MAKALAH Hiv
MAKALAH Hiv
KELOMPOK 7 :
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebar melalui cairan tubuh tertentu seperti darah, semen, vagina,
serebrospinal, sinovia, pleura, peritoneal, perikardial, dan cairan amnion.
Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 yang
bertanggung jawab saat terjadi infeksi, sehingga penderita HIV sangat
rentan terkena penyakit lain yang umumnya disebut infeksi oportunistik.
Salah satu infeksi yang banyak ditemukan pada penderita HIV/
AIDS yaitu Tuberculosis. Berdasarkan Laporan tahun 2014 mengenai
infeksi HIV dan kasus AIDS menunjukkan bahwa TB merupakan infeksi
oportunistik terbanyak setelah kandidiasis. Secara Nasional prevalensi HIV
di antara pasien TB diperkirakan sebesar 3,3% (WHO TB Global Report,
2014). Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai
dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL,
Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430
kamatian. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah
Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
Selain itu, hasil studi tentang survei prevalensi yang dilaksanakan di
Provinsi D.I Yogyakarta (2006) menunjukkan prevalensi HIV sbesar 2%
diantara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di
provinsi Jawa Timur sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%.
Sebagai salah satu penyakit kronis, HIV/AIDS memerlukan
pengobatan seumur hidup. Sehingga tidak jarang ditemui keluhan efek
samping selama pengobatan. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-
benar bisa disembuhkan.
1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien
HIV/AIDS dengan TBC.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menentukan data subjektif dan objektif untuk
mengangkat masalah keperawatan.
b. Mahasiswa mampu memprioritaskan masalah keperawatan sesuai
dengan tanda dan gejala pada klien.
c. Mahasiswa mampu memberikan intervensi sesuai dengan respon
yang diberikan oleh pasien.
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari HIV/AIDS?
2. Apa penyebab terjadinya HIV/AIDS?
3. Bagaimana proses terjadinya HIV/AIDS?
4. Bagaimana mekanisme dan transmisi pada HIV/AIDS?
5. Bagaimana tingkat stadium pada penderita HIV AIDS?
6. Faktor apa saja yang terdapat pada HIV/AIDS?
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
4
ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS. (Yani
Widyastuti dkk, 2009)
C. Etiologi
Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus famili
ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan
retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi
di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang
dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan.
Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti
sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag
saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang
menjadi target utama HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat
fungsi sel T. secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120
dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivasi sel
yang mempresentasikan antigen.
Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut
semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu.
Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah
infeksi. Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV
tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan
virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela (window periode). Kemudian dimulailah
infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan
CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun,
tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga
tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun,
dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/µL.
Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung dengan
DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap
AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10
tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan
gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan
gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem
5
kekebalan tubuh yang juga bertahap.
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai
menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat badan, demam
lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur herpes,
dll. Virus HIV ini yang telah berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga akan
menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di
otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel
pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak
adalah encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis
D. Patofisiologi
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang
menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat
(RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang
lengkap yang dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti
berbentuk peluru yang terpancung dimana p24 merupakan komponen stuktural yang
utama. Tombol (knob) yang menonjool lewat dinding virus terdiri atas protein gp120
yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan sel-sel
CD4-positif adalah gp120 dari HIV.
Sel-sel CD4+ mencangkup monosit, makrofag dam limfosit T4 helper (yang
dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV). Limfosit T4 helper ini
merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel di atas. Sesudah terikat dengan
membrane sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik
ke dalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse
transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetic dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas ganda). DNA ini akan
disatukan ke dalam nucleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanent.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini, sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,
sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus
(CMV; Cytomegalovirus), virus Epstein-Barr, herpes simplex, dan hepatitis. Sebagai
akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi dikatifkan, replikasi serta pembentukan
6
tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini
kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak
mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi
HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke
seluruh tubuh untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini
dapat mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk memproduksinya.
Replikasi virus akan berlangsung terus menerus sepanjang perjalanan infeksi HIV.
Ketika sistem imun tersti,ulasi, replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut menyebar
ke dalam plasma darah yang menyebabakan infeksi berikunya pada sel-sel CD4+ yang
lain.
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang
terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang vberperang dengan infeksi
virus lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya
akan dipercepat apabila penderitanya sedang menghadapi infeksi virus lain atau kalau
sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang
diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV.
Dalam respons imun, limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting yaitu :
mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibody,
menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduksi limfokin dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Jika fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang
biasanya tidak meinmbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi
dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi yang timbul sebagai akibat
dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik.
E. Mekanisme dan Transmisi
Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada transmisi suatu penyakit menular, yaitu
sumber penyakit, vehikulum yang membawa, agent penyakit, host yang rentan, adanya
tempat keluar, adanya tempat masuk (port d entrée). (Wiku Adisasmito, 2010)
HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel limfosit T dan sel otak sebagai
organ sasarannya. HIV sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Sebagai vehikulum
yang dapat membawa HIV ini keluar tubuh adalah berbagai cairan tubuh, tetapi yang
terbukti dalam epidemiologi hanya semen, caran vagina atau serviks dan darah. Selain
itu, HIV telah dapat diisolasikan dari air susu ibu, airmata, air liur atau saliva yang
semuanya tidak terbukti dapat menularkan HIV. Pola transmisi yang berhubungan
7
dengan unsur tempat keluar dan masuknya agent adalah sebagai berikut (Wiku
Adisasmito, 2010);
1) Transmisi seksual yang berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks.
Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan resiko
tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasiv menerima
ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Mukosa rektum sangat tipis dan
mudah sekali mengalami perlukaan saat berhubungan seksual secara ano-genital.
Resiko ini bertambah bila terjadi perlukaan dengan tangan (fisting) pada
anus/rektum.
Tingkat resiko kedua adalah hubungan oro-genital termasuk menelan semen
dari mitra seksual mengidap HIV. Tingkat resiko ketiga adalah hubungan genito-
genital/heteroseksual. (Wiku Adisasmito, 2010)
2) Transmisi nonseksual yang berhubungan dengan darah yaitu transmisi parenteral
dan transmisi transplasental ( dari ibu kepada janinnya)
Transmisi perenteral yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV. Di beberapa negara
khususnya Thailand untuk negara berkembang cara transmisi ini terutama terjadi
pada penyalahgunaan narkotika suintik. Di negara berkembang lainnya cara
transmisi ini terjadi melalui jarum suntik yang dipakai untuk banyak orang oleh
petugas kesehatan. Resiko tertular lewat cara transmisi parenteral ini kurang dari
1%. Dari data-data CDC-NIH (centers for disease control dan national institute
of health) Amerika Serikat, hanya 4 orang tertular HIV dari 973 orang yang
tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV. Transmisi parenteral lainnya
adalah lewat donor atau transfusi darah yang mengandung HIV. (Wiku
Adisasmito, 2010)
Transmisi transplasental, yaitu transmisi dari ibu kepada janinnya saat hamil
atau dapat juga terjadi saat melahirkan anak. Resiko cara transmisi ini 50%, yaitu
bila seorang ibu mengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan anak itu
tertular HIV. Transmisi lewat air susu ibu masih menjadi bahan perdebatan para
pakar AIDS. Transmisi melalui transplantasi alat tubuh atau bagian-bagian alat
tubuh juga termasuk transmisi nonseksual ini. (Wiku Adisasmito, 2010)
3) Transmisi yang belum terbukti
Transmisi lewat air susu ibu; Hiv teelah dapat diisolasi dari air susu ibu tiga
orang pengidap HIV. Banyak laporan ibu-ibu pengidap HIV yang menyusui
8
bayinya, tetapi tidak menularkan HIV pada bayinya sehingga dapat disimpulkan
bahwa transmisi lewat air susu ibu belum dapat dibuktikan dengan pasti.
Transmisi lewat saliva/air liur;HIV dapat diisolasi dari saliva pengidap HIV.
Transmisi lewat jalan ini mungkin dapat terjadi saat melakukan ciuman yang
mengakibatkan perlukaan mukosa mulut.
Transmisi lewat air mata; HIV dapat diisolasi dari air mata maupun kontak lensa
pengidap HIV. Penularan kepada petugas kesehatan/ Dokter ahli mata belum
terbukti dapat terjadi.
Transmisi lewat urine; HIV dapat diisolasi dalam konsentrasi rendah pada urine
dan juga tidak terbukti dapat menularkan HIV.
Transmisi lewat hubungan sosial dan pada orang serumah dan bukan mitra
seksual tidak terbukti penularan HIV.
Transmisi lewat gigitan serangga; secara teoritis transmisi ini dapat terjadi
melalui transmisi biologis dengan adanya perkembangbiakan HIV didalam tubuh
serangga/dengan cara transmisi mekanis. Berdasarkan penelitian tidak terbukti
penularan melalui serangga,HIV tidak dapat hidup pada tubuh serangga, pada
percobaan melalui serangga kutu busuk dan nyamuk. (Wiku Adisasmito, 2010)
Tabel 2.4 Pola Transmisi AIDS
Pola Seksual Darah Ibu-anak Negara
9
III Insidens rendah Komponen Sangat jarang Eropa Timur,
hubungan darah. karena insidens Afrika Utara,
seksual dengan masih rendah Timur Tengah,
orang asing. Penyalahgunaan Asia, dan
Transmisi narkotika suntik Pasifik.
dengan orang
senegara
F. Perjalanan Penyakit
Perjalanan HIV/AIDS dibagi dalam dua fase :
1. Fase Infeksi Awal
Pada proses awal infeksi(immunokompeten) akan terjadi respon imun berupa
peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler(HLA-DR;sel-T;IL-2R) serum
atau humoral(beta 2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R) dan antibodi
apregulation(gp120, antip24;igA) (kam, 1996) induksi sel T-helper dan sel-sel lain
diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetaap
berfungsi dengan baik. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-T, sehingga T-helper
tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak
adanya T-helper sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit
dan sel B tidak dapat berfungsi dengan baik. Daya taha tubuh menurun sehingga
pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)
2. Fase Infeksi Lanjut
Fase ini disebut dengan imunnodefisien, karena dalam serum pasien yang
terinfeksi HIV ditemukan adanya supresif berupa antibodi terhadap proliferasi sel-T.
Adanya supresif pada proliferasi sel-T tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi
limfokin, sehingga sel-T tidak mampu memberikan respon terhadap mitogen dan
terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan kadar CD4+,
sitokin(IFNc;IL2;IL6), antibodi down regulation(gp120;antip24, TNFa, dan antinef.
(Dr. Nursalam,dkk; 2005).
Tabel 2.5.a Klasifikasi klinis CD4 pada pasien remaja dan orang dewasa
menurut CDC (Depkes, 2003)
10
CD4 Kategori Klinis
A B C
Total %
(Asimtomatis, Infeksi Akut) (Simtomatis) (AIDS)
≥ 500/ml ≥ 29% A1 B1 C1
200-499 14-28% A2 B2 C2
< 200 < 14% A3 B3 C3
G. Pembagian stadium :
1. Stadium Pertama:HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti dengan terjadinya perubahan
serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif.
Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai test antibodi terhadap HIV
menjadi positif disebut dengan window period. Lama window period adalah antara 1-
3 bulan bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan.
2. Stadium Kedua:Asimptomatis (tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tidak
menunjukkan gejala apapun. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10
tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan
HIV kepada orang lain.
3. Stadium Ketiga:Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent
Generalized Lympadenopathy)
Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih dari 1
bulan.
4. Stadium Keempat:AIDS
Keadaan ini disertai dengan adanya bermacam-macam penyakit, antara lain
penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder (Dr.
Nursalam,dkk; 2005)
H. Determinan HIV/AIDS
1. Faktor Host
Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat,
baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Kelompok masyarakat
yang mempunyai risiko tinggi adalah pengguna narkoba suntik (Injecting Drug
Use), kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas (hubungan seksual
11
dengan banyak mitraseksual) misalnya WPS (wanita penjaja seks), dari satu
WPS dapat menular ke pelanggan-pelanggannya selanjutnya pelanggan-
pelanggan WPS tersebut dapat menularkan kepada istri atau pasangannya. Laki-
laki yang berhubungan seks dengan sesamanya atau lelaki seks lelaki (LSL).
Narapidana dan anak-anak jalanan, penerima transfusi darah, penerima donor
organ tubuh dan petugas pelayan kesehatan juga mejadi kelompok yang rawan
tertular HIV.
Berdasarkan data Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), rasio kasus AIDS
antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Proporsi penularan HIV/AIDS
melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%, IDU 40,2%, Lelaki Seks
Lelaki (LSL) 3,3%, perinatal 2,6%, transfusi darah 0,1% dan tidak
diketahui penularannya 3,5%. Risiko penularan dari suami pengidap HIV ke
istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan infeksi HIV
menjadi AIDS adalah usia pada saat infeksi. Orang yang terinfeksi HIV pada
usia muda, biasanya lambat menderita AIDS, dibandingkan jika terinfeksi pada
usia lebih tua.
Dalam Adisasmito (2007), risiko transmisi transplasental yaitu transmisi
dari ibu kepada bayi/janinnya saat hamil atau saat melahirkan adalah 50%, yaitu
apabila seorang ibu pengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan anak
itu terlular HIV. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya
hanya 1%. Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum suntik atau benda tajam
lainnya yang mengandung darah yang terinfeksi virus HIV, mereka dapat
menderita HIV/AIDS, angka serokonversi mereka <0,5%.
2. Faktor
Agent
Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan menyerang
sel CD4+. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga
menggangusel-sel efektor imun yang lainnya, daya tahan tubuh menurun
sehingga orang yang terinfeksi HIV akan jatuh kedalam stadium yang lebih
lanjut. Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun
dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan
thymus, yang membuat individu yang terinfeksi akan terkena infeksi
12
opurtunistik. Jumlah virus HIV yang masuk sangat menentukan penularan,
penurunan jumlah sel limfosit T berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV
yang ada dalam tubuh.
AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai
Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun, artinya dalam waktu lima tahun
13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 1
Tn.H umur 35 tahun masuk RS X dengan keluhan satu bulan terakhir batuk dan
sesak napas, demam, keluar keringat pada malam hari, mual, penurunan nafsu makan,
terdapat penurunan berat badan 10kg dalam 1 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat
menggunakan narkoba dan seks bebas. Pemeriksaan TTV didapatkan hasil tekanan
darah 90/60 mmHg, nadi 112x/menit, suhu 39.90C. Pada pengkajian didapatkan hasil
konjungtiva anemis, diare sejak 1 bulan yang lalu, konsistensi feses encer dan tidak ada
darah maupun lendir. BB saat ini 47 kg TB 165 cm, pasien tampak kurus, turgor kulit
tidak elastis, terdapat lesi pada rongga mulut, membran mukosa kering, terpasang NGT
dengan diit cair 6x250cc, terdengar suara ronkhi pada seluruh lapang paru, kesadaran
apatis, terpasang kateter urine, balance cairan -800ml/24jam. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil leukosit 5020/mm3, hemoglobin 11gr/dL, hematokrit
33%, albumin 2.8gr/dL. Hasil pemeriksaan test imunoserologi didapatkan hasil anti
HIV reaktif 14.30. pemeriksaan CT Scan ditemukan infark luas di paraventrikel
lateralis kiri dengan suspek toksoplasmosis, edema serebri. Hasil pemeriksaan thoraks
didapatkan hasil TB paru aktif dengan lesi luas. Terapi yang didapatkan yaitu
Rifampicin 350mg, Isoniasid 400mg, Pirazinamid 1000mg, Etambutol 1000mg,
ceftriaxon 3x2gr, kandistatin 4x1 tetes, ondansentron 2x4mg, ranitidin 2x40mg.
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.H
Umur : 35 tahun
B. Keluhan Utama
Pasien masuk RS dengan keluhan satu bulan terakhir batuk dan sesak napas, demam,
keluar keringat pada malam hari, mual, penurunan nafsu makan, dan diare.
14
encer dan tidak ada darah maupun lendir. Mengalami penurunan berat badan 10 kg
dalam 1 bulan terakhir dan pasien tampak kurus.
E. Pengkajian Fisik
1. Kesadaran : Apatis
2. Mata : Konjungtiva anemis
3. Mulut : Terdapat lesi pada rongga mulut, membran mukosa kering
4. Paru : Terdengar suara ronkhi pada seluruh lapang paru,
5. Pemeriksaan TTV
- TD : 90/60 mmHg
- HR : 112 x/menit
- T : 39,9 0C
6. BB : 47 kg
TB : 165 cm
IMT : 17,3 (Kurus/berat badan kurang)
7. Balance Cairan : -800ml/24jam
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit 5020/mm3
Hemoglobin 11gr/dL
Hematokrit 33%
Albumin 2.8gr/dL.
2. Pemeriksaan Test Imunoserologi
Hasil : Anti HIV reaktif 14.30.
3. Pemeriksaan CT Scan
Kesan : Infark luas di paraventrikel lateralis kiri dengan suspek toksoplasmosis,
edema serebri.
4. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Kesan : TB paru aktif dengan lesi luas.
15
G. Analisa Data
DO :
1. Turgor kulit tidak elastis
2. Membran Mukosa Kering
3. Konjungtiva anemis
4. Feses Encer
5. TD = 90/60 mmHg
6. Albumin = 2.8 gr/Dl
DS :
1. Diare 1 bulan
2. Balance cairan - 800 ml/24 jam
H. Diagnosa Keperawatan
1. Kebutuhan Cairan Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Kehilangan Volume Cairan
Secara Aktif (DIARE)
2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Penumpukan Sekret
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake Makanan Tidak Adekuat
I. Terapi Obat
Rifampicin 350mg
Isoniasid 400mg
Pirazinamid 1000mg
Etambutol 1000mg
Ceftriaxon 3x2gr
Kandistatin 4x1 tetes
Ondansentron 2x4mg
Ranitidin 2x40mg.
J. Intervensi Keperawatan
16
b.d Kehilangan klien dengan kriteria cairan (sedikitnya 2500
Volume Cairan hasil : (sedikitnya 2500 ml/hari)
Secara Aktif 1. Mempertahankan ml/hari) 2. Memonitor TTV
(DIARE) hidrasi 2. Monitor TTV 3. Mngkaji turgor
2. Membran mukosa 3. Kaji turgor kulit, kulit, membran
lembab membran mukosa dan rasa
3. Turgor kulit baik mukosa dan rasa haus
4. TTV dalam batas haus 4. Melakukan
normal : 4. Kolaborasi kolaborasi
o TD : 110-120 pemberian pemberian cairan
/80-90 mmHg cairan IV IV
o RR : 20x / menit 5. Kolaborasi 5. Melakukan
o S : 36,5 ͦC mengenai kolaborasi
o N : 80-90 x/ makanan mengenai
menit potensial makanan potensial
5. Mempertahankan penyebab diare penyebab diare
urin output sesuai
(rendah lemak) (rendah lemak)
usia dan berat badan
6. Balance cairan 6. Kolaborasi 6. Melakukan
seimbang (intake- pemberian obat kolaborasi
output) anti diare pemberian obat
7. Nilai albumin (lomotil, anti diare (lomotil,
meningkat loperamid, loperamid,
imodium, imodium,
paregoric) paregoric)
7. Monitor balance 7. Memonitor
cairan balance cairan
8. Monitor status 8. Memonitor status
hidrasi hidrasi
9. Monitor hasil 9. Memonitor hasil
lab yang sesuai lab yang sesuai
dengan retensi dengan retensi
cairan (BUN, cairan (BUN,
HMT, HMT, Osmolalitas
Osmolalitas urin, albumin, total
urin, albumin, protein)
total protein) 10. Melakukan
10. Kolaborasi kolaborasi dengan
dengan keluarga keluarga dalam
dalam memberikan
memberikan makan
makan
17
K. Evaluasi Keperawatan
1. Mengkaji status hidrasi meliputi keadaan membran mukosa dan turgor kulit
2. Mengkaji TTV
3. Mengkaji urin output
4. Mengkaji balance cairan (intake-output)
5. Mengkaji kembali hasil test laboratorium
18
BAB IV KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. KESIMPULAN
AIDS adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu menurunnya
daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV
(human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik dengan
AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala penyakit skibat
defisiensi sistem imun selular.
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan
mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan
2. Pengguna narkoba suntik
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV
Penularan HIV/AIDS
1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
a. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
b. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
c. Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)
HIV tidak ditularkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan
tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan
dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau
WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA).
Tanda dan gejala klinis penderita HIV/AIDS
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati
6. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Pencegahan HIV/AIDS
HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan, yaitu ;
1. Menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko,
2. Tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-sama
Penatalaksanaan HIV/AIDS
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan /
rehabilitasi dan edukasi.
19