design. The population was all people who suffered from measles per
district/city in East Java Province. The sampling method was using
the total population. The variables studied were the number of
measles immunization in infants and toddlers and the number of
cases of measles, while analysis technique used Pearson correlation.
Results: This research showed that there was a relationship between
infant immunization (p = 0,04) who had weak relationship and no
relationship between immunization of toddler (p = 0,92) who had
weak relationship with number of measles cases. Conclusion: There
was a relationship between measles immunization in infants with
number of measles case in East Java Province.
dan lanjutan yang diwajibkan oleh pemerintah seperti Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo,
adalah imunisasi campak. Imunisasi campak Kabupaten Situbondo, Kabupaten Pasuruan,
mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Jombang,
karena Indonesia ikut serta dalam program Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bangkalan,
eliminasi campak pada tahun 2020 dengan Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kota
cakupan campak minimal 95% di setiap wilayah Kediri, Kota Probolinggo, Kota Madiun, dan Kota
Surabaya. Cakupan imunisasi campak pada balita
secara merata (Kemenkes RI, 2017b).
di Provinsi Jawa Timur belum memenuhi target
(80%). Tahun 2014, cakupan imunisasi campak
balita yang berhasil diimunisasi sebesar 33,04%,
dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu
sebesar 43,86% yang berhasil diimunisasi campak.
Tahun 2016, cakupan imunisasi campak pada
balita sudah meningkat lagi menjadi 66,20% yang
berhasil diimunisasi campak pada balita, namun
terdapat beberapa kabupaten/kota yang sudah
memenuhi sasaran program, seperti Kabupaten
Ponorogo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi,
Sumber: Dinkesprov, 2017 Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, dan
Kota Mojokerto (Dinkesprov, 2017). Tujuan
Gambar 1. Tren Jumlah Kejadian Campak di penelitian ini adalah menganalisis hubungan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2016 imunisasi campak pada bayi dan balita dengan
kejadian campak di Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2016.
Indonesia memiliki standar minimum
cakupan imunisasi dasar pada masing-masing
METODE
wilayah yang disebut dengan Universal Child
Immunization (UCI). UCI di Provinsi Jawa Timur
Penelitian ini adalah penelitian observasional
belum memenuhi target. Pada tahun 2016, dari dengan menggunakan desain studi cross sectional.
8.501 desa/kelurahan, terdapat 7.038 Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
desa/kelurahan atau sekitar 82,80% desa/kelurahan jumlah kejadian campak dari seluruh
yang telah UCI, jika dibandingkan dengan tahun kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, yang
2015, terdapat peningkatan sebesar 6,21%. UCI terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota. Penelitian ini
pada beberapa kabupaten juga belum memenuhi menggunakan total sampling dengan
target karena rata-rata capaian kabupaten/kota menggunakan data sekunder yang terdapat pada
sebesar 82,93% dan jumlah desa yang belum Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2016.
mencapai target UCI sebanyak 1.449 desa Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
(17,07%) (Dinkesprov, 2017). terdiri dari dependent variable (terikat) dan
Tren cakupan imunisasi campak di Indonesia independent variable (bebas). Dependent variable
atau variabel terikat dalam penelitian ini yaitu
cenderung menurun meskipun masih berusaha
jumlah kejadian campak tiap kabupaten/kota di
untuk mencapai target 95%. Cakupan imunisasi Provinsi Jawa Timur pada tahun 2016. Variabel
campak program di Indonesia sejak tahun 2008 independent atau variabel bebas yaitu jumlah
yaitu sebesar 90%. Tahun 2014 terjadi peningkatan imunisasi campak pada bayi dan balita tiap
sebesar 94,67% dan pada tahun 2015 menurun kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang
sedikit lebih rendah dari tahun 2014 yaitu sebesar terdapat di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
92,30%. Tahun 2016 cakupan imunisasi campak tahun 2016. Analisis yang digunakan yaitu korelasi
meningkat menjadi 93% (Kemenkes RI, 2017b). pearson. Korelasi pearson merupakan salah satu
Cakupan imunisasi campak pada bayi di metode analisis statistik yang memiliki hubungan
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2016 sudah linier antara variabel dependent (terikat) dan
memenuhi target, namun terdapat beberapa variabel independent (bebas).
kabupaten/kota yang belum memenuhi target
169 of 173 Khuril Eka Oktaviasari / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 166-173
memiliki distribusi normal, dengan nilai semakin tinggi imunisasi campak pada balita,
signifikansi p = 0,48; p > 0,05, sehingga asumsi maka semakin rendah jumlah kasus campak.
terpenuhi dan dapat dilanjutkan dengan melakukan
uji korelasi pearson. Tabel 4
Hasil uji normalitas dari variabel imunisasi Hasil Uji Korelasi Pearson Imunisasi Campak
campak pada balita dengan menggunakan uji pada Bayi dan Balita dengan Kejadian Campak
statistik yaitu kolmogorov smirnov Imunisasi Imunisasi
memperlihatkan bahwa eror memiliki distribusi Campak campak campak pada
normal, dengan nilai signifikansi p = 0,52; p > pada bayi balita
0,05, sehingga asumsi terpenuhi dan dapat Pearson
-0,33 -0,02
dilanjutkan dengan melakukan uji korelasi correlation
pearson. Sig. (2-tailed) 0,04 0,92
N 38,00 38,00
Tabel 3
Uji Normalitas Imunisasi Campak Bayi dan Balita PEMBAHASAN
Kategori Standardized
Kejadian Campak tiap Kabupaten/Kota di
Residual
Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Imunisasi Campak pada Bayi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di
N 38,00 tahun 2015, jumlah kasus campak terbanyak
Kolmogorov-Smirnov Z 0,84 diderita oleh berjenis kelamin laki-laki, namun di
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,48 tahun 2016, kejadian campak lebih banyak diderita
oleh berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian
Imunisasi Campak
yang dilakukan oleh Jensen et al (2014)
pada Balita menunjukkan bahwa jumlah kejadian campak
N 38,00 lebih banyak diderita oleh berjenis kelamin
Kolmogorov-Smirnov Z 0,81 perempuan. Penelitian ini sejalan dengan
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,52 penelitian yang dilakukan oleh Nurlaila & Hanna
(2016), bahwa penderita campak lebih banyak
Hasil dari uji korelasi pearson antara diderita oleh berjenis kelamin perempuan (60%)
imunisasi campak pada bayi dan kejadian campak daripada laki-laki (40%) dan nilai OR sebesar 1,50
tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun yang artinya anak perempuan mempunyai risiko
2016 menunjukkan hasil signifikansi = 0,04 terkena campak sebesar 1,50 kali lebih besar
sehingga p < artinya adanya hubungan antara daripada anak laki-laki.
imunisasi campak pada bayi dengan kejadian Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
campak. Hasil korelasi pearson menunjukkan penelitian yang dilakukan oleh Agustina, Sety, &
kekuatan korelasi lemah dan arah korelasi linier Tina (2018), yang menunjukkan bahwa kasus
negatif (pearson correlation = -0,33), artinya campak lebih banyak diderita oleh berjenis
semakin tinggi cakupan imunisasi campak pada kelamin laki-laki (58,80%) daripada perempuan
bayi, maka semakin rendah pula jumlah kasus (41,20%). Penelitian lainnya yaitu penelitan yang
campak. Hasil dari uji korelasi pearson antara dilakukan oleh Isu, Weraman, & Pecauly (2016)
imunisasi campak pada balita dan kejadian campak bahwa jenis kelamin pada penderita campak lebih
tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun banyak pada laki-laki (52%), dengan OR sebesar
2016 menunjukkan hasil signifikansi = 0,94 1,27 yang artinya anak dengan jenis kelamin laki-
sehingga p > yang artinya tidak ada hubungan laki memiliki risiko menderita penyakit campak
antara cakupan imunisasi campak balita dengan sebesar 1,27 kali lebih besar dibandingkan dengan
kejadian campak. anak dengan jenis kelamin perempuan. Penelitian
Hasil korelasi pearson menunjukkan lainnya, Liwu, Rampengan, & Tatura (2016)
kekuatan korelasi lemah dan arah korelasi linier bahwa penyakit campak lebih banyak diderita oleh
negatif (pearson correlation = -0,02), artinya anak dengan jenis kelamin laki-laki (57,60%)
daripada perempuan (42,40%).
171 of 173 Khuril Eka Oktaviasari / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 166-173
Hasil dari beberapa penelitian di atas dapat imunisasi campak berisiko 101,75 kali lebih besar
disimpulkan bahwa penyakit campak dapat terkena campak. Penelitian lainnya yang sejalan
diderita oleh berjenis kelamin laki-laki maupun yaitu penelitian yang dilakukan oleh Giarsawan,
perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh sistem Asmara, & Yulianti (2014) menjelaskan bahwa
kekebalan tubuh dari setiap individu karena vaksin status imunisasi yang tidak lengkap pada anak
campak memiliki efikasi kurang lebih 85% berisiko 16 kali mempengaruhi terjadinya kasus
sehingga kemungkinan anak yang belum memiliki campak.
kekebalan dan menjadi golongan yang sensitif Pemerintah Republik Indonesia telah
terhadap kejadian campak (Kemenkes RI, 2017a). mengadakan tindakan mengenai upaya preventif
Data yang terdapat pada Profil Kesehatan penyakit menular. Peraturan Menteri Kesehatan
Provinsi Jawa Timur tahun 2015-2016 Republik Indonesia nomor 12 tahun 2017 tentang
menjelaskan bahwa terdapat tujuh kabupaten/kota penyelenggara imunisasi menyebutkan bahwa
dengan kasus campak terbanyak pada tahun 2015 untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
adalah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, yang tinggi diperlukan tindakan untuk
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Jember, Kabupaten menghindari terjadinya suatu penyakit melalui
Ponorogo, Kabupaten Sumenep, dan Kabupaten imunisasi. Cakupan imunisasi harus dipertahankan
Magetan. Tujuh kabupaten/kota dengan kasus tinggi dan merata di seluruh wilayah di Indonesia
campak terbanyak pada tahun 2016 terjadi pada agar dapat menghindari adanya daerah yang
Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, Kabupaten mudah timbul Kejadian Luar Biasa (KLB)
Sumenep, Kabupaten Jember, Kabupaten Gresik, (Kemenkes RI, 2017a).
Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Kediri Status imunisasi berkaitan dengan cakupan
(Dinkesprov, 2017). imunisasi di suatu wilayah, sedangkan cakupan
imunisasi campak pada bayi di Provinsi Jawa
Hubungan Imunisasi Campak pada Bayi dan Timur sudah menjangkau target program, namun
Balita dengan Kejadian Campak di Provinsi masih ditemukan beberapa kabupaten/kota yang
Jawa Timur pada Tahun 2016 belum menjangkau target. Beberapa kemungkinan
Campak adalah salah satu penyakit PD3I. yang menyebabkan anak yang sudah diimunisasi
Penyakit menular yang dapat dicegah dengan campak masih menderita campak, salah satunya
imunisasi di Provinsi Jawa Timur masih yaitu karena mutu rantai dingin (cold chain) untuk
ditemukan beberapa penyakit yang berpotensi penyimpanan vaksin yang kurang baik
Kejadian Luar Biasa (KLB), salah satunya yaitu (Dinkesprov, 2017).
penyakit campak (Dinkesprov, 2017). Cakupan imunisasi campak pada balita di
Hasil penelitian berdasarkan uji korelasi Provinsi Jawa Timur belum menjangkau target
pearson memperlihatkan bahwa terdapat hubungan dari tahun ke tahun. Imunisasi campak pada balita
antara imunisasi campak pada bayi dengan sangat penting dilakukan karena vaksin campak
kejadian campak di Provinsi Jawa Timur pada memiliki efikasi kurang lebih 85%, sehingga jika
tahun 2016, dengan kuat hubungan lemah dan arah terdapat anak-anak yang belum memiliki
korelasi linier negatif, artinya semakin tinggi kekebalan tubuh terhadap penyakit campak, maka
cakupan imunisasi campak pada bayi, maka akan menjadi kelompok rentan terhadap penyakit
semakin rendah jumlah kasus campak dan tidak campak. Hasil serologi penyakit campak sebelum
ada hubungan antara imunisasi campak pada balita dilakukan imunisasi campak pada anak sekolah
dengan kejadian campak di Provinsi Jawa Timur dasar diketahui titer antibodi terhadap campak
pada tahun 2016, dengan kuat hubungan lemah adalah 52,60–65,56%, setelah dilakukan imunisasi
dan arah korelasi linier negatif, artinya semakin campak, diketahui titer antibodi meningkat
tinggi cakupan imunisasi campak pada balita, menjadi 96,69%-96,75% (Kemenkes RI, 2017a).
maka semakin rendah jumlah kasus campak. Kualitas penyimpanan vaksin campak sangat
Penelitian yang dilakukan oleh Khotimah berpengaruh dalam kejadian campak. Kualitas
(2013) menjelaskan adanya hubungan yang penyimpanan vaksin yang kurang baik disebabkan
signifikan antara status imunisasi dengan kejadian oleh ketersediaan sarana untuk penyimpanan
campak (nilai p < 0,00), dengan OR sebesar vaksin kurang memadai. Nigtyas & Wibowo
101,75 artinya balita yang tidak mendapatkan (2015) menjelaskan adanya pengaruh antara
172 of 173 Khuril Eka Oktaviasari / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 166-173
ketersediaan sarana vaksin terhadap kualitas Faktor pendidikan ibu juga berpengaruh
vaksin campak. Penelitian tersebut menjelaskan dalam pemberian imunisasi. Mahdalena,
bahwa jumlah sarana dan prasarana ketersediaan Yulidasari, & Rahman (2018) menjelaskan bahwa
penyimpanan vaksin yang terbatas terutama pada ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung
cool pack yang berukuran kecil dan pengepakan tidak memberikan imunisasi pada balitanya 12,64
yang dilakukan sendiri oleh tenaga kesehatan kali lebih besar dibandingkan dengan ibu dengan
menyebabkan beberapa tenaga kesehatan tidak pendidikan tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh
menggunakan cool pack yang telah disediakan Hudhah & Hidajah (2017) menyebutkan bahwa
oleh puskesmas, melainkan menggunakan aqua anak yang mempunyai ibu berpendidikan rendah
gelas dingin yang beku (cold pack) sehingga (≤ SMA) cenderung tidak memberikan imunisasi
menyebabkan rawan pecah dan dapat meredam lengkap daripada ibu yang memiliki pendidikan
tingkat efikasi vaksin campak. tinggi (> SMA).
Andriani (2017) membuktikan bahwa ada Penelitian yang dilakukan oleh Al-Rahmad
interaksi antara umur pada saat pemberian (2015) menjelaskan bahwa faktor predisposisi,
imunisasi campak dengan kejadian campak. seperti faktor pengetahuan yang rendah, faktor
Sebagian besar bayi yang berumur 9 bulan tidak sikap, dan faktor pendidikan yang rendah sangat
menderita penyakit campak (63,90%) dan hampir berpengaruh terhadap perolehan imunisasi
seluruh balita berusia > 12 bulan menderita campak. Faktor jarak yang jauh dari fasilitas
penyakit campak (84,60%). Prevalence Ratio (PR) kesehatan dan tindakan petugas imunisasi yang
sebesar 2,34, artinya prevalensi terjadinya penyakit kurang baik juga berkontribusi besar terhadap
campak pada balita yang berumur > 12 bulan saat perolehan imunisasi campak.
dilakukan imunisasi campak memiliki risiko 2,34 Penelitian dari Wahyunarni, Ahmad, &
kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang Triratnawati (2016) menjelaskan bahwa persepsi
berumur 9 bulan. Penelitian lain yang dilakukan masyarakat terhadap imunisasi campak dinilai
oleh Meilani & Budiati (2013) yang menunjukkan masih kurang karena tidak semua masyarakat
bahwa saat pemberian imunisasi campak, mengetahui pentingnya imunisasi campak dan
mayoritas balita berusia > 12 bulan tidak terdeteksi beberapa masyarakat juga tidak merasakan
menderita penyakit campak daripada usia < 12 manfaat dari imunisasi. Penelitian tersebut
bulan (70,60%). Infeksi campak sering terjadi pada menyebutkan bahwa faktor yang dapat
usia balita karena sistem imun belum matang pada memengaruhi persepsi masyarakat dan
usia muda. Bayi yang berusia < 1 tahun pengambilan keputusan masyarakat untuk tidak
mendapatkan kekebalan tubuh dari ibu untuk melakukan imunisasi campak adalah adanya efek
melawan segala penyakit infeksi. Antibodi tersebut samping imunisasi campak, pengaruh perilaku
akan menurun ketika bayi berusia 6-12 bulan. pekerja kesehatan, dan tokoh agama terkait non-
Penelitian yang dilakukan oleh Winarsih, imunisasi campak, serta kurangnya pemerintah
Imavike, & Yunita (2013) membuktikan bahwa dalam menegakkan peraturan terkait daya tarik
peran orang tua sangat berpengaruh dalam imunisasi campak.
pemberian imunisasi dasar. Penelitian ini Faktor penghambat dalam melaksanakan
memperlihatkan bahwa sekitar 55,30% hampir program imunisasi campak bagi anak yaitu
semua ayah memiliki peran kurang baik dengan pengetahuan masyarakat yang minim, kurangnya
pemberian imunisasi dasar tidak lengkap. Faktor informasi mengenai manfaat dan tujuan terhadap
kesibukan ayah dalam bekerja menyebabkan ayah program imunisasi campak, lokasi fasilitas
kurang berkontribusi dalam pemberian imunisasi kesehatan yang kurang strategis, dan fasilitas
dasar pada bayi. Sekitar 51,10% kebanyakan ibu kesehatan yang kurang memadai (Rahmawati,
termasuk dalam kategori peran kurang baik dalam 2017).
pemberian imunisasi dasar tidak lengkap. Hal ini
dikarenakan kurangnya informasi mengenai efek SIMPULAN
samping setelah bayi melakukan imunisasi
sehingga ibu merasa khawatir dan menganggap Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan
bahwa bayinya dalam kondisi sehat meskipun Kabupaten Jember memiliki jumah penderita
tanpa melakukan imunisasi. campak yang selalu tinggi di Provinsi Jawa Timur
173 of 173 Khuril Eka Oktaviasari / Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (2) 2018, 166-173
pada tahun 2015 dan 2016. Ada interaksi antara kesehatan Republik Indonesia nomor 12
imunisasi campak pada bayi dengan penderita tentang penyelenggara imunisasi.
campak dan memiliki kekuatan korelasi sedang Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
serta arah korelasi negatif yang artinya semakin Kemenkes RI. (2017b). Profil kesehatan Indonesia
tinggi cakupan imunisasi campak pada bayi, maka tahun 2016. Kementerian Kesehatan RI.
semakin rendah jumlah kasus campak. Jakarta.
Khotimah, H. (2013). Hubungan antara usia, status
gizi, dan status imunisasi dengan kejadian
REFERENSI campak balita. Jurnal Obstretika Scientia,
1(1), 23–32.
Agustina, T., Sety, L. O. M., & Tina, L. (2018). Liwu, T. S., Rampengan, N. H., & Tatura, S. N. N.
Faktor yang berhubungan dengan kejadian (2016). Hubungan status gizi dengan berat
penyakit campak pada balita di wilayah kerja ringannya campak pada anak. Jurnal E-
Puskesmas Lasalepa Kecamatan Lasalepa Clinic (eCL), 4(1), 237–242.
Kabupaten Muna tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahdalena, E., Yulidasari, F., & Rahman, F.
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 3(2), 1– (2018). Faktor risiko dengan perilaku
8. kepatuhan ibu dalam pemberian imunisasi
Al-Rahmad, A. H. (2015). Perolehan imunisasi dasar lengkap pada bayi. Berkala Kesehatan
campak menurut faktor predisposisi, Masyarakat Indonesia, 1, 26–32.
pendukung dan pendorong di Puskesmas Meilani, R., & Budiati, R. E. (2013). Faktor-faktor
Lhoknga. Idea Nursing Journal, 6(1), 51–60. yang memengaruhi terjadinya kejadian
Andriani, L. (2017). Hubungan karakteristik balita, campak di Puskesmas Purwosari Kabupaten
umur saat imunisasi campak, riwayat ASI Kudus. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan
eksklusif terhadap campak klinis. Jurnal Masyarakat, 2(1), 93–100.
Berkala Epidemiologi, 5(2), 265–275. Nigtyas, D. W., & Wibowo, A. (2015). Pengaruh
Dinkesprov. (2017). Profil kesehatan Provinsi kualitas vaksin campak terhadap kejadian
Jawa Timur tahun 2016. Dinas Kesehatan campak di Kabupaten Pasuruan. Jurnal
Provinsi Jawa Timur. Surabaya. Berkala Epidemiologi, 3(3), 315–326.
Giarsawan, N., Asmara, W. S., & Yulianti, A. E. Nurlaila, dan Hanna, N. (2016). Karakteristik
(2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian luar biasa campak pada salah satu
kejadian campak di wilayah Puskesmas desa di Kabupaten Pesawaran Propinsi
Tejakula I Kecamatan Tejakula Kabupaten Lampung. Jurnal Keperawatan, 7(2), 185–
Buleleng tahun 2012. Jurnal Kesehatan 189.
Lingkungan, 4(2), 140–145. Rahmawati. (2017). Efektivitas pelaksanaan
Hudhah, M., & Hidajah, A. C. (2017). Perilaku ibu program imunisasi campak bagi anak di
dalam imunisasi dasar lengkap di Puskesmas Puskesmas Juanda Kecamatan Samarinda
Gayam Kabupaten Sumenep. Jurnal Promosi Ulu Kota Samarinda. E-Journal Administrasi
Dan Pendidikan Kesehatan Indonesia, 5(2), Negara, 5(3), 6409–6420.
167–180. Wahyunarni, Y. I., Ahmad, R. A., & Triratnawati,
Isu, A. L., Weraman, P., & Pecauly, I. (2016). A. (2016). Persepsi masyarakat terhadap
Kajian spasial faktor risiko terjadinya imunisasi campak di Kabupaten Sleman.
kejadian luar biasa campak dengan BKM Journal of Community Medicine and
geographical information system. Media Public Health, 32(8), 281–286.
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 12(4), Winarsih, S., Imavike F, F., & Yunita, R. (2013).
250–260. Hubungan peran orang tua dalam pemberian
Jensen KJ, Søndergaard M, Andersen A, Sartono imunisasi dasar dengan status imunisasi bayi
E, Martins C, Garly M-L, ... & Benn, C. S. di desa wilayah kerja Puskesmas Dringu
(2014). A randomized trial of an early Kabupaten Probolinggo. Jurnal Ilmu
measles vaccine at 4½ months of age in Keperawatan, 1(2), 135–140.
guinea-bissau: sex-differential
immunological effects. PLoS ONE, 9(5).
Kemenkes RI. (2013). Profil kesehatan Indonesia
tahun 2012. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta.
Kemenkes RI. (2017a). Peraturan menteri