- Psikologis - Stres
- Sosial lingkungan
budaya - Sumber koping
F. TAHAP-TAHAP HALUSINASI
Menurut kusumawati, farida , 2011
1. Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang
memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal
yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat
yaitu halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-
tanda system saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan

5
tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan realitas.
3. Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi, semakin meninjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur
dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien
: perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,

6
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
2. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
3. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
5. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.
6. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila

7
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d halusinasi
2. Perubahan persepsi sensor halusinasi b.d menarik diri

J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu
factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
2. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
3. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan.
4. Faktor Biokimia

8
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
5. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan
orientasi realitas.
6. Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

7. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman / tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada
dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus
terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress
dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
8. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan
Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi

9
berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai
mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
 Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.

 Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebu

 Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
prilaku klien.

 Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

10
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem
control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk
itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.

 Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam
individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu
kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d
halusinasi
2. Perubahan persepsi sensor halusinasi b.d menarik diri

C. RENCANA INTERVENSI
Tindakan keperawatan untuk pasien
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya

11
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadi halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi
muncul
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien
agar mampu mengontrol halusinasi, anda dapat melatih pasien 4
cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu
sebagai berikut.
1) Menghardik halusinasi
2) Bercakap cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktifitas yang terjadwal
4) Menggunakan obat secara teratur
Tindakan keperawatan untuk keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik dirumah
sakit maupun di rumah.
b. Keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif untuk
pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusi masalah yang di hadaapi keluarga dalam merawat
pasien.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian
halusinasi,jenis halusinasi yang dialami pasien,tanda dan gejala
halusinasi ,proses terjadinya halusinasi,serta cara merawat
pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan
cara merawat pasien halusinasi langsung di hadapan pasien.

12
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

D. EVALUASI
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah anda lakukan
untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut.
1. Pasien mempercayai kepada perawat
2. Pasien menyadari bahwa yang dialami nya tidak ada objeknya dan
merupakan masalah yang di atasi
3. Pasien dapat mengontrol halusinasi
4. Keluarga mampu merawat pasien di rumah,ditandai dengan hal
berikut:
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami
oleh pasien.
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dirumah.
c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.
d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat di
gunakan untuk mengatasi masalah pasien.
e. Keluarga melaporkan keberhasilannya merawat pasien

E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama: menghardik halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan UNDIP yang akan merawat
bapak Nama Saya nurhakim yudhi wibowo, senang dipanggil yudi. Nama bapak
siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”

13
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.”
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak
peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana
kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara

14
dengan cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa
lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:


bercakap-cakap dengan orang lain
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita
latih?Berkurangkan suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan
latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?
Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar
suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman
untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar
suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang
dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi
lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya
bapak!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara
yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua
cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita
masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan
bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara
itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih
cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya.
Selamat pagi”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi: “Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah
kita latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan
belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan
terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa
lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

15
Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus
jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan
tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan
untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi
agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara
dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi
seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan
siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ?
Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum
obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak
minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini
saja ya bapak?”
Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ)
3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali
sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara
sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan
dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk
mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke dokter
untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-
obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu
obat yang benar-benar punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain.
Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara
yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas
per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan!

16
Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada
jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat
atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita
ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita
bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”

F. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga


SP1 : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat
pasien halusinasi.
Peragakan percakapan berikut ini dengan pasangan saudara.
ORIENTASI:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya yudi perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan
bantuan apa yang Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama
waktu Ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar
atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya
suara itu tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan
itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-
cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan membantah
halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya bahwa anak tersebut
memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Ibu sendiri tidak
mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-
sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih Bapak untuk membuat jadwal
kegiatan sehari-hari. Tolong Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian
jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat
tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih Bapak untuk
minum obat secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3
macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-
suara atau bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam

17
7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya
sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara
berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk
mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi Bapak
dengan cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak menghardik
suara tersebut. Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk
punggung Bapak, katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, bapak Tutup
telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan
berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung


dihadapan pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
ORIENTASI:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan
cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”
KERJA:
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak
mengendalikan suara-suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini istri
bapak datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang bapak
dengar. pak nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau tersenyum-
senyum sendiri, maka Ibu akan mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba ibu
peragakan cara memutus halusinasi yang sedang bapak alami seperti yang sudah
kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak lalu suruh bapak mengusir
suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara

18
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus
sekali!Bagaimana pak? Senang dibantu Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal
harian bapak. (Pasien memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan
pujian) Baiklah, sekarang saya dan istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara
dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila
Bapak mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang
jadwal kegiatan harian Bapak. Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di sini
ya. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan


ORIENTASI
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu untuk
membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di ruang
tamu!”
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan.
Coba Ibu lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan?” Bu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal
aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus menerus mendengar
suara-suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan
pemeriksaan ulang dan di berikan tindakan”
TERMINASI
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara
merawat bapak Bagus (jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini
jadwalnya. Sampai jumpa”

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak
terdapat stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam tipe halusinasi
pengelihatan (optik), halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi pengecap
(gustatorik), halusinasi peraba (taktil), halusinasi penciuman (olfaktori),
halusinasi gerak (kinestetik), halusinasi histerik, halusinasi hipnogogik,
ataukah halusinasi viseral.
Sedangkan seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi akan
mengalami fase-fase berikut:
1. Sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
2. Comforting moderate level of anxiety (halusinasi secara umum ia terima
sebagai sesuatu yang alami)
3. Condemning severe level of anxiety (secara umum halusinasi sering
mendatangi klien)
4. Controlling severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak relefan
dengan kenyataan)
5. Conquering panic level of anxiety (klien mengalami gangguan dalam
menilai)
Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi:
a. Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor sosiokultural, Faktor
biokimia, Faktor psikologis, serta Faktor genetic dan pola asuh)
b. Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi
intelektual, Dimensi sosial, Dimensi spiritual)

20
Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi halusinasi
ketika muncul tanda gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa sendiri,
Marah-marah tanpa sebab, Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, Sering meludah
atau muntah, Mengaruk-ngaruk permukaan kulit seperti ada serangga di
permukaan kulit. Sehingga didapatkan diagnosa sebagai berikut: isolasi
social, resti pk, gangguan persepsi halusinasi, harga diri rendah kronis,
percobaan bunuh diri karena rasa bersalah.

B. SARAN
Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami
gangguan persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan perawatan yang
tepat kepada penderita sehingga keberadaannya dapat diterima oleh
masyarakat seperti sediakala.

21
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf A.H, Fitryasari R.P.K, Nihayati H.E, 2015.’Kesehatan Jiwa’. Salemba


Medika

Lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-gangguan-
persepsi.html//

http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-pelaksanaan-halusinasi.html

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8211

22

Anda mungkin juga menyukai