Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tebu


Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili
Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies
paling penting dalam genus Saccharum sebab kandungan sukrosanya paling tinggi
dan kandungan seratnya paling rendah (Wijayanti, 2008).
Menurut Tarigan dan Sinulingga (2006), klasifikasi ilmiah dari tanaman
tebu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Glumiflorae
Famili : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi, tidak bercabang dan
tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3 - 5
meter atau lebih. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih dan
keabu-abuan. Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang masih muda. Ruas-ruas
batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat duduk daun. Pada ketiak
daun terdapat sebuah kuncup yang biasa disebut “mata tunas”. Bentuk ruas batang
dan warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah satu ciri dalam
pengenalan varietas tebu (Wijayanti, 2008).
Tebu memilki daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari helai daun dan
pelepah daun saja. Daun berkedudukan pada pangkal buku. Panjang helaian daun
antara 1-2 meter, sedangakan lebar 4 -7 cm, dan ujung daunnya meruncing.
Pelepah tumbuh memanjang menutupi ruas. Pelepah juga melekat pada batang
dengan posisi duduk berselang seling pada buku dan melindungi mata tunas
(Supriyadi, 1992).
Tanaman tebu memiliki akar setek yang disebut juga akar bibit, tidak
berumur panjang, dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini
berasal dari cincin akar dari setek batang, disebut akar primer. Kemudian pada
tanaman tebu muda akan tumbuh akar tunas. Akar ini merupakan pengganti akar
bibit, berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman tebu
tumbuh (James, 2004).
2.2 Review Jurnal Tentang Pengaruh Metode Pemberian Pupuk Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Tebu
1. Jurnal “ Pertumbuhan, Produktivitas, dan Rendemen Pertanaman
Tebu Pertama (Plant Cane) Pada Berbagai Paket Pemupukan”
Sebanyak tujuh paket dosis pemupukan, yaitu: 1) 600 kg pupuk
anorganik majemuk baru + 100 kg pupuk ZA; 2) 900 kg pupuk anorganik
majemuk baru + 150 kg pupuk ZA; 3) 1.200 kg pupuk anorganik majemuk
baru + 150 kg pupuk ZA; 4) 900 kg pupuk anorganik majemuk baru + 3
ton pupuk organik berjenis A; 5) 900 kg pupuk anorganik majemuk baru +
3 ton pupuk organik berjenis B; 6) 600 kg pupuk anorganik majemuk lama
tipe I + 300 kg pupuk ZA; dan 7) 600 kg pupuk anorganik majemuk lama
tipe II + 500 kg pupuk anorganik tunggal. Perlakuan paket pupuk disusun
dalam rancangan acak kelompok dan diulang tiga kali. Setiap perlakuan
dalam satu ulangan terdiri atas 20 juring @ 10 m. Aplikasi pemupukan I,
yaitu pupuk anorganik majemuk dan pupuk organik sesuai dosis perlakuan
dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan. Aplikasi pemupukan II,
yaitu pupuk anorganik tunggal (ZA) sesuai dosis perlakuan diberikan pada
saat tanaman berumur tiga bulan setelah tanam. Pengamatan dilakukan
terhadap parameter pertumbuhan, produktivitas, dan rendemen.
Pengamatan pertumbuhan dilakukan menjelang panen ketika tanaman
berumur 10 bulan setelah tanam dengan mengukur tinggi tanaman, jumlah
daun, panjang dan lebar daun, diameter batang, panjang batang, panjang
ruas batang, dan jumlah batang/m juringan. Pengamatan komponen
produksi dilakukan pada saat panen dengan mengukur bobot batang,
produktivitas, rendemen, dan produksi hablur.
Hasil:

Pertumbuhan, produktivitas, dan rendemen pertanaman tebu PC


dipengaruhi oleh berbagai paket dosis dan jenis pemupukan yang
diberikan (Tabel 1). Paket pemupukan nomor 2, 3, 5, dan 7 menghasilkan
bobot batang yang cenderung lebih tinggi. Adapun paket pemupukan
nomor 2, 3, dan 7 menghasilkan jumlah batang/m juring dan produktivitas
tebu yang cenderung lebih tinggi.

Penggunaan pupuk majemuk baru dalam paket pemupukan


pertanaman tebu PC dapat menghasilkan panjang ruas batang sebesar
1,26% lebih panjang dan jumlah ruas batang terbentuk yang tidak berbeda
dengan penggunaan pupuk majemuk lama. Kondisi yang demikian
menyebabkan panjang batang dan bobot batang yang dihasilkan pupuk
majemuk baru lebih panjang 3,9% dan lebih berat 4,5% dibanding pupuk
majemuk lama (Tabel 2).

Paket penggunaan pupuk majemuk baru sebanyak 900 kg/ha,


penambahan pupuk anorganik tunggal sebanyak 133 kg ZA/ha
menghasilkan pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan produksi hablur
yang lebih tinggi dibanding dengan penambahan 3 ton pupuk organik/ha
(Tabel 3).

Dalam paket penggunaan pupuk majemuk baru, penambahan


pupuk anorganik berdosis 150 kg ZA/ha menghasilkan jumlah batang/m
juring sebanyak 15,04% lebih banyak dan produktivitas tebu sebanyak
12,0% lebih tinggi dibanding penambahan 100 kg ZA/ha (Tabel 4).
Perbedaan jenis pupuk organik yang diberikan bersamaan dengan
pemberian pupuk majemuk baru tidak menyebabkan perbedaan
produktivitas, rendemen, dan produksi hablur yang dihasilkan (Tabel 5).
Hal tersebut terjadi sebagai akibat adanya perbedaan pengaruh kedua jenis
pupuk organik terhadap jumlah batang/m juring dan bobot batang. Pupuk
organik jenis A mampu meningkatkan jumlah batang/m juring sedangkan
pupuk organik jenis B mampu meningkatkan bobot batang tebu.
2. Jurnal “Pengaruh Pupuk Organik Pada Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP 2 dan
GMP3
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
pola faktorial, yang terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu dosis pupuk
organik dan varietas tebu.Faktor pertama adalah perlakuan dosis pupuk
organik yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0 kg.ha-1 (kontrol), 500 kg.ha-1
(setara dengan 5,5 g.polibag-1), 1000 kg.ha-1 (setara dengan 11 g.polibag-
1), 1500 kg.ha-1 (setara dengan 16,5 g.polibag-1), dan 2000 kg.ha-1
(setara dengan 22 g.polibag-1). Faktor kedua adalah varietas tanaman
tebu, yaitu varietas GMP 2 dan GMP 3. Dalam penelitian ini terdapat 10
kombinasi perlakuan, setiap perlakuan terdapat 1 duplo, dan setiap
perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga penelitian ini terdapat 60
satuan percobaan. Hasil pengamatan yang berupa data pertumbuhan
dianalisis dengan sidik ragam. Selanjutnya apabila pada uji F terdapat
perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT)
pada taraf 5%.
Hasil:

Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi batang tebu pada perlakuan


tanpa pupuk organik, lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang
diberi pupuk organik. Perlakuan dosis pupuk organik 1000 kg.ha-1 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk organik 1500 kg.ha-1 dan
2000 kg.ha-1.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun tebu pada perlakuan


tanpa pupuk organik lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan yang
diberi pupuk organik. Perlakuan dosis pupuk organik 1000 kg.ha-1 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk organik 1500 kg.ha-1 dan
2000 kg.ha-1.
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah anakan tebu varietas GMP 3
dengan rerata 8,33 batang, lebih banyak dibandingkan dengan varietas
GMP 2.

Tabel 4 menunjukkan bahwa diameter batang tebu varietas GMP 2


dengan rerata 1,88 cm , lebih besar dibandingkan varietas GMP 3.
Tabel 5 menunjukkan bahwa berat kering brangkasan tebu pada
perlakuan tanpa pupuk organik lebih kecil dibandingkan dengan
perlakukan yang diberi pupuk organik. Perlakuan dosis pupuk organik
1000 kg.ha-1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk organik
1500 kg.ha-1 dan 2000 kg.ha-1.
3. Jurnal “Respon Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L.) Ratoon 1 Terhadap Pemberian Kombinasi Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik”
Penelitian disusun secara faktorial dengan menggunakan rancangan
acak kelompok (RAK). Faktor pertama adalah empat aras dosis pupuk
organik, yaitu: Oo = 0 kg.ha-1; O1 = 500 kg.ha-1; O2 = 750 kg.ha-1;
O3 = 1000 kg.ha-1, dan faktor ke dua terdiri dari tiga aras dosis pupuk
anorganik, A1 = 0% ; A2 = 25% ; A3 = 50% dari dosis anjuran Gunung
Madu. Tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga didapat satuan percobaan
sebanyak: 4 x 3 x 3 = 36 unit percobaan.
Hasil:

Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman tebu pada perlakuan


A3 lebih tinggi dengan rerata 3,42, Dibandingkan dengan perlakuan A1
dengan rerata 2,82.
Tabel 2 menunjukkan bahwa panjang daun pada perlakuan A3
lebih panjang dengan rerata 1,72, Dibandingkan dengan perlakuan A2
dengan rerata 1,59.

Tabel 3 menunjukkan bahwa diameter pada perlakuan A3 lebih


besar dengan rerata 2,72, Dibandingkan dengan perlakuan A1 dengan
rerata 2,42.
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah anakan pada perlakuan A2
lebih banyak dengan rerata 0,49, Dibandingkan dengan perlakuan A3
dengan rerata 0,32.

Tabel 5 menunjukkan bahwa klorofil daun pada perlakuan A3


lebih tinggi dengan rerata 41,12, Dibandingkan dengan perlakuan A1
dengan rerata 39,40.
Dari ketiga jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh
berbagai pemberian dosis pupuk sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu. Bukan hanya hal tersebut,
pengaruh pemberian pupuk dapat dikatakan berpengaruh dapat didukung
dengan faktor morfoloi tanaman tebu, varietas tanaman tebu, syarat
tumbuh, dan faktor lingkungan pada tanaman tebu.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, B. Y. dan J. N. Sinulingga, 2006. Laporan Praktek Kerja Lapangan di
Pabrik Gula Sei Semayang PTPN II Sumatera Utara. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wijayanti, W. A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.)


di, Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur. (Skripsi). Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Supriyadi, A., 1992. Rendemen Tebu. Kanisius, Yogyakarta.

James, G. 2004. Sugarcane. Blackwell Publishing Company. Oxford OX4 2Dq,


UK. 216 hlm.

Anda mungkin juga menyukai