PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensorik ini meliputi seluruh
panca indra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang
berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas. (Kaplan dan
Saddock, 1998). Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi) panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
panca indera di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik.
B. JENIS HALUSINASI
1. Halusinasi non patologis
Menurut NAMI (National Alliance for Mentally Ill). Halusinasi dapat
terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa, pada
umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan atau
kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan (halosinogenik)
halusinasi ini antara lain:
Halusinasi hipnogonik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat
sebelum seseorang jatuh tertidur.
Halusinasi hipnopomik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada
saat seseorang terjatuh bangun.
2. Halusinasi patologis
a. Halusinasi pendengaran (Auditory)
1
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berbeda dengan stimulus
nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Halusinasi penglihatan (Visual)
Klien melihat gambar yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
c. Halusinasi penciuman (Olfactory)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
d. Halusinasi pengecap (Gustatory)
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan
makanan yang tidak enak.
e. Halusinasi peradaban (Taktil)
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
C. ETIOLOGI
Menurut Rawlin, et all, (1998) etiologi halusinasi dilihat dari 5 (lima)
dimensi yaitu:
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengaran, halusinasi dapat ditimbulkan
dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan sehingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam jangka waktu yang lama.
2. Dimensi intelektual
Halusinasi terjadi sebagai usaha untuk merubah realita yang ada, yang
bertujuan untuk melindungi integritas dirinya dan adanya fungsi ego untuk
mengadakan kontak yang realita.
3. Dimensi emosional
2
Terjadinya halusinasi karena adanya perasaaan cemas yang berlebihan
yang tidak dapat diatasi dan sebagai hal yang menakutkan sehingga
menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan,
4. Dimensi social
Halusinasi dapat terjadi disebabkan oleh hubungan interpersonal yang
tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan
kecemasan akibat hilangnya control terhadap diri, harga diri maupun
interaksi social dalam dunia nyata, sehingga klien cenderung menarik diri
dan hanya tertuju pada dirinya sendiri.
5. Dimensi spiritual
Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk social,
mengalami ketidak harmonisan berinteraksi, penurunan kemampuan untuk
menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas untuk
menghadapi keadaan sekitarnya. Akibatnya saat halusinasi menguasai
dirinya, klien akan kehilangan control terhadap kehidupannya.
D. MANIFESTASI KLINIK
Tahap I
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3
3. Gerakan mata yang cepat
4. Respon verbal yang lambat
5. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
1. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
2. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
3. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
1. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
3. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
4. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
1. Prilaku menyerang teror seperti panic
2. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
3. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,
agitasi,menarik diri atau katatonik
4. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
5. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
4
E. Pathway
5
tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan realitas.
3. Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi, semakin meninjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur
dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien
: perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
6
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
2. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
3. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
5. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.
6. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
7
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d halusinasi
2. Perubahan persepsi sensor halusinasi b.d menarik diri
J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu
factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
2. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
3. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan.
4. Faktor Biokimia
8
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
5. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan
orientasi realitas.
6. Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
7. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman / tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada
dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus
terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress
dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
8. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan
Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi
9
berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai
mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebu
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
prilaku klien.
Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
10
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem
control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk
itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam
individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu
kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d
halusinasi
2. Perubahan persepsi sensor halusinasi b.d menarik diri
C. RENCANA INTERVENSI
Tindakan keperawatan untuk pasien
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
11
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadi halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi
muncul
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien
agar mampu mengontrol halusinasi, anda dapat melatih pasien 4
cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu
sebagai berikut.
1) Menghardik halusinasi
2) Bercakap cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktifitas yang terjadwal
4) Menggunakan obat secara teratur
Tindakan keperawatan untuk keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik dirumah
sakit maupun di rumah.
b. Keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif untuk
pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusi masalah yang di hadaapi keluarga dalam merawat
pasien.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian
halusinasi,jenis halusinasi yang dialami pasien,tanda dan gejala
halusinasi ,proses terjadinya halusinasi,serta cara merawat
pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan
cara merawat pasien halusinasi langsung di hadapan pasien.
12
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.
D. EVALUASI
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah anda lakukan
untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut.
1. Pasien mempercayai kepada perawat
2. Pasien menyadari bahwa yang dialami nya tidak ada objeknya dan
merupakan masalah yang di atasi
3. Pasien dapat mengontrol halusinasi
4. Keluarga mampu merawat pasien di rumah,ditandai dengan hal
berikut:
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami
oleh pasien.
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dirumah.
c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.
d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat di
gunakan untuk mengatasi masalah pasien.
e. Keluarga melaporkan keberhasilannya merawat pasien
13
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat
minum obat dengan teratur.”
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak
peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana
kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara
14
dengan cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa
lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
15
Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus
jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan
tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan
untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi
agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara
dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi
seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan
siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”
16
Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada
jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat
atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita
ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita
bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”
17
7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya
sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara
berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk
mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi Bapak
dengan cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak menghardik
suara tersebut. Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk
punggung Bapak, katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, bapak Tutup
telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan
berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi
18
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus
sekali!Bagaimana pak? Senang dibantu Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal
harian bapak. (Pasien memperlihatkan dan dorong istri/keluarga memberikan
pujian) Baiklah, sekarang saya dan istri bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara
dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila
Bapak mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang
jadwal kegiatan harian Bapak. Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di sini
ya. Sampai jumpa.”
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak
terdapat stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam tipe halusinasi
pengelihatan (optik), halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi pengecap
(gustatorik), halusinasi peraba (taktil), halusinasi penciuman (olfaktori),
halusinasi gerak (kinestetik), halusinasi histerik, halusinasi hipnogogik,
ataukah halusinasi viseral.
Sedangkan seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi akan
mengalami fase-fase berikut:
1. Sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
2. Comforting moderate level of anxiety (halusinasi secara umum ia terima
sebagai sesuatu yang alami)
3. Condemning severe level of anxiety (secara umum halusinasi sering
mendatangi klien)
4. Controlling severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak relefan
dengan kenyataan)
5. Conquering panic level of anxiety (klien mengalami gangguan dalam
menilai)
Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi:
a. Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor sosiokultural, Faktor
biokimia, Faktor psikologis, serta Faktor genetic dan pola asuh)
b. Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi
intelektual, Dimensi sosial, Dimensi spiritual)
20
Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi halusinasi
ketika muncul tanda gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa sendiri,
Marah-marah tanpa sebab, Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, Sering meludah
atau muntah, Mengaruk-ngaruk permukaan kulit seperti ada serangga di
permukaan kulit. Sehingga didapatkan diagnosa sebagai berikut: isolasi
social, resti pk, gangguan persepsi halusinasi, harga diri rendah kronis,
percobaan bunuh diri karena rasa bersalah.
B. SARAN
Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang mengalami
gangguan persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan perawatan yang
tepat kepada penderita sehingga keberadaannya dapat diterima oleh
masyarakat seperti sediakala.
21
DAFTAR PUSTAKA
Lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-gangguan-
persepsi.html//
http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-pelaksanaan-halusinasi.html
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8211
22