Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum sebab kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah (Wijayanti, 2008). Menurut Tarigan dan Sinulingga (2006), klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Glumiflorae Famili : Graminae Genus : Saccharum Spesies : Saccharum officinarum L. Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3 - 5 meter atau lebih. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih dan keabu-abuan. Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang masih muda. Ruas-ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat duduk daun. Pada ketiak daun terdapat sebuah kuncup yang biasa disebut “mata tunas”. Bentuk ruas batang dan warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah satu ciri dalam pengenalan varietas tebu (Wijayanti, 2008). Tebu memilki daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja. Daun berkedudukan pada pangkal buku. Panjang helaian daun antara 1-2 meter, sedangakan lebar 4 -7 cm, dan ujung daunnya meruncing. Pelepah tumbuh memanjang menutupi ruas. Pelepah juga melekat pada batang dengan posisi duduk berselang seling pada buku dan melindungi mata tunas (Supriyadi, 1992). Tanaman tebu memiliki akar setek yang disebut juga akar bibit, tidak berumur panjang, dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini berasal dari cincin akar dari setek batang, disebut akar primer. Kemudian pada tanaman tebu muda akan tumbuh akar tunas. Akar ini merupakan pengganti akar bibit, berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman tebu tumbuh (James, 2004). 2.2 Review Jurnal Tentang Pengaruh Metode Pemberian Pupuk Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu 1. Jurnal “ Pertumbuhan, Produktivitas, dan Rendemen Pertanaman Tebu Pertama (Plant Cane) Pada Berbagai Paket Pemupukan” Sebanyak tujuh paket dosis pemupukan, yaitu: 1) 600 kg pupuk anorganik majemuk baru + 100 kg pupuk ZA; 2) 900 kg pupuk anorganik majemuk baru + 150 kg pupuk ZA; 3) 1.200 kg pupuk anorganik majemuk baru + 150 kg pupuk ZA; 4) 900 kg pupuk anorganik majemuk baru + 3 ton pupuk organik berjenis A; 5) 900 kg pupuk anorganik majemuk baru + 3 ton pupuk organik berjenis B; 6) 600 kg pupuk anorganik majemuk lama tipe I + 300 kg pupuk ZA; dan 7) 600 kg pupuk anorganik majemuk lama tipe II + 500 kg pupuk anorganik tunggal. Perlakuan paket pupuk disusun dalam rancangan acak kelompok dan diulang tiga kali. Setiap perlakuan dalam satu ulangan terdiri atas 20 juring @ 10 m. Aplikasi pemupukan I, yaitu pupuk anorganik majemuk dan pupuk organik sesuai dosis perlakuan dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan. Aplikasi pemupukan II, yaitu pupuk anorganik tunggal (ZA) sesuai dosis perlakuan diberikan pada saat tanaman berumur tiga bulan setelah tanam. Pengamatan dilakukan terhadap parameter pertumbuhan, produktivitas, dan rendemen. Pengamatan pertumbuhan dilakukan menjelang panen ketika tanaman berumur 10 bulan setelah tanam dengan mengukur tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, diameter batang, panjang batang, panjang ruas batang, dan jumlah batang/m juringan. Pengamatan komponen produksi dilakukan pada saat panen dengan mengukur bobot batang, produktivitas, rendemen, dan produksi hablur. Hasil:
Pertumbuhan, produktivitas, dan rendemen pertanaman tebu PC
dipengaruhi oleh berbagai paket dosis dan jenis pemupukan yang diberikan (Tabel 1). Paket pemupukan nomor 2, 3, 5, dan 7 menghasilkan bobot batang yang cenderung lebih tinggi. Adapun paket pemupukan nomor 2, 3, dan 7 menghasilkan jumlah batang/m juring dan produktivitas tebu yang cenderung lebih tinggi.
Penggunaan pupuk majemuk baru dalam paket pemupukan
pertanaman tebu PC dapat menghasilkan panjang ruas batang sebesar 1,26% lebih panjang dan jumlah ruas batang terbentuk yang tidak berbeda dengan penggunaan pupuk majemuk lama. Kondisi yang demikian menyebabkan panjang batang dan bobot batang yang dihasilkan pupuk majemuk baru lebih panjang 3,9% dan lebih berat 4,5% dibanding pupuk majemuk lama (Tabel 2).
Paket penggunaan pupuk majemuk baru sebanyak 900 kg/ha,
penambahan pupuk anorganik tunggal sebanyak 133 kg ZA/ha menghasilkan pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan produksi hablur yang lebih tinggi dibanding dengan penambahan 3 ton pupuk organik/ha (Tabel 3).
Dalam paket penggunaan pupuk majemuk baru, penambahan
pupuk anorganik berdosis 150 kg ZA/ha menghasilkan jumlah batang/m juring sebanyak 15,04% lebih banyak dan produktivitas tebu sebanyak 12,0% lebih tinggi dibanding penambahan 100 kg ZA/ha (Tabel 4). Perbedaan jenis pupuk organik yang diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk majemuk baru tidak menyebabkan perbedaan produktivitas, rendemen, dan produksi hablur yang dihasilkan (Tabel 5). Hal tersebut terjadi sebagai akibat adanya perbedaan pengaruh kedua jenis pupuk organik terhadap jumlah batang/m juring dan bobot batang. Pupuk organik jenis A mampu meningkatkan jumlah batang/m juring sedangkan pupuk organik jenis B mampu meningkatkan bobot batang tebu. 2. Jurnal “Pengaruh Pupuk Organik Pada Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP 2 dan GMP3 Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial, yang terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu dosis pupuk organik dan varietas tebu.Faktor pertama adalah perlakuan dosis pupuk organik yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0 kg.ha-1 (kontrol), 500 kg.ha-1 (setara dengan 5,5 g.polibag-1), 1000 kg.ha-1 (setara dengan 11 g.polibag- 1), 1500 kg.ha-1 (setara dengan 16,5 g.polibag-1), dan 2000 kg.ha-1 (setara dengan 22 g.polibag-1). Faktor kedua adalah varietas tanaman tebu, yaitu varietas GMP 2 dan GMP 3. Dalam penelitian ini terdapat 10 kombinasi perlakuan, setiap perlakuan terdapat 1 duplo, dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga penelitian ini terdapat 60 satuan percobaan. Hasil pengamatan yang berupa data pertumbuhan dianalisis dengan sidik ragam. Selanjutnya apabila pada uji F terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil:
Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi batang tebu pada perlakuan
tanpa pupuk organik, lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang diberi pupuk organik. Perlakuan dosis pupuk organik 1000 kg.ha-1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk organik 1500 kg.ha-1 dan 2000 kg.ha-1.
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun tebu pada perlakuan
tanpa pupuk organik lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan yang diberi pupuk organik. Perlakuan dosis pupuk organik 1000 kg.ha-1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk organik 1500 kg.ha-1 dan 2000 kg.ha-1. Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah anakan tebu varietas GMP 3 dengan rerata 8,33 batang, lebih banyak dibandingkan dengan varietas GMP 2.
Tabel 4 menunjukkan bahwa diameter batang tebu varietas GMP 2
dengan rerata 1,88 cm , lebih besar dibandingkan varietas GMP 3. Tabel 5 menunjukkan bahwa berat kering brangkasan tebu pada perlakuan tanpa pupuk organik lebih kecil dibandingkan dengan perlakukan yang diberi pupuk organik. Perlakuan dosis pupuk organik 1000 kg.ha-1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk organik 1500 kg.ha-1 dan 2000 kg.ha-1. 3. Jurnal “Respon Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Ratoon 1 Terhadap Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik” Penelitian disusun secara faktorial dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Faktor pertama adalah empat aras dosis pupuk organik, yaitu: Oo = 0 kg.ha-1; O1 = 500 kg.ha-1; O2 = 750 kg.ha-1; O3 = 1000 kg.ha-1, dan faktor ke dua terdiri dari tiga aras dosis pupuk anorganik, A1 = 0% ; A2 = 25% ; A3 = 50% dari dosis anjuran Gunung Madu. Tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga didapat satuan percobaan sebanyak: 4 x 3 x 3 = 36 unit percobaan. Hasil:
Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman tebu pada perlakuan
A3 lebih tinggi dengan rerata 3,42, Dibandingkan dengan perlakuan A1 dengan rerata 2,82. Tabel 2 menunjukkan bahwa panjang daun pada perlakuan A3 lebih panjang dengan rerata 1,72, Dibandingkan dengan perlakuan A2 dengan rerata 1,59.
Tabel 3 menunjukkan bahwa diameter pada perlakuan A3 lebih
besar dengan rerata 2,72, Dibandingkan dengan perlakuan A1 dengan rerata 2,42. Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah anakan pada perlakuan A2 lebih banyak dengan rerata 0,49, Dibandingkan dengan perlakuan A3 dengan rerata 0,32.
Tabel 5 menunjukkan bahwa klorofil daun pada perlakuan A3
lebih tinggi dengan rerata 41,12, Dibandingkan dengan perlakuan A1 dengan rerata 39,40. Dari ketiga jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh berbagai pemberian dosis pupuk sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu. Bukan hanya hal tersebut, pengaruh pemberian pupuk dapat dikatakan berpengaruh dapat didukung dengan faktor morfoloi tanaman tebu, varietas tanaman tebu, syarat tumbuh, dan faktor lingkungan pada tanaman tebu. DAFTAR PUSTAKA Tarigan, B. Y. dan J. N. Sinulingga, 2006. Laporan Praktek Kerja Lapangan di Pabrik Gula Sei Semayang PTPN II Sumatera Utara. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Wijayanti, W. A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.)
di, Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Supriyadi, A., 1992. Rendemen Tebu. Kanisius, Yogyakarta.
James, G. 2004. Sugarcane. Blackwell Publishing Company. Oxford OX4 2Dq,