Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH VIROLOGI

“PATOGENITAS, RESPON INFEKSI, DAN PENYEBARAN VIRUS”

DOSEN:
Dra. Mega Mirawati, M.Biomed
Retno Martini, S.Si., M.Biomed

NAMA KELOMPOK 4 :
1. Diah Ayuningtias P3.73.34.1.16.089
2. Muhammad Nicolas Martioso P3.73.34.1.16.099
3. Novia Risky Rahayu P3.73.34.1.16.102
4. Nur Wulan P3.73.34.1.16.105
5. Rizka Febrita Safitri P3.73.34.1.16.110
6. Venska Agung Pratama P3.73.34.1.16.115
7. Yayang Putri Rojihan P3.73.34.1.16.118

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


PRODI D III ANALIS KESEHATAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Patogenitas,
Respon Infeksi, dan Penyebaran Virus” ini dengan baik. Kami berterima kasih kepada Ibu Dra.
Mega Mirawati, M. Biomed dan Retno Martini, S.Si., M.Biomed selaku dosen mata kuliah
Virologi yang telah memberikan arahan kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan sebagai informasi
mengenai patogenitas, respon infeksi, dan penyebaran virus. Kami menyadari segala
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun untuk memperbaiki kekurangan yang ada agar
penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Bekasi, 19 Februari 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3
2.1 Patogenitas Infeksi Virus ............................................................................ 3
2.2 Langkah – Langkah Patogenitas Virus ....................................................... 4
2.3 Respons Imun Pejamu ................................................................................ 10
2.4 Persistensi Virus Infeksi Kronik dan Laten ................................................ 11
2.5 Efek Usia Pejamu ........................................................................................ 12
2.6 Daya Tahan Tubuh TerhadapVirus ............................................................. 12
2.7 Respon Imunologik Non Spesifik ............................................................... 13
2.8 Respon Imunologik Spesifik........................................................................ 15
2.9 Peranan Zat Anti Dalam Pencegahan Virus ............................................... 16
2.10Penyebaran Virus ........................................................................................ 20
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 23
3.1 Simpulan ..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat
menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu
terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influensa dan
HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mozaik
tembakau/TMV).
Patogenesis virus merupakan suatu tahap akhir terjadinya penyakit setelah infeksi
virus. Patogenesis virus ini berakibat timbulnya suatu penyakit klinis atau subklinis (tidak
bergejala) yang merupakan hasil interaksi antara beberapa faktor dengan virus dan inang.
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung
patogen (bakteri, virus, jamur, dan protozoa.) disekelilingnya. Penyebaran patogen,
terutama virus dapat melalui kontak secara langsung maupun secara tidak langsung yang
dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Untuk pertahanan penyakit, tubuh
manusia memiliki sebuah sistem kekebalan atau sistem imun yang berperan sebagai
perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme,
termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit.
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks
terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini dapat
melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit,
komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanan
tubuh terdiri atas mekanisme pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan patogenesis virus?
2. Bagaimana proses patogenesis virus?
3. Bagaimana respons tubuh terhadap infeksi virus?
4. Bagaimana cara penyebaran virus di dalam kehidupan?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian patogenesis virus
2. Mengetahui proses patogenesis virus
3. Mengetahui respons tubuh terhadap infeksi virus
4. Mengetahui cara penyebaran virus di dalam kehidupan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Patogenitas Infeksi Virus


Patogenesis virus adalah proses yang terjadi ketika virus menginfeksi pejamu.
Patogenesis penyakit adalah suatu bagian dari kejadian selama infeksi yang
menyebabkan manifestasi penyakit pada pejamu. Sebuah virus bersifat patogenik
terhadap pejamu tertentu jika ia dapat menginfeksi dan menyebabkan tanda-tanda
penyakit pada pejamu tersebut. Sebuah strain virus tertentu lebih virulen dibanding
strain lainnya jika ia secara umum menyebabkan penyakit yang lebih berat pada pejamu
yang peka.

Infeksi Lokal Infeksi Sistemik


Contoh penyakit spesifik Pernapasan (rhinovirus) Campak
Lokasi Patologi Port d’entree Tempat yang jauh
Masa Inkubasi Relatif singkat Relatif lama
Viremia Tidak ada Ada
Durasi Imunitas Bervariasi – mungkin singkat Biasanya seumur hidup
Peran antibodi sekretori Biasanya penting Biasanya tidak penting
(IgA) dalam resistensi
Tabel 1. Gambaran Penting Penyakit Virus Akut

3
Untuk dapat menyebabkan penyakit virus harus masuk ke dalam tubuh pejamu,
berkontak dengan sel yang rentan, bereplikasi dan menyebabkan kerusakan sel.
Mekanisme patogenitas virus pada tingkat molekuler diperlukan untuk merancang
strategi antivirus yang efektif dan spesifik.

2.2 Langkah-Langkah Patogenitas Virus


A. Proses Masuk dan Replikasi Primer
Agar terjadi infeksi pada pejamu, virus pertama kali harus menempel dan
masuk ke salah satu sel di permukaan tubuh kulit, saluran pernafasan, saluran
urogenital atau konjungtiva. Sebagian besar sel masuk ke pejamunya melalui
mukosa saluran pernafasan atau gastrointestinal. Pengecualian terutama pada virus
yang langsung dimasukkan ke aliran darah oleh jarum (hepatitis B, HIV) melalui
transfusi darah, atau melalui vektor serangga (arbovirus).
Virus biasanya bereplikasi di port d’entree. Beberapa virus seperti virus
influenza (infeksi pernafasan) dan non virus (infeksi gastrointestinal) menyebabkan
penyakit di port d’entrée dan biasanya tidak mengalami penyebaran sistemik lebih
lanjut. Virus menyebar secara lokal melalui permukaan epitel, tetapi tidak terdapat
penyebaran ketempat yang jauh.
Jalur Masuk Kelompok Virus Menyebabkan Gejala Menyebabkan
Lokal pada port d’entrée Infeksi Sistemik
Ditambah
Penyakit Organ
Spesifik
Saluran Parvovirus Sebagian besar jenis virus . B19
Pernafasan Adenovirus Virus Epstein – Barr,
Herpesvirus Virus Herpes Simpleks Virus varicella
Poxvirus Virus cacar
Picornavirus Rhinovirus Beberapa
Togavirus enterovirus
Coronavirus Sebagian besar jenis virus Virus rubella
Orthomyxovirus Virus Influenza
Paramyxovirus Virus parainfluenza, virus Virus mumps, virus
sinsitial saluran pernafasan campak

4
Saluran Adenovirus Beberapa jenis virus Cytomegalovirus
Pencernaan Herpesvirus Virus Epstein – Barr, Beberapa
Picornavirus Virus herpes simpleks enterovirus,
Reovirus Rotavirus termasuk
poliovirus, dan
virus hepatitis A
Kulit Papilomavirus Sebagian besar tipe Hepatitis B
(trauma ringan) Herpesvirus Virus herpes simpleks Virus Epstain –
Poxvirus Virus molluscum Barr,
Infeksi Hepadnavirus contangiosum, virus off sytomegalovirus
Retrovirus Human
Gigitan Togavirus immunodeficiency
Flavivirus virus
Rhabdovirus Banyak spesies
termasuk virus
ensefalitis eastern
equine
Banyak spesies
termasuk virus
yellow viver
Virus rabies
Tabel 2. Jalur Infeksi Virus Pada Manusia Yang Sering Terjadi

Port d’entrée virus


a. Saluran Pernafasan
Penyakit yang ditimbulkan dapat bersifat setempat seperti pada virus
influenza, parainfluenza, virus rubeola dan coronavirus ataupun penyakit/
gejala di tempat lain seperti virus variola, virus varicella bahkan ada yang
bersifat tumorigenic seperti virus papilloma.
Pada kasus influenza, virus masuk terlebih dahulu harus berhadapan
dengan IgA yang mampu menetralisirnya dan glikoprotein yang mampu
menghambat perlekatan virus pada reseptornya. Virus – virus yang berhasil
melampauinya akan berkembang biak pada sel dan merusak sel tersebut. Virus

5
baru dilepaskan dan menyerang sel epitel. Penyebaran dibantu oleh cairan
transudat dan mengakibatkan keluarnya antibodi diinhibitor tak spesifik yang
membatasi perluasan infeksi. Proses kematian sel menyebabkan saluran nafas
menjadi lebih rentan terhadap infeksi sekunder bakterial.

b. Saluran Pencernaan
Hanya virus tak berselubung yang masih tetap infektif setelah lewat
cairan lambung dan empedu. Virus – virus tersebut ada yang hanya
menimbulkan penyakit/kelainan setempat seperti rotavirus, Norwalk agent,
Hawaii agent, pararotavirus. Ada pula yang menyebar ke tempat lain seperti
virus hepatitis dan HIV.
Virus Penyakit
Hepatitis A, B Hepatitis
Polimielitis Polimielitis
Rotavirus Diare
Norwalk agent Diare
Hawaii Agent Diare
Pararotavirus Diare
Coronavirus Diare
Tabel 3. Virus dengan Port d’entrée Saluran Pencernaan

c. Kulit dan Mukosa Genitalia


Virus masuk ke dalam sel – sel mokosa melalui ( mikro ) lesi. Pada kulit
terjadi juga melalui gigitan antropoda. Sebagian virus yang masuk melalui
kulit/mukosa menimbulkan kelainan stempat seprti virus herpes simplex, virus
papilloma, virus molluscum contagiosum, virus Orf. Lebih umum terjadi
adalah kelainan kulit yang terjadi sebagai akibat penyebab sistemik virus.

d. Plasenta
Virus mencapai plasenta jika ibu mengalami viremia. Virus dapat
berkembang biak dahulu dalam jaringan plasenta atau langsung masuk ke
dalam jaringan janin. Kelainan yang terjadi tergantung pada jenis virus dan

6
usia kehamilan. Contohnya : virus rubella, cytomegalovirus, kadang viruss
varicella.

Penularan Virus Penyakit


Mikrolesi Papilloma manusia Kondiloma
Herpes simplex 1 Stomatitis, keratitis
Herpes simpex 2 Servisitis
Poxrididae Molluscum contagiosym, milker’s
node, orf

Artropoda Alpavirus FUO, Ensefalitis, demam berdarah


Flavivirus FUO, demam berdarah, DBD
demam kuning, Ensefalitis

Vertebrata Rabies Rabies


Virus B Ensefalomielitis
Cytomegalovirus Hepatitis

Injeksi Hepatitis B, C Hepatitis – Hepatoma


Cytomegalovirus Hepatitis
EBV Mononucleosis infeksiosa
HIV AIDS

B. Penyebaran Virus dan Tropisme Sel


Banyak virus menyebabkan penyakit pada tempat yang jauh dari port
d’entrée misalnya (enterovirus, yang masuk melalui saluran gastrointestinal, tetapi
dapat menyebabkan penyakit sistem saraf pusat ). Setelah bereplikasi primer pada
port d’entrée kemudian virus tersebut menyebar di tubuh pejamu. Mekanisme
penyebaran virus bervariasi tetapi rute yang paling umum dilalui adalah aliran darah
atau limfe. Adanya virus di dalam aliran darah disebut viremia. Virion dapat berada
bebas di dalam plasma misalnya enterovirus , togavirus atau berhubungan dengan
tipe sel tertentu misalnya virus campak. Fase viremia berlangsung singkat dan pada

7
beberapa kasus terjadi penyebaran neuronal, yang rupanya cara virus rabies
mencapai otak sehingga menyebabkan penyakit, dan cara virus herpes simpleks
berpindah ke ganglia untuk memulai infeksi laten.
Virus cenderung menunjukan spesifitas organ sel sebagai contoh virus
hepatitis B bersifat tropik terhadap hepatosit hati, dan hepatitis adalah penyakit
utama yang disebabkan virus. Tropisme jaringan dan sel oleh virus tertentu biasanya
mencerminkan kehadiran reseptor permukaan sel spesifik untuk virus tersebut.
Reseptor adalah komponen permukaan sel tempat bagian permukaan virus (kapsid
atau selubung) dapat berinteraksi secara spesifik dan mengawali terjadinya infeksi.
Reseptor adalah konstituen sel yang berfungsi dalam metabolisme seluler normal,
tetapi juga mempunyai afinitas terhadap virus tertentu. Identitas reseptor seluler
spesifik diketahui untuk beberapa virus, tetapi tidak diketahui banyak kasus.
Faktor – faktor yang mempengaruhi ekspresi gen virus yaitu bagian
enchancer yang menunjukkan beberapa spesifisitas tipe sel dapat mengatur
transkripsi gen virus misalnya enchancer JC polyomavirus jauh lebih aktif pada sel
glial dibandingkan jenis sel lainnya. Mekanisme lain mengenai tropisme jaringan
melibatkan enzim proteoglikan. Paramyxovirus tertentu tidak bersifat infeksius
hingga selubung glikoprotein mengalami pembelahan proteolitik. Siklus replikasi
virus multiple tidak terjadi pada jaringan yang tidak menunjukan enzim pengaktif
yang tepat.

Berhubungan Dengan Virus DNA Virus RNA


Tipe Sel
Limfosit Virus Epstein–barr, Mumps, Campak, Rubella,
cytomegalovirus, Virus HIV
hepatitis B, Virus JC,
virus BK
Monosit – makrofag Cytomegalovirus Polivirus HIV, virus campak
Neutrofil Virus Influenza
Sel darah merah Parviovirus Virus Colorado Tick fever
Tidak ada (bebas dalam Togavirus, picornavirus
plasma)

8
C. Kerusakan Sel dan Penyakit Klinis
Penghancuran sel yang terinfeksi virus pada jaringan sasaran dan gangguan
fisologik yang terjadi pada pejamu akibat kerusakan jaringan tersebut ikut berperan
dalam timbulnya penyakit. Seperti epitel usus dapat beregenerasi secara cepat dan
menahan kerusakan lebih luas. Efek fisiologik dapat terjadi karena kerusakan non
letal fungsi sel tertentu, seperti hilangnya produksi hormon. Gejala umum yang
disebabkan oleh virus seperti malaise dan anoreksia, dapat diakibatkan oleh respon
fungsi pejamu seperti produksi sitokin. Penyakit virus merupakan indikator yang
tidak sensitif pada infeksi virus, infeksi asimtomatik oleh virus yang sering terjadi.

D. Pemulihan Dari Infeksi


Pejamu dapat meninggal atau sembuh dari infeksi virus. Mekanisme
pemulihan mencakup baik respon imun alami maupun adaptif. Dasar genetik
kepekaan pejamu tetap berperan sebagai penentu pada sebagian besar infeksi virus.
Pada infeksi akut, pemulihan berhubungan dengan bersihan virus. Akan tetapi, ada
kalanya pejamu terinfeksi virus tersebut secara persisten.

E. Pelepasan Virus
Tahap akhir patogenesis adalah pelepasan virus yang infeksius ke
lingkungan. Ini merupakan tahap penting untuk menjaga infeksi virus berada dalam
populasi pejamu. Pelepasan biasanya terjadi dari permukaan tubuh yang terlibat
dalam proses masuknya virus. Pelepasan terjadi pada tahapan penyakit yang
berbeda-beda, bergantung pada agen tertentu yang terlibat. Pelepasan virus
menandakan bahwa individu yang terinfeksi bersifat infeksius terhadap orang lain.
Pada beberapa infeksi virus, seperti rabies, manusia merupakan tempat infeksi
terakhir, dan tidak terjadi pelepasan.

2.3 Respons Imun Pejamu


Mekanisme pertahanan pejamu non-spesifik biasanya didapati sesaat setelah
infeksi virus. Di antara respons imun alami, yang paling dominan adalah induksi IFN.
Respons – respons tersebut membantu menghambat pertumbuhan virus selama jangka
waktu yang diperlukan untuk menginduksi imunitas humoral spesifik dan imunitas
seluler.

9
Baik komponen humoral maupun seluler dari respons imun terlibat dalam
pengendalian infeksi virus. Virus menimbulkan respons jaringan yang berbeda dengan
bakteri patogen. Jika leukosit polimorfonuklear membentuk respons seluler utama
terhadap inflamasi akut yang disebabkan oleh bakteri patogenik maka infiltrasi oleh sel
mononuklear dan limfosit nerupakan ciri reaksi inflamasi lesi virus tanpa komplikasi.
Protein tersandi virus berperan sebagai target bagi respons imun. Sel terinfeksi
virus dapat dilisiskan oleh limfosit T sitotoksik akibat pengenalan polipeptida virus pada
permukaan sel. Imunitas humoral melindungi pejamu dari reinfeksi oleh virus yang sama.
Antibodi penetral langsung menyerang protein kapsid sehingga menghambat inisiasi
infeksi virus. Antibodi igA sekretori penting untuk melindungi pejamu dari infeksi virus
yang melalui saluran pernapasan dan pencernaan.
Karakterisktik khusus virus tertentu dapat berpengaruh besar terhadap respons
imun pejamu. Beberapa virus menginfeksi dan merusak sel sistem imun. Contoh yang
paling dramatis adalah retrovirus, penyebab acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) yang menginfeksi limfosit T dan merusak kemampuannya untuk berfungsi.
Kepekaan pejamu dan respons terhadap infeksi ditentukan secara genetik,
perbedaan ini biasanya terdapat pada gen yang mengatur respons imun. Virus telah
mengembangkan berbagai cara untuk menekan atau menghindari respons imun pejamu
sehingga dapat terhindar dari penghancuran. Selain menginfeksi sel sistem imun dan
menghilangkan fungsinya (HIV), virus juga dapat menginfeksi neuron yang
mengekpresikan sedikit atau tidak ada MHC kelas I (herpesvirus), atau dapat menjadi
protein imunomodulator yang menghambat fungsi MHC (adenovirus, herpesvirus) atau
menghambat aktivitas sitokin (poxvirus, virus campak). Virus dapat bermutasi dan
mengubah situs antigeniknya pada protein virion (virus influenza, HIV) atau dapat
menurunkan tingkat ekspresi protein permukaan sel virus (herpesvirus). Sebagian besar
virus mempunyai strategi anti-IFN.
Suatu jenis gangguan imunopatologik diobservasi pada orang yang diimunisasi
dengan vaksin yang mengandung campak yang dimatikan atau respiratory syncytial
virus (tidak lagi digunakan). Beberapa orang mengalami respons imun tidak biasa yang
memberikan konsekuensi serius ketika mereka terpajan oleh virus infektif yang terjadi
secara alami. Demam berdarah dengue dengan sindrom syok, yang terjadi pada orang
yang telah mengalami minimal satu kali infeksi sebelumnya dengan dengue serotipe
lainnya, mungkin merupakan manifestasi yang terjadi secara alami dari jenis
imunopatologi yang sama.
10
Efek samping berbahaya lainnya dari respons imun adalah perkembangan
autoantibodi. Jika sebuah antigen virus menimbulkan antibodi yang secara kebetulan
dikenali sebagai determinan antigenik pada protein seluler di jaringan norml, maka
kerusakan seluler atau kehilangan fungsi yang tidak berhubungan dengan infeksi virus
dapat terjadi.

2.4 Persistensi Virus : Infeksi Kronik & Laten


Infeksi bersifat akut saat virus pertama kali menginfeksi pejamu yang rentan.
Infeksi virus biasanya sembuh sendiri. Namun, terkadang, virus menetap dalam jangka
waktu lama di tubuh pejamu. Interaksi virus-pejamu dalam jangka waktu panjang dapat
terjadi dalam beberapa bentuk. Infeksi kronik (juga disebut infeksi persisten) adalah
infeksi yang replikasi virusnya dapat dideteksi secara terus-menerus, biasanya dalam
kadar rendah; dapat ringan atau tanpa gejala klinis yang jelas. Infeksi laten adalah infeksi
yang virusnya menetap tetapi tidak terlihat (tersembunyi atau samar) pada sebagian besar
periode waktu saat tidak ada virus baru yang dihasilkan. Virus infeksius dapat
dihilangkan selama masa pergolakan intermiten penyakit klinis. Sekuens virus dapat
dideteksi oleh teknik molekuler pada jaringan yang mengandung infeksi laten. Infeksi
yang tidak terlihat atau subklinis adalah infeksi yang tidak memperlihatkan tanda yang
jelas akan kehadirannya.
Infeksi kronik yang terjadi akibat sejumlah virus hewan, dan persistensinya dalam
kasus tertentu bergantung pada usia pejamu ketika terinfeksi. Pada manusia, contohnya,
infeksi virus rubella dan cytomegalovirus yang didapati selama kandungan secara khas
menyebabkan persistensi virus dalam waktu yang terbatas, kemungkinan karena
kapasitas immunologik yang bereaksi terhadap infeksi mulai berkembang seiring
pertumbuhan bayi. Bayi terinfeksi virus hepatitis B biasanya bersifat persisten (carier
kronik); sebagian besar carier bersifat asimtomatik. Pada infeksi kronik virus RNA,
populasi virus seiring mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik.
Herpesvirus secara khas menimbulkan infeksi laten. Herpesvirus simpleks
memasuki ganglia sensorik dan menetap selama fase non-infeksius. Virus cacar air
(varicella-zoster) juga menjadi bersifat laten di ganglia sensorik. Infeksi virus persisten
kemungkinan berperan jauh dalam penyakit manusia. Infeksi virus persisten
berhubungan dengan jenis kanker tertentu pada manusia serta penyakit degeneratif yang
progresif pada sistem saraf pusat manusia

11
Ensefalopati spongiform adalah sekelompok infeksi sistem saraf pusat yang
kronik, progresif, fatal yang disebabkan oleh agen non-konvensional, dapat ditularkan
yang disebut prion. Prion dianggap bukan virus. Contoh paling baik dari jenis infeksi
“lambat” ini adalah ensefalopati spongiform pada domba dan sapi ternak; kuru dan
penyakit Creutzfeldt-Jakob yang terjadi pada manusia.

2.5 Efek Usia Pejamu


Usia pejamu adalah sebuah faktor dalam patogenisitas virus. Penyakit yang lebih
berat sering terjadi pada neonatus. Selain pematangan respons imun sesuai usia, juga
tampak perubahan terkait usia dalam kerentanan jenis sel tertentu terhadap infeksi virus.
Infeksi virus biasanya dapat terjadi pada semua kelompok usia tertentu. Contohnya
seperti rubella, paling berbahaya selama masa kehamilan; rotavirus, paling berbahaya
pada bayi; dan ensefalitis St. Louis, paling berbahaya pada orang tua.

2.6 Daya Tahan Tubuh Terhadap Virus


Beberapa fisiologi yang memengaruhi daya tahan tubuh terhadap penyakit virus
adalah :
A. Umur
Umumnya bila terjadi infeksi virus masa perinatal (dalam kandungan)
terutama pada trimester 1 kehamilan maka penyakit umumnnya berat bagi janinnya
dan dapat berakibat abortus atau kecacatan kongenital. Bila virus menjangkit masa
infancy (0—3 tahun) umumnya penyakitnya tidak seberat penyakit pada perinatal.
Dan bila infeksi terjadi pada masa anak-anak (5—9 tahun) penyakit lebih ringan dan
jarang menimbulkan kematian. Bila menjangkit usia tua, infeksinya sangat berat.
Ada beberapa penyakit yang khas yang menjangkit anak-anak, seperti
varicella dan morbilli. Tetapi apabila penyakit tersebut menjangkit orang dewasa
(pada mereka yang mempunyai kelainan imunologik), maka penyakitnya sangat
berat bahkan sering fatal. Ada pula beberapa penyakit virus yang khusus menjangkiti
orang dewasa dan jarang/tidak pernah menjangkiti anak-anak, seperti mononucleosis
infeksiosa, molluscum contagiosum, herpes zoster.

B. Suhu
Suhu di luar tubuh snagat mempengaruhi suhu tubuh manusia dan hal ini bisa
mempengaruhi/mempermudah terjangkitnya penyakit virus. Misalnya suhu rendah
12
(dingin) mempermudah penjangkitan penyakit di saluran pernapasan oleh virus-
virus influenza, coryza (common cold), rhinovirus dan parainfluenza. Keadaan
tersebut sering terjadi di negara yang mempunyai 4 musim dan wabah akan terjadi
pada musim dingin. Biasanya isolasi virus dengan tikus bayi berumur 1—3 hari.
Karena pada usia tersebut pusat pengaturan suhunya belum sempurna.

C. Genetik
Beberapa jenis penyakit virus yang berhubungan dengan genetik, misalnya
Creutzfeldt Jakob’s desease, penyakit virus dengan infeksi lambat (slow infection).
Pada penyakit ini dalam satu generasi selalu ada satu/beberapa orang yang
menderita. Penyakitnya selalu fatal dan mempunyai masa tunas sampai 30 tahun.

D. Hormonal
Penyakit polio lebih banyak mengakibatkan paralisis berat sampai fatal pada
wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil dari golongan umur
yang sama. Hal ini disebebkan pada waktu hamil terjadi perubahan hormonal.
Pada keadaan yang lain yaitu pada penyuntikkan intraserebral virus
coxasackie A pada tikus bayi, 1 minggu kemudian pasti timbul gejala penyakit
disusul kematian. Keadaan ini tidak terjadi pada tikus putih dewasa, tetapi keadaan
tersebut akan berubah bila tikus dewasa disuntik terlebih dahulu dengan kortison
(sejenis hormon). Maka dalam 1 minggu setelah penyuntikan virus intraserebral
timbul gejala-gejala seperti pada tikus bayi. Sedangkan pada perbenihan biakan
jaringan apabila ditambahkan preparat hormon maka pertumbuhan virus menjadi
lebih subur. Jadi penyakit virus sebaiknya tidak diberi preparat kortikosteroid
(merupakan kontradiksi) kecuali pada keadaan-keadaan sangat gawat.

2.7 Respons Imunologik Non Spesifik


Respons imun yang terjadi adalah timbulnya interferon dan sel natural
killler (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan
pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi
pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama dalam
struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK mempunyai dua
jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama merupakan killer activating receptors, yang
terikat pada karbohidrat dan struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel.
13
Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas
I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu sensitivitas sel target
tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC
kelas I yang rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang
normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-α selama infeksi virus akan
mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga menjadi
resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi
terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi.
Imunitas non spesifik memiliki karakteristik yang khas, yaitu bekerja dengan
cepat dalam hitungan jam, memiliki spesifitas yang khas terhadap struktur kelompok
mikroba tertentu dan keterbatasan dalam mengenal patogen yang menginfeksi tubuh.
Imunitas spesifik tidak memiliki kemampuan memori serta terdiri dari beberapa
komponen yang meliputi komponen pertahanan fisik carier kimia berupa kulit, epitel,
dan zat kimia. Imunitas non spesifik memiliki protein yang beredar dalam sirkulasi darah
berupa komplemen. Sel yang berperan pada pertahanan ini adalah makrofage, neutrofil,
dan natural killer. Mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu :
1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel-sel
terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus.
2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus
menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN tipe I akan
meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam
sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang
datang dari ekstraseluler dan sirkulasi.

2.8 Respons Imunologik Spesifik


Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka
imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme
pertahanan yang diperankan oleh sel Limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen
sistem imun lainnya seperti sel makrofage dan komplemen. Dilihat dari caranya
diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga dengan imun didapat.
Sel yang berperan dalam imunitas didapat adalah sel yang mempresentasikan
antigen (APC = antigen presenting cell ) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T
dan sel limfosit B masing-masing berperan pada imunitas humoral dan imunitas spesifik.
Limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisiskan sel target yang dihuni oleh
14
antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi
antibodi yang menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen, serta meningkatkan
sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent
cell mediated cytotoxicy (ADCC).

A. Kekebalan Humoral (Humoral Immunity)


Tubuh membentuk zat anti yang dapat ditemukan dalam sirkulasi darah.
Berhubungan erat dengan pembentukkan immunoglobulin (IgG, IgM, IgA). Apabila
seseorang terinfeksi oleh virus dan terjadi viremia (virus masuk peredaran darah)
maka antigen virus akan mencapai sel-sel tubuh yang berfungsi membentuk Ig.
Jaringannya antara lain; hati, limpa, kelenjar getah bening dan sistem
retikuloendotelial yang lain.
a. IgG : akan dibentuk dan mencapai titer maksimal yang tinggi selama jangka
waktu yang lama, lama menurun sangat lambat. IgG ini dapat ditemukan dalam
darah selama beberapa tahun.
b. IgM : dibentuk hanya untuk pertama kali mendapat infeksi dengan virus,
segera sesudah terjadi infeksi. Mencapai titer maksimal jauh lebih cepat
daripada IgG. Bila 2—3 bulan sesudahnya kita cari, IgM sudah tidak ada lagi.
c. IgA : Berhubungan erat dengan pembentukkan kekebalan/pertahanan lokal
dan dibentuk oleh sel-sel plasma mukosa saluran pernapasan, saluran pencernan
dan saluran uorgenitalis. Bertanggung jawab atas kekebalan lokal pada tempat
produksi dengan maksud membentuk carrier untuk mencegah penyebaran virus
lebih lanjut. Tidak dapat melalui plasenta karena berat molekulnya tinggi
sehingga tidak bisa ditemukan dari darah tali pusat bayi baru lahir. IgA juga
ditransportasikan dalam sekret-sekret seperti mucus bronchial, saliva, cairan
intestine dan dalam serum.

B. Kekebalan Seluler (Cell Mediated Immunity)


Suatu daya dari sel/jaringan tubuh untuk menangkis penyakit. Sangat
berperan pada anak-anak yang mempunyai kelainan kongenital imunologik sehingga
tidak mempunyai kemampuan membentuk Ig dan menderita hipogamaglobulinemia.
Walaupun mereka tidak bisa membentuk Ig, mereka sembuh bila ditulari virus
(terjadi viremia) morbilli, varicella, mumps dan sebagainya. Hal ini disebabkan sel
lomfosit dan sel makrofag langsung mengadakan infiltrasi ke daerah/ ke sel-sel yang
15
dimasuki oleh virus dan terjadilah proses peradangan lokal intensif. Limfositnya
(sensitized limphocyte) dan makrofagnya (activated macrophage) berusaha
menyingkirkan sel-sel yang sudah diserbu/terkena virus. Fenomena ini terjadi dalam
24—48 jam.
Bila anak menderita selain kelainan kekebalan humoral, juga kekebalan
seluler yang disebut Swiss type hypogamaglobulinemiaI maka anak ini akan
meninggal pada usia sangat muda karena bila pertama kali terinfeksi oleh penyakit
apapun langsung meninggal.

2.9 Peranan Zat Anti Dalam Pencegahan Virus


Bayi yang baru lahir akan membawa kekebalan bawaan dari ibunya terhadap
cacar, polio morbilli dan sebagainya. Zat anti tersebut biasanya dalam bentuk IgG,
sesudah lahir konsentrasi IgG akan makin lama menurun dan suatu ketika IgM dan IgA
akan ditemukan dalam darahnya. Ini merupakan tanda bahwa sistem imunologik bayi
mulai bekerja. IgM dibentuk lebih dulu daripada IgA. IgM mencapai titer maksimal
dalam 10 hari, kemudian menurun sampai masa adolescence. IgA titernya meninggi
sangat lambat dan baru dapat diukur sesudah bayi berusia kira-kira 1 bulan. IgG juga
baru mulai dibentuk secara aktif sesudah berusia 1 – 1,5 bulan. Pada manusia beberapa
jenis kekebalan dapat dibentuk yaitu : kekebalan pasif, kekebalan aktif.

A. Kekebalan Pasif
a) Kekebalan Pasif Bawaan
Fetus mendapat kekebalan (IgG) dari ibunya melalui plasenta. Selain mendapat
kekebalan pasif dalam kandungan juga didapat dari colostrum (air susu minggu
pertama) berupa IgM dan IgA.
Zat anti bawaan pada bayi berguna untuk :
- Melindungi bayi dari infeksi, memberi proteksi total.
- Kadang-kadang meringankan perjalanan penyakit virus, modifikasi
penyakitnya sehingga tidak terjadi komplikasi.
Contoh : Bayi mendapat proteksi terhadap cacar selama 3 bulan pertama.
Pencacaran dilakukan bila bayi berusia 3 bulan; Polio, morbilli, rubella,
proteksi sampai 5—6 bulan. Vaksinasi dilakukan pada umur 5—6 bulan.;
Herpes simplex proteksi sampai 7—11 bulan (bila ibu mengandung zat anti).
- Pengecualian pada polio:
16
Proteksi tidak hanya 6 bulan, tergantung apakah bayi itu segera sesudah lahir
mendapat asi, karena asi mengandung protein yang mempunyai daya
menetralisasi virus polio. Oleh karena itu polio kebanyakan menjangkiti
golongan sosio-ekonomi tinggi karena bayi diberi susu botol (susu buatan)
segera sesudah lahir. Dianjurkan bayi diberi asi sampai usia ± 2 tahun.

b) Kekebalan Pasif Didapat


Yaitu bila seseorang (anak/dewasa) membeli zat anti, sehingga orang ini tidak
perlu membentuk zat anti sendiri bisa dalam bentuk :
1. Serum
- Serum konvalensens : berasal dari orang sudah mendapat infeksi virus
tertentu (serum homolog).
- Serum imun : berasal dari kuda/hewan tertentu yang sengaja disuntik pada
manusia (serum heterolog). Karena merupakan protein asing, bisa terjadi
gejala sampingan berbahaya seperti serum sickness atau shock anafilatik
yang fatal. Pemberian serum ini bisa mengandung bahaya ikutnya virus
hepatitis serum.

2. Gama Globulin
Bebas gejala sampingan tetapi lebih mahal daripada serum. Kekebalan pasif
dapat dipakai untuk :
- Pencegahan : efek paling lama hanya 1 bulan sesudahnya harus diberi
pengebalan aktif.
- Pengobatan : pada rabies, hepatitis, variola, morbilli, mumps dan
sebagainya.
Daya pencegahan pengebalan pasif tergantung dari jangka waktu antara
terjadinya infeksi dengan pemberian pengebalan pasif. Efeknya bisa berupa :
- Mencegah total, tidak sakit.
- Memodifikasi penyakitnya menjadi lebih ringan, tidak ada komplikasi.
- Sama sekali tidak memberi proteksi/meringankan penyakit.

17
B. Kekebalan Aktif
a) Disengaja
Yang dimaksud adalah virus/antigen diberikan kepada seseorang. Adapun
caranya yaitu bisa melalui kulit/mukosa traktus respiratorius/digestivus. Derajat
kekebalan yang dibentuk tergantung dari :
- Potensi antigen
- Jumlah antigen yang dibentuk sesama virus berkembang biak
- Tempat/lokasi pemberian antigen
- Daya perkembangbiakan dan penyebaran virusnya.

Pada umumnya pengebalan aktif lebih disukai daripada pengebalan pasif


karena:
- Kekebalan bersifat lebih spesifik, yaitu ditunjukkan kepada virus yang
bersangkutan
- Berlangsungnya jauh lebih lama, bertahun-tahun sampai seumur hidup,
pengebalan pasif hanya satu bulan.
- Lebih murah karena cara pembuatannya hanya
membunuh/menginaktivasi/melemahkan pengebalan pasif harus memisahkan
immunoglobulin.
- Tak ada bahaya serum sickness, shock anafilaktik.
- Pemberian lebih mudah, bisa peroral (tablet, sirup), bisa aerosol (spray),
pengebalan pasif harus parenteral.

Pemberian virus/antigen dilakukan dengan dua jenis vaksin :


- Live attenuated vaccine :
Mengandung virus hidup yang sudah dilemahkan atau berisi virus yang
avirulen. Contohnya Polio (sabin), cacar, morbilli, rubella, mumps.
- Inactivated vaccine :
Daya infeksi dikurangi/dihalangi, tetapi sifat antigennya masih kuat.
Contohnya Polio (salk), rabies, influenza, morbilli.

Keuntungan Live attenuated vaccine :


- Akan menyerupai infeksi alami, sehingga kekebalan yang ditimbukan lebih
lama, kadang-kadang seumur hidup.
18
- Pemberian tidak selalu parental, bisa peroral/spray.
Kerugian live attenuated vaccine :
- Banyak kontraindikasi, misalnya orang yang divaksinasi harus benar-benar
sehat, tidak ada infeksi laten suatu penyakit.
- Harus yakin bahwa semua virus yang hidup sudah dilemahkan.
- Ada kekhawatiran bahwa sesudah virus masuk dalam tubuh, virulensinya
berubah dari avirulen menjadi virulen.

Kerugian Inactivated vaccine :


- Harus yakin bahwa semua virus sudah diinaktivasi karena strain yang
digunakan selalu sangat virulen.
- Harus parenteral, tidak bisa peroral/intranasal.
- Perlu revaksinasi setiap tahun karena kekebalan paling lama satu tahun
- Daya proteksinya kurang karena tidak diberikan pada port d’entrée seperti
infeksi alami. Misalnya : Vaksin influenza diberikan parenteral,padahal lebih
baik secara spray (traktus respiratorius), Vaksin polio salk diberikan dengan
suntikan intramaskuler,lebih baik diberikan peroral (sabin).

b) Tidak Sengaja
Pada orang-orang yang mengalami infeksi alami, lamanya kekebalan tergantung
daya perkembangan virus, penyebaran, dan lamanya penyebaran virus selama
sakit. Contoh : Penyakit trachoma dengan infeksi pada konjungtiva mata yang
lokasi dan superfisial. Maka jumlah antigen yang dibentuk sangat sedikit. Antigen
ini tidak menyebar dan tidak sampai ke sel-sel tubuh yang membentuk zat anti.
Karena itu tidak ada zat dalam darah dan mudah terjadi reinfeksi trachoma.
Berlainan dengan penyakit-penyakit dengan viremia, maka kekebalan bisa terjadi
sebagai berikut :
- Berlangsung dalam beberapa tahun, seperti cacar, influenza, herpes simplex.
- Berlangsung seumur hidup. Bila dijangkiti kedua kalinya berarti ada kelainan
imunologik diagnosa pertama salah. Contoh: morbilli, mumps, rubella,
varicella, yellow fever, polio (tipe homolog), dengue (tipe homolog).

19
2.10 Penyebaran Virus
Pada umumnya penyebaran virus sama dengan penyebaran bakteri yaitu :
A. Melalui kontak langsung
Cara-cara penyebaran infeksi melalui kontak langsung langsung ini ada dua cara
yaitu:
1. Secara mutlak antara lain berbagai jenis penyakit kulit. Bila kulit yang sakit dan
mengandung banyak virus kemudian kontak atau menyentuh kulit yang sehat
maka virus tersebut akan menular.
Contoh :
a. Pada penyakit kulit seperti Verruca vulgaris dan Moluscum contagiosum,
penularan terjadi karena pecahnyaa nodula kulit yang berisi virus.
b. Penyakit kelamin karena kohabitasi seperti Lymfogranuloma venereum.
2. Secara droplet infection, ada dua macam :
a. Droplet infection perinhalasi, misalnya penyakit influenza, parainfluenza,
campak (morbili), gondongan (mumpe), rubeola, cacar (variola), cacar air
(varicella).
b. Droplet infection peroral, misalnya penyakit polio, hepatitis infeksiosa,
penyakit karena virus Echo, Coxsackie, dan mumpe.

B. Kontak tidak langsung


Cara-cara penularan melalui kontak langsung menggunakan perantaraan suatu medis
dan meliputi beberapa macam diantaranya :
1. Melalui debu
Contoh : variola, hepatitis infeksiosa, Q-fever
2. Makanan, minuman, dan alat-alatnya
Contoh : polio, Echo, Coxsackie, Hepatitis infeksiosa
3. Gigitan hospes reservoir
Virus berada di dalam air ludah hewan reservoar dan akan menyebabkan penyakit
pada makhluk yang digigitnya.
Contoh :
a. Rabies, dengan hospes reservoarnya anjing, kucing, kera, kuda, sapi, domba,
serigala
b. Pseudorabies, hospes reservoarnya terutama babi
c. B virus, melalui gigitan kera dan dapat menimbulkan radang otak
20
4. Melalui hospes perantara
Secara epidemiologis ada dua hospes perantara yaitu :
a. Vektor mekanis :
Vektornya berupa serangga (arthopoda). Di sini virus tidak mengalami
perkembangbiakan/perubahan bentuk di dalam tubuh vektor. Jadi virus hanya
menempel saja pada moncong, kaki, dan sayap. Serangganya biasanya yang
menghinggapi sampah, kotoran manusia, sekret konjungtiva atau kulit yaitu
lalat rumah, lipas, dan semut. Misalnya : lalat yang menularkan penyakit polio,
Echo, Coxsackie, dan Hepatitis infeksiosa.
b. Vektor sejati (obligat)
Biasanya serangga pengisap darah. Mikroorganisme akan masuk ke dalam
tubuh vektor dan berkembangbiak dengan perubahan bentuk sebelum
ditularkan ke hospes lain. Dengan demikian mikroorganisme dapat tumbuh
dulu dalam tubuh vektor dan disebut masa tunas ekstrinsik, yang lamanya bisa
berbeda-beda tergantung jenis mikroorganisme.
Berkaitan dengan vektor atau hospes perantara ini ada tiga jenis lingkaran
hidup yaitu :

1. Arthopoda manusia

Manusia arthopoda
Arthopoda merupakan hospes perantara sedangkan manusia hospes reservoar.
Contoh :
a. Dengue, hospes perantaranya Aedes aegypti, masa tunas ekstrinsik 11 hari.
b. Chikungunya, hospes perantaranya Aedes aegypti, Culex fatigana, dan
Mansonia.
c. Urban yellow fever, hospes perantaranya Aedes aegypti

2. Arthopoda Vertebrata

Vertebrata Arthopoda

Manusia

21
Arthopoda merupakan hospes perantara, vertebrata hospes reservoar
sedangkan manusia hospes insidental.
Contoh :
a. JBE, hospes reservoar : babi dan burung yang hidup dekat air. Vektor :
Culex tritaeniorhynchus.
b. Jungle yellow fever, hospes resevoar : kera, hospes perantara : nyamuk
Haemagogus.
3. Vertebrata Arthopoda Manusia

Arthopoda
Arthopoda merupakan hospes perantara dan hospes reservoar, vertebrata dan
manusia merupakan hospes insidental. Jadi sebenarnya virusnya adalah parasit
serangga. Pada serangga infeksi bisa secara turun temurun melalui penularan
transovarial. Jadi arthopoda juga merupakan carrier.
Contoh : Colorado tick fever dan Rocky mountain spotted fever yang disebar
oleh sengkenit Dermacentor andersonii.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Patogenesis virus adalah proses yang terjadi ketika virus menginfeksi pejamu.
Patogenesis penyakit adalah suatu bagian dari kejadian selama infeksi yang
menyebabkan manifestasi penyakit pada pejamu. Sebuah virus bersifat patogenik
terhadap pejamu tertentu jika ia dapat menginfeksi dan menyebabkan tanda-tanda
penyakit pada pejamu tersebut.
Langkah – langkah patogenitas virus adalah proses masuk dan replikasi primer,
penyebaran virus dan tropisme sel, kerusakan sel dan penyakit klinis, pemulihan dari
infeksi, dan pelepasan virus. Jalur infeksi virus dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan, kulit dan mukosa genitalia, plasenta.
Mekanisme pertahanan pejamu non-spesifik biasanya didapati sesaat setelah
infeksi virus. Di antara respons imun alami, yang paling dominan adalah induksi IFN.
Respons – respons tersebut membantu menghambat pertumbuhan virus selama jangka
waktu yang diperlukan untuk menginduksi imunitas humoral dan imunitas seluler.
Penyebaran virus dapat melalui dua cara yaitu secara langsung (secara mutlak dan
secara droplet infection) dan secara tidak langsung (melalui debu, makanan, minuman,
alat-alat, gigitan hospes reservoir, hospes perantara.

23
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1996. Virologi Umum: untuk Akademi Analis Kesehatan (AAK). Jakarta: Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan
Jawet, dkk. 2013. Mikrobiologi Kedokteran: Edisi 25. Jakarta : Buku Kedokterann EGC
Sita. 2013. Respon Imun Terhadap Virus
Staff Pengajar FKUI. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Staff Pengajar FKUI

24

Anda mungkin juga menyukai