DOSEN:
Dra. Mega Mirawati, M.Biomed
Retno Martini, S.Si., M.Biomed
NAMA KELOMPOK 4 :
1. Diah Ayuningtias P3.73.34.1.16.089
2. Muhammad Nicolas Martioso P3.73.34.1.16.099
3. Novia Risky Rahayu P3.73.34.1.16.102
4. Nur Wulan P3.73.34.1.16.105
5. Rizka Febrita Safitri P3.73.34.1.16.110
6. Venska Agung Pratama P3.73.34.1.16.115
7. Yayang Putri Rojihan P3.73.34.1.16.118
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Patogenitas,
Respon Infeksi, dan Penyebaran Virus” ini dengan baik. Kami berterima kasih kepada Ibu Dra.
Mega Mirawati, M. Biomed dan Retno Martini, S.Si., M.Biomed selaku dosen mata kuliah
Virologi yang telah memberikan arahan kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan sebagai informasi
mengenai patogenitas, respon infeksi, dan penyebaran virus. Kami menyadari segala
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun untuk memperbaiki kekurangan yang ada agar
penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian patogenesis virus
2. Mengetahui proses patogenesis virus
3. Mengetahui respons tubuh terhadap infeksi virus
4. Mengetahui cara penyebaran virus di dalam kehidupan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Untuk dapat menyebabkan penyakit virus harus masuk ke dalam tubuh pejamu,
berkontak dengan sel yang rentan, bereplikasi dan menyebabkan kerusakan sel.
Mekanisme patogenitas virus pada tingkat molekuler diperlukan untuk merancang
strategi antivirus yang efektif dan spesifik.
4
Saluran Adenovirus Beberapa jenis virus Cytomegalovirus
Pencernaan Herpesvirus Virus Epstein – Barr, Beberapa
Picornavirus Virus herpes simpleks enterovirus,
Reovirus Rotavirus termasuk
poliovirus, dan
virus hepatitis A
Kulit Papilomavirus Sebagian besar tipe Hepatitis B
(trauma ringan) Herpesvirus Virus herpes simpleks Virus Epstain –
Poxvirus Virus molluscum Barr,
Infeksi Hepadnavirus contangiosum, virus off sytomegalovirus
Retrovirus Human
Gigitan Togavirus immunodeficiency
Flavivirus virus
Rhabdovirus Banyak spesies
termasuk virus
ensefalitis eastern
equine
Banyak spesies
termasuk virus
yellow viver
Virus rabies
Tabel 2. Jalur Infeksi Virus Pada Manusia Yang Sering Terjadi
5
baru dilepaskan dan menyerang sel epitel. Penyebaran dibantu oleh cairan
transudat dan mengakibatkan keluarnya antibodi diinhibitor tak spesifik yang
membatasi perluasan infeksi. Proses kematian sel menyebabkan saluran nafas
menjadi lebih rentan terhadap infeksi sekunder bakterial.
b. Saluran Pencernaan
Hanya virus tak berselubung yang masih tetap infektif setelah lewat
cairan lambung dan empedu. Virus – virus tersebut ada yang hanya
menimbulkan penyakit/kelainan setempat seperti rotavirus, Norwalk agent,
Hawaii agent, pararotavirus. Ada pula yang menyebar ke tempat lain seperti
virus hepatitis dan HIV.
Virus Penyakit
Hepatitis A, B Hepatitis
Polimielitis Polimielitis
Rotavirus Diare
Norwalk agent Diare
Hawaii Agent Diare
Pararotavirus Diare
Coronavirus Diare
Tabel 3. Virus dengan Port d’entrée Saluran Pencernaan
d. Plasenta
Virus mencapai plasenta jika ibu mengalami viremia. Virus dapat
berkembang biak dahulu dalam jaringan plasenta atau langsung masuk ke
dalam jaringan janin. Kelainan yang terjadi tergantung pada jenis virus dan
6
usia kehamilan. Contohnya : virus rubella, cytomegalovirus, kadang viruss
varicella.
7
beberapa kasus terjadi penyebaran neuronal, yang rupanya cara virus rabies
mencapai otak sehingga menyebabkan penyakit, dan cara virus herpes simpleks
berpindah ke ganglia untuk memulai infeksi laten.
Virus cenderung menunjukan spesifitas organ sel sebagai contoh virus
hepatitis B bersifat tropik terhadap hepatosit hati, dan hepatitis adalah penyakit
utama yang disebabkan virus. Tropisme jaringan dan sel oleh virus tertentu biasanya
mencerminkan kehadiran reseptor permukaan sel spesifik untuk virus tersebut.
Reseptor adalah komponen permukaan sel tempat bagian permukaan virus (kapsid
atau selubung) dapat berinteraksi secara spesifik dan mengawali terjadinya infeksi.
Reseptor adalah konstituen sel yang berfungsi dalam metabolisme seluler normal,
tetapi juga mempunyai afinitas terhadap virus tertentu. Identitas reseptor seluler
spesifik diketahui untuk beberapa virus, tetapi tidak diketahui banyak kasus.
Faktor – faktor yang mempengaruhi ekspresi gen virus yaitu bagian
enchancer yang menunjukkan beberapa spesifisitas tipe sel dapat mengatur
transkripsi gen virus misalnya enchancer JC polyomavirus jauh lebih aktif pada sel
glial dibandingkan jenis sel lainnya. Mekanisme lain mengenai tropisme jaringan
melibatkan enzim proteoglikan. Paramyxovirus tertentu tidak bersifat infeksius
hingga selubung glikoprotein mengalami pembelahan proteolitik. Siklus replikasi
virus multiple tidak terjadi pada jaringan yang tidak menunjukan enzim pengaktif
yang tepat.
8
C. Kerusakan Sel dan Penyakit Klinis
Penghancuran sel yang terinfeksi virus pada jaringan sasaran dan gangguan
fisologik yang terjadi pada pejamu akibat kerusakan jaringan tersebut ikut berperan
dalam timbulnya penyakit. Seperti epitel usus dapat beregenerasi secara cepat dan
menahan kerusakan lebih luas. Efek fisiologik dapat terjadi karena kerusakan non
letal fungsi sel tertentu, seperti hilangnya produksi hormon. Gejala umum yang
disebabkan oleh virus seperti malaise dan anoreksia, dapat diakibatkan oleh respon
fungsi pejamu seperti produksi sitokin. Penyakit virus merupakan indikator yang
tidak sensitif pada infeksi virus, infeksi asimtomatik oleh virus yang sering terjadi.
E. Pelepasan Virus
Tahap akhir patogenesis adalah pelepasan virus yang infeksius ke
lingkungan. Ini merupakan tahap penting untuk menjaga infeksi virus berada dalam
populasi pejamu. Pelepasan biasanya terjadi dari permukaan tubuh yang terlibat
dalam proses masuknya virus. Pelepasan terjadi pada tahapan penyakit yang
berbeda-beda, bergantung pada agen tertentu yang terlibat. Pelepasan virus
menandakan bahwa individu yang terinfeksi bersifat infeksius terhadap orang lain.
Pada beberapa infeksi virus, seperti rabies, manusia merupakan tempat infeksi
terakhir, dan tidak terjadi pelepasan.
9
Baik komponen humoral maupun seluler dari respons imun terlibat dalam
pengendalian infeksi virus. Virus menimbulkan respons jaringan yang berbeda dengan
bakteri patogen. Jika leukosit polimorfonuklear membentuk respons seluler utama
terhadap inflamasi akut yang disebabkan oleh bakteri patogenik maka infiltrasi oleh sel
mononuklear dan limfosit nerupakan ciri reaksi inflamasi lesi virus tanpa komplikasi.
Protein tersandi virus berperan sebagai target bagi respons imun. Sel terinfeksi
virus dapat dilisiskan oleh limfosit T sitotoksik akibat pengenalan polipeptida virus pada
permukaan sel. Imunitas humoral melindungi pejamu dari reinfeksi oleh virus yang sama.
Antibodi penetral langsung menyerang protein kapsid sehingga menghambat inisiasi
infeksi virus. Antibodi igA sekretori penting untuk melindungi pejamu dari infeksi virus
yang melalui saluran pernapasan dan pencernaan.
Karakterisktik khusus virus tertentu dapat berpengaruh besar terhadap respons
imun pejamu. Beberapa virus menginfeksi dan merusak sel sistem imun. Contoh yang
paling dramatis adalah retrovirus, penyebab acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) yang menginfeksi limfosit T dan merusak kemampuannya untuk berfungsi.
Kepekaan pejamu dan respons terhadap infeksi ditentukan secara genetik,
perbedaan ini biasanya terdapat pada gen yang mengatur respons imun. Virus telah
mengembangkan berbagai cara untuk menekan atau menghindari respons imun pejamu
sehingga dapat terhindar dari penghancuran. Selain menginfeksi sel sistem imun dan
menghilangkan fungsinya (HIV), virus juga dapat menginfeksi neuron yang
mengekpresikan sedikit atau tidak ada MHC kelas I (herpesvirus), atau dapat menjadi
protein imunomodulator yang menghambat fungsi MHC (adenovirus, herpesvirus) atau
menghambat aktivitas sitokin (poxvirus, virus campak). Virus dapat bermutasi dan
mengubah situs antigeniknya pada protein virion (virus influenza, HIV) atau dapat
menurunkan tingkat ekspresi protein permukaan sel virus (herpesvirus). Sebagian besar
virus mempunyai strategi anti-IFN.
Suatu jenis gangguan imunopatologik diobservasi pada orang yang diimunisasi
dengan vaksin yang mengandung campak yang dimatikan atau respiratory syncytial
virus (tidak lagi digunakan). Beberapa orang mengalami respons imun tidak biasa yang
memberikan konsekuensi serius ketika mereka terpajan oleh virus infektif yang terjadi
secara alami. Demam berdarah dengue dengan sindrom syok, yang terjadi pada orang
yang telah mengalami minimal satu kali infeksi sebelumnya dengan dengue serotipe
lainnya, mungkin merupakan manifestasi yang terjadi secara alami dari jenis
imunopatologi yang sama.
10
Efek samping berbahaya lainnya dari respons imun adalah perkembangan
autoantibodi. Jika sebuah antigen virus menimbulkan antibodi yang secara kebetulan
dikenali sebagai determinan antigenik pada protein seluler di jaringan norml, maka
kerusakan seluler atau kehilangan fungsi yang tidak berhubungan dengan infeksi virus
dapat terjadi.
11
Ensefalopati spongiform adalah sekelompok infeksi sistem saraf pusat yang
kronik, progresif, fatal yang disebabkan oleh agen non-konvensional, dapat ditularkan
yang disebut prion. Prion dianggap bukan virus. Contoh paling baik dari jenis infeksi
“lambat” ini adalah ensefalopati spongiform pada domba dan sapi ternak; kuru dan
penyakit Creutzfeldt-Jakob yang terjadi pada manusia.
B. Suhu
Suhu di luar tubuh snagat mempengaruhi suhu tubuh manusia dan hal ini bisa
mempengaruhi/mempermudah terjangkitnya penyakit virus. Misalnya suhu rendah
12
(dingin) mempermudah penjangkitan penyakit di saluran pernapasan oleh virus-
virus influenza, coryza (common cold), rhinovirus dan parainfluenza. Keadaan
tersebut sering terjadi di negara yang mempunyai 4 musim dan wabah akan terjadi
pada musim dingin. Biasanya isolasi virus dengan tikus bayi berumur 1—3 hari.
Karena pada usia tersebut pusat pengaturan suhunya belum sempurna.
C. Genetik
Beberapa jenis penyakit virus yang berhubungan dengan genetik, misalnya
Creutzfeldt Jakob’s desease, penyakit virus dengan infeksi lambat (slow infection).
Pada penyakit ini dalam satu generasi selalu ada satu/beberapa orang yang
menderita. Penyakitnya selalu fatal dan mempunyai masa tunas sampai 30 tahun.
D. Hormonal
Penyakit polio lebih banyak mengakibatkan paralisis berat sampai fatal pada
wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil dari golongan umur
yang sama. Hal ini disebebkan pada waktu hamil terjadi perubahan hormonal.
Pada keadaan yang lain yaitu pada penyuntikkan intraserebral virus
coxasackie A pada tikus bayi, 1 minggu kemudian pasti timbul gejala penyakit
disusul kematian. Keadaan ini tidak terjadi pada tikus putih dewasa, tetapi keadaan
tersebut akan berubah bila tikus dewasa disuntik terlebih dahulu dengan kortison
(sejenis hormon). Maka dalam 1 minggu setelah penyuntikan virus intraserebral
timbul gejala-gejala seperti pada tikus bayi. Sedangkan pada perbenihan biakan
jaringan apabila ditambahkan preparat hormon maka pertumbuhan virus menjadi
lebih subur. Jadi penyakit virus sebaiknya tidak diberi preparat kortikosteroid
(merupakan kontradiksi) kecuali pada keadaan-keadaan sangat gawat.
A. Kekebalan Pasif
a) Kekebalan Pasif Bawaan
Fetus mendapat kekebalan (IgG) dari ibunya melalui plasenta. Selain mendapat
kekebalan pasif dalam kandungan juga didapat dari colostrum (air susu minggu
pertama) berupa IgM dan IgA.
Zat anti bawaan pada bayi berguna untuk :
- Melindungi bayi dari infeksi, memberi proteksi total.
- Kadang-kadang meringankan perjalanan penyakit virus, modifikasi
penyakitnya sehingga tidak terjadi komplikasi.
Contoh : Bayi mendapat proteksi terhadap cacar selama 3 bulan pertama.
Pencacaran dilakukan bila bayi berusia 3 bulan; Polio, morbilli, rubella,
proteksi sampai 5—6 bulan. Vaksinasi dilakukan pada umur 5—6 bulan.;
Herpes simplex proteksi sampai 7—11 bulan (bila ibu mengandung zat anti).
- Pengecualian pada polio:
16
Proteksi tidak hanya 6 bulan, tergantung apakah bayi itu segera sesudah lahir
mendapat asi, karena asi mengandung protein yang mempunyai daya
menetralisasi virus polio. Oleh karena itu polio kebanyakan menjangkiti
golongan sosio-ekonomi tinggi karena bayi diberi susu botol (susu buatan)
segera sesudah lahir. Dianjurkan bayi diberi asi sampai usia ± 2 tahun.
2. Gama Globulin
Bebas gejala sampingan tetapi lebih mahal daripada serum. Kekebalan pasif
dapat dipakai untuk :
- Pencegahan : efek paling lama hanya 1 bulan sesudahnya harus diberi
pengebalan aktif.
- Pengobatan : pada rabies, hepatitis, variola, morbilli, mumps dan
sebagainya.
Daya pencegahan pengebalan pasif tergantung dari jangka waktu antara
terjadinya infeksi dengan pemberian pengebalan pasif. Efeknya bisa berupa :
- Mencegah total, tidak sakit.
- Memodifikasi penyakitnya menjadi lebih ringan, tidak ada komplikasi.
- Sama sekali tidak memberi proteksi/meringankan penyakit.
17
B. Kekebalan Aktif
a) Disengaja
Yang dimaksud adalah virus/antigen diberikan kepada seseorang. Adapun
caranya yaitu bisa melalui kulit/mukosa traktus respiratorius/digestivus. Derajat
kekebalan yang dibentuk tergantung dari :
- Potensi antigen
- Jumlah antigen yang dibentuk sesama virus berkembang biak
- Tempat/lokasi pemberian antigen
- Daya perkembangbiakan dan penyebaran virusnya.
b) Tidak Sengaja
Pada orang-orang yang mengalami infeksi alami, lamanya kekebalan tergantung
daya perkembangan virus, penyebaran, dan lamanya penyebaran virus selama
sakit. Contoh : Penyakit trachoma dengan infeksi pada konjungtiva mata yang
lokasi dan superfisial. Maka jumlah antigen yang dibentuk sangat sedikit. Antigen
ini tidak menyebar dan tidak sampai ke sel-sel tubuh yang membentuk zat anti.
Karena itu tidak ada zat dalam darah dan mudah terjadi reinfeksi trachoma.
Berlainan dengan penyakit-penyakit dengan viremia, maka kekebalan bisa terjadi
sebagai berikut :
- Berlangsung dalam beberapa tahun, seperti cacar, influenza, herpes simplex.
- Berlangsung seumur hidup. Bila dijangkiti kedua kalinya berarti ada kelainan
imunologik diagnosa pertama salah. Contoh: morbilli, mumps, rubella,
varicella, yellow fever, polio (tipe homolog), dengue (tipe homolog).
19
2.10 Penyebaran Virus
Pada umumnya penyebaran virus sama dengan penyebaran bakteri yaitu :
A. Melalui kontak langsung
Cara-cara penyebaran infeksi melalui kontak langsung langsung ini ada dua cara
yaitu:
1. Secara mutlak antara lain berbagai jenis penyakit kulit. Bila kulit yang sakit dan
mengandung banyak virus kemudian kontak atau menyentuh kulit yang sehat
maka virus tersebut akan menular.
Contoh :
a. Pada penyakit kulit seperti Verruca vulgaris dan Moluscum contagiosum,
penularan terjadi karena pecahnyaa nodula kulit yang berisi virus.
b. Penyakit kelamin karena kohabitasi seperti Lymfogranuloma venereum.
2. Secara droplet infection, ada dua macam :
a. Droplet infection perinhalasi, misalnya penyakit influenza, parainfluenza,
campak (morbili), gondongan (mumpe), rubeola, cacar (variola), cacar air
(varicella).
b. Droplet infection peroral, misalnya penyakit polio, hepatitis infeksiosa,
penyakit karena virus Echo, Coxsackie, dan mumpe.
1. Arthopoda manusia
Manusia arthopoda
Arthopoda merupakan hospes perantara sedangkan manusia hospes reservoar.
Contoh :
a. Dengue, hospes perantaranya Aedes aegypti, masa tunas ekstrinsik 11 hari.
b. Chikungunya, hospes perantaranya Aedes aegypti, Culex fatigana, dan
Mansonia.
c. Urban yellow fever, hospes perantaranya Aedes aegypti
2. Arthopoda Vertebrata
Vertebrata Arthopoda
Manusia
21
Arthopoda merupakan hospes perantara, vertebrata hospes reservoar
sedangkan manusia hospes insidental.
Contoh :
a. JBE, hospes reservoar : babi dan burung yang hidup dekat air. Vektor :
Culex tritaeniorhynchus.
b. Jungle yellow fever, hospes resevoar : kera, hospes perantara : nyamuk
Haemagogus.
3. Vertebrata Arthopoda Manusia
Arthopoda
Arthopoda merupakan hospes perantara dan hospes reservoar, vertebrata dan
manusia merupakan hospes insidental. Jadi sebenarnya virusnya adalah parasit
serangga. Pada serangga infeksi bisa secara turun temurun melalui penularan
transovarial. Jadi arthopoda juga merupakan carrier.
Contoh : Colorado tick fever dan Rocky mountain spotted fever yang disebar
oleh sengkenit Dermacentor andersonii.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Patogenesis virus adalah proses yang terjadi ketika virus menginfeksi pejamu.
Patogenesis penyakit adalah suatu bagian dari kejadian selama infeksi yang
menyebabkan manifestasi penyakit pada pejamu. Sebuah virus bersifat patogenik
terhadap pejamu tertentu jika ia dapat menginfeksi dan menyebabkan tanda-tanda
penyakit pada pejamu tersebut.
Langkah – langkah patogenitas virus adalah proses masuk dan replikasi primer,
penyebaran virus dan tropisme sel, kerusakan sel dan penyakit klinis, pemulihan dari
infeksi, dan pelepasan virus. Jalur infeksi virus dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan, kulit dan mukosa genitalia, plasenta.
Mekanisme pertahanan pejamu non-spesifik biasanya didapati sesaat setelah
infeksi virus. Di antara respons imun alami, yang paling dominan adalah induksi IFN.
Respons – respons tersebut membantu menghambat pertumbuhan virus selama jangka
waktu yang diperlukan untuk menginduksi imunitas humoral dan imunitas seluler.
Penyebaran virus dapat melalui dua cara yaitu secara langsung (secara mutlak dan
secara droplet infection) dan secara tidak langsung (melalui debu, makanan, minuman,
alat-alat, gigitan hospes reservoir, hospes perantara.
23
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1996. Virologi Umum: untuk Akademi Analis Kesehatan (AAK). Jakarta: Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan
Jawet, dkk. 2013. Mikrobiologi Kedokteran: Edisi 25. Jakarta : Buku Kedokterann EGC
Sita. 2013. Respon Imun Terhadap Virus
Staff Pengajar FKUI. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Staff Pengajar FKUI
24