Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof Dr Aloe Saboe merupakan salah

satu rumah sakit umum yang dimiliki oleh pemerintah Kota Gorontalo. Saat ini

RSUD Prof Dr Aloei Saboe menjadi rumah sakit terbesar di Provinsi Gorontalo

dan menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan di Provinsi Gorontalo.

Dengan kondisi tingkat pelayanan saat ini dan dibarengi pula oleh berbagai

perubahan yang terjadi, RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo memiliki

komitmen dan keinginan untuk mendambakan suatu tingkat pelayanan lebih

optimal (Prima) yang diformulasikan dalam Visi dan Misi, sebagai berikut:

1. Visi

“ Rumah Sakit Rujukan Dengan Pelayanan Prima ”

2. Misi

RSUD Prof.Dr.H. Aloei Saboe memiliki misi yaitu menyelenggarakan

Pelayanan Kesehatan secara Komprehensif, mengembangkan profesionalisme

karyawan secara berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan karyawan sesuai

kinerja, mengembangkan sistem manajemen keuangan dan mengembangkan

sistem informasi manajemen berbasis teknologi informasi.

Dalam menjalankan fungsi pelayanan kesehatan kepada masyarakat RSUD

Prof.Dr.H. Aloei Saboe memiliki beberapa jenis pelayanan/program kerja dan

sampai dengan tahun 2013 melaksanakan program dan kegiatan yang dibiayai

melalui dana APBN maupun APBD Kota Gorontalo yang ditunjang dengan kiat-

26
kiat/upaya-upaya dalam pemperlancar proses pelaksanaan program dan kegiatan

sebagai berikut:

1. Jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe

antar lain:

a. Pelayanan Rawat Jalan

b. Pelayanan Rawat Darurat

Pelayanan Rawat Darurat dibuka 1 x 24 jam dilengkapi dengan peralatan

medis dan non medis yang lengkap serta sumber daya manusia yang

professional dibidangnya. Pelayanan mobil ambulans gawat darurat 119

untuk melayani panggilan 1x24 jam, seperti kasus kecelakaan, Gawat

darurat dirumah dan rujukan pasien antar daerah.

c. Pelayanan Rawat Inap

d. Pelayanan Rawat Intensif

e. Pelayanan Bedah Sentral

f. Pelayanan Laboratorium

g. Pelayanan Radiologi

h. Pelayanan Instalasi Bank Darah

i. Pelayanan Instalasi Hemodialisa

j. Pelayanan Klinik Voluntary Counseling And Testing (VCT)

k. Pelayanan Gizi

l. Pelayanan Farmasi

m. Pelayanan Rehabilitasi Medik

n. Pelayanan Pemeliharaan Sarana

o. Penunjang Kegiatan Lainnya

p. Pelayanan Spesialistik.

27
4.2 Karakteristik Responden

4.2.1 Usia responden di Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Prof Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo

Tabel 4.1 Distribusi Usia perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

No Usia Jumlah %
1 Remaja akhir (19-25 tahun) 15 53,6
2 Dewasa awal (26-35 tahun) 13 46,4
Jumlah 28 100
(Sumber: Data Primer 2015)
Tabel 4.1 menunjukan sebagian besar perawat (53,6%) yang bekerja di

Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

memiliki kategori usia remaja akhir (19-25 tahun).

4.2.2 Jenis kelamin di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo

Tabel 4.2 Distribusi Jenis Kelamin Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
RSUD Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

No Jenis Kelamin Jumlah %


1 Laki-laki 11 39,3
2 Perempuan 17 60,7
Jumlah 28 100
(Sumber: Data Primer 2015)
Tabel 4.2 menunjukan sebagian besar perawat yang berjenis kelamin

perempuan (60,7%).

28
4.2.3 Lama kerja di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo

Tabel 4.3 Distribusi Lama Kerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

No Lama kerja Jumlah %


1 ≤5 tahun 19 67,9
2 >5 tahun 9 32,1
Jumlah 28 100
(Sumber: Data Primer 2015)
Tabel 4.3 menunjukan sebagian besar perawat (67,9%) memiliki lama kerja

kurang dari 5 tahun.

4.2.4 Pelatihan perawat di Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Prof Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo

Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Pendidikan Perawat di Instalasi Gawat Darurat


(IGD) RSUD Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

No Pelatihan Jumlah %
1 Pernah mengikuti 23 82,1
2 Tidak pernah mengikuti 5 17,9
Jumlah 28 100
(Sumber: Data Primer 2015)

Tabel 4.4 menunjukan sebagian besar perawat (82,1%) sudah pernah

mengikuti pelatihan tentang program pencegahan dan pengendalian infeksi.

4.2.5 Tingkat pendidikan di Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Prof Dr. H.

Aloei Saboe Kota Gorontalo

Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Pendidikan Perawat di Instalasi Gawat Darurat


(IGD) RSUD Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

No Tingkat pendidikan Jumlah %


1 D-III keperawatan 27 96,4
2 S-I Keperawatan Ners 1 3,6
Jumlah 28 100
(Sumber: Data Primer 2015)

29
Tabel 4.5 menunjukan sebagian besar perawat (96,4%) yang memiliki

pendidikan D-III keperawatan.

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Kepatuhan perawat dalam pelaksanaan hand hygiene berdasarkan lima

waktu mencuci tangan (five moment hand hygiene)

Distribusi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan hand hygiene berdasarkan

lima waktu mencuci tangan (five moment hand hygiene) di Instalasi Gawat

Darurat (IGD) RSUD Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Kepatuhan perawat dalam pelaksanaan hand hygiene


berdasarkan lima waktu mencuci tangan (five moment hand hygiene)
di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo

No Kepatuhan Jumlah %
1 Patuh 11 39,3
2 Tidak patuh 17 60,7
Jumlah 28 100
(Sumber: Data Primer 2015)
Tabel 4.5 menunjukan sebagian besar perawat (60,7%) tidak patuh dalam

pelaksanaan hand hygiene berdasarkan lima waktu mencuci tangan (five moment

hand hygiene).

4.4 Pembahasan

Cuci tangan (Hand Hygiene) adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk

membersihkan tangan dari mikroorganisme penyebab infeksi dengan

menggunakan air sabun atau cairan antiseptic (Akyol, 2007). Menurut WHO

(2009), Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan

menggunakan antiseptik pencuci tangan. Five moment hand hygiene adalah lima

30
waktu yang tepat untuk pelaksanaan hand hygiene (WHO, 2009) yaitu sebelum

menyentuh pasien, sebelum prosedur invasive/aseptic, setelah terpajan resiko

cairan, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh benda-benda yang

melingkupi pasien.

Dalam melaksanakan five moment hand hygiene dibutuhkan kepatuhan

perawat. Kepatuhan (adherence) secara umum merupakan suatu tingkatan

perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau

melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan

kesehatan (WHO, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perawat yang patuh dalam

pelaksanaan hand hygiene berdasarkan lima waktu mencuci tangan (five moment

hand hygiene) sebanyak 11 orang perawat (39,3%) dan tidak patuh sebanyak 17

orang perawat (60,7%). Hasil penelitian menunjukan sebagian besar perawat tidak

patuh dalam pelaksanaan hand hygiene berdasarkan lima waktu mencuci tangan.

Angka ketidakpatuhan ini tergambar dari hasil observasi peneliti terhadap

five moment yang dilakukan perawat. Hasil observasi terlihat 46,4% perawat

tidak patuh melakukan hand hygine sebelum menyentuh pasien. Perawat

beralasan bahwa karena telah menggunakan handscoon jadi tidak perlu lagi

melakukan hand hygine. 14,3% perawat tidak patuh hand hygiene sebelum

prosedur invasive. Perawat beralasan karena banyaknya pasien yang masuk secara

bersamaan menyebabkan mereka tidak memiliki waktu lagi untuk melakukan

hand hygine dan 32,1% perawat tidak patuh hand hygiene setelah kontak alat di

31
lingkungan pasien. Perawat beralasan bahwa karena menyentuh lingkungan tidak

dapat menyebabkan infeksi silang.

Hasil obesrvasi peneliti juga menemukan bahwa semua perawat (100%)

patuh melakukan hand hygine pada saat setelah terkena cairan dan setelah kontak

dengan pasien. Perawat beralasan mereka takut terkontaminasi dengan

mikroorganisme yang dapat ditularkan oleh pasien melalui cairan tubuh atau luka

pasien.

Peneliti berpendapat bahwa tingginya angka ketidakpatuhan perawat

terhadap pelaksanaan five moment hand hygine di ruang IGD RSUD Prof, Dr.

H.ALoei Saboe Kota Gorontalo seperti yang digambarkan pada hasil observasi

tersebut disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan perawat dan kurangnya

sumber informasi tentang five moment hand hygine seperti tidak adanya poster

yang menjelaskan tentang five moment hand hygine. Pendapat ini didasarkan atas

hasil wawancara peneliti dengan 6 orang perawat yang bertugas shif sore dan

malam hari yang mengatakan bahwa mereka belum mengetahui apa yang

dimaksud dengan five moment hand hygine, mereka hanya mengetahui bahwa

sebelum melakukan dan setelah melakukan tindakan harus melakukan hand

hygiene. Hasil pengamatan peneliti di ruangan IGD juga hanya menemukan 1

buah poster yang bergambar five moment hand hygine.

Pendapat peneliti sejalan dengan penjelasan Pitted (2001) bahwa banyak

faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat melakukan hand hygiene,

salah satunya adalah kurangnya pengetahuan perawat akan pentingnya melakukan

hand hygiene dalam mengurangi penyebaran bakteri dan terjadinya kontaminasi

32
pada tangan dan kurang mengerti tentang tekhnik melakukan hand hygiene yang

benar. Hal sama juga dinyatakan oleh WHO (2010) bahwa kurangnya

pengetahuan tentang hand hygiene merupakan salah satu hambatan untuk

melakukan hand hygiene sesuai rekomendasi.

Pendapat peneliti ini juga didukung hasil penelitian Saragih dan Rumapea

(2012) bahwa perawat dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang cuci tangan

mempunyai kepatuhan yang lebih tinggi (73,75%) untuk melakukan prosedur cuci

tangan. Hasil penelitian Ernawati (2014) di ruang rawat inap RSIA Malang

menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene

yaitu 35% sedangkan 65% tidak patuh.

Faktor lain yang diduga menjadi penyebab ketidakpatuhan perawat adalah

beban kerja perawat di IGD. Hasil pengamatan peneliti menemkan bahwa perawat

dalam setiap shif harus menangani pasien yang datang berkunjung secara

bersamaan dalam kondisi gawat darurat sehingga perawat tidak memiliki lagi

kesempatan untuk melakukan hand hygiene sesuai dengan five moment hand

hygine.

Pendapat peneliti di sejalan dengan penjelasan Irwandy (2006) yang

menyatakan bahwa beban kerja yang tinggi perawat dapat mengganggu

penampilan kerja dari perawat. Akibat negatif dari banyaknya tugas tambahan

perawat diantaranya timbulnya emosi perawat yang tidak sesuai dengan yang

diharapkan dan berdampak buruk bagi produktifitas perawat.

Secara teori yang dikemukakan oleh para ahli, ketidakpatuhan seseorang

dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu umur, pendidikan, pengetahuan, lama kerja

33
dan beban kerja. Namun apabila peneliti menghubungkan beberapa faktor tersebut

dengan ketidakpatuhan perawat di IGD RSUD Prof, Dr. H.Aloei Saboe Kota

Gorontalo, peneliti hanya menemukan pengetahuan dan beban kerja sebagai

faktor utama penyebab ketidakpatuhan. Pendapat peneliti didasarkan pada hasil

analisis data pada karakteristik umur dimana baik perawat yang memiliki kategori

umur remaja akhir (19-25 tahun) dan kelompok umur dewasa awal (26-35 tahun)

sebagian besar sama-sama tidak patuh dalam pelaksanaan five moment hand

hygiene. Pendapat peneliti ini sejalan dengan pendapat Hassan (2004) menyatakan

bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok rentang usia dewasa awal dan

dewasa madya pada indikasi melakukan hand hygiene.

Pada faktor tingkat pendidikan, pelatihan dan lama kerja, peneliti tidak

menemukan adanya perbedaan mengenai kepatuhan perawat dimana hasil

analisisa peneliti perawat yang memiliki lama kerja kurang 5 tahun atau lebih 5

tahun dan perawat berpendidikan D-III keperawatan dan ners, serta yang pernah

mengikuti pelatihan sebagian besar tidak patuh dalam melaksanakan five moment

hand hygine.

Dalam penelitian ini, terdapat 11 orang perawat (39,3%) yang patuh

melakukan five moment hand hygiene. Wawancara peneliti dengan beberapa

perawat yang patuh menyatakan bahwa alasan mereka harus melakukan five

moment hand hygiene karena mereka menyadari manfaat dari hand hygine yaitu

untuk membunuh kuman atau bakteri dari mikroorganisme yang dapat

membahayakan kesehatan. Alasan perawat ini diperkuat oleh penelitian Casewell

menemukan bahwa 17% perawat di ICU terkontaminasi tangannya oleh 100-1000

34
CFUs Klebsiella setelah melakukan aktivitas yang bersih seperti memeriksa

tekanan darah, nadi, suhu, menyentuh tangan atau bahu pasien.

Pentingnya pelaksanaan five moment hand hygiene ini mendapat perhatian

yang sangat penting dari berbagai lembaga akreditasi termasuk komite akreditasi

rumah sakit yang memasukan hand hygiene sebagai salah satu penilaian

kewaspadaan standar dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah

sakit. Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah

mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi yang didapat dan ditularkan

diantara pasien, staf, tenaga profesional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga

sukarela, mahasiswa dan pengunjung dimana hal yang paling mendasar dalam

kebijakan pengendalian dan pencegahan infeksi adalah pelaksanaan kebersihan

tangan (hand hygiene) (Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2012).

4.5 Keterbatasan Penelitian

Seperti penelitian-penelitian terdahulu, penelitian ini juga tidak luput dari

keterbatasan. Keterbatasan penelitian ini antara lain rancangan penelitian hanya

dapat menjelaskan kepatuhan perawat dalam melaksanakan five moment hand

hygine tanpa harus mengetahui fakktor penyebab kepatuhan perawat dan analisis

data yang digunakan belum dapat membuktikan secara statistic terhadap faktor

yang mempengaruhi kepatuhan perawat di IGD RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe.

35

Anda mungkin juga menyukai