Anda di halaman 1dari 5

Mengapa Cina Jorjoran Bangun Infrastruktur?

Kereta api peluru berkecepatan tinggi China, Harmony, berada di pusat


perawatan, saat dimulainya kesibukan perjalanan Festival Musim Semi,
di Wuhan, provinsi Hubei, China, Kamis (1/2/2018). ANTARA
FOTO/REUTERS/Darley Shen

Oleh: Dea Chadiza Syafina - 18 Oktober 2018


Dibaca Normal 3 menit
Pembangunan infrastruktur yang masif dilakukan Cina, membuat negara tersebut
mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi sejak 2011.
tirto.id - Xiaolu Guo, bocah perempuan sering terlambat datang ke sekolah. Anak
perempuan tujuh tahun itu amat menikmati pemandangan ladang-ladang
pertanian yang membentang sepanjang perjalanan dari rumah menuju sekolah.
Hamparan bunga berwarna kuning yang bergoyang ditiup angin dan gerombolan
kerbau yang berendam diri di sungai membetot perhatiannya.

Pemandangan itu ada di desa Wenling, Provinsi Zhejiang, Cina Selatan. Sebelum
tahun 1990-an, kampung halaman Xiaolu Guo seorang novelis dan pembuat film
yang kini tinggal di London, Inggris, masih berbentuk lembah pertanian. Dihiasi
semak-semak tanaman teh dan hutan bambu yang lebat. Jangankan terowongan
yang menembus pegunungan. Rambu lalu lintas pun tak ada di Wenling hingga
medio 1970-an sampai 1980-an.

Sekarang desa terpencil itu telah berubah menjadi kota metropolis berukuran
sedang yang menampung 1,4 juta jiwa. Seperti ratusan desa lainnya di Cina yang
selama 30 tahun terakhir bertransformasi menjadi kota, Wenling dihiasi hutan
beton cerminan banyaknya gedung pencakar langit yang baru dibangun. Untuk
mencapai kota itu, Xiaolu Guo hanya membutuhkan waktu 4 jam 52 menit
menggunakan kereta berkecepatan tinggi dari Shanghai.

Selama 30 tahun terakhir pemerintah Cina secara intensif berinvestasi di bidang


infrastruktur. Di sektor transportasi, pembangunan infrastruktur artinya
membuka akses ke pasar karena pasar domestik jadi terintegrasi. Biaya produksi,
distribusi dan transportasi menjadi turun. Ini memungkinkan Cina untuk bersaing
secara lokal maupun internasional. Selain berkontribusi terhadap pertumbuhan,
investasi infrastruktur yang dilakukan pemerintah Cina juga berhasil mengurangi
angka kemiskinan penduduk dan meningkatkan layanan ekonomi serta
perbankan.

“Target belanja infrastruktur telah menjadi bagian dari program pengentasan


kemiskinan nasional,” sebut Bank Dunia dalam ringkasan studi kasus berjudul
China: Infrastructure, Growth, and Poverty Reduction (PDF).

Banyak cara dilakukan Negeri Tirai Bambu itu membangun infrastruktur. Pada
1984 misalnya, pemerintah pusat meluncurkan program ‘Food-for-Work’ atau
‘Makanan-untuk-Kerja’. Bahan pangan gratis disediakan pemerintah pusat bagi
desa miskin yang membangun jalan raya. Sementara pemerintah daerah
diharuskan menyediakan dana untuk membayar bahan bangunan dan peralatan
lainnya.

Selama tujuh tahun dari 1994-2000, pemerintah Cina menggelontorkan dana 920
juta renminbi untuk membangun jalan raya di 529 kabupaten miskin di 21 provinsi.
Di periode itu, 420 ribu km jalan raya dibangun setiap tahun. Pada 2002, total luas
jalan raya yang menghubungkan kota-kota baru di Cina mencapai 1.065 juta km
persegi. Dekade 2001-2011, investasi infrastruktur di Cina naik sepuluh kali lipat
dari $7 miliar menjadi $74 miliar.

Baca juga:

 Pembangunan Infrastruktur Diklaim Bisa Genjot Pertumbuhan


Ekonomi
 Kementerian BUMN Buka Peluang Investasi di 79 Proyek
Infrastruktur

Kesenjangan Investasi Infrastruktur

Manfaat sosioekonomi dari pembangunan infrastruktur, terlihat jelas dari


pengentasan kemiskinan. Laporan McKinsey Global Institute berjudul Bridging
Global Infrastructure Gaps (PDF), memaparkan pembangunan infrastruktur
memiliki tingkat pengembalian sosioekonomi sekitar 20 persen. “Dengan kata
lain, satu dolar investasi infrastruktur dapat meningkatkan PDB. Setiap 20 sen
yang digunakan untuk investasi infrastruktur, dapat meningkatkan produktivitas
dalam jangka panjang,” tulis MGI.

Analisis MGI juga menunjukkan, dalam jangka pendek, pembangunan


infrastruktur menciptakan lapangan kerja dengan cepat. Peningkatan investasi
infrastruktur sebesar satu poin persentase dari PDB dapat menghasilkan
tambahan berupa: 3,4 juta pekerjaan langsung dan tidak langsung di India; 1,5
juta di Amerika Serikat; 1,3 juta di Brasil; dan 700 ribu di Indonesia.

“Bahkan investasi infrastruktur dalam jangka panjang, dapat menambah 0,6


persen terhadap pertumbuhan ekonomi global,” sebut analisis MGI (PDF).

MGI mencatat, periode 1992-2013, Cina menghabiskan dana 8,6 persen dari PDB
dunia setara $829 miliar hanya untuk infrastruktur. Padahal rata-rata negara
hanya menghabiskan dana 3,5 persen dari PDB global. Sedangkan negara
berkembang seperti Indonesia, Banglades, Malaysia, Pakistan, Filipina, Sri Lanka,
Taiwan, Thailand, dan Vietnam hanya menghabiskan 3,6 persen dari PDB global
untuk pembangunan infrastruktur untuk kurun waktu lebih dari 20 tahun.
Investasi infrastruktur Cina mengalahkan anggaran belanja infrastruktur Amerika
Utara dan Eropa Barat meski sekalipun digabung.

Kesenjangan investasi infrastruktur yang mencolok, terlihat di negara-negara


berkembang. Indonesia diperkirakan memiliki selisih 1,3 persen antara belanja
dan kebutuhan infrastruktur sepanjang 2016-2030. Lebih tinggi dibanding
rata-rata selisih anggaran infrastruktur negara-negara di dunia yang sebesar 0,4
persen atau setara $5,2 triliun.

Di bawah Indonesia mengikuti Afrika Selatan dan Meksiko dengan selisih


masing-masing 1,2 persen dan 1,1 persen dari PDB global. India yang dicap
sebagai negara dengan infrastruktur buruk memiliki selisih 0,5 persen dari PDB
dunia dalam hal realisasi dan estimasi belanja infrastruktur. Hitungan selisih ini
turut menghitung nilai tukar mata uang masing-masing negara yang kemudian
dibagi dengan PDB dunia secara akumulatif.

American Society of Civil Engineers (ASCE) memperkirakan, jika dalam 10 tahun


selisih kebutuhan infrastruktur AS sebesar $2 triliun tidak ditangani, maka akan
membebani APBN negeri Paman Sam sebesar $3,9 triliun pada PDB tahun 2025.
Kekurangan itu akan memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat AS.
Misalnya saja hilangnya 5,5 miliar jam hilang akibat kemacetan lalu lintas. Selain
itu hampir 10 persen dari jembatan yang menghubungkan berbagai negara
bagian di AS dan digunakan oleh 56 ribu warga, akan berkurang.

“Masyarakat AS akan segera mengalami volume kepadatan transit di 24 dari 30


bandara besar setidaknya selama sekali dalam sepekan. Kegagalan investasi
infrastruktur juga akan berdampak pada keselamatan pribadi warga negara,”
tulis Michael S. Burke, Chairman and Chief Executive Office dari AECOM dalam
laporan berjudul The Future of Infrastructure (PDF).

Cina menjadi pemimpin dalam hal surplus antara realisasi dan target belanja
infrastruktur. Negara yang yang dipimpin Xi Jinping ini justru menghabiskan dana
3,3 persen lebih banyak dibanding perkiraan belanja infrastruktur.
Negara-negara di dunia yang juga menghabiskan dana belanja infrastruktur lebih
besar dibanding perkiraan adalah Jepang, Australia dan Qatar dengan
masing-masing besaran surplus 1,5 persen, 1,2 persen dan 0,3 persen.

Pembangunan infrastruktur yang masif dilakukan Cina, membuat negara


tersebut mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi sejak 2011. Alhasil, Cina
menyumbang sepertiga dari pertumbuhan ekonomi global. Di tengah
ketidakpastian ekonomi global ini, pemerintah Cina tetap berencana investasi
secara agresif di seluruh sektor infrastruktur utama. Ini dilakukan untuk
mendukung dan mendorong pertumbuhan di masa depan.
Baca juga:

 Cina Wacanakan Ekspansi Jalur Sutera Hingga Kutub Utara

Misalnya saja dengan menambah jalur kereta sebanyak 157 persen dari yang
sudah ada saat ini menjadi 139 ribu km sampai dengan tahun 2020. Kapasitas
terminal kontainer akan ditambah sebanyak 132 persen menjadi 237 juta TEU
dan menambah jumlah bandara sebanyak 62 persen menjadi lebih dari 240
bandara selama dua tahun ke depan.

Itu semua dilakukan dalam rangka membuka koridor logistik baru yang akan
menghubungkan cluster kota yang baru dan yang sedang berkembang. Feng
Yongsheng, seorang peneliti di Akademi Ilmu Sosial Cina, mengatakan kebijakan
pembangunan infrastruktur di wilayah yang belum berkembang membantu
mengatasi kesenjangan infrastruktur. Stabilisasi investasi menjadi hal penting
bagi pertumbuhan ekonomi Cina saat ini. Sebabnya, Cina perlu meluncurkan 165
proyek infrastruktur skala besar yang termasuk dalam rencana lima tahun ke
depan secepat mungkin.

Investasi infrastruktur, kata Zeng Kanghua, seorang profesor di Universitas


Keuangan dan Ekonomi di Beijing, dapat membantu Cina mengimbangi dampak
negatif dari ketegangan perdagangan dengan AS. Sebab, investasi domestik
merupakan pendorong utama bagi perekonomian negara. “Perbaikan
infrastruktur dapat mendorong lebih banyak perusahaan, baik domestik maupun
asing, untuk berinvestasi dan berkembang di daerah yang kurang berkembang,
sehingga meningkatkan ekonomi lokal,” kata Zeng seperti dilansir
dari Telegraph.

Baca juga artikel terkait PROYEK INFRASTRUKTUR atau tulisan menarik


lainnya Dea Chadiza Syafina

(tirto.id - Ekonomi)

Penulis: Dea Chadiza Syafina


Editor: Suhendra

Anda mungkin juga menyukai