Pengelolaan hutan jati di jawa telah melalui dua tahapan yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. Ekstrasi dimulai sejak 400 tahun lalu saat VOC berlabuh di Indonesia, sejak itu jawa mulai dimanfaatkan. Setelah 150 tahun, VOC menimbulkan kerusakan hutan yang parah, lalu pejabat VOC melakukan Permudaan kawasan bekas tebangan. Selama 100 tahun pertama, permudaan alam dianggap cukup, namun setelah laju penebangan meningkat mulai terjadi ketidakseimbangan antara laju penebangan dan kecepatan permudaan. Pada tahun 1796, pejabat VOC mulai membuat laporan tentang cara menanam tanaman jati dengan stum. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat bermula di pulau jawa dengan pola pendekatan melalui penjagaan system keamanan yang kuat, namun sejak abad 18 berubah menjadi pendekatan kesejahteraan prosperity approach, hal ini disebabkan tuntutan perubahan lingkungan dan social masyarakat. Tahun 1974 Perum Perhutani membuat program yakni program yang bertujuan untuk menggulang kerjasama antara mantri dan lurah. Pada tahun 1982 dikembangkan menjadi program pembinaan, kemudian tahun 1995 masyarakat desa hutan PMDH disempurnakan menjadi program pembinaan masyarakat desa hutan terpadu yang didalamnya terdapat program pengembangan sumber daya manusia secara terpadu. Tahun 2001 lahirlah pengeleloaan Hutan Bersama Masyarakat dengan ciri bersama, berdaya dan berbagi yang berbasis lahan dan bukan lahan dan pada tahun 2007 PHMB dikembangkan menjadi PHMB plus hingga sekarang demi mewujudkan visi dan misi perhutani. Sejak Indonesia mengambil alih hutan jawa dari perusahaan belanda, perum perhutani mengelola hamper seluruh hutan dijawa. PP 30 Tahun 2003. Perhutani ditetapkan negara sebagai pengelola hutan di wilayah kerjanya dengan memberikan pelayanan untuk pemanfaatan umum, memupuk keuntungan dan menjaga kelestarian hutan.