Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau menurunnya
kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2002).

Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh)
tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma,
laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000).

Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan
hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000)

Jadi cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda
tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau
menurunya kesadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya
kerusakan lainnya.

1.2 ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan
cedera olah raga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan kecacatan
utama pada usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Di samping penanganan dilokasi kejadian dan transportasi korban ke rumah sakit,
penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan
dan prognosis selanjutnya (Corwin, 2000).

1.3 TANDA DAN GEJALA


Tanda-tanda dari terjadinya cedera kepala ringan adalah : Pingsan tidak lebih
dari 10 menit, tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun, setelah sadar
timbul nyeri, pusing, muntah, GCS 13-15, tidak terdapat kelainan neurologis.
Gejala lain cedera kepala ringan adalah : Pada pernafasan secara progresif
menjadi abnormal, respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk, nyeri
kepala dapat timbul segera atau bertahap seiring dengan tekanan intrakranial, dapat
timbul muntah-muntah akibat tekanan intrakranial, perubahan perilaku kognitif dan
perubahan fisik pada berbicara serta gerakan motorik dapat timbul segera atau
secara lambat (Corwin, 2000).

1.4 PATOFISIOLOGI
1.5 KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul dari cidera otak ringan yaitu dapat menyebabkan
kemunduran pada kondisi pasien karena perluasan hematoma intrakranial, edema
serebral progressif dan herniasi otak. Edema serebral adalah penyebab paling
umum dari peningkatan tekanan intrakranial pada pasien yang mendapat cedera
kepala.
Komplikasi lain yaitu defisit neurologi dan psikologi (tidak dapat mencium
bau-bauan, abnormalitas gerakan mata, afasia, defek memori dan epilepsi).
(Brunner & Suddarth, 2002).
Yang biasa terjadi pasca cedera kepala
1. Ketidakmampuan dalam mengingat kejadian seputar cedera kepala
merupakan hal yang biasa.
2. Merasa lemah atau lesu dari biasanya adalah hal yang normal.

3. Otak butuh waktu untuk pulih dari cedera kepala. Selama periode ini, sakit
kepala, pusing dan masalah pikiran kognitif umum terjadi.

4. Masalah pada fungsi otak bisa berupa perubahan mood dan kesulitan dalam
berkonsentrasi, mengingat sesuatu, kesulitan melakukan pekerjaan yang
rumit.

5. Umumnya, gejalanya akan hilang atau sembuh total dalam beberapa hari.

6. Sebagian orang mengalami gejala yang berlanjut. Jika ini terjadi, segera
hubungi dokter.

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. CT-Scan : untuk mengidentifikasi adanya SOL hemografi, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan.
2. Angiografiserebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti kelainan
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.

3. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya petologis.

4. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur)


5. BAER ( Brain Auditori Evoker Respon ) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak.

6. PET ( Position Emission Yomography ) menunjukan perubahan aktivitas


metabolisme pada otak.

7. Fungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.

8. Kimia atau elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan


dalam peningkatan TIK atau perubahan status mental.

1.7 PENATALAKSANAAN
Jika pasien mengalami cidera otak ringan, maka perhatikan hal-hal berikut :
1) Periksa kesadarannya.
2) Periksa ABC (airway, breathing, circulation) atau jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi.
a. Jalan nafas (Air way)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi
kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal,
bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung
dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi
muntahan.
b. Pernapasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medulla oblongata,
pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation.
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru,
infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan
hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari dan atasi
faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator.
c. Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan
oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau
ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks
dan syok septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan,
perbaikan fungsi jantung danmengganti darah yang hilang dengan plasma,
hydroxyethyl starch atau darah.
d. Pemeriksaan fisik
Setalah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran,
pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik
pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan
dari salah satu komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya kerusakan
sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.
5) Jangan memindahkan penderita kecuali memang diperlukan.
6) Periksa kesadaran mentalnya.
7) Periksa matanya.
8) Perhatikan bila terjadi muntah.
9) Biarkan penderita terjaga selama beberapa waktu untuk melihat apakah
kondisinya semakin memburuk.
10) Perlu diketahui bahwa keluhan yang telah hilang dapat muncul kembali di
kemudian hari bahkan dengan keluhan yang lebih parah.
11) Perlu diketahui bahwa gegar otak pada anak-anak bisa memburuk dengan
sangat cepat.
Perawatan untuk cedera kepala
Perawatan untuk cedera kepala di rumah sakit biasanya meliputi :
1) Observasi.
2) Obat penghilang rasa sakit untuk mengatasi sakit kepala.

3) Tidak boleh makan dan minum sampai diizinkan dokter.

4) Obat anti muntah untuk setiap kali mual atau muntah.

5) Jika penderita mengalami sakit pada leher, pemeriksaan leher dengan X-ray
mungkin akan dilakukan.

6) CT-Scan mungkin juga diperlukan.


7) Untuk kasus cedera kepala ringan, biasanya penderita tidak memerlukan rawat
inap.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI CIDERA OTAK RINGAN

1. PENGKAJIAN
a) Pengkajian Primer
Airway
Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
Breathing
Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan,
tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung.
Circulation
Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
Exposure
Suhu, lokasi luka.
b) Pengkajian Sekunder
Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis
kelamin (banyak laki-laki, karena ngebut-ngebutan dengan motor tanpa
pengaman helm), pedidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran.
Riwayat Penyakit Saat Ini
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab
nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/
tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan
pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep atau vakum. Apakah pernah
mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika
pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji adanya anggota terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes
melitus.
Riwayat Alergi
Apakah pasien mempunyai riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
Pengkajian Psiko, Sosio, Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien, yaitu timbul ketautan akan kesadaran, rasa cemas. Adanya
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak
kooperatif. Karena klein harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi kilen, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Cedera otak memerlukan dana
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klein
dan keluarga.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat bergguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem ( B1-B6 ).
Keadaan Umum
Pada keadaan cedera otak umumnya mengalami penurunan kesadran ( cedera otak
ringan GCS 13-15, cedera otak sedang GCS 9-12, cedera otak berat GCS <8 ) dan
terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
1. B1 ( Breathing )
Sistem pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan serebral
akibat trauma kepala. Akan didapatkan hasil:
Inspeksi : Didapatkan klien batuk. Peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Palpasi : Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
Perkusi : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma
pada thoraks.
Auskultasi : Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, ronkhi pada klein
dengan pengingkatan produksi sekret dan kemampuan batuak yang menuurn
sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien
dirawat diruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil pada
klien dengan cedera otak berat dan sudah terjadi disfungsi pernafasan.
2. B2 ( Blood )
Pada sisitem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi
pada klien cedera otak sedang sampa cedera otak berat. Dapat ditemukan
tekanan darah normal atau berubah, bradikardi, takikardi, dan aritmia.
3. B3 ( Brain )
Cedera otak menyebabakan berbagai defisit neurologi terutama disebabkan
pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS.
4. B4 ( Bladder )
Kaji keadaan urin meliputi waran, jumlah, dan karakteristik. Penurunan jumlah
urine dan peningkatan retensi urine dapat terjadi akibat menurunnya perfusi
ginjal. Setelah cedera kepala, klien mungkin mengalami inkontinensia urinw
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik
dan postural.
5. B5 ( Bowel )
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual,
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan adanya
peningkatan produksi asam lambung. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
6. B6 ( Bone )
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas.
Kaji warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. ( Arif Muttaqin, 2008 )

3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen cidera fisik: post traumatik.
2) Ketidakefektian pembersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas.
3) Hambatan mobilitas fisik b.d ketidaknyamanan.
4) Defisit perawatan diri total b.d hambatan mobilitas fisik.
5) Kerusakan integritas kulit : luka lecet dan luka robek b.d faktor mekanik.

4. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen cidera fisik: post traumatik.
Tujuan :
a. Klien mampu melaporkan nyeri kepada penyedia perawatan.
b. Klien akan mampu menunjukan teknik relaksasi individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.

c. Klien mampu menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan


non analgesik secara tepat.

Intervensi :

1. Minta klien untuk menilai nyeri pada skala 0 sampai 10

Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami klien.

2. Lakukan pengakajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, intensitas, keparahan nyeri dan faktor pencetusnya.

Rasional : untuk mengetahui kondisi nyeri yang dialami klien secara


komprehensif.

3. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi tingkat nyeri


sesuai dengan kenyamanan klien.
Rasional : untuk mengurangi nyeri dengan cara non farmakologi.

4. Dukung adanya penggunaan agen farmakologi untuk pengurangan nyeri

Rasional : untuk mengurangi nyeri.

2) Ketidakefektian pembersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas.

Tujuan :

a. Klien menunjukan pernafasan yang optimal pada saat terpasang alat bantu
pernafasan.
b. Menunjukan kecepatan dan irama respirasi dalam rentang batas normal.

c. Mempunyai jalan nafas yang paten.

Intervensi :

1) Monitor status neurologik

Rasional : untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan


TIK

2) Pantau status pernafasan pasien ( kedalaman, frekuensi dan kecepatan nafas)

Rasional : untuk mengetahui perkembangan status pernafasan klien

3) Informasikan kepada klien dan keluarga teknik nafas dalam untuk


meningkatkan pola penafasan

Rasional : untuk meningkatkan pola pernafasan klien.

4) Berikan tambahan sesuai kebutuhan

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan klien

5) Posisikan pasien sesuai tingkat kenyamanan

Rasional : dengan posisi yang nyaman diharapkan status pernafasan klien


dapat meningkat

3) Hambatan mobilitas fisik b.d ketidaknyamanan

Tujuan dan kriteria hasil :


a. Klien akan akan menunjukan pengguanaan alat bantu secara benar dengan
pegawasan.
b. Klien mampu meminta bantuan untuk aktifitas mobilisasi sesuai keperluan.

Intervensi :

1) Ajarkan teknik ambulasi dan perpindahan yang aman.

Rasional : dengan teknik perpindahan yang aman diharapkan klien dapat


beraktifitas secara aman.

2) Anjurkan kepada keluarga untuk melakukan pengawasan terhadap aktifitas


klien.

Rasional : untuk menjaga keamanan klien dalam beraktifitas.

3) Kaji kebutuhan klien akan bantuan pelayanan kesehatan

Rasional : untuk mengetahui tingkat kebutuhan klien dalam mobilisasi.

4) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktifitas klien.

Rasional : keluarga adalah orang terdekat klien yang harus ikut dalam
proses perawatan klien.

4) Defisit perawatan diri total b.d hambatan mobilitas fisik.

Tujuan dan kriteria hasil :

a. Klien akan menerima bantuan perawatan dari orang lain.


b. Klien mampu mengenali atau mengetahui kebutuhan akan bantuan untuk
pemenuhan kebutuhan personal hygiene dan perawatan diri.

c. Klien akan mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan


tubuh dan hygiene mulut.

Intervensi :

1) Kaji tingkat kekuatan dan toleransi terhadap aktiitas.

Rasional : untuk mengetahui kemampuan klien dalam pemenuhan


kebutuhan personal hygiene
2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan hygiene klien.

Rasional : keluarga adalah orang terdekat klien yang harus ikut dalam
proses perawatan klien.

3) Kaji membran mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari.

Rasional : untuk memonitor hygiene personal klien

4) Anjurkan dan motivasi klien untuk menerima bantuan orang lain.

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan hygiene personal klien.

5) Ajarkan kepada klien dan keluarga akan penggunaan metode alternatif


untuk mandi dan hygiene mulut.

Rasional: untuk mempermudah klien dan keluarga memenuhi hygiene


personal klien.

6) Fasilitasi keperluan pemenuhan hygiene personal klien.

Rasional : dengan difasilitasi akan mempermudah keluarga dan klien


dalam memenuhi kebutuhan hygiene personal klien.

5) Kerusakan integritas kulit : luka lecet dan luka robek b.d faktor mekanik.

Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 8 jam diharapkan masalah


Kerusakan integritas kulit : luka lecet dan luka robek dapat teratasi dengan
kriteria hasil :

a. Pasien dan keluarga akan menunjukan perawatan kulit yang optimal.


b. Menunjukan penyembuhan luka yang baik ditandai dengan pembentukan
nekrosis dan pengelupasan jaringan nekrotik

Intervensi :

1) Lakukan perawatan luka secara rutin.

Rasional : untuk menjaga kebersihan luka.

2) Inspeksi luka setiap hari.


Rasional : Untuk mengetahui kondisi luka.

3) Kaji dan dokumentasikan tentang karateristik luka, bau luka, ada atau
tidaknya eksudat, ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka,dan ada atau
tidaknya jaringan nekrotik.

Rasional : untuk mengetahui tingkat keparahan luka

4) Ajarkan kepada klien dan keluarga tentang cara perawatan luka.

Rasional : agar klien dan kelurga dapat melakukan perawatan luka di


rumah dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai