Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Balakang
Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan
tiga kerangka dasar, dimana bagian yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan satu
kesatuan yang bulat, sehingga dapat dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan
yang disebut Moksa. Tiga kerangka dasarnya, yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3)
upacara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu kesatuan yang saling memberi
fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan. Etika dan moralitas adalah
merupakan salah satu kerangka agama hindu dari tiga kerangka dasar Agama Hindu
yaitu terdiri dari: filsafat atau tatwa, susila dan acara, dengan demikian apa yang baik
dan apa yang buruk untuk melaksanakan etika dan moral akan dapat dipahami dengan
jelas karena acuan beretika dan pentingnya menjaga moralitas sangat jelas sumber dan
referensinya dari sastra-sastra suci di dalam ajaran Agama Hindu. Agama Hindu
memiliki kerangka dasar yang dapat dipergunakan oleh umatnya sebagai landasan
untuk memahami, mengalami dan mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Kerangka dasar tersebut terdiri atas tiga unsur, yaitu Tattwa/filsafat,
Susila/etika, dan Acara/ritual. ketiga unsur kerangka dasar itu merupakan satu
kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Untuk dapat memahami, mengalami dan
mengamalkan ajaran Agama Hindu secara utuh dalam hidup dan kehidupan sehari-
hari maka setiap umat Hindu memiliki kewajiban menjadikan kerangka dasar sebagai
pedoman. dengan demikian mereka dapat mewujudkan hidup dan kehidupan ini
menjadi sejahtera dan bahagia. (Sudirga, 2007:36) Berdasarkan uraian di atas, Agama
Hindu sangat menekankan kemurnian atau kesucian hati sebagai wujud transformasi
diri, karena sesungguhnya akhir dari pendidikan agama adalah perubahan karakter,
dari karakter manusia biasa menuju karakter manusia devatà, yakni manusia
berkeperibadian mulia (dari manava menuju madhava).
Usaha untuk menyucikan diri merupakan langkah menuju kesatuan dengan-
Nya, yang berarti juga menumbuhkan kesadaran persaudaraan sejati terhadap semua
makhluk ciptaan-Nya, karena dalam pandangan kesatuan ini (advaita) semua makhluk
adalah bersaudara (vasudhaivakutumbhakam). Tentu saja etika dalam agama Hindu

1
norma agama yang dijadikan titik tolak berpikir. Demikianlah pola-pola kepercayaan,
paham-paham filsafat agama Hindu mempunyai kedudukan yang amat penting dalam
etika Hindu. Kepercayaan agama Hindu berpangkal dari kepercayaan kepada Tuhan
yang berada di mana-mana, yang mengetahui segala. Ia adalah saksi agung yang
menjadi saksi segala perbuatan manusia. Karena itu manusia tidak dapat
menyembunyikan segala perbuatannya terhadap Tuhan baik perbuatan itu perbuatan
baik maupun perbuatan yang buruk.
Aditya Sanghyang Surya, Candra Sanghyang Wulan, Anilanala
Sanghyang Angin muang Apuy. Tumut ta Sanghyang Akasa Prethivi
mwang Toya, muwah Sanghyang Atma, Sanghyang Yama tamolah ring rat
kabeh. Nahan tang rahina wengi mawang sandhya, lawan sanghyang
Dharma sira, sang dewata mangkana tiga welas kwehnira, sira ta
mengawruhi ulahning wwang ring jagat kabeh, tan kena byapara nireng
rat.
(Adiparwa I. 36)
Terjemahan:
Matahari, Bulan, Angin dan Api. Dan Angkasa, Bumi dan Air, Hyang Atma, Hyang
Yama yang berada di seluruh dunia. Demikian pula siang, malam dan sandhyakala
dengan Hyang Dharma. Para dewa itu tigabelas banyaknya. Semua itu tahu akan
tingkah laku orang di seluruh dunia. Tidak dapat diabui Dewa itu memenuhi dunia.
Disamping keyakinan bahwa Tuhan mengetahui semua perbuatan orang, penganut
agama Hindu amat meyakini adanya hukum karma yang menyatakan bahwa setiap
perbuatan itu ada akibatnya. Bila seseorang berbuat baik maka ia akan memetik buah
yang baik dan bila seseorang berbuat buruk ia akan memetik buah yang buruk.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang bisa dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian kerangka dasar agama Hindu?
2. Bagaimana perananan kerangka dasar agama hindu sebagai pedomanan
arsitekur tradisional Bali?
3. Bagaimana implementasi dari kerangka dasar agama Hindu sebagai pedoman
arsitektur tradisional Bali

2
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, metode penulisan yang kami gunakan yaitu:
1. Metode Pustaka
Metode pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa
buku maupun informasi di internet. Dalam makalah ini kami mempelajari dan
mengumpulkan data melalui informasi di internet sebagai pedoman penyusunan
makalah.
2. Metode Diskusi
Metode diskusi yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung
kepada ahli atau pakar dibidang agama dan teman – teman yang mengetahui
tentang informasi yang di perlukan dalam membuat makalah. Dalam membuat
makalah ini metode diskusi kami terapkan untuk menyampaikan pandangan
setiap anggota mengenai judul makalah yang kami bahas yaitu peranan
kerangka dasar agama hindu sebagai pedoman arsitektur tradisional bali.

D. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu menjelaskan peranan kerangka dasar agama
hindu sebagai pedoman arsitektur tradisional bali.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN JUDUL
1. Peranan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peranan adalah tindakan yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa. Menurut Soejono Soekanto,
peranan juga merupakan aspek dinamis apabila seseorang melakukan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peranan merupakan suatu rangkaian
perilaku yang teratur yang ditimbulkan karena suatu jabatan atau kedudukan tertentu.

Peranan bersinonim dengan pengaruh, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ,


pengaruh berarti daya yang ada atau timbul dari dari sesuatu (orang, benda,
penjelasan) yang bisa membentuk watak atau kepercayaan. Jika kita kaitkan dengan
sesuatu yang bersifat kolektif di dalam masyarakat , maka pengaruh dan peranan
adalah daya yang timbul dimana dihasilkan dari tindakan yang dilakukan secara
implisit untuk menunjukkan kekuatan.

2. Kerangka Dasar Agama Hindu

Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan
“Tiga Kerangka Dasar”, di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi
dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai
tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.

Ajaran agama Hindu dibangun dalam tiga kerangka dasar, yaitu tattwa, susila,
dan acara agama. Ketiganya adalah satu kesatuan integral yang tak terpisahkan serta
mendasari tindak keagamaan umat Hindu. Tattwa adalah aspek pengetahuan agama
atau ajaran-ajaran agama yang harus dimengerti dan dipahami oleh masyarakat
terhadap aktivitas keagamaan yang dilaksanakan. Susila adalah aspek pembentukan
sikap keagamaan yang menuju pada sikap dan perilaku yang baik sehingga manusia
memiliki kebajikan dan kebijaksanaan, wiweka jnana.Sementara itu aspek acara
adalah tata cara pelaksanaan ajaran agama yang diwujudkan dalam tradisi upacara

4
sebagai wujud simbolis komunikasi manusia dengan Tuhannya. Acara agama adalah
wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widdhi Wasa dan seluruh manifestasi-Nya.
Pada dasarnya acara agama dibagi menjadi dua, yaitu upacara dan upakara. Upacara
berkaitan dengan tata cara ritual, seperti tata cara sembahyang, hari-hari suci
keagamaan (wariga), dan rangkaian upacara (eed). Sebaliknya, upakara adalah sarana
yang dipersembahkan dalam upacara keagamaan. Penjabaran tiga kerangka dasar
Agama Hindu adalah sebagai berikut:

a. Tattwa (Filsafat)
Agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat
kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran
yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut
Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran
manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana. Ada
tiga cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Tri Pramana ini,
menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima
kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi
keyakinandan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu
disebut dengan sradha. Dalam Hindu, sradha disarikan menjadi lima
esensi, disebut Panca Sradha. Berbekal Panca Sradha yang diserap
menggunakan Tri Pramana ini, perjalanan hidup seorang Hindu menuju ke
satu tujuan yang pasti. Ke arah kesempurnaan lahir dan batin yaitu
Jagadhita dan Moksa. Ada 4 (empat) jalan yang bisa ditempuh, jalan itu
disebut Catur Marga. Bagian-bagian Catur Marga ada Bhakti Marga,
Karma Marga, Jnana Marga , dan Raja Marga. Dalam Kitab Wrhaspati
Tattwa Sloka 26, disebutkan:
Agama ngaranya ikang aji inupapattyan desang guru, yeka
Agama ngaranya. Sang kinahanan dening pramana telu
Pratyaksanumanagama, yata sinagguh Samyajnana ngaranya.
Artinya:
Agama disebut pengetahuan yang diberikan oleh para guru
(sarjana), itulah dikatakan Agama. Orang yang memiliki tiga cara
untuk mendapat pengetahuan Pratyaksa, Anumana, dan Agama,
dinamakan Samyajnana (serba tahu).

5
b. Susila (Etika)
Susila merupakan kerangka dasar Agama Hindu yang kedua setelah
filsafat (Tattwa). Susila memegang peranan penting bagi tata kehidupan
manusia sehari- hari. Realitas hidup bagi seseorang dalam berkomunikasi
dengan lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi
pekerti yang bersangkutan. la akan memperoleh simpati dari orang lain
manakala dalam pola hidupnya selalu mencerminkan ketegasan sikap yang
diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang memegang teguh sendi- sendi
kesusilaan.
Di dalam filsafat (Tattwa) diuraikan bahwa agama Hindu membimbing
manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup seutuhnya, Oleh sebab itu
ajaran sucinya cenderung kepada pendidikan sila dan budi pekerti yang
luhur, membina umatnya menjadi manusia susila demi tercapainya
kebahagiaan lahir dan batin. Kata Susila terdiri dari dua suku kata: “Su”
dan “Sila”. “Su” berarti baik, indah,harmonis. “Sila” berarti perilaku, tata
laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik terpancar sebagai
cermin obyektif kalbunya dalam mengadakan hubungan dengan
lingkungannya.
Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah
laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama
manusia dengan alam semesta(lingkungan) yang berlandaskan atas korban
suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang. Pola hubungan tersebut
adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau)
mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang
lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain
berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar
tuntunan kesucian Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih
kebendaan. Dalam Kitab Slokantara (Sloka 3) , disebutkan :
Nasti satyat paro dharmo
nanrtat patakam param
triloke ca hi dharma syat
tasmat satyam na lopayet

Artinya:

6
Tiada dharma yang lebih tinggi dari kebenaran
Tiada dosa yang lebih rendah dari dusta
Dharma harus dilaksanakan
Kebenaran hendaknya tidak dilanggar

Penjelasan:
Kebenaran adalah hukum hidup manusia. Karena itu kebenaran dikatakan
sebagai sumber dan jalan menuju kesempurnaan hidup. Kembalikanlah
kekuatan anda ke bawah kekuasaan kebenaran.

c. Acara(ritual)
Acara dalam agama Hindu merupakan bentuk pelaksanaan ajaran agama
yang tercermin dalam kegiatan praktis bagaimana menunjukkan rasa
bhakti dan kasihnya kepada Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa,
kepada leluhur/roh nenek moyang, kepada sesama manusia dan kepada
orang-orang suci kepada alam semesta seisinya. Acara agama sebagai
salah satu dari kerangka dasar Agama Hindu tersebut. Acara juga dapat
dikaitkan dengan panca yadnya dimana sebagai rasa bersyukur terhadap
rasa bhakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, para leluhur, para Rsi, Bhuta
Kala, dan sesame manusia.

Atharwa Weda XXI.1.1 menyebutkan :


Satyambrihadh rtam ugram diksa tapo Brahma yajna prithivim dharayanti

Artinya :
Kebenaran, hukum abadi yang agung dan penyucian diri pengendalian
diri, doa dan ritus (Yajna) inilah yang menegakkan bumi

3. Pedoman
Pedoman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat untuk
menunjukkan arah atau mata angin. Pedoman juga berarti kumpulan ketentuan
dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan dan pedoman adalah
hal (pokok) yang menjadi dasar (pegangan, petunjuk, dan sebagainya) untuk
menentukan atau melaksanakan sesuatu.

7
Pedoman juga dapat berarti kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah
bagaimana sesuatu harus dilakukan. Pedoman sangatlah penting dalam
memberikan pegangan atau dasar agar dalam mengerjakan sesuatu tidak melenceng
dari tujuan awal atau arah pelaksanaan.

4. Arsitektur Tradisional Bali


Di Bali saat ini ditemukan berbagai corak arsitektur, mulai dari Arsitektur
Tradisinonal Bali kuno yang dikembangkan melaui tradisi dan adat istiadat
kepercayaan masyarakat Bali. Mengetahui aspek-aspek arsitektur tadisional bali di
butuhkan pengetahuan yang mendalam terutama aspek filosofi, religius dan sosial
budaya.Arsitektur tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah
kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan
segala aturan-aturan yang diwarisi dari jaman dahulu, sampai pada perkembangan
satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali
dan Asta Pasali. Arsitektur Tradisional Bali yang memiliki konsepsi-konsepsi yang
dilandasi agama Hindu, merupakan perwujudan budaya, dimana karakter
perumahan tradisional Bali sangat ditentukan norma-norma agama Hindu, adat
istiadat serta rasa seni yang mencerminkan kebudayaan.
Arsitektur Tradisional Bali memiliki beberapa konsep-konsep dasar yang
mempengaruhi nilai tata ruangnya, antara lain :

Konsep Keseimbangan (keseimbangan unsur semesta, konsep catur


lokapala,konsep dewata nawa sanga ), konsep ini juga harus menjadi panutan
dalam membangun diberbagai tataran arsitektur termasuk keseimbangan dalam
berbagai fungsi bangunan. konsep dewata nawa sanga ialah aplikasi dari pura-pura
utama yang berada di delapan penjuru arah dibali yang yang dibangun
menyeimbangkan pulau bali, pura-pura utama itu untuk memuja manifestasi tuhan
yang berada di delapan penjuru mata angin dan di tengah.Aplikasi konsep ini
menjadi pusat yang berwujud natah (halaman tengah) dari sini menentukan nilai
zona bangunan yang ada disekitarnya dan juga pemberian nama bangunan
disekitarnya seperti Bale Daje,Bale Dauh,Bale Delod,Bale Dangin,

1. Konsep Rwa Bhineda (hulu - teben, purusa - pradana) Hulu Teben


merupakan dua kutub berkawan dimana hulu bernilai utama dan teben

8
bernilai nista/ kotor. Sedangkan purusa(jantan) pradana(betina) merupakan
embryo suatu kehidupan
2. Konsep Tri Buana - Tri Angga, Susunan tri angga fisik manusia dan
struktur tri buana fisik alam semesta melandasi susunan atas bagian kaki,
badan, kepala yang masing-masing bernilai nista, madya dan utama.
3. Konsep keharmonisan dengan lingkungan, ini menyangkut pemanfaatan
sumber daya alam, pemanfaatan potensi sumber daya manusia setempat,
khususnya insan-insan ahli pembangunan tradisional setempat.

B. IMPLEMENTASI DAN SUMBER SASTRA JUDUL


Seperti yang telah dipaparkan implementasi dalam tiga kerangka dasar makna
kata etika yang berasal dari bahasa Yunani ethos, dalam tiga pengertian, yaitu, ilmu
tentang apa yang baik serta buruk dan tentang hak, kewajiban moral (akhlak),
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, atau nilai mengenai benar
dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat hal ini terkait susila yang
terdapat pada tiga kerangka dasar agama hindu. Di dalam proses membuat bangunan
arsitektur tradisional bali etika yang terkait dalam membangun sangat mempengaruhi
hasil bangunan tersebut karena dalam membangun tradisional bali sebagian besar
pembangunannya dirancang untuk tempat suci, oleh karena itu sikap dan perilaku
dalam membangun tidak sembarang dilakukan harus sesuai dengan aturan atau
disebut dengan awig-awig.
Implementasi dalam ajaran tattwa yaitu secara umum bangunan adalah segala
hasil perwujudan manusia dalam bentuk bangunan yang mengandung
kebulatan/kesatuan dengan Agama(rituil) dan kehidupan budaya masyarakat, yang
mencangkup: kemampuan merancang dan membangun serta mewujudkan seni
bangunannya menurut bermacam-macam prinsip seperti bentuk, konstruksi,bahan,
fungsi dan keindahan. Bangunan Bali adalah setiap bangunan yang dibangun
berdasarkan tattwa(falsafah) agama Hindu. Filosifis bangunan Bali yaitu adanya
hubungan yang erat dan hidup antara bhuwana alit dengan bhuwana agung yang
perwujudannya dilandasi oelh ketentuan Agama Hindu. Bangunan Bali
dikelompokkan menjadi 2(dua) yaitu: Bangunan Suci(keagamaan) dan Bangunan
Kepara(Adat). Bahan-bahan bangunan/material berdasarkan Lontar Asta Dewa dan
Lontar Asta Kosala/Kosali, seperti: Kayu, Ijuk, alang-alang, batu alam, bata
dll.Dengan latar belakang pengertian yang sama seperti itu, maka sudah zaman dahulu
etika dipakai untuk menunjukakan filsafat moral.

9
Etika lalu diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan atau sebagai ilmu pengetahuan. Moralitas atau susila adalah
ilmu tentang perilaku. Susila adalah pelajaran dari apa yang benar atau baik dalam
prilaku. Ilmu susila menunjukkan jalan bagi manusia agar berkelakuan baik terhadap
satu sama lain, demikian juga terhadap ciptaan Tuhan yang lain. Susila mengandung
prinsip-prinsip sistematis bagaimana seseorang seharusnya bertindak. Susila adalah
prilaku yang benar atau disebut juga sadacara.
Implementasi dari tiga kerangka dasar agama hindu yaitu upakara adalah
terkait dengan hari baik (dewasa ayu) :

Menentukan Dewasa Ayu berdasarkan Wariga Dewasa

WARIGA DEWASA

WARA = Mulia (sempurna)


I = Menuju (mengarah)
GA = Jalan menuju yang mulia (sempurna)

HIRARKIH WARIGA
1. WEWARAN alah dening PAWUKON
2. PAWUKON alah dening PENANGGAL/PANGELONG
3. PENANGGAL/ alah dening SASIH
PANGELONG
4. SASIH alah dening DAWUH
5. DAWUH alah dening DENING
6. DENING alah dening DENING

KLASIFIKASI BANGUNAN TRADISIONAL BALI


KLASIFIKASI

 KLASIFIKASI FUNGSI
 KLASIFIKASI BENTUK
 KLASIFIKASI LOKASI

10
Selain pada hari baik terdapat sarana dan prasana yang melengkapi dalam
upakara adapun nama upakara serta sarana yang digunakan :
 Upacara Nyapuh sawah dan tegal.
Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat tinggal. Jenis
upakara : paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah cucuk, daksina l,
ketupat kelanan, nasi ireng, mabe bawang jae. Setelah “Angrubah sawah”
dilaksanakan asakap- sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh
genep, guling itik, sesayut pengambeyan, pengulapan, peras panyeneng, sodan
penebasan, gelar sanga sega agung l, taluh 3, kelapa 3, benang + pipis (uang
kepeng).
 Upacara pangruwak bhuwana dan nyukat karang, nanem dasar wewangunan.
Upakaranya ngeruwak bhuwana adalah sata / ayam berumbun, penek sega
manca warna.
 Upakara Nanem dasar.
Pabeakaonan, isuh - isuh, tepung tawar, lis, prayascita, tepung bang, tumpeng
bang, tumpeng gede, ayam panggang tetebus, canang geti - geti.
 Mulang Dasar
Dilambangkan oleh bata merah yang berajahkan padma ngelayang dan batu
bulitan yang merajahkan bedawang nala dan dipaling dasar.
 Upakara Pemelaspasan.
Upakaranya : jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning, ikan ayam putih
siungan, ikan ayam putih tulus, pengambeyan l, sesayut, prayascita, sesayut
durmengala, ikan ati, ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam
sudhamala, peras lis, pis bolong 225 kepeng, jerimpen, daksina l, ketupat l
kelan, canang 2 tanding dengan uang II kepeng. Oleh karena situasi dan
kondisi di suatu tempat berbeda, maka upacara

C. SOLUSI JUDUL
Kerangka dasar agama hindu sangat berkaitan dengan arsitektur tradisional
bali. Dilihat dari penjabaran kerangka tersebut yang benar-benar menjiwai arsitektur
bali. Dimulai dari tattwa (filsafat) yaitu kepercayaan, tradisi, adat yang mengakar di
Bali yang mempengaruhi bangunan – bangunan tradisional bali. Setiap bangunan di
Bali dibangun berdasarkan filsafat agama Hindu. Arsitektur tradisional Bali sangat
berkaitan dengan bhuwana alit dan bhuwana agung atau mikromoksmos dan
makrokosmos. Maka dalam pembangunannya, sangatlah penting untuk memerhatikan
tattwa agama Hindu. Selanjutnya susila (Etika), yaitu bagaimana baik atau buruknya
perilaku manusia terhadap lingkungan atau bangunan disekitarnya. Dengan

11
menerapkan aturan-aturan seperti dalam lontar Asta Kosala-Kosali, dapat
meminimalisir terjadinya kerusakan terhadap lingkungan serta hilangnya budaya dan
adat istiadat Bali. Terakhir yaitu upacara (ritual), dimana bagian ini sangat sakral
karena itu merupakan kepercayaan umat Hindu di Bali sebagai awig-awig tertulis
maupun tak tertulis. Dimana dalam pelaksanaanya tergantung kepada kepercayaan
masing- masing umat Hindu.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Agama Hindu memiliki kerangka dasar yang dapat dipergunakan oleh
umatnya sebagai landasan untuk memahami, mengalami dan mengamalkan ajaran-
ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Kerangka dasar agama Hindu sangatlah
berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kerangka dasar tersebut terdiri atas tiga
unsur, yaitu:
1. Tattwa atau filsafat
2. Susila atau Etika, dan
3. Acara atau ritual.
Dan peranannya terhadap arsitektur tradisional Bali sangatlah berpengaruh dan dapat
dijadikan pedoman untuk berpegang teguh terhadap adat dan budaya Bali. Tattwa
agama Hindu sangat menjiwai kepercayaan , tradisi, dan adat istiadat Bali. Susila
agama Hindu yaitu mengenai baik buruknya manusia terhadap lingkungan dan
bangunan di Bali. Terakhir, yaitu upacara atau ritual dimana menjiwai proses

12
pembangunan bangunan di Bali. Mulai dari memperhatikan dewasa ayu, sarana dan
prasarana, dan ritual lainnya yang dipercaya membantu lancarnya proses
pembangunan di Bali.
Implementasinya ke dalam arsitektur tradisional Bali dapat dilihat dari awig-
awig yang ada dalam proses pembuatan bangunan, filsafat adat tradisi di bali yang
terpengaruh ke dalam seni bangunan, dan ritual yang menyertai prosesnya demi
mempertahankan keseimbangan antara bhuana alit dan bhuana agung juga masih
harus tetap diperhatikan dan dilestarikan.

13

Anda mungkin juga menyukai