Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR TIBIA FIBULA

A. Konsep Teoritis Fraktur


1. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam
Wijaya dan putri, 2013). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,
keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser
(Wijaya dan putri, 2013).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan
fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis,
atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008)
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis
dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang
terjadi pada tulang tibia dan fibula.

2. Anatomi Fisiologi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan

1
mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah
gambar anatomi tulang manusia :

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh


dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas
206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan
darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi
sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan
elastis (Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan
pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang
antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta
tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk
gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan
simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.

2
b. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di
dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan
dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput
femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat
taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang
disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini
terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella)
yang di sebut dengan fosa kondilus. c. Osteum tibialis dan fibularis
(tulang kering dan tulang betis)
c. Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau
mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian
pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar
anatomi os tibia dan fibula.

d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai


bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil
yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum
kuboideum, kunaiformi.

3
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang pendek
yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan
tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek
yang masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2
ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil
bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

3. Klasifikasi fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah
tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan
posisi tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks),
merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan
ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membrane
mukosa sampai kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
- Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif
- Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen

4
i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).
k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial fraktur melalui epifisis
m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainya.
Menurut Sjamsuhidajat, 2005) patah tulang dapat dibagi menurut:
a. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
yaitu:
- Patah tulang tertutup
- Patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk kedalam luka sampai ketulang yang patah. Patah tulang
terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya patah tulang.
b. Patah tulang menurut garis fraktur
- Fisura tulang disebabkan oleh cedera tulang hebat atau oleh cedera
terus menerus yang cukup lama seperti juga ditemukan pada retak
stres pada struktur logam
- Patah tulang serong
- Patah tulang lintang
- Patah tulang kuminutif oleh cedera hebat
- Patah tulang segmental karena cedera hebat
- Patah tulang dahan hijau : periost tetap utuh
- Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang pendek
atau epifisis tulang pipa
- Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavsi
- Patah tulang impresi

5
- Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif
lain.

4. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Brunner & Suddarth (2005) fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahakan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera
akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.

5. Manifestasi klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.

6
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah
tempat fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

6. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping
itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan

7
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas
yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan,
tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan
rupturnya pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya
pendarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi
tubuh, sebagai contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
visceral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah
yang akut adalah peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga
output jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan
tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure),
tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi
sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan
sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini
berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi
volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng paling efektif
untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya
asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai,

8
maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum
endoplasmic merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia
seluler setelah itu tidak lama lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom
pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler.
Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel . juga terjadi
penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus,
terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan
kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan
hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan
yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth,
2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak

9
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare,
2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-
fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).

10
7. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan frakmen tulang

Tekanan sumsum tulang


Pergeseran fragmen tulang Spasme otot
lebih tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tekanan kapiler


Melepaskan katekolamin

Gangguan fungsi Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak


ekstremitas
Protein plasma hilang Bergabung dengan
Hambatan mobilitas Fisik trombosit
Edema
Emboli
Penekanan pembuluh darah
Menyumbat pembuluh
darah

Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / arteri Kerusakan integritas kulit jaringan perifer

Perdarahan Resiko infeksi

Kehilangan volume cairan

Resiko syok (hipovolemik)

11
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.

9. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan
reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk
mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi
dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur
tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid
terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah
mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan

12
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik
gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,
latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam
memperbaiki kemnadirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian
dan kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang
untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur
dan dibawah fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price,
2006).
Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai
berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini,
dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
- Merabah lokasi apakah masih hangat
- Observasi warna
- Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali
kapiler

13
- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi
pada lokasi cedera
- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa
sensasi nyeri.
- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan
intake protein 150-300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan
tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap
pada tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddart (2005):
a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revaskularisasi
c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan
tulang yang baru
e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan
yang mati dan reorganisai.

10. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.

14
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
g. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada
individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas
bawah atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi pada bedah
ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan
masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti.
Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability.

15
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan
melaksanakannya secara mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan (Nasrul Effendy,1995).
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no.
registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya
serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri pasien digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag
rasa sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului

16
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna
kulit dan kesemutan.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur
Costa) atau pernah punya penyakit yang menular/menurun
sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita
esteoporoses, arthritis dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya
menurut dan menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada
personal hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian,
BAB dan BAK.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap
sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet
pasien.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi
defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan

17
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat
dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu
oleh perawat / keluarga.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak
dapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada
pola kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami
gangguan.
8) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi
dan menarik diri.
9) Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan
biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan
keluarga.
10) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka
akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien
belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.

18
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan
sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotik.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan

No Tanggal/ Diangosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Jam Keperawatan Hasil (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian
dengan terputusnya selama ...x... jam nyeri secara
jaringan tulang, diharapkan nyeri klien komprehensif termasuk
gerakan fragmen dapat teratasi dengan lokasi, karakteristik,
tulang, edema dan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
cedera pada Pain control kualitas, dan faktor
jaringan, alat - Mampu mengontrol presipitasi.
traksi/immobilisasi, nyeri (tahu penyebab - Observasi reaksi
stress, ansietas nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk - Ajarkan teknik non
mengurangi nyeri, farmakologis (relaksasi,
mencari bantuan) distraksi dll) untuk
- Melaporkan bahwa mengetasi nyeri.
nyeri berkurang - Evaluasi tindakan
dengan menggunakan pengurang nyeri/kontrol
manajemen nyeri. nyeri.
- Mampu mengenali - Kolaborasi dengan
nyeri (skala, dokter bila ada
intensitas, frekuensi komplain tentang

19
dan tanda nyeri) pemberian analgetik
- Menyatakan rasa tidak berhasil.
nyaman setelah nyeri
berkurang.
2 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure Management
integritas kulit tindakan keperawatan - Monitor kulit akan
berhubungan selama ...x... jam adanya kemerahan
dengan tekanan, diharapkan kerusakan - Hindari kerutan pada
perubahan status integritas kulit klien tempat tidur
metabolik, dapat teratasi dengan - Jaga kebersihan kulit
kerusakan sirkulasi kriteria hasil: agar tetap bersih dan
dan penurunan Tissue Integrity : Skin kering.
sensasi ditandai and Mucous - Mobilisasi pasien (ubah
dengan oleh - Integritas kulit yang posisi pasien) setiap
terdapat luka / baik bisa dua jam sekali
ulserasi, dipertahankan - Oleskan lition atau
kelemahan, (sensasi, elastisitas, minyak/baby oil pada
penurunan berat temperatur, hidrasi, daerah yang tertekan
badan, turgor kulit pigmentasi). - Mandikan pasien
buruk, terdapat - Tidak ada luka/lesi dengan sabun dan air
jaringan nekrotik pada kulit hangat.
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya cedera
berulang.
- Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
3 Hambatan Setelah dilakukan Exercise therapy :
mobilitas fisik tindakan keperawatan ambulantion
berhubungan selama ...x... jam - Monitor vital sign
dengan nyeri/ diharapkan klien dapat sebelum / sesudah
ketidaknyamanan, beraktivitas secara latihan dan lihat
kerusakan mandiri dengan kriteria respon pasien saat
muskuloskletal, hasil: latihan

20
terapi pembatasan Mobility Level - Konsultasikan dengan
aktivitas, dan - Klien meningkat terapi fisik tentang
penurunan dalam aktivitas fisik rencana ambulasi
kekuatan/tahanan - Mengerti tujuan dari sesuai dengan
peningkatan mobilitas kebutuhan
- Memverbalisasikan - Bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan tongkat
meningkatan saat berjalan dan
kekuatan dan cegah terhadap cedera
kemampuan - Ajarkan pasien atau
berpindah. tenaga kesehatan lain
- Memperagakan tentang teknik
penggunaan alat bantu ambulasi
untuk mobilisasi - Kaji kemampuan klien
(walker). dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien.
- Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan Infection Control
berhubungan tindakan keperawatan - Bersihkan lingkungan
dengan stasis selama ...x... jam setelah dipakai pasien
cairan tubuh, diharapkan resiko infeksi lain
respons inflamasi tidak terjadi dengan - Pertahankan teknik
tertekan, prosedur kriteria hasil: isolasi
invasif dan jalur Risk Control - Batasi pengunjung
penusukkan, - Klien bebas dari tanda bila perlu
luka/kerusakan dan gejala infeksi - Instruksikan pada

21
kulit, insisi - Mendeskripsikan pengunjung untuk
pembedahan proses penularan mencuci tangan saat
penyakit, faktor yang berkunjung dan
mempengaruhi setelah berkunjung
penularan serta meninggalkan pasien.
penatalaksanaannnya. - Gunakan sabun
- Menunjukkan antimikroba untuk
kemampuan untuk mencuci tangan
mencegah timbulnya - Cuci tangan setiap dan
infeksi sesudah melakukan
- Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan
batas normal - Pertahankan
- Menunjukkan lingkungan aseptik
perilaku hidup sehat selama pemasangan
alat.
- Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Berikan terapi
antibiotik bila perlu

4. Implementasi Keperawatan
Sesuai intervensi yang dilakukan

5. Evaluasi
1) Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan,
alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.

22
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2) Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi).
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang.
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami.
3) Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan
dan kemampuan berpindah.
- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
(walker).
4) Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh,
respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannnya.

23
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal

24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2005. Keperawatan medical bedah. EGC

Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

Price.S.A dan Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi. EGC

Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah


(Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed

25

Anda mungkin juga menyukai