PENDAHULUAN
2.1 DEFINISI
Malaria cerebral adalah malaria dengan penurunan kesadaran yang
dinilai dengan skala dari Glasgow Coma Scale (GCS). Nilai GCS untuk
penderita malaria dewasa <15. Hampir semua malaria serebral disebabkan
Plasmodium falsiparum. (Pribadi dan Sungkar, 1994)
2.2 ETIOLOGI
Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah
kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa
sel darah. Hal tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum
yang ditularkan oleh nyamuk anopheles betina (Combes; Coltel; Faille;
Wassmer; Grau, 2006).
a. Morfologi Plasmodium falciparum (lihat gambar 1)
1) Tropozoit awal berbentuk cincin yang sangat halus, ukurannya
1/5 eritrosit, dan tidak berpigmen.
2) Tropozoit yang sedang berkembang (jarang terlihat dalam darah
perifer) berbentuk padat, ukurannya kecil, pigmennya kasar;
berwarna hitam; dan jumlahnya sedang,.
3) Skizon imatur (jarang terlihat dalam darah perifer) ukurannya
hampir mengisi eritrosit, bentuknya padat, dan pigmennya tersebar.
4) Skizon matur (jarang terlihat dalam darah perifer) bentuknya
bersegmen, pigmen berwarna hitam dan berkumpul di tengah,
ukurannya hampir menutupi eritrosit.
5) Makrogametosit waktu timbulnya 7-12 hari, jumlahnya dalam
darah sangat banyak, memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit,
berbentuk bulan sabit (ujung bulat atau runcing), sitoplasmanya
berwarna biru tua, pigmennya bergranul hitam dengan inti bulat.
6) Mikrogametosit waktu timbul, jumlah dan ukurannya sama
dengan stadium makrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru
kemerahan, berbentuk ginjal dengan ujung tumpul, pigmennya
bergranul gelap.
2.8 PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan untuk pasien malaria serebrum karena infeksi
Plasmodium falciparum berdasarkan pada terapi ACT (Artemisin
Combination Therapy) (WHO, 2010)
a. Pengobatan Lini – 1
Tabel 1. Terapi ACT Lini - 1
Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur
Ha 1–4 10 – > 15
0- 1 2 – 11 5–9
ri Dosis tunggal tahu 14 tahu
bulan bulan tahun
n tahun n
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
1 Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin -- -- ¾ 1½ 2 2-3
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
2
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 x 10
1 Kina 3x½ 3x1 3 x 1½ 3 x (2-3)
mg/kg
BB
Primakuin -- ¾ 1½ 2 2-3
3 x 10
3 BB
4x4
Dosis Tetrasiklin -- -- -- 4 x 250 mg
mg/kg BB
2 x 10 2 x 10
Dosis Clindamycin -- -- --
mg/kg BB mg/kg BB
2.9 PENCEGAHAN
a. Pemberian obat anti malaria secara teratur pada anak tiap jadwal
vaksinasi rutin untuk mencegah komplikasi malaria dan anemia.
b. Vaksinasi malaria, saat ini sedang dalam proses pengembangan namun
beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang menjanjikan (Milner
et al., n.d.).
c. Penanganan segera dan kombinasi pengobatan antimalaria yang adekuat
(WHO, 2010)
d. Penegakan diagnosis secara dini (WHO et al., 2001)
2.10 KOMPLIKASI
a. Kecacatan
b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan,
gangguan bicara dan epilepsi (WHO et al., 2001)
c. Kematian (WHO, 2010)
2.11 PROGNOSIS
Tergantung pada (Zulkarnain dan setiawan, 2007; Harijanto, 2007):
a. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan
Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya
akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.
b. Kegagalan fungsi organ
Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan mengalami kegagalan
dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.
c. Kepadatan parasit
Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin padat/
banyak jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk
prognosisnya, terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam
pemeriksaan darah tepinya.
d. Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal)
Pada malaria serebral kadar laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2
mmol/l. Bila kadar laktat >6 mmol/l memiliki prognosa yang fatal.
BAB III
PEMBAHASAN
Sejak 1638, malaria sudah ditangani dengan menggunakan getah batang
pohon Cinchona yang dikenal sebagai kina yang sebenarnya beracun, untuk
menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada 1930, ahli obat-
obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine (Quinacrine hydrocloride) yang
pada saat itu lebih efektif daripada quinine; dan kadar racunnya lebih rendah.
Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan
menyembuhkan demam rimba secara total dan lebih efektif dibandingkan atabrine
atau quinine untuk menekan jenis-jenis malaria tanpa perlu digunakan secara terus
menerus. Obat itu juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-
obatan terdahulu.
Tapi baru-baru ini, strain Plasmodium falciparum, organisme yang
menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap
klorokuin serta obat anti malaria sintetik lainnya. Strain jenis ini ditemukan
terutama di Vietnam, di semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan.
Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain Plasmodium falciparum. Seiring
dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan itu, fakta bahwa
beberapa jenis nyamuk pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap
insektisida seperti DDT, telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit
malaria di beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga
mengalami peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang
datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga di antara pengungsi-pengungsi dari
daerah itu. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti penyakit malaria yang
tengah menyebar, dapat diberikan obat anti malaria sebagai profilaksis (obat
pencegah) (Anon, 2007).
Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa
minggu setelah kembali dari bepergian. Mefloquine telah dibuktikan efektif
terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan
ataupun sebagai pencegahan. Namun demikian, obat itu saat ini sedang diselidiki,
apakah dapat menimbulkan efek samping merugikan. Suatu kombinasi dari
sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah
yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap klorokuin. Sementara itu,
proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan.
Saat ini, para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk
malaria. Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi syarat, kini sedang diuji coba
klinis dengan menggunakan sukarelawan untuk keamanan dan keefektifannya.
Sementara itu, ahli lainnya sedang berupaya untuk menemukan vaksin untuk
penggunaan umum. Riset pun sedang dilakukan untuk menemukan sejumlah obat
dengan bahan dasar artemisin yang digunakan ahli obat-obatan Cina untuk
menyembuhkan demam. Bahan itu terbukti efektif terhadap plasmodium
falciparum, tapi masih sangat sulit untuk diperbanyak jumlahnya (Anon, 2007).
Upaya penanggulangan juga dilakukan dengan pencarian penderita, yaitu
dengan mass fever survey (pemeriksaan massal penderita demam) dilanjutkan
pengobatan massal, penyuluhan, pemberantasan vektor malaria, yaitu nyamuk
anopheles sp. Pemberantasan nyamuk itu bisa dilakukan dengan penyemprotan
insektisida ICON 10 WP, seperti yang dilakukan di Banyumas, pegunungan
Menoreh dan Kedu.
Penduduk negara-negara yang umumnya masih terbelakang menemukan
cara baru yang murah dan efektif dalam memerangi nyamuk Anopheles sp, yaitu
dengan memanfaatkan sapi yang telah diolesi insektisida. Metode itu dilakukan
mengingat nyamuk malaria menyukai binatang. Anopheles sendiri mencari
makanan dengan mengisap darah binatang dan hanya sekali-sekali memangsa
manusia. Mark Rowland dari London School of Hygiene and Tropical Medicine
menyampaikan bahwa “Anopheles stepheni dan Anopheles culicifaciespun gemar
mengisap darah sapi”.
Uji coba kemudian dilakukan di enam kamp. penampungan para
pengungsi Afganistan di provinsi Lembah Hangu, Pakistan. Para pengungsi
mengolesi sapinya dengan deltametrin selama tiga kali musim malaria. Hasilnya,
cara ini sama efektifnya dengan penyemproton rumah. Selain biayanya 80% lebih
murah, cara ini pun lebih mudah dan aman bagi penduduk. Keuntungan lainnya
adalah insektisida tersebut juga terbukti dapat membasmi kutu hewan, sehingga
hewan itu semakin montok dan menghasilkan lebih banyak susu. Namun terbukti
tidak mengkontaminasi daging sapi.
Metode yang diterapkan oleh Rowland tersebut disambut dengan baik oleh
WHO (World Health Organisation) yang kemudian mengusulkan agar metode
Rowland tersebut diterapkan di Negara – Negara Asia Tropis. Namun, metode
Rowland tersebut hanya tepat digunakan pada jenis nyamuk yang menyukai
binatang dan menghisap darah sapi. Rowland mengatakan bahwa metodenya
mungkin tidak dapat diterapkan di Afrika karena jenis nyamuknya berbeda.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
1) Demam periodic
a) Pada malaria tertiana (p. vivax & P. ovale) demam setiap hari
ke-3
2) Splenomegali
3) Anemia
oleh:
5) berkeringat banyak
6) menggigil
7) mual & muntah
palciparum
5) (resiko) kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan
muntah
palciparum
Intervensi rasional
1.1 pantau TTV terutama suhu 1.1 untuk mengetahui kondisi Vital
klien dan mengetahui jenis falciparum.
1.2 berikan kompres hangat 1.2 menurunkan suhu
1.3 orang yang hipertermia akan
1.3 anjurkan klien minum banyak banyak berkeringat sehingga
diperlukan penggantian cairan yang
keluar dan peningkatan suhu dapat
juga disebabkan oleh kekurangan
1.4 berikan antipiretik (kolaborasi) cairan.
1.4 antipiretik digunakan unutuk
mengurangi demam dengan sasaran
hipotalamus
intervensi rasional
2.1 awasi tanda vital, pengisian kapiler, 2.1 indikator keadekauatan perfusi
status membran mukosa, dan dasar jarinan dan menentukan kebutuhan
kuku intervensi
2.2 selidiki keluhan nyeri dada, 2.2 iskemia seluler mempengaruhi
palpitasi jaringan miokardial
2.3 tinggikan tempat tidur sesuai 2.3 meningkatkan ekspansi paru dan
toleransi memaksimalkan oksigenasi kebutuhan
seluler
Intervensi rasional
3.1 awasi tanda vital, pengisian kapiler, 3.1 indikator keadekauatan volume
status membran mukosa, dan tugor kulit sirkulasi dan cairan.
3.2 ukur haluran urune dengan akurat
3.2 Untuk mengetahui jml intake dan
3.3 anjurkan klien minum air 1.500- jml output
2000 cc/hari sesuai toleransi 3.3 memenuhi kebutuhan cairan &
3.4 kaji hasil tes fungsi elektrolit / elektrolit
ginjal 3.4 gangguan vol cairan deapat
menggangu fungsi ginjal dan
memerlukan intervensi tambahan
3.5 berikan cairan melalui IV
3.5 tindakan darurat untuk memperbaiki
ketidak seimbangan ciran/elektrolit
3.6 tambahan kalium, oral atau IV 3.6 mencegah disritmia
sesuai indikasi
Intervensi rasional
4.1 pantau TTV terutama respiratori 4.1 indikator status respiratori
4.2 berikan posisi semi powler 4.2 meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi kebutuhan
seluler
4.3 anjurkan/ ajarkan klien untuk 4.3 mengurangi kebutuhan O2 terhadap
megurangi aktivitas/ istirahat jaringan
4.4 berikan O2 4.4 memaksimalkan transpor O2 ke
jaringan
4.5 berikan transfusi (HB) 4.5 memenuhi jumlah HB dalam darah
dan meningkatkan transport O2 ke
jaringan
5) (resiko) kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan
muntah
Intervensi rasional
5.1 timbang BB setiap hari 5.1 mengetahui perubahan nutrisi yang
terjadi
5.2 berikan kebersihan oral 5.2 meningkatkan rasa makan
5.3 anjurkan klien istirahat sebelum 5.3 menenangkan peristaltik dan
makan meningkatkan energi unutk makan
5.4 berikan anti emetik 5.4 mengurangi mual & muntah
Intervensi rasional
6.1 kaji kemampuan klien untuk 6.1 mempengaruhi pilihan
melakukan tugas normal, catat laporan intervensi/bantuan
kelelahan, keletihan, dan kesulitan
6.2 kaji kekuatan otot 6.2 indikator pemberian bantuan
kebutuhan
6.3 awasi TTV selama aktivitas 6.3 manivestasi kardiopulmonal dari
upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah O2 adekuat ke
jaringan
6.4 berikan lingkungan tenang 6.4 meningkatkan istirahat
6.5 berikan bantuan dalam aktivitas bila 6.5 membantu bila perlu, untuk
perlu, mungkinkan klien untuk meningkatkan harga diri bila klien
melakukan sendiri melakukan sendiri
6.6 anjurkan klien untuk menghentikan 6.6 regangan/stress kardiopulmonal
aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, berlebihan/stress da[at menimbulkan
napas sesak, kelemahan dan pusing dekompensasi/kegagalan
terjadi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Kasus malaria serebral yang merupakan infeksi Plasmodium
falciparum masih sangat jarang ditemukan. Hal ini disebabkan karena
keterlambatan penanganan malaria berat.
2. Malaria serebral merupakan malaria kasus berat yang ditandai dengan
penurunan kesadaran, dimana tingkat mortalitasnya tinggi pada anak –
anak.
3. Perkembangan terapi malaria serebral sampai sekarang mengalami
perbaikan, dimana terapi ACT (Artemisin Combination Therapy) yang
diberikan pada penderita malaria serebral terbukti efektif terhadap
Plasmodium falciparum.
DAFTAR PUSTAKA