Disusun Oleh :
ASMARA AGUSTINA
18640790
1.3 Tujuan
Mampu mengembangkan tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan post SC PEB.
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Mampu mengetahui dan menambah pengetahuan tentang post SC dengan
PEB dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada klien.
b. Bagi Universitas
Penulis mampu menambah meningkatkan pengetahuan tentang post SC
dengan PEB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
2.2 Etiologi
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea
adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks,
preeklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang
dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya
terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya,
misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu
dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi,
kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang
biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan
tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik
naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau
lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada kedaan istirahat
(Wiknjosastro, 2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan
serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang
ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa
berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan
setengah kilo setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap
normal, tetapi bila kenaikan satu kilo seminggu beberapa kali,hal ini
perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklamsia.
Protenuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang
melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali dengan
jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada
hipertensi dan kenaikan berat badan karena itu harus dianggap sebagai
tanda yang cukup serius (Wiknjosastro, 2002).
Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah
pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali
tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup
supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan
adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin
lahir hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui
dengan pemeriksaan pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg,
oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada
keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan
penglihatan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati
meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari
100.000/mm.
Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat
diikuti oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari
mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa
akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan
secepatnya dengan melakukan sectio caesarea yang aman agar mengurangi
trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
2.5 Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada
faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus
lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Luka kandung kemih
d. Embolisme paru – par
e. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea klasik.
2.6 Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic,
rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal
ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah
insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
A. Pengkajian
Data Umum
1. Identitas klien dan penanggung
2. Keluhan utama klien saat ini
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas
4. sebelumnya bagi klien multipara
5. Riwayat penyakit keluarga
Keadaan klien meliputi:
6. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
7. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
8. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
9. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
10. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
11. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
12. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda /kering dan utuh.
13. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
5. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi