Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Celah bibir dan langit-langit (cleft lip palate – CLP) merupakan kelainan
kongenital yang mengenai bibir dan langit-langit, baik sebagai manifestasi dari sindrom
atau berdiri sendiri.1 Kelainan ini merupakan defek kongenital tersering di area orofasial.
Terdapat sekurang-kurangnya 300 macam sindrom yang berkaitan dengan CLP.2
Insidensi CLP adalah 1 dari 600 kelahiran hidup, dan 1 dari 1000 kelahiran hidup
dalam bentuk celah langit-langit saja. Insidensi lebih rendahi ditemukan pada kelompok
asia (1:500) dan lebih rendah pada kelompok kulit hitam (1:2000). Dari seluruh kasus
CLP, 15% merupakan celah bibir saja, 45% celah bibir dan langit-langit, dan 40% celah
langit-langit saja. Etiologi kelainan ini masih merupakan hipotesis, yang menyangkut
perkembangan embrional, genetik, dan berbagai faktor lain yang menyertai
CLP dapat memberikan berbagai konsekuensi dalam hal kualitas hidup anak
hingga ia dewasa. Berbagai masalah tersebut mencakup banyak hal, seperti masalah
sosial, psikologis, risiko infeksi telinga, gangguan bicara / vonasi, gangguan makan, dan
lain sebagainya. Karena banyaknya masalah yang dihadapi ini, maka dalam penanganan
CLP juga perlu melibatkan berbagai bidang spesialistik. Untuk pembedahan kecacatan
dilakukan oleh ahli bedah plastik, kemudian untuk masalah telinga ditangani oleh ahli
THT, seorang therapist juga diperlukan untuk melatih vonasi, orthodontist berperan
dalam meratakan gigi, dan lain sebagainya. Bila kelainan merupakan bagian dari suatu
sindrom, maka perlu adanya konfirmasi dari ahli pediatri bahwa kelainan kongenital lain
yang menyertai tidak memberikan risiko berarti apabila dilakukan suatu tindakan
koreksi.
Menurut laporan peneliti dari berbagai negara, cacat labio palatoschizis dapat
muncul dari 1 : 800 sampai 1 : 2000 kelahiran. Indonesia yang berpenduduk 200 juta
lebih, tentu mempunyai dan akan mempunyai banyak kasus labio palatoschizis.
Labio palatoschizis merupakan kelainan bibir dan langit – langit, hal ini
biasanya disebabkan karena perkembangan bibir dan langit – langit yang tidak dapat
berkembang secara sempurna pada masa pertumbuhan di dalam kandungan. Dimana
biasanya penderita labio palatoschizis mempunyai bentuk wajah kurang normal dan
kurang jelas dalam berbicara sehingga menghambat masa persiapan sekolahnya. Labio
palatoschizis sering dijumpai pada anak laki – laki dibandingkan anak perempuan

1
(Randwick, 2002) kelainan ini merupakan kelainan yang disebabkan faktor herediter,
lingkungan, trauma, virus (Sjamsul Hidayat, 1997). Kelainan ini dapat dilihat ketika bayi
berada di dalam kandungan, melalui alat yang disebut USG atau Ultrasonografi. Setelah
bayi lahir kelainan ini tampak jelas pada bibir dan langit –langitnya

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memberi pengetahuan tentang Labio palatoschizis
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi Labio palatoschizis
b. Menjelaskan etiologi Labio palatoschizis
c. Menjelaskan patofisiologi Labio palatoschizis
d. Menjelaskan klasifikasi Labio palatoschizis
e. Menjelaskan prevalensi Labio palatoschizis
f. Menjelaskan manifestasi klinis dan komplikasi Labio palatoschizis
g. Menjelaskan penatalaksanaan Labio palatoschizis
h. Menjelaskan asuhan keperawatan Labio palatoschizis

C. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan makalah ini yaitu memberikan pengetahuan kepada pembaca
tentang apa sebenarnya CLP itu serta bagaimana pencegahan dan penanggulangannya,
khususnya bagi mahasiswa dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien CLP.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Labio palatoshizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit – langit
rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan
bibir dan langit – langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan
mesuderm pada saat kehamilan.
Labio palatoshizis yang terjadi seringkali berbentuk fistula, dimana fistula ini
dapat diartikan sebagai suatu lubang atau celah yang menghubungkan rongga mulut dan
hidung (Sarwoni, 2001).
Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya
kelainan bentuk pada struktur wajah.
Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

B. ETIOLOGI
Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio
palatoschizis, antara lain:
1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan
pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan
hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor
dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan
terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan
palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa
bagian kontak.
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas
maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal). Zat –zat yang berpengaruh
adalah:
a. Asam folat
b. Vitamin C
c. Zn

3
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn
dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh
kembang organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal
juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.
3. Pengaruh obat teratogenik.
Yang termasuk obat teratogenik adalah:
a. Jamu. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada
janin, terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang
menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian
lebih lanjut.
b. Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi
hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi
gangguan sirkulasi fotomaternal.
c. Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio
palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :
 Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)
 Aspirin (Obat – obat analgetika)
 Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream pemutih)
Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter.
4. Faktor lingkungan.
Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio palatoschizis, yaitu:
a. Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok
dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang
terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ
selama masa embrional.
b. Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit
diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat
berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa embrional.
c. Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan
terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut
dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.

4
d. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi
virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh
terjadinya kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.
Dari beberapa faktor tersebut diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio
palatoshizis, tetapi tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama
pemakaian, dan wktu pemakaian.

C. PATOFISIOLOGI
Cacat tebentuk pada trimester pertama, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (Prosesus nasalis
dan maksialis) pecah kembali.

D. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan organ yang terlibat
a. Celah bibir ( labioscizis ) : celah terdapat pada bibir bagian atas
b. Celah gusi ( gnatoscizis ) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas
c. Celah palatum ( palatoscizis ) : celah terdapat pada palatum.
2. Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk
a. Komplit : jika celah melebar sampai ke dasar hidung
b. Inkomplit : jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung
3. Berdasarkan letak celah
a. Unilateral : celah terjadi hanya pada satu sisi bibir
b. Bilateral : celah terjadi pada kedua sisi bibir
c. Midline : celah terjadi pada tengah bibi
D.
E. PRAVELANSI PENYAKIT
Labio palatoschizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya adalah
neonatus, dengan prevalensi penyakit 1:1000 kelahiran. Insiden dari Labio palatoschizis
tertinggi terdapat pada orang Asia dan insiden paling rendah pada orang amerika
keturunan Afrika.

5
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Tampak ada celah
2. Adanya rongga pada hidung
3. Distorsi hidung
4. Kesukaran dalam menghisap atau makan.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:
1. Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya celah
pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang keluar
menjadi sengau.
2. Maloklusi – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol
ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah sering
terjadi erupsi.
3. Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah pada
paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi otitis media
rekurens sekunder.
4. Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan
menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
5. Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini,
akan mengakibatkan distress pernafasan
6. Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat
mengakibatkan udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga
kuman – kuman dan bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.
7. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan
palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu.
Akibatnya bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
8. Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan kurangnya
penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
9. Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak
mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan
medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.

6
10. Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih
rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya
crosbite.
11. Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta
terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan labio palatoschizis adalah dengan tindakan pembedahan.
Tindakan operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum
berdasarkan kriteria “ rule of ten “, yaitu:
a. Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )
b. Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )
c. Hb lebih 10 g / dl
d. Leukosit lebih dari 10.000 / ul
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi selanjutny
adalah menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini mungkin ( 15 – 24
bulan) sebelum anak mampu berbicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum
membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, seringkali hasil operasi
dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal ( tidak sengau ) sulit dicapai.
Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat dilakukan
laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki
fonasi, biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah alveolus
atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur pertumbuhan gigi di kanan
kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil dari dari bagian spongius kista iliaca.
Tindakan operasi terakhir yang mungkin perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang –
tulang muka mendekatiselesai, pada umur 15 – 17 tahun.
Sering ditemukan hiperplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligig depan atas
atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan bedah ortognatik
memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju
ke depan.

7
I. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1) BB normal neonatus : 2,75 – 3,00 kg
2) TB normal neonatus : 50 cm
3) LK normal neonatus : 43 -35 cm
4) LD normal neonatus : 32 -33 cm

1. Perkembangan motorik kasar


Usia 1 - 4 bulan
a) Mengangkat kepala saat tengkurap
b) Dapat duduk sebentar dengan ditopang
c) Dapat duduk dengan kepala tegak
d) Jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri
e) Kontrol kepala keluar
f) Mengangkat kepala sambil berbaring terlentang
g) Berguling dari terlentang kemiring
h) Posisi lengan dan tungkai kurang flexi
i) Berusaha merangkak

Usia 4 -8 bulan
a) Menahan kepala tegak terus menerus
b) Berayun ke depan dan ke belakang
c) Berguling dari terlentang ke tengkurap
d) Dapat duduk dengan bantuan selama interval singkat

Usia 8 -12 bulan


a) Duduk dari posisi tegak tanpa bantuan
b) Dapat berdiri tegak dengan bantuan
c) Menjelajah
d) Berdiri tegak tanpa bantuan walaupun sebentar
e) Membuat posisi merangkak
f) Merangkak
g) Berjalan dengan bantuan

8
2. Perkembangan motorik halus
Usia 1 – 4 bulan
a) Melakukan usaha yang bertujuan untuk memegang suatu obyek
b) Mengikuti obyek dari sisi ke sisi
c) Mencoba memgang benda tapi terlepas
d) Memasukkan benda ke dalam mulut
e) Memperhatikan tangan dan kaki
f) Memegang benda dengan kedua tangan
g) Mempertahankan benda di tangan walaupun hanya sebentar

Usia 4 - 8 bulan
a) Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk memegang
b) Mengeksplorasi benda yang sedang dipegang
c) Mampu menahan menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan
d) Menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan
e) Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lainnya

Usia 8 – 12 bulan
a) Melepas objek dengan jari lurus
b) Mampu menjepit benda
c) Melambaikan tangan
d) Menggunakan tangan untuk bermain
e) Menempatkan objek ke dalam wadah
f) Makan biskuit sendiri
g) Minum dengan cangkir engan bantuan
h) Menggunakan sendok dengan bantuan
i) Makan dengan jari
j) Memegang krayon dan membuat coretan di atas kertas
3. Perkembangan sensoris
Usia 0 -1 bulan
a) Membedakan rasa manis dan asam
b) Menari diri dari stimulus yang menyakitkan
c) Membedakan bau, mampu mendeteksi bau ibu
d) Memalingkan kepala dari bau yang tidak disukai

9
e) Membedakan bunyi berdasarkan perbedaan nada, frekuensi dan durasi
f) Berespon terhadap penurunan cahaya
g) Mudah melacak objek tetapi mudah juga kehilangan objek tersebut
h) Lebih berfokus pada wajah manusia dibandingkan benda – benda lain yang
ada dalam satu lapang pandang
i) Mempunyai ketajaman penglihatan 20 / 40, mampu berfokus pada objek
yang berada pada jarak 20 cm
j) Terdiam jika mendengar bunyi suara

Usia 1 – 4 bulan
a) Membedakan wajah dan suara ibu
b) Menunjukkan pelacakan visual yang akurat
c) Membeda-bedakan antar pola penglihatan
d) Membeda-bedakan wajah yang dikenal dan tidak kenal

Usia 4 – 8 bulan
a) Berespon terhadap perubahan warna
b) Mengikuti objek dari garis tengah ke samping
c) Mengikuti objek dari berbagi arah
d) Mencoba mencari sumber bunyi
e) Berusaha mengkoordinasikan tangan – mata
f) Indera penciuman sudah berkembang dengan baik
g) Mencapai batas ketajaman penglihatan dewasa
h) Berespon terhadap suara yang tidak terlihat

Usia 8 – 12 bulan
a) Persepsi ke dalam telah meningkat
b) Mengenali namanya sendiri

10
4. Perkembangan kognitif
Usia 0 -1 bulan
a) Perilaku involunter
b) Refleksif primer
c) Orientasi autistic
d) Tidak ada konsep baik diri sendiri maupun orang lain

Usia 1 – 4 bulan
a) Perilaku reflektif secara bertahap diagantikan gerakan volunter
b) Aktifitas berpusat di sekitar tubuh
c) Membuat usaha awal untuk mengulang atau menirukan tindakan
d) Banyak menunjukkan perilaku trial dan error
e) Berusaha memodifikasi perilaku sebagai respon terhadap berbagai stimulus
(menghisap payudara vs botol)
f) Menunjukkan orientasi simbolitik
g) Tidak mampu membedakan diri sendiri dan orang lain
h) Terlibat dalam suatu aktifitas, karena aktifitas tersebut menyenangkan

Usia 4 – 8 bulan
a) Menunjukkan pengulangan tindakan yang bertujuan
b) Menunjukkan keinginan berperilaku untuk mencapai tujuan
c) Menentukan perbedaan intensitas (suara dan penglihatan)
d) Menunjukkan tindakan sederhana
e) Menunjukkan permulaan objek permanent
f) Antisipasi kejadiaan – kejadian di masa akan datang (makan)
g) Menunjukkan kesadaran bahwa diri sendiri terpisah dengan orang tua

Usia 8 – 12 bulan
a) Mengantisipasi kejadian sebagai suatu yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan
b) Menunjukkan tingkat kegawatan pada kesengajaan perilaku
c) Menunjukkan perilaku – perilaku yang mengarah pada tujuan
d) Membuktikan kepermanenan objek
e) Mencari objek – objek yang hilang

11
f) Dapat mengikuti sejumlah besar tindakan
g) Memahami dari kata – kata dan perintah sederhana
h) Menghubungkan sikap dan perilaku dengan symbol
i) Menjadi lebih mandiri dan figur keibuan

5. Perkembangan bahasa
Usia 0 -1 bulan
a) Mendengkur
b) Membuat suara tanpa huruf hidup
c) Membuat suara merengek ketika sedang kesal
d) Membuat suara berdeguk ketika sedang kenyang
e) Tersenyum sebagai respon terhadap pembicaraan orang dewasa

Usia 1 -4 bulan
a) Bersuara dan tersenyum
b) Dapat membuat bunyi huruf hidup
c) Bersuara
d) Berceloteh

Usia 4 -8 bulan
a) Menggunakan vokalisasi yang semakin banyak
b) Menggunakan kata – kata yang terdiri dari 2 suku kata (buu – buu)
c) Dapat membuat dan bunyi vokal bersamaan

Usia 8 -12 bulan


a) Mengucapkan kata – kata pertama
b) Menggunakan bunyi untuk mengidentifikasikan objek, orang dan aktifitas
c) Menirukan berbagai bunyi kata
d) Mengucapkan serangkaian suku kata
e) Memahami arti larangan misal : “ jangan “
f) Berespon terhadap panggilan dan orang – orang yang mirip anggota
keluarga
g) Menunjukkaninfleksi kata – kata yang nyata
h) Menggunakan 3 kosa kata

12
i) Menggunakan kalimat satu kata

6. Perkembangan psikoseksual (Tahap oral)


a) Berfokus pada tubuh – mulut
b) Tugas perkembangan – gratifikasi kebutuhan dasar (makanan, kehangatan
dan kenyamanan)
c) Krisis perkembangan dan penyapihan; bayi dipaksa untuk menghentikan
kesenangannya untuk minum ASI / menyusu dari botol
d) Keterampilan koping yang umum – menghisap, menangis, mendengkur,
berceloteh, memukul dan bentuk perilaku lainnya sebagai respon iritan
e) Kebutuhan seksual – menggeneralisasikan sensasi tubuh yang
menyenangkan.Meskipun berfokus pada kebutuhan oral, bayi mendapat
kesenangan fisik dari digendong, ditimang, diayun
f) Bermain – stimultan taktil diberikan melalui aktifitas pengasuhan

7. Perkembangan psikososial
a) Tugas perkembangan – perkembangan rasa percaya terhadap pemberian
asuhan primer
b) Krisis perkembangan – disapih dari ASI / susu botol
c) Bermain – interaksi dengan pemberi asuhan. Membentuk dasar – dasar
perkembangan hubungan di kemudian hari
d) Peran orang tua – bayi merumuskan sikap dasar terhadap kehidupan
berdasarkan pengalamannya bersama orang tua. Orang tua dapat dianggap
sebagai sebagai seorang yang dapat dipercaya, konsisten, selalu ada dan
penyayang.

8. Perilaku social
Usia 0 -1 bulan
a) Bayi tersenyum tanpa membeda –bedakan

Usia 1 – 4 bulan
a) Tersenyum pada wajah manusia
b) Waktu tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga
c) Membentuk siklus tidur bangun

13
d) Menangis menjadi sesuatu yang berbeda
e) Membeda – bedakan wajah yang dikenal dan tidak dikena
f) Senang menatap wajah – wajah yang dikenalnya
g) Diam saja jika ada orang asing

Usia 4 – 8 bulan
a) Merasa terpaksa jika ada orang asing
b) Mulai bermain dengan mainan
c) Takut akan kehadiran orang asing
d) Mudah frustasi
e) Memukul - mukul lengan dan kaki jika sedang kesal

Usia 8 -12 bulan


a) Bermain permainan sederhana (cilukba)
b) Menangis jika dimarahi
c) Membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh
d) Menunjukkan peningkatan ansietas terhadap perpisahan
e) Lebih menyukai menyukai figure pemberi asuhan daripada orang dewasa
lainnya
f) Mengenali anggota keluarga

9. Perkembangan moral
Perkembangan moral tidak dimulai sampai usia toddler, ketika kognitif awal
sudah muncul

10. Perkembangan kepercayaan (tahap tidak membedakan)


Rasa percaya dan interaksi dengan pemberi asuhan membentuk dasar untuk
perkembangan kesetiaan selanjutnya.

b. Observasi Pengkajian
1. Respiratori Sistem
 RR neonatus normal : 30 – 50 x/menit
 RR bayi normal : 26 – 40 x/menit

14
 Pernafasan abdominal dan diafragma
 Pernafasan dangkal dan iregular
 Pada pt dengan labio palatoschizis system pernafasannya terganggu, karena
bayi tidak dapat bernafas melalui mulut apabila hidungnya tersumbat.
Akibatnya dapat terjadi distress pernafasan atausebagai kompensasi
melakukan hiperventilasi dan selanjutnya dapat terjadi dispnea.
2. Kardiovaskuler
 TD neonatus normal 80/50 mmHg
 TD bayi normal 90/61 mmHg
 Nadi neonatus normal 70 -170 mmHg
 Nadi bayi normal 80 – 160 mmHg
 Pada pasien labio palatoscizis, sistem kardiovaskuler tidak mengalami
gangguan
3. Persyarafan
Reflek pada bayi :
a. Babinski
Jari – jari kaki ekstensi ketika telapak kaki diusap. Pada penderita labio
palatoschizis reflek babinski positif
b. Galant
Melengkungkan badan ke arah sisi yang di stimulasi ketika dilakukan
pengusapan di sepanjang tulang belakang. Pada penderita labio palatoschizis
reflek gallant positif
c. Moro
Ekstensi tiba –tiba kea rah luar dan kembali kea rah garis tengah ketika bayi
terkejut akibat suara keras / perubahan posisi yang cepat. Pada penderita
labio palatoschizis reflek moro positif
d. Palmar
Menggenggam objek dengan jari ketika telapak tangan disentuh. Pada
penderita labio palatoschizis reflek palmar positif
e. Placing
Usaha untuk mengangkat dan meletakkan kaki di tepi permukaan kaki ketika
kaki disentuh di bagian atasnya. Pada penderita labio palatoschizis reflek
placing positif .

15
f. Plantar
Fleksi jari – jari kaki ke arah dalam, ketika tumit telapak kaki diusap. Pada
penderita labio palatoschizis reflek plantar positif .
g. Righting
Berusaha untuk mempertahankan kepala pada posisi tegak. Pada penderita
labio palatoschizis reflek ini positif
h. Rooting
Memiringkan kepala ke arah pipi yang diberi stimulus sentuhan. Pada
penderita labio palatoschizis reflek ini positif.
i. Sucking
Menghisap objek yang diletakkan dalam mulut. Pada penderita labio
palatoschizis reflek ini negative karena muara tuba eustachiinya terganggu.
j. Stepping
Membuat gerakan melangkah ketika digendong pada posisi tegak dengan
kaki menyentuh permukaan. Pada penderita labio palatoschizis reflek ini
positif.
4. Gastrointestinal
Pada penderita labio palatoschizis, system ini mengalami gangguan dikarenakan
bentuk bibir. Labio palatoschizis pada bayi normal, jumlah nutrisi berdasarkan
BB adalah :
BB Kebutuhan Nutrisi / Hari

1 – 10 kg 100 cc / BB

11 – 20 kg 1000 + 50 cc ( BB – 10 )

> 20 kg 1500 + 20 cc ( BB – 20 )

Pada penderita labio palatoschizis asupan kurang dari kebutuhan karena proses
menghisap terganggu.
5. Urinary sistem
a. Jumlah urin = cairan yang masuk
b. Awal : urin keluar 20 ml dan meningkat sesuai dengan pemasukan
c. Frekuensi voiding : 2 -6 x selanjutnya 5 – 25 x / 24 jam
d. Pada bayi void : 15 – 60 ml/kg BB/24 jam

16
e. BJ urin : 1,005 – 1,015
f. Standar volume urin
• Bayi baru lahir : 10 – 90 ml/kg BB/ hari
• Bayi : 80 – 90 ml/kg BB/hari
g. GFR bayi baru lahir : 30 – 50 % dewasa
h. H. Rata – rata bayi BAK : 8 -12 x/hari
i. Pada penderita labio palatoschizis system ini mengalami gangguan
6. Muskuloskeletal
a. Jumlah kartilago > osifikasi tulang
b. Pertumbuhan ukuran otot karena hipertropi dibanding hiperplasia
c. Pemeriksaan Diagnostik
 MRI
 Rontgen
d. Daftar Prioritas Masalah
• Resiko tinggi trauma
• Nyeri
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
• Cemas
• Ketegangan
• Resiko aspirasi
• Kurang informasi
e. Intervensi
1) Diagnosa Keperawatan: Resiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan
dengan prosedur pembedahan, disfungsi menelan
Kriteria hasil :
• Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah
• Sisi operasi tetap tidak rusak
Intervensi Rasional
1. Beri posisi telentang / miring / 1. Untuk mencegah trauma pada sisi
duduk operasi
2. Pertahankan alat pelindung bibir 2. Untuk melindungi garis jahitan
3. Gunakan teknik pemberian 3. Untuk meminimalkan resiko trauma
makan non traumatik

17
4. Gunakan jaket restrein pada 4. Untuk mencegahnya agar tidak
bayi lebih besar berguling dan menggaruk wajah
5. Hindari menempatkan objek di 5. Untuk mencegah trauma pada sisi
dalam mulut setelah perbaikan PS operasi
(kateter penhisap, spatel lidah,
dot, sendok kecil)
6. Jaga agar bayi tidak menangis 6. Karena dapat menyebabkan tegangan
keras dan terus menerus pada jahitan
7. Bersihkan garis jahitan dengan 7. Karena inflamasi dan infeks akan
perlahan setelah memberi makan mempengruhi penyembuhan dan efek
kosmetik dari perbaikan pembedahan
8. Ajari tentang pembersihan dan 8. Untuk meminimalkan komplikasi
prosedur restrein khususnya bila setelah pulang
pulang sebelum jahitan dilepas

2) Diagnosa Keperawatan: Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kesulitan makan setelah prosedur pembedahan
Kriteria hasil :
• Bayi mengkonsumsi jumlah nutrient yang adekuat
• Keluarga mendemonstrasikan kemampuan untuk menjalankan perawatan
pasca operasi
• Bayi menunjukkan penambahan BB yang adekuat
Intervensi Rasional
1. Beri diet sesuai usia dan 1. Bayi mendapat nutrisi yang adekuat
ketentuan selama periode pasca
operasi
2. Libatkan keluarga dalam 2. Memegang tanggung jawab
metode pemberian makan yang pemberian makan di rumah
terbaik
3. Ubah teknik pemberian makan 3. Untuk menyesuaikan diri efek
pembedahan
4. Beri makan dalam posisi duduk 4. Untuk meminimalkan resiko
aspirasi

18
5. Sendawakan dengan sering 5. Kecenderungan menelan banyak
udara
6. Bantu dalam menyusui, ajarkan 6. Untuk menjamin perawatan di
teknik pada keluarga rumah

3) Diagnosa Keperawatan: Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan


Kriteria Hasil : Bayi tampak nyaman dan tenang
Intervensi Rasional
1. Kaji perilaku dan TTV 1. Untuk adanya bukti nyeri
2. Berikan analgetik / sedatife 2. Untuk meminimalkan nyeri
sesuai instruksi
3. Beri stimulasi belaian dan taktil 3. Untuk pertumbuhan dan
perkembangan optimal
4. Libatkan orang tua dalam 4. Untuk memberikan rasa nyaman
perawatan bayi dan aman

19
BAB III
ASUHAN KEPERWATAN PERIOPERATIF PADA An. M DENGAN CLP DEFEK
COMPLIT POST LABIOPLASTI TINDAKAN PALATOPLASTY
DI OK II (BEDAH PLASTIK)

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An “M”
2. No RM : 836023
3. Tanggal lahir/Umur : 03 Februari 2016 / 2,7 Tahun
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Alamat : Kapuk Muara n0 39 RT 005/001 penjaringan
6. Pendidikan :-
7. Pekerjaan : Tidak Bekerja
8. Status : Baksos
9. Kelas : III
10. Kewarganegaraan : Indonesia
11. Agama : Islam
12. No. Handphone : 0857112137
13. Ruang rawatan :-
14. Tanggal masuk jalan : 15 September 2018
15. Jam masuk ranap : 07.00 WIB
16. Diagnosa medis : CLP defek Complit post labioplasti
17. Tindakan : Palatoplasty
18. Jenis operasi : Bersih
19. Status operasi : Elektif
20. Operator : dr. Guntoro, SpBP
21. Asisten : PPDS
22. Instrumentator : Yodi, A.Md.Kep
23. Sirkuler : Sr. Susi, Sr. Laela
24. Ahli anastesi : dr. Arvianto, SpAN
25. Penata : Br. Gatot
26. Jenis anastesi : GA (General Anastesi)
27. Posisi : Supine
28. Mulai anastesi : 10.50 WIB S.D 13.00 WIB

20
29. Mulai pembedahan : 11.10 WIB S.D 13.00WIB
30. Tanggal pembedahan : 17 September 2018
31. OK : II
32. Ruang Rawat : Lt 1 IKA

B. DATA PREOPERATIF
1. Pengkajian
Pukul 10.00 Wib Pasien sudah tiba diruang IKO, dilakukan serah terima perawat
ruangan dengan perawat ruang IKO. Pasien mengganti pakaian ruangan dengan
pakaian OK dan memakai topi OK. Pasien digendong oleh ibunya dan diserahkan
keperawat ruangan. Perawat OK mengecek administrasi yaitu surat ijin operasi,
persetujuan tindakan operasi dan anastesi, status pasien, mengidentifikasi identitas
pasien dengan memeriksa gelang pasien, site marking tidak perlu, pasien dalam
keadaan puasa sejak pukul 03.00 wib.. Pasien tidak ada riwayat alergi obat dan
alergi makanan, pasien tidak ada menggunakan perhiasan. Sudah terpasang infus
ditangan kiri pasien yaitu RL 500 cc.
Kesadaran pasien Compos Mentis, GCS: E4 M5 V6, , N: 127 x/m, R: 20 x/m, S:
36 °C, BB: 6,4 kg. Pernapasan spontan.
Ada celah langit langit sejak lahir. Pasien anak ke dua, anak pertama tidak ada
kelainan.

2. Pemeriksaan penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik tanggal 10 September 2018

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
 Hemoglobin  12,0  13,0 – 18,0 g/dL
 Hematokrit  
33  40 – 52 %
 Eritrosit  4,3  4.3 – 6.0 juta/uL
 Leukosit  9660  4,800 – 10,800 /ul
 Trombosit  248000  150,000 – 400,000 /ul
 MCV  78  80 – 96 fL
 MCH  28  27 – 32 pg

21
 MCHC  36  32 – 36 g/dL
Koagulasi
- Waktu pendarahan  1”15”  1 – 3 menit
- Waktu Pembekuan  5”00”  1 – 6 menit
Kimia Klinik
 Ureum  24  20 – 50 mg/dL
 Kreatinin  0,44  0,5 – 1,5 mg/dL

1. Foto Thorax
Kesan:
a. Kardiomegali
b. Tidak tampak kelainan radiologis pada paru

3. PERSIAPAN ALAT
a. Basic Equitment
 Lampu operasi : Baik
 Meja operasi : Baik
 Mesin anastesi : Baik
 Mesin diatermi : Baik
 Mesin suction : Baik
 Meja mayo : Baik
 Meja Tray : Baik
 Tempat sampah infeksius : Baik
 Tempat sampah non infeksius : Baik
 Safeti box : Baik
b. Alat Steril
1) Linen Steril
 Jas operasi + handuk : 3
 Linen bawah :1
 Linen atas :2
 Linen samping :2
 Sarung mayo :1

22
 Alas meja tray :1
 Set laparatomy :1
2) Kom steril
 Kom besar :2
 Kom kecil :2
 Bengkok :2
 Selang suction :1
 Canula suction :1
3) Instrument Steril
 Set Palatoplasty :1
4) Medical Supply
 Betadine 10 % : 30cc
 Alkohol 70 % : 50cc
 Nacl 0,9 % : 200cc
 Kasa polos : 20
 Underpad :1
 Handscone No. 7,5 :1
 Handscone no 6,5 :2
 Bisturi No. 15 :1
 Lina pen :1
 Elektroda :1
 Hipavix plester :1
 Spuit 1 cc :1
 Benang vicril No. 4/0 O :2
 Transfix :1
 Gelspon :1

23
4. Asuhan keperawatan Pre Operatif
a. Analisa data
No Data Problem Etiologi
1 Ds : Cemas Kurang nya
 Ibunya mengatakan pengetahuan
anaknya terus menangis tentang prosedur
 Ibu mengatakan cemas operasi
tentang keberhasilan
tindakan operasi
 Ibu pasien mengatakan
Pasien merupakan anak
ke dua
Do :
 Orang tua pasien tampak
cemas saat anak nya
memasuki ruangan A
 Orang tua pasien tampak
bingung
 Anak tampak menangis
 Anak puasa sejak pukul
03.00 wib

b. Diagnosa Keperawatan

Cemas berhubungan dengan kurang nya pengetahuan tentang tindakan operasi

c. Rencana asuhan keperawatan

No Diagnosa Kep Tujuan dan KH Intervensi


1 Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan  Lakukan komunikasi
dengan kurangnya keperawatan selama 1 x 15 terapeutik dengan
pengetahuan tentang menit pasien menunjukan keluarga pasien

24
tindakan operasi dengan kriteria hasil:  Minta ijin ke ibu
 Ibunya tenang pasien untuk
 Ibunya menyerahkan menggendong anaknya
anaknya kepada  Berikan sentuhan
petugas OK keanak dan ibu pasien
 Ibu dalam keadaan  Gendong anak keruang
tenang berpisah dari operasi dengan selimut
anaknya pasien
 Anak tidak menangis  Lakukan sign in
lagi
 Anak tampak tenang

d. Implementasi dan evaluasi


No Diagnosa Kep Implementasi Evaluasi
1 Cemas berhubungan  Melakukan komunikasi S : ibu pasien mengijinkan
dengan kurangnya terapeutik dengan anaknya untuk digendong
pengetahuan tentang keluarga pasien perawat masuk keruag
tindakan operasi  Meminta ijin ke ibu pasien operasi
untuk menggendong O:
anaknya  Keluarga pasien
 Memberikan sentuhan tampak tidak cemas
keanak dan ibu pasien lagi
 Menggendong anak  Keluarga pasien mulai
keruang operasi dengan mengerti dan paham
selimut pasien  Sign in pikul 10.45
 Melakukan sign in wib
A:
 Masalah belum
teratasi
P:
 Intervensi dilanjutkan

25
C. DATA INTRA OPERATIF
1. Pengkajian

Pukul 10.30 wib pasien sudah ada di OK II digendong perawat. Pukul 10.40 wib
tim bedah dan tim anastesi sudah lengkap. Posisi pasien terlentang dengan bahu
diberi ganjalan dan kepala ekstensi, pada bagian kepala kanan dan kiri diberi
ganjalan. Pukul 10.45 wib dilakukan sign in, informed consent terlampir, area yang
akan dioperasi sudah diberi tanda, obat – obatan sudah lengkap, pulse oksimetri
sudah berfungsi dengan baik, alergi obat dan makanan tidak ada, resiko pendarahan
> 500 ml tidak ada. Pukul 10.50 wib pasien dilakukan pembiusan umum oleh
dokter anastesi, pernafasan dengan ventilator, pasien terpasang elektroda dipaha
kiri, posisi kanul ditangan kanan. Pukul 11.00 wib dilakukan time out, tim medis
sudah memperkenalkan diri, tindakan medis dan area yang akan diinsisi sudah
dicek ulang, lama operasi ± 2 jam, alat sudah dipastikan steril dengan indikator
ekternal dan internal. Pukul 11.10 wib pembedahan dimulai oleh operator dr.
Guntoro, SpBP, intrumentator Pelatihan yodi

2. Peran dan tugas scrub nurse dalam intra operatif


a. Melakukan cuci tangan bedah dengan
1) Tahap I
 APD lengkap ( topi, masker, kaca mata, apron dan sepatu tertutup)
 Kuku jari tangan pendek, bersih dan bebas dar cat kuku
 Perhiasan dan jam tangan telah dilepas, gulung lengan baju 10 cm
diatas siku
 Tidak ada luka dikulit atau kelainan pada kulit
 Memilih cairan antiseptik yang tepat
2) Tahap 2
 Buka kran air
 Basahi tangan dan lengan sampaidengan 5 cm diatas siku dibawah ai
yang mengalir
 Ambil clorhexidin 4 %
 Lumuri dan menggosok seluruh permukaan tangan dan lengan kanan
dari ujung jari sampai 5 cm diatas siku dengan clorhexidine 4 %
menggunakan telapak tangan kiri secara memutar

26
 Lumuri dan menggosok seluruh permukaan tangan dan lengan kiri dari
ujung jari sampai 5 cm diatas siku dengan clorhexidine 4 %
menggunakan telapak tangan kanan secara memutar
 Bilas tangan dengan air mengalir dari ujung jari sampai 5 cmm diatas
siku hingga bersih
3) Tahap 3
 Ambil clorhexidin 4 %
 Lumuru kembali tangan sampai ¾ lengan secara memutar
 Bersihkan tangan kanan,mulai menggosok telapak tangan, punggung
tangann kemudian seluruh jari secara berurutan selama 30 detik, setiap
jari digosok seolah mempuntai 4 sisi
 Bersihkan tangan kiri,mulai menggosok telapak tangan, punggung
tangann kemudian seluruh jari secara berurutan selama 30 detik, setiap
jari digosok seolah mempuntai 4 sisi
 Bilas kembali tangan dibwah air mengalir dari ujung jari hingga 5 cm
diatas siku hingga bersih
4) Tahap 4
 Ambil clorhexidin 4 %
 Lumuri kembali sampai pergelangan tangan, gosok tangan selama 1
menit untuk kedua tangan dengan tekhnik 6 langkah cuci tangan.
Kemudian bilas dibawah mengalir sampai bersih
 Pertahankan posisi tangan agar lebih tinggi dari siku dan menuju kamar
operasi
 Gunakan punggung untuk membuka kamar bedah
b. Mengeringkan telapak tangan dan punggung tangan dengan handuk steril pada
kedua tangan kemudian bentuk handuk menjadi segitiga untuk mengeringkan
tangan kiri lalu membalik handuk pada sisi lainnya untuk mengeringkan tangan
kanan.
c. Menggunakan jas operasi
1) Tahapan
 Angkat jas steril yang terlipat
 Pegang tepi lipatan jas ysng ada, buka jas didepan anda tetapi hanya
menyentuh bagian dalam jas

27
 Masukkan kedua tangan kedalam lubang tangan jas dan dan pastikan
jari tangan tidak keluar dari jas operasi
 Tali belakang diikat oleh perawat sirkuler
 Melakukan tekhik memakai sarung tangan tertutup
 Sebelumnya scrub nurse sudah membuka sarung tangan no. 6,5 di
meja linen
 Memakai sarung tangan steril dengan tahap pertama, yaitu ambil
sarung tangan kanan, balik, dan letakkan pada telapak tangan kanan,
jepit bagian bawah sarung tangan dengan jempol kanan dan pegang
bagian atas sarung tangan dengan tangan kiri lalu masukkan jari
tangan kanan kedalam sarung tangan dengan mempertahankan prinsip
steril, lakukan hal sama pada tangan kiri
 Rapikan sarung tangan kanan dan kiri, perhatikan agar manset selalu
di dalam sarung tangan.
 Membuka ikatan depan jas dan berikan ujungnya pada perawat
sirkuler untuk diambil dengan korentang, lalu kita ikat.
 Scrub nurse kemudian menarik ujung tali masker dan perawat sirkuler
mengikat tali masker di atas telinga.
d. Memasang sarung meja mayo dan melapisi meja mayo dengan duk steril
e. Mengambil peralatan steril yang telah di buka perawat sirkuler yaitu
palatoplasty dengan prinsip steril kemudian menyiapkannya pada meja mayo.
Peralatan yang disiapkan di meja mayo yaitu :
 Duk klem :4
 Pincet chirugie :1
 Pincet anatomi :1
 Pincet chirugie diatermi : 1
 Pincet anatomi diatermi : 1
 Haak palato :4
 Tangkai pisau no 4 :1
 Lagen haak :1
 Kocher :5
 Gunting benang : :1
 Gunting jaringan :1

28
 Klem bengkok sedang : 2
 Nald voeder :1
 RaspaGanda :1
 Raspa :1
 Breet beck :1
f. Menyiapkan 2 kassa polos dengan breadback pada kom berisi betadin 10%,
kemudian memberikan kepada Operator untuk melakukan aseptik dan
antiseptik pada area operasi
g. Melakukan drapping dengan operator
1) Tahapan
 Ambil laken kecil 2, yang satu laken untuk alas, 1 laken lagi untuk
kepala.
 Ambil laken bagian bawa insisi dengan cara: membawa lipatan duk
kemeja operasi dengan berdiri jauh dari meja, satu tangan memberikan
ujung lipatan duk keoperator bersama sama membentangkan dok diatas
pasien sehingga menutup bagian bawah daerah kulit yang telah
dilakukan antiseptik, menutup bagian bawah area insisi dengan duk
panjang steril
 Fiksasi ke empat sisi laken dengan menggunakan doek klem.
h. Memasang lina pen dan suction, ikat menggunakan kasa dan fiksasi dengan
duk klem
i. Mendekatkan meja mayo kemeja operasi dan menghitung kassa kecil = 10
disaksikan perawat sirkuler
j. Timeout pukul 11.00 wib
k. Menyiapkan kassa yang telah diberi alkohol 70 % dan memberikan kepada
operator untuk membersihkan daerah yang akan diinsisi kemudain memberikan
kassa kering
l. Tanggap terhadap isyarat tangan operator dalam memberikan isntrument serta
memperhatikan proses pembedahan
m. Operasi dimulai pukul 11.10 wib dengan tahapan:
 Memasang hak palato di mulut pasien bersama operator
 Memberikan spuit 1 cc dan Pehacain

29
 memberikan pisau operasi no. 15 menggunakan nirbeken kepada operator
untuk memulai incisi
 Memberikan pinset cirrughis 1 dan pinset cirugis diatermi kepada
operator dan asisten operator
 Memberikan klem bengkok sedang untuk menjepit daerah yang sudah
diinsisi
 Mengambil kembali instrument dan kassa yang sudah tidak dipakai
 Memberikan gunting jaringan
 Selasai dokter DPJP menginsisi daerah yang diberi tanda, berikan benang
jahit 4/0 kepada DPJP
n. Membuang kassa kotor delam tempat sampa infeksius
o. Menyiapkan benang jahit sesuai kebutuhan dalam keadaan siap
p. Mempertahankan instrument steril tersusun rapi dan bersih dari darah
q. Menghitung jumlah kassa, bisturi, jarum serta intrument yang dipakai dan
memeriksa kelengkapannya disaksikan oleh perawat sirkuler dan memberitahu
kelengkapannya kepada operator sebelum luka ditutup
r. Selesai operasi, area operasi dibersihkan dengan aqua steril menggunakan
kassa, kemudian dengan kassa kering.
s. Setelah luka ditutup buka duk klem pada linen dan rapikan linen
t. Merapikan instrumen dan linen kotor, membuat catatan instrument yang
dipakai dan diserahterimakan pada petugas TSSU
u. Melepas jas operasi dan sarung tangan dan cuci tangan
v. Operasi selesai pukul 13.00 wib

3. Asuhan keperawatan intra operatif


a. Analisa data

No Data Problem Etiologi


1. Ds : Resiko cidera Pemakaian
Do : tertinggal benda medical supply
 N : 127 x/m,RR : 20 x/m S : 36 asing
 Kesadaran pasien dalam narkose
 Terpasang infus ditangan kanan

30
 Terpasang elektroda pada paha
kiri
 Posisi pasien dengan kepala
ektensi dan bahu diberi ganjalan
 Pemakaian diatermi
 Ada 1 tampon kassa didalam
mulut pasien.
 Pasien di berikan suntikan PH
Caint oleh operator.
 Terpasang ETT
 Terpasang suction
 Penggunaan instrument bedah
 Terdapat instrument bedah dekat
dengan pasien
 Lama operasi ± 2 jam
2. DS : Resiko Pendarahan Proses
DO : pembedahan
 Terpasang spongosatan
 Menggunakan suction
 DPJP memberikan suntikan
Pehacain
 Terpasang tampon kassa dimulut
pasien
 N : 127 x/m
 Hb: 12,0
 Lama operasi 2 jam
 Umur : 2,7 tahun
 Pendarahan : ± 30 cc

31
b. Rencana Keperawatan

No Diagnos Kep Tujuan dan KH Intervensi


1 Resiko cidera Setelah dilakukan asuhan  Lakukan time out
tertinggal benda keperawatan 1x 2 jam  Pastikan posisi pasien
asing b.d Pemakaian resiko cidera tertinggalnya sesuai dengan tindakan
medical supply benda asing tidak terjadi operasi
dengan kriteria hasil:  Cek integritas kulit
 Pasien tidak mengalami  Cek daerah penekanan
cedera selama operasi
 Tanda - tanda cedera  Pasang penghantar
tidak ada elektroda
 Intergritas kulit utuh  Hitung jumlah kassa,
 Sumbatan jalan nafas bisturi, tampon kassa dan
tidak terjadi instrument
 Pernapasan spontan  Ingatkan ke DPJP untuk
 Saturasi 100 % mengambil tampon
 Pemakaian intrument,  Laporkan ke DPJP
jarum, pisau, tampon jumlah tampon kassa,
kassa, kassa sebelum kassa, bisturi, jarum dan
dan sesudah operasi intrument
lengkap  Lakukan sign out
2. Resiko Pendarahan Setelah dilakukan asuhan  Kolaborasi dengan DPJP
b.d proses keperawatan 1x 2 jam dalam pemberikan
pendarahan resiko pendarahan tidak injeksi PHcain
terjadi dengan kriteria hasil:  Kolaborasi dengan DPJP
 HB Normal dalam pemasangan
 Pendarahan kurang spongostan
dari 50 cc  Pasang tampon
 Vital sign dalam  Pantau vital sign
batas normal  Ingatkan DPJP untuk
menghitung pendarahan

32
c. Implementasi dan Evaluasi
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
Kep
1 Resiko cidera  Melakukan time out S:
tertinggal  Mengatur posisi pasien yaitu O:
benda asing pasien dengan kapala  Time out pukul 11.00 wib
b.d ektensi dengan bahu diberi  Posisi pasien kepala ektensi
Pemakaian ganjalan  Integritas kulit utuh
medical  Mengecek integritas kulit  Sumbatan jalan nafas tidak
supply  Memasang penghantar terjadi
elektroda dipaha kiri  Pernapasan spontan
 mengingatkan ke DPJP  Saturasi 100 %
untuk mengambil tampon  Elektroda terpasang dipaha kiri
 Menghitung jumlah kassa,  DPJP sudah mengambil
bisturi, jarum dan tampon kasa 1
instrument, tampon kassa:  Instrument lengkap. Tampon
tampon kassa : 1 kassa : 1, Kassa polos sebelum
Kassa polos sebelum: 20, 20, kassa polos sesudah 20,
Kassa polos sesudah 20, bisturi 1, jarum 2, Duk klem :
bisturi 1, jarum 2, Duk klem 4, Pinset cirugis : 1, Pinset
: 4, Pinset cirugis : 1, Pinset anatomi : 1,Pinset cirugis
anatomi : 1,Pinset cirugis diatermi : 1, Pinset anatomi
diatermi : 1, Pinset anatomi diatermi : 1, Hak palato : 4,
diatermi : 1, Hak palato : 4, Tangkai pisau no 4 : 1, Gunting
Tangkai pisau no 4 : 1, benang : 1, Gunting jaringan : 1
Gunting benang : 1, , Klem bengkok sedang : 2,
Gunting jaringan : 1 Needle holder : 1, Raspa
, Klem bengkok sedang : 2, Ganda : 1, Raspa : 1, Breagbak
Needle holder : 1, :1
RaspaGand : 1, Raspa : 1,  Jumlah kassa, bisturi, jarum
Brigbak : 1 dan instument sudah dilaporkan
 Melaporkan keDPJP bahwa keDPJP
kassa, bisturi, jarum dan  Tampon telah dilepaskan dari

33
intrument lengkap mulut pasien.
 Melakukan sign out  Sign out pukul 13.00 wib
A:
 Masalah teratasi
P:
 Intervensi dihentikan
2 Resiko  berkolaborasi dengan DPJP S:-
Pendarahan dalam pemberikan injeksi O:
b.d proses PHcain  Perdarahan ± 30cc
pendarahan  berkolaborasi dengan DPJP  HR : 125 x/i
dalam pemasangan  RR : 20 x/i
spongostan  S : 36,5*C
 DPJP memasang tampon  Tampon sudah dilepas
 memantau vital sign A : masalah teratasi sebagian
 mengingatkan DPJP untuk P : intervensi dilanjutkan di
menghitung pendarahan ruangan

D. DATA POST OPERATIF


1. Pengkajian
Pukul 13.00 wib mulai di bangunkan, kesadaran masih pengaruh anastesi dan
tampak memberontak. Pasien sering bergerak, P: 126 x/m, R: 20 x/m, S: 36 °C,
terpasang infus asering 500 cc, elektroda udah dilepas, pasien masih puasa.
Pendarahan ± 5 cc, luka operasi sudah ditutup. Pasien didampingi selama pasien
belum tenang. Meja operasi dalam keadaan terkunci. Pasien dipindahkan ddengan
cara digendong dari ruang operasi keruang RR

2. Analisa data

No Data Problem Etiologi


1 Ds : Resiko jatuh Efek Anastesi
Do :
 N : 124 x/m,RR : 18 x/m

34
 Pasien tampak memberontak
 Dampingi pasien selama pasien
belum tenang
 Pasein sering bergerak,
 Terpasang infus asering 500 cc
 Meja operasi dalam keadaan
terkunci
 Pasien dipindahkan dengan cara
digendong dari ruang operasi
keruang RR

3. Rencana asuhan keperawatan

DIAGNOSA KEP. Tujuan dan KH Intervensi


Resiko jatuh Setelah dilakukan asuhan  Atur posisi pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 1x15 menit  Cek daerah penekanan
efek anastesi jatuh tidak terjadi dengan kriteria selama operasi
hasil :  Cek integritas klit
 Integritas kulit utuh  Pasang tali pengaman/
 Pasien tidak gelisah rest train

4. Implementasi dan evaluasi


No Diagnosa Kep Implementasi Evaluasi
1 Resiko jatuh  Mengatur posisi pasien S:
berhubungan dengan supine O:
efek anastesi  Mengecek daerah  N : 127 x/m,
penekanan selama operasi RR : 20 x/m
 Mengecek integritas kulit  Posisi pasien supine
 Memindahkan Pasien dari  Daerah penekanan
ruang OK II keruang aman
pemulihan dengan cara  Pasien dipindahkan
digendong. keruang RR dengan

35
cara digendong
 Integritas kulit utuh
 Luka sudah tertutup
A:
 Masalah teratasi
sebagian
P:
 Intervensi di lanjutkan
diruang RR

E. DISCHARGE PLANNING
1) Observasi vital sign setiap 15 menit sampai dengan 2 jam post Op
2) Peringatkan pasien untuk tidak mengangkat kepala dan mempertahankan posisi
kepala lebih tinggi dari kaki sapai dengan 24 jam post op.
3) Makan/minum boleh sedikit-sediki bila tidak mual.
4) Berikan obat-obatan sesuai intruksi dari DPJP.
5) Observasi balutan luka operasi khususnya perdarahan.
6) Perawatan Instrument di TSSU

36
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PRE OPERATIF
Pasien datang bersama orang tua ke RSPAD rawat jalan anak pada tanggal 15
september 2018 dengan keluhan ada celah pada langit langit sejak lahir. Pernafasan
spontan, kesadaran compos mentis, GCS : E 4 V 5 M 6, N : 127, S : 36 °C, RR : 20x/m.
Diruang penerimaan OK, saat dilakukan pengkajian orang tua pasien merasa
cemas Ibunya mengatakan anaknya terus menangis, Ibu mengatakan cemas tentang
keberhasilan tindakan operasi , Ibu pasien mengatakan Pasien merupakan anak ke dua,
Orang tua pasien tampak cemas saat anak nya memasuki ruangan A, Orang tua pasien
tampak bingung, Anak tampak menangis, Anak puasa sejak pukul 03.00 wib. Sehingga
diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu cemas berhubungan dengan Kurang nya
pengetahuan tentang prosedur operasi. Implementasi yang akan dilakukan yaitu
Melakukan komunikasi terapeutik dengan keluarga pasien, Meminta ijin ke ibu pasien
untuk menggendong anaknya, Memberikan sentuhan keanak dan ibu pasien,
Menggendong anak keruang operasi dengan selimut pasien, Melakukan sign in. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan ibu pasien mengijinkan anaknya untuk digendong
perawat masuk keruag operasi, Keluarga pasien tampak tidak cemas lagi, Keluarga
pasien mulai mengerti dan paham, Sign in pikul 10.45 wib, Masalah teratasi, Intervensi
dihentikan

B. INTRA OPERATIF
Pasien masuk keruang OK II Pukul 10.30 wib, sebelum dilakukan tindakan
anastesi, perawat membacakan sign in terlebih dahulu dan berdoa bersama sama agar

37
operasi berjalan lancar, kemudian memperkenalkan diri dan dokter yang akan
melakukan tindakan operasi. Diruang operasi klien dilakukan anastesi umum dengan
posisi supine. Semua persiapan intra operatif mempertahankan sterilitas baik instrument
maupun pasien dengan drapping, area insisi didesinfeksi terlebih dahulu dengan cairan
iodine 10 %, kemudian lakukan drapping, selanjutnya area yang dan selanjutnya area
yang sudah diberi site marking di desinfeksi dengan alkohol 70%, barulah setelah itu
insisi dilakukan.
Time out mulai dilakukan pada pukul 11.00 WIB. Operator, asisten operator
dan instrumentator melakukan cuci tangan bedah dan memakai jas operasi dan sarung
tangan steril, Melakukan time out, memastikan posisi pasien sesuai dengan tindakan
operasi, menevaluasi integritas kulit, mengevaluasi daerah penekanan selama operasi,
memasang penghantar elektroda dengan benar, menhitung jumlah kassa, bisturi,
tampon kassa dan instrument, kemudian mengingatkan ke DPJP untuk mengambil
tampon, selanjutnya melaporkan ke DPJP jumlah tampon kassa, kassa, bisturi, jarum
dan intrument sebelum dan sesudah operasi sudah lengkap. Resiko cidera tertinggal
benda asing tidak terjadi. Berkolaborasi dengan DPJP dalam pemberikan injeksi
Phcain, berkolaborasi dengan DPJP dalam pemasangan spongostan, DPJP memasang
tampon, memantau vital sign, mengingatkan DPJP untuk menghitung pendarahan.
Resiko pendarahan tidak terjadi. Operasi ini memakan waktu lebih kurang 2 jam yaitu
dari pukul 11.10 WIB S.D 13.00 WIB. Setelah operasi selesai intervensi keperawatan
dilanjutkan di ruang recovery room. Sebelum meninggalkan ruangan dilakukan sign out
terlebih dahulu, sign out dilakukan pada pukul 13.00 WIB.

C. POST OPERATIF
Setelah selesai operasi, Pasien tampak memberontak, N : 124 x/m,RR : 18
x/m. Dampingi pasien selama pasien belum tenang, Pasein sering bergerak, Terpasang
infus asering 500 cc, Meja operasi dalam keadaan terkunci, Pasien dipindahkan dengan
cara digendong dari ruang operasi keruang RR, sehingga diagnosa keperawatan resiko
jatuh yang muncul. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mengatur posisi pasien
supine, Mengecek daerah penekanan selama operasi, Mengecek integritas kulit,
Memindahkan Pasien dari ruang OK II keruang operasi dengan cara digendong.
Masalah teratasi sebagian. Intervensi di lanjutkan diruang RR

38
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Labio palatoshizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit – langit
rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan
bibir dan langit – langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan
mesuderm pada saat kehamilan.
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi selanjutny
adalah menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini mungkin ( 15 – 24
bulan) sebelum anak mampu berbicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum
membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, seringkali hasil operasi
dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal ( tidak sengau ) sulit dicapai.
Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat dilakukan
laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki
fonasi, biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah alveolus
atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur pertumbuhan gigi di kanan
kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil dari dari bagian spongius kista iliaca.
Tindakan operasi terakhir yang mungkin perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang –
tulang muka mendekatiselesai, pada umur 15 – 17 tahun.

B. SARAN
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan mampu memberikan pelayanan yang komprehensif untuk meningkatkan
kualitas pelayanan
2. Bagi penulis

39
Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan kamar operasi secara
komprehensif dan integrasi dengan tim medis lainnya
3. Bagi perserta pelatihan
a. Menggali dan menerapkam asuhan keperawatan perioperatif secara lebih
mendalam
b. Mampu menerapkan prosedur yang berlaku dikamar operasi
c. Memiliki sikap menjaga sterilitas, jujur, cepat, tepat, dan benar
d. Mampu menjelaskan secara rasional penggunaan intrumen, benang, dan jarum
pada prosedur pembedahan

40

Anda mungkin juga menyukai