Laporan Minipro Full-Aldino Edit
Laporan Minipro Full-Aldino Edit
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibu dan anak merupakan salah satu kategori kelompok yang berisiko terhadap
berbagai masalah kesehatan yang menyebabkan kematian.1 Salah satu upaya yang telah
dilakukan oleh pemerintah utamanya untuk menekan angka kesakitan dan angka
kematian ibu, neonatal, dan balita adalah dengan memberikan edukasi melalui
penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA). Melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 284/MENKES/SK/III/2004 tentang Buku Kesehatan Ibu dan
Anak, Menteri Kesehatan RI pada waktu itu Dr. Achmad Sujudi memutuskan dalam
diktum pertama bahwa Buku KIA dijadikan buku pedoman resmi yang wajib dimiliki
oleh ibu dan anak. Sebagai buku resmi, buku KIA ditetapkan sebagai alat pencatatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak sejak ibu hamil, melahirkan, dan selama masa nifas
hingga bayi yang dilahirkan berusia usia 5 tahun, termasuk pencatatan pelayanan
keluarga berencana (KB), imunisasi, gizi, dan pemantauan tumbuh kembang anak.2
Buku KIA juga berfungsi sebagai alat komunikasi antara tenaga kesehatan
dengan tenaga kesehatan dan antara tenaga kesehatan dengan ibu dan keluarga, sebagai
alat penyuluhan dan media edukasi kesehatan ibu dan anak, yang dapat digunakan di
semua fasilitas kesehatan di Indonesia.2 Pemanfaatan buku KIA ini merupakan salah
satu program prioritas di Indonesia yang sejalan dengan Proyek Fase II kerjasama antara
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dengan Japan International Cooperation
Agency (JICA) “Ensuring Maternal and Child Health (MCH) Services with the MCH
Handbook” yang berlangsung pada 1 Oktober 2006 sampai 30 September 2009.3 Proyek
tersebut bertujuan mengembangkan model peningkatan penggunaan buku KIA oleh
masyarakat melalui Kelas Ibu Balita.
1
isi buku KIA masih tergolong kurang baik.4 Selaras dengan upaya meningkatkan
pemanfaatan buku KIA pemerintah mulai mengenalkan program Kelas Ibu Balita
dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam
pelaksanaan pemantauan tumbuh kembang anak.5 Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa, pengetahuan yang baik dalam pemahaman mengenai buku KIA berkorelasi
positif dengan kontinuitas pelayanan kesehatan yang didapatkan semenjak ibu menjalani
kehamilan hingga anak menginjak usia 5 tahun yang ditandai dengan menurunnya angka
anak gizi kurang dan stunting.6
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka sangat perlu mengajari ibu perihal
permasalahan yang sehari-hari ditemui saat membesarkan anak, salah satu solusinya
yaitu melalui penyelenggaraan Kelas Ibu Balita. Kelas Ibu Balita ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari Kelas Ibu Hamil yang ditujukan bagi ibu yang memiliki anak
balita usia 0-59 bulan. Kelas Ibu Balita merupakan suatu aktivitas belajar kelompok
dalam suatu kelas dengan anggota beberapa ibu yang memiliki anak balita (usia 0-59
bulan) dibawah bimbingan satu atau beberapa fasilitator (pengajar) dengan dasar materi
dari buku KIA sebagai pedoman dan alat pembelajaran utama.7 Pada pelaksanaan di
lapangan Kelas Ibu dan Balita juga menggunakan lembar balik sebagai media
pembelajaran bantu yang interaktif.7
Kelas Ibu Balita pertama kali dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat pada 2009 yang menyasar para ibu atau keluarga yang mempunyai bayi
dan/atau anak berusia hingga lima tahun untuk mendukung program kesehatan balita.
Fokus awal dibentuknya kelas ibu balita adalah kesehatan bayi, karena angka kematian
bayi (AKB) pada waktu itu merupakan indikator angka kematian tertinggi pada populasi
anak. Kelompok balita sangat erat kaitannya dengan program kesehatan lain seperti:
peningkatan dan pemantauan status gizi, ASI eksklusif dan MP-ASI, imunisasi, serta
populasi pada kelompok tersebut merupakan kelompok yang paling rentan dan masih
sangat bergantung pada keluarga terkait dengan pola asah, asih dan asuhnya. Sebagian
besar keluarga memiliki pengetahuan kesehatan balita yang masih sangat rendah
termasuk mitos dan budaya yang keliru tentang perawatan bayi dalam keluarga dan
masyarakat.7
2
B. Permasalahan Khusus Ibu dan Balita
Penilaian situasi derajat kesehatan di Indonesia sudah memiliki indikator yang
terstandardisasi, terdapat beberapa indikator yang dapat dan sering digunakan. Secara
lebih khusus dalam pembahasan ini akan ditekankan utamanya pada indikator-indikator
penilaian kesehatan anak seperti angka kematian bayi dan balita, dan status gizi balita.
Angka kematian dapat digunakan untuk menggambarkan status kesehatan masyarakat
secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, dan kondisi lingkungan fisik
serta biologis secara tidak langsung. Angka tersebut dapat digunakan sebagai indikator
penting dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
kesehatan. Dalam sub-bab ini akan disajikan mengenai Angka Kematian Bayi dan
Angka Kematian Balita di Provinsi Jawa Tengah secara umum serta Kabupaten
Semarang secara lebih khusus.
1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (usia 0-11
bulan) per 1000 kelahiran hidup yang dihitung dalam kurun waktu satu tahun. AKB
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu
hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan
sosioekonomi.
Apabila AKB di suatu wilayah/daerah tinggi, berarti status kesehatan anak
di wilayah tersebut rendah. Secara nasional Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia
mengalami tren atau kecenderungan penurunan yang signifikan dari tahun 1991.
Gambaran AKB secara nasional di Indonesia dari waktu ke waktu dapat dilihat pada
Gambar 1 dibawah ini.
3
Dari gambar 1 tersebut tampak bahwa pada tahun 2015 menunjukkan AKB
di Indonesia sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup. Hal tersebut telah berhasil
mencapai salah satu poin target dari Millenium Developmen Goals (MDGs) 2015
yakni menekan AKB hingga mencapai angka sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup.
Di tingkat provinsi, gambaran AKB di Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2011-2015 dapat dilihat pada gambar dibawah (Gambar 2).9
Gambar 1. Gambaran tren angka kematian bayi di tingkat provinsi Jawa Tengah tahun 2011 - 2015
(Sumber: Dinkes Provinsi Jawa Tengah 9)
4
Pada gambar diatas tampak terjadi tren penurunan yang kurang signifikan
sejak tahun 2012 hingga 2015. Pada tahun 2015 terjadi penurunan AKB
dibandingkan tahun 2014 yaitu yang semula 10.08 menjadi 10 per 1000 kelahiran
hidup.
AKB di Provinsi Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota tahun 2015 dapat
dilihat pada Gambar 3. Pada gambar 3 tampak bahwa Kabupaten Semarang memiliki
AKB sebesar 11,18 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Sangat jauh lebih
tinggi daripada rerata AKB Provinsi Jawa Tengah. Dengan angka tersebut
Kabupaten Semarang menempati peringkat 11 tertinggi AKB di Provinsi Jawa
Tengah di bawah Kabupaten Purworejo yang memiliki AKB 11,30 per 1000
kelahiran hidup. Dari 35 Kota dan Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah,
Kabupaten Jepara yang memiliki AKB paling rendah yaitu sebesar 6,35 per 1000
kelahiran hidup.
Gambar 2. Angka Kematian Bayi menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 (Sumber:
Dinkes Provinsi Jawa Tengah 9)
5
Meskipun demikian AKB Kabupaten Semarang pada tahun 2015 sudah
menunjukkan penurunan tren yang signifikan dibandingkan dengan beberapa tahun
sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini.
Gambar 4. Penyebab kematian bayi di Kabupaten Semarang tahun 2012 - 2014 (Sumber:
Dinkes Kabupaten Semarang 10)
6
Indikator lain yang dapat digunakan untuk menilai status kesehatan anak
adalah Angka Kematian Balita (AKABA). Prinsipnya serupa dengan menghitung
AKB. Secara definisi AKABA merupakan jumlah kematian balita usia 0-5 tahun
per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan
tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat
keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan.
Di tingkat nasional, AKABA di Indonesia juga mengalami tren penurunan
yang signifikan dari tahun ke tahun.8 Seperti yang tampak pada gambar 1, pada
akhir tahun 2015 AKABA di Indonesia sudah mencapai angka 26,2 per 1000
kelahiran hidup. Angka tersebut tentu sudah berhasil mencapai target yang
dicanangkan dalam MDGs 2015 yaitu sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup.8
AKABA Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 tercatat sebesar 11,64 per
1000 kelahiran hidup. Sejak tahun 2011 hingga 2015 menunjukkan angka yang
fluktuatif meskipun kenaikan ataupun penurunannya kurang signifikan.
Gambar 6. Angka Kematian Balita (AKABA) di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2015
(Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015)
7
jauh lebih tinggi daripada rerata AKABA Provinsi Jawa Tengah. Dengan angka
tersebut Kabupaten Semarang menempati peringkat 13 tertinggi AKABA di
Provinsi Jawa Tengah di bawah Kota Pekalongan yang memiliki AKABA 12,50
per 1000 kelahiran hidup. Dari 35 Kota dan Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa
Tengah, Kabupaten Jepara yang memiliki AKABA paling rendah yaitu sebesar 7,39
per 1000 kelahiran hidup.
Gambar 5. Angka Kematian Balita (AKABA) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
tahun 2015 (Sumber: Dinkes Provinsi Jawa Tengah 9)
8
Gambar 8. Angka Kematian Balita Kabupaten Semarang Tahun 2009-2014 (Sumber: Dinas
Kesehatan Kabupaten Semarang, 2014)
9
Gambar 6. Persentase Balita dengan Gizi Buruk dan Kurang Menurut Provinsi di Indonesia
tahun 2016 (Sumber: Kementerian Kesehatan RI 8)
10
Pada gambar 9 diatas, terlihat bahwa meskipun Provinsi Jawa Tengah
berada di peringkat menengah kasus gizi buruk dan kurang secara nasional namun,
Provinsi Jawa Tengah masih dapat berbangga karena persentase kasus balita dengan
gizi buruk dan kurang masih dibawah rerata nasional.
Berdasarkan rekapitulasi hasil yang diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah, pada tahun 2015 didapatkan temuan sebanyak 922 kasus balita gizi
buruk dengan tiga daerah terbanyak temuan gizi buruk di Kabupaten Brebes (82
kasus), Kabupaten Cilacap (76 kasus), dan Kabupaten Tegal (57 kasus). Lebih
lengkapnya dapat dilihat pada gambar 5. Kabupaten Semarang termasuk kategori
menengah dalam temuan kasus gizi buruk yakni sebanyak 26 kasus yaitu peringkat
16 dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Gambar 7. Jumlah temuan kasus balita gizi buruk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah pada 2015 (Sumber: Dinkes Provinsi Jawa Tengah 9)
11
C. Tujuan Kegiatan
a. Tujuan Utama
Diketahuinya perbedaan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu sebelum dan
sesudah diadakannya kelas ibu dan balita di Desa Kuncen, Kabupaten Semarang.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk menekankan pentingnya penggunaan buku KIA sebagai alat
pemantauan kondisi kesehatan anak.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita terkait kondisi kesehatan anak.
3. Dengan tujuan jangka panjang dapat menurunkan angka kematian bayi dan
balita apabila kelas ibu balita dilakukan dengan efektif.
D. Manfaat Kegiatan
a. Manfaat Praktis
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian atau kegiatan ini dapat dijadikan bahan informasi dasar
untuk petugas atau tenaga kesehatan pemegang program kelas ibu baita
terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu. Hasil kegiatan
ini juga dapat dijadikan perencanaan program kelas ibu balita selanjutnya.
2. Bagi Masyarakat
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita mengenai manfaat dan
pentingnya mengikuti kelas ibu balita.
b. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan tentang kelas ibu balita terhadap peningkatan
pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu. Selain itu hasil kegiatan ini dapat digunakan
sebagai bahan kegiatan/penelitian lanjutan dalam topik yang sama terkait dengan
kelas ibu balita dengan variabel-variabel lain yang belum diteliti.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
B. Kelas Ibu dan Balita
1. Definisi
Kelas Ibu Balita merupakan suatu aktivitas belajar kelompok dalam kelas
dengan anggota beberapa ibu yang memiliki anak balita (usia 0-5 tahun) dibawah
bimbingan satu atau beberapa fasilitator (pengajar) dengan memakai lembar balik
sebagai alat bantu pembelajaran.
2. Tujuan Umum dan Khusus Kelas Ibu Balita
a. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dengan menggunakan Buku
KIA dalam mewujudkan tumbuh kembang Balita (anak usia 0-59 bulan) yang
optimal.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus diselenggarakannya Kelas Ibu Balita secara lebih spesifik lagi
dijabarkan sebagai berikut:
1) Meningkatkan kesadaran pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif
2) Meningkatkan pengetahuan ibu akan pentingnya imunisasi pada bayi
3) Meningkatkan keterampilan ibu dalam pemberian Makanan Pendamping –
Air Susu Ibu (MP-ASI) dan gizi seimbang kepada balita
4) Meningkatkan pengetahuan ibu memantau pertumbuhan dan melaksanakan
stimulasi perkembangan Balita
5) Meningkatkan pengetahuan ibu tentang cara perawatan kesehatan umum
maupun gigi Balita dan mencuci tangan yang benar
6) Meningkatkan pengetahuan ibu tentang penyakit terbanyak, cara pencegahan
dan perawatan Balita
c. Manfaat Program Kelas Ibu Balita
Bagi Ibu dan Balita, Kelas Ibu Balita merupakan sarana untuk
bersosialisasi dan bertukar pikiran untuk saling mengetahui tentang kesehatan
seputar ibu balita, serta dapat menjalin hubungan dengan sesama ibu, media
untuk bertanya, dan memperoleh informasi penting yang dapat untuk langsung
dipraktikkan.
14
Bagi petugas kesehatan, penyelenggaraan Kelas Ibu Balita merupakan
media untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu
terkait dengan kesehatan balita, serta dapat menjalin hubungan yang lebih erat
dengan ibu balita, keluarga dan masyarakat.
d. Sasaran Kelas Ibu Balita
Peserta Kelas Ibu Balita merupakan Ibu yang memiliki anak usia antara
0-59 bulan. Setiap kelas dibagi berdasarkan kelompoku usia yaitu: usia 0-12
bulan, 12-24 bulan, dan 24-60 bulan. Jumlah peserta tiap kelas idealnya
maksimal 15 orang.
e. Materi Pengetahuan yang akan Diberikan
Materi pengetahuan yang akan diberikan selama Kelas Ibu Balita sesuai
dengan Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Balita adalah
1) Kelompok Balita Usia 0-12 bulan (0-1 tahun) – Kelas A
a) Pemberian ASI (Air Susu Ibu) Eksklusif
b) Pemberian Imunisasi
c) Pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping – Air Susu Ibu)
d) Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0-12 bulan dan Stimulasi
e) Penyakit tersering pada Anak Usia 0-12 bulan dan penanganannya
2) Kelompok Balita Usia 12-24 bulan (1-2 tahun) – Kelas B
a) Perawatan Kesehatan Gigi
b) Pemberian MP-ASI
c) Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 1-2 tahun dan Stimulasi
d) Penyakit tersering pada Anak Usia 1-2 tahun dan penanganannya
e) Pola Asah, Asih, Asuh dan Permainan Anak
3) Kelompok Balita Usia 24-59 bulan (2-5 tahun) – Kelas C
a) Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 2-5 tahun dan Stimulasi
b) Pencegahan Kecelakaan di Rumah (Domestik) pada Anak
c) Pedoman Gizi Seimbang
d) Penyakit tersering pada Anak Usia 2-5 tahun
e) Obat Pertolongan Pertama dan Penanganan Sakit pada Anak 2-5 tahun
f) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
15
C. Materi Kelas Ibu Balita Kelompok A
Imunisasi Dasar
1. Pengertian
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh bayi membuat zat anti untuk
Imunisasi adalah memberi vaksin ke dalam tubuh berupa bibit penyakit yang
imunisasi adalah suatu prosedur rutin yang akan menjaga kesehatan anak.
terhadap penyakit- penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada tahun-tahun
2. Tujuan
Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian bayi akibat PD3I. Penyakit
yang dimaksud anatara lain Difteri, Tetanus, Pertusis, Campak, Polio dan TBC. 12
Tujuan Khusus
lengkap minumal 80% secara merata di 100% desa kelurahan pada tahun 2010
b. Polio liar di Indonesia yang dibuktikan tidak ditemukannya virus polio liar pada
tahun 2008
16
c. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) artinya menurunkan kasus
tetanus neonatorum sampai yingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun
tahun 2010.
3. Manfaat
a. Bagi Anak
b. Bagi Keluarga
c. Bagi Negara
4. Jenis Kekebalan
a. Kekebalan Aktif
biasanya dapat bertahan untuk beberapa tahun dan sering sampai seumur hidup.
17
1) Kekebalan aktif alami (naturally acquired immunity), dimana tubuh anak
anak yang telah menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang lagi
yang diperoleh setelah orang mendapatkan vaksinasi .13 Misalnya anak diberi
b. Kekebalan Pasif
zat imunoglobin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang
dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang di dapat bayi dari ibu melalui
plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba
yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.12 Imunisasi pasif dibagi menjadi
dua :
1) Kekebalan pasif alami atau kekebalan pasif bawaan yaitu kekebalan yang
diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung
18
5. Syarat Pemberian Imunisasi
Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi
sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus dengan
memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh dan kemudian
menimbulkan antibodi.13
Imunisasi tidak boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalnya anak
mengalami kelainan atau penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk atau
penyakit HIV/AIDS.
Ada 5 jenis imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah. Imunisasi dasar
1) Tujuan
2) Kriteria Penyakit
Gejala awal penyakit ini adalah lemah badan, penurunan berat badan,
demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah
batuk terus menerus, nyeri pada dada dan mungkin batuk darah. Gejala lain
19
tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tubercolusis aktif. Beberapa minggu
(2-12 minggu) setelah terinfeksi terjadi respon imunitas selular yang dapat
3) Vaksin
4) Waktu pemberian
kanan atau paha kanan atas dengan dosi 0,1 ml untuk anak diatas 1 tahun,
6) Kontraindikasi
g) Leukimia
20
7) Efek Samping
a) Reaksi local
kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini
b) Reaksi regional
nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3-6
bulan.
b. Imunisasi Hepatitis B
1) Tujuan
2) Kriteria penyakit
21
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang
merusak hati. Penyebaran penyakit ini terutama melalui suntikan yang tidak
aman, dari ibu ke bayi selam proses persalinan, melalui hubungan seksual.
Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah
merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi
kuning, kotoran menjadi pucat, warna kuning bisa terkihat pada mata ataupun
kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrosis hepatic
3) Vaksin
Vaksin ini terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang dinamakan HbsAg,
4) Waktu Pemberian
Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam)
setelah bayi lahir. Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus
6) Kontraindikasi
22
Imunisasi ini tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit
berat. Dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan
selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan
setelah lahir.
7) Efek Samping
Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat
penyuntikkan dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada
c. Imunisasi DPT
1) Tujuan
tetanus.12
2) Kriteria Penyakit
a) Difteri
makan, dan demam ringan. Dalam dua sampai tiga hari timbul selaput
kematian.
23
b) Pertusis
keluar dari batuk dan bersin. Gejalanya adalah pilek, mata merah,
menyebabkan kematian.
c) Tetanus
masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit ini adalah kaku
otot pada rahang, disetai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot
hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang
kematian.
d) Vaksin
3) Waktu Pemberian
diberikan pada usia 2 bulan, DPT 2 diberikan pada usia 3 bulan, DPT 3
diberikan pada usia 4 bulan selang waktu tidak kurang dari 4 minggu.
24
4) Cara dan Dosis Pemberian
Suntikan diberikan di paha tengah luar atau subcutan dalam dengan dosis
0,5 cc.
5) Kontraindikasi
komplek. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan batuk rejan dalam
6) Efek Samping
a) Demam ringan
d. Imunisasi Polio
1) Tujuan
2) Kriteria penyakit
Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu
dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio 1, 2, 3. Secara klinis
penyakit polio adalah dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu
terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa tejadi jika otot-otot
25
3) Vaksin
yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
4) Waktu pemberian
Imunisasi Polio dasar diberiakan 4 kali dengan interval tidak kurang
polio 4.
sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung ke dalam mulut anak atau dengan
6) Kontraindikasi
yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang
timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada
7) Efek Samping
26
e. Imunisasi Campak
1) Tujuan
2) Kriteria penyakit
melalui droplet bersin dan batuk dari penderita. Gejala awal penyakit ini
adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek dan mata merah. Selanjutnya
timbul ruam pada muka dan leher kemudian menyebar ke tubuh dan tangan
serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga
3) Vaksin
Vaksin dari virus hidup (CAM 70-chick chorioallantonik membrane)
kering.
4) Waktu pemberian
Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan oleh karena masih ada
antibodi yang diperoleh dari ibu. Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan
atas secara subcutan (SC) dengan dosis 0,5 ml. Sebelum disuntikkan, vaksin
campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia
27
6) Kontraindikasi
7) Efek samping
a) Demam ringan
b) Diare
c) Ruam atau kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah
vaksinasi.
0 1 2 3
Jenis Vaksin 4 bln 5 bln 6 bln 9 bln
hr bln bln bln
BCG 1
Hepatitis B 1 2 3
DPT 1 2 3
Polio 0 1 2 3
Campak 1
Keterangan :
1) BCG diberikan pada usia 1 bulan dengan interval waktu kurang 3 bulan
2) Hepatitis B diberikan pada saat bayi baru lahir sampai kurun waktu 7 hari
setelah lahir
3) DPT diberikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan dengan interval waktu 4 minggu
28
4) Polio diberikan pada saat bayi baru lahir, usia 1, 2, 3 dan 4 bulan dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu
5) Campak diberikan pada saat usia 9 bulan.
b. Jadwal Imunisasi Dasar Menurut Puskesmas
akan tetapi kadar antibodi yang dihasilkan masih di bawah kadar ambang
perlindungan untuk kurun waktu yang lama.13 Ketaatan kunjungan imunisasi dinilai
sampai 6 minggu.
ASI Eksklusif
1. Pengertian
ASI merupakan makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi
yang mudah dicerna dan mengandung komposisi nutrisi yang seimbang dan sempurna
untuk tumbuh kembang bayi.14 ASI diproduksi di alveoli yang berbentuk seperti buah
anggur yang terdiri dari sel-sel yang memproduksi ASI bila dirangsang oleh Hormon
Prolaktin. Saluran ASI (ductus lactiferous) berguna menyalurkan ASI dari alveoli ke
29
sinus lactiferous. Sinus lactiferous adalah tempat penyimpanan ASI yang terletak di
areola.15
diberikan tanpa jadwal sampai bayi berumur 6 bulan dan tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan
padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, tim. Namun setelah 6
bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap dapat diberikan ASI
sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun, dianjurkan menyusui dini
Dalam al-quran juga telah diterangkan pada surat Luqman ayat 14 yang artinya
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”
Ayat tersebut sangat jelas bahwa dalam islam pemberian ASI eksklusif kepada
bayi dilakukan selama 2 tahun. Namun bila kurang dari 2 tahun juga dibolehkan.
ASI merupakan makanan bagi bayi yang paling sempurna, berisi semua nutrient
dalam perbandingan yang ideal yang sangat dibutuhkan oleh bayi dan bermanfaat untuk
tumbuh dan berkembang seorang bayi. Pemberian ASI eksklusif akan terus merangsang
produksi ASI sehingga pengeluaran ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi hingga bayi
akan terhindar dari diare. Di samping itu, ASI adalah jenis makanan yang mencukupi
seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual. Oleh karena
itu ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi dan memiliki nilai yang paling
30
2. Fisiologi menyusui
Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu, dan baru selesai ketika
berfungsi untuk produksi ASI disamping hormon lain seperti: insulin, tiroksin dan
sebagainya.
Hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar
karena masih terhambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga
pasca persalinan, kadar estrogen dan progresteron turun drastis, sehingga pengaruh
prolaktin sangat dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan
menyusui lebih dini, terjadi perangsangan puting susu terbentuklah prolaktin oleh
hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar. Dua reflek yang penting dalam proses
laktasi yaitu:
a. Reflek Prolaktin
Dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila dirangsang
depan yang mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam
produksi ASI di tingkat alveoli. Jadi, makin sering rangsangan penyusuan makin
31
Kelenjar hipofisis bagian belakang mengeluarkan oksitosin yang berfungsi
memacu kontraksi otot polos pada dinding alveolus sehingga ASI dipompa
makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu makin kecil, dan
menyusui akan makin lancar. Saluran untuk ASI yang mengalami bendungan
tidak hanya mengganggu penyusuan, tetapi juga berakibat mudah terkena infeksi.
Oksitosin juga memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi rahim makin
cepat dan baik. Tidak jarang perut ibu terasa mulas yang sangat pada hari-hari
pertama menyusui dan ini adalah mekanisme alamiah untuk kembalinya rahim ke
bentuk semula.
3. Komposisi ASI
Menurut Suradi (2008), komponen ASI terdiri dari beberapa unsur yaitu
sebagai barikut:
a. Lemak
Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak. Kadar lemak dalam ASI
antara 3,5 – 4,5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap
oleh bayi karena trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecah menjadi asam lemak
dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat dalam ASI. Kadar kolesterol ASI
lebih tinggi daripada susu formula, sehingga bayi yang mendapat ASI seharusnya
mempunyai kadar kolesterol darah lebih tinggi, tetapi ternyata penelitian Osborn
membuktikan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI lebih banyak menderita
b. Karbohidrat
32
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa, yang kadarnya paling tinggi
dibandingkan susu formula lain (7g%). Laktosa mudah dipecah menjadi glukosa
dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase yang sudah ada dalam mukose
c. Protein
Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar protein ASI sebesar 0,9
%, dan 60% diantaranya adalah whey, yang lebih mudah dicerna, dalam ASI
terdapat dua macam asam amino yang tidak terdapat dalam susu formula yaitu
sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatik, sedangkan taurin
ASI mengandung garam dan mineral lebih dibanding susu formula. Bayi
yang mendapat susu formula yang tidak dimodifikasi dapat menderita tetani
karena hipokalsemia. Kadar kalsium dalam susu formula lebih tinggi dibanding
e. Vitamin.
berfungsi sebagai katalisator pada proses pembekuan darah terdapat dalam ASI
33
f. Mengandung zat protektif
Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita sakit, karena adanya zat
1) Lactobacillus bifidus.
Berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua
2) Laktoferin
jamur candida.
3) Lisozim
beberapa ribu kali lebih tinggi dibanding susu formula. Keunikan lisozim
lainnya adalah bila faktor protektif lain menurun kadarnya sesuai tahap lanjut
ASI, maka lisozim justru meningkat pada 6 bulan pertama setelah kelahiran. Hal
ini akan menguntungkan bayi karena lisozim dapat melindungi bayi dari bakteri
4) Komplemen C3 dan C4
34
Walaupun kadar dalam ASI rendah mempunyai daya opsonik,
anafilaktitoksik, dan kemotaktik yang bekerja bila diaktifkan oleh IgA dan IgE
5) Faktor antistreptokokus
Dalam ASI terdapat faktor antistreptokokus yang melindungi bayi
terhadap infeksi kuman streptokokus.
6) Antibodi
Dalam kolostrum ASI mengandung immunoglobulin yaitu IgA sekretorik,
IgE, IgM, dan IgG dan yang terbanyak adalah IgA sekretorik. Antibodi dalam
ASI dapat bertahan dalam saluran pencernaan bayi karena tahan terhadap asam
dan enzim proteolitik saluran pencernaan dan membuat lapisan pada mukosanya
sehingga mencegah bakteri pathogen dan enterovirus masuk ke dalam mukosa
usus.
7) Imunitas seluler
ASI mengandung sel-sel. Sebagian besar (90%) sel tersebut berupa
makrofag yang berfungsi membunuh dan memfagositosis mikroorganisme,
membentuk C3 dan C4, lisozim, dan laktoferin.
Menurut Roesli (2008) waktu produksi ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mammae
yang mengandung tissue debris dan redual material yang terdapat dalam alveoli dan
b. Air susu masa peralihan ( masa transisi ) merupakan ASI peralihan dari kolostrum
menjadi ASI mature, disekresi dari ke 4 sampai ke 10 dari masa laktasi, kadar protein
35
semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi, volume
semakin meningkat.
c. Air susu matur merupakan ASI yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, yang
komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa minggu ke 3
sampai ke-5 ASI komposisinya baru konstan merupakan makanan yang dianggap
aman bagi bayi bahkan ada yang mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan
5. Manajemen laktasi
laktasi dan penggunaan ASI yang menuju suatu keberhasilan menyusui untuk
a. Periode pranatal
2) Dukungan keluarga.
4) Pemeriksaan payudara.
b. Periode nifas
4) Menyusui harus sering berdasarkan kebutuhan dan tidak dijadwal (on demand).
36
6) Tidak memakai puting buatan atau pelindung.
10) Makan-makanan yang bermutu (tinggi kalori, tinggi protein, tidak ada pembatasan
makanan, banyak minum, ekstra susu, vitamin, penurunan berat badan tidak lebih dari 500
a. Bagi bayi
1. ASI memenuhi kebutuhan bayi untuk proses tumbuh kembang. Bayi yang
mendapat ASI mempunyai kenaikan berat badan yang baik setelah lahir,
obesitas. Frekuensi menyusui yang sering bermanfaat karena volume ASI yang
dihasilkan lebih banyak sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit.
2. ASI akan lebih mudah dicerna. Komposisi sesuai dengan kebutuhan bayi
sehingga ASI akan lebih mudah dicerna dibandingkan dengan susu formula.
3. Bayi yang mendapat ASI secara eksklusif mempunyai angka insidensi penyakit
ulseratif colitis, dan sklerosis, multiple, limfoma dan alergi lebih kecil.
5. Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita sakit karena adanya zat
37
6. Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan. Interaksi yang timbul waktu
menyusui antara ibu dan bayi akan menimbulkan rasa aman bagi bayi, perasaan
aman ini penting untuk membangun dasar kepercayaan bayi yaitu dengan mulai
mempercayai orang lain (ibu) maka selanjutnya akan timbul rasa percaya pada
diri sendiri.
7. Mengurangi kejadian karies dentis dan maloklusi. Insiden karies dentis pada
bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat
ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot pada waktu akan tidur
menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisa susu formula. Sisa tersebut
akan berubah menjadi asam yang merusak gigi. Selain itu kadar Selenium yang
tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis. Selain itu menurut Khomsan
(2006), anak-anak yang mendapat ASI dari ibunya secara cukup ketika bayi
ternyata memiliki tekanan darah sistolik < 0,8 mmHg ketika berusia 7 tahun.
Hal ini berarti resiko kematian akibat penyakit jantung koroner juga lebih
dengan menggunakan ASI setara dengan penurunan tekanan darah sistolik 0,2
mmHg, namun demikian dampak terbaik adalah apabila bayi disusui ASI
selama 6 bulan.
b. Bagi Ibu
2) Dapat meningkatkan keterikatan hubungan yang erat serta penuh kasih sayang
38
4) Mempercepat kembali ke berat badan semula.
c. Bagi negara
Adanya faktor proteksi dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status
bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Kejadian diare paling
tinggi terdapat pada anak usia di bawah 2 tahun, dengan penyebab rotavirus.
Anak yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko 2-3 kali lebih besar menderita
memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi persalinan dan
anak sakit. Anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit
Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga
Hal ini disebabkan karena ASI bisa menjadi salah satu metode KB alamiah
5) Mengurangi polusi.
39
Untuk pembuatan dan distribusi susu formula diperlukan bahan bakar
minyak, selain itu kaleng serta karton kemasan susu juga menyebabkan
pencemaran lingkungan.
Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang penyakit. Berikut ini
Para ahli meneliti 1.204 bayi yang meninggal pada usia 28 hari sampai satu
tahun akibat selain kelainan bawaan atau tumor berbahaya dan 7.740 bayi yang
masih hidup pada usia satu tahun. Mereka menelusuri angka kematian,keterkaitan
bayi tersebut dengan ASI dan durasi dampak reaksinya. Bayi yang tidak pernah
mendapat ASI berisiko meninggal 21% lebih tinggi dalam periode sesudah kelahiran
daripada bayi yang mendapat ASI. Pemberian ASI lebih lama dihubungkan dengan
memiliki risiko meninggal akibat diare 4,2 kali lebih tinggi. Tidak adanya pemberian
ASI dihubungkan dengan peningkatan risiko kematian akibat diare sampai 14,2 kali
Bayi menjadi mudah muntah dan diare menahun. Di Amerika, 400 bayi
meninggal per tahun akibat muntah diare. Tiga ratus di antaranya adalah bayi yang
tidak diberikan ASI. Kematian meningkat 23,5 kali pada bayi susu formula,
40
c. Infeksi saluran pernapasan
risiko anak dirawat inap karena penyakit saluran pernapasan bawah. Penelitian
tersebut dilakukan pada bayi sehat yang lahir cukup umur dan punya akses pada
fasilitas kesehatan yang memadai. Kesimpulannya di negara maju, bayi yang diberi
susu formula mengalami penyakit saluran pernapasan tiga kali lebih parah dan
memerlukan rawat inap di rumah sakit dibandingkan bayi yang diberi ASI secara
mengakibatkan kekurangan gizi dan berakibat pada gizi buruk karena asupan yang
kurang pada bayi. Secara tidak langsung, kurang gizi juga akan terjadi jika anak
Untuk keberhasilan menyusui tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya mahal.
Kesabaran, waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari lingkungan
terutama suami diperlukan untuk keberhasilan menyusui. Ada beberapa langkah yang
perlu dilaksanakan untuk membantu ibu agar berhasil menyusui yaitu sebagai berikut:
Informasi tentang ASI perlu diberikan kepada siapa saja dan sedini mungkin
b. Tatalaksana di tempat bersalin yang mendukung ASI (Rumah Sakit Sayang Bayi)
Setiap fasilitas yang memberikan pelayanan kesehatan ibu dan perawatan bayi
41
mencakup perawatan calon ibu, ibu yang baru melahirkan serta ibu yang menyusui.
Reflek hisap bayi paling kuat adalah pada jam-jam pertama setelah lahir,
setelah itu bayi mengantuk. Bila bayi lahir tidak bermasalah maka sesegera
mungkin setelah lahir bayi diberikan kepada ibunya untuk merangsang payudara.
f. Mengusahakan keberhasilan menyusui bagi ibu yang bekerja Salah satu kendala
sedang cuti melahirkan hanya 12 minggu itupun 4 minggu harus diambil sebelum
1) Cuti melahirkan diperpanjang sampai paling kurang 4 bulan untuk ibu yang
menyusui dengan jaminan gaji penuh selama cuti dan pekerjaan masih tetap
terbuka bila cuti selesai Selama cuti, ibu hanya memberikan ASI jangan
memperkenalkan susu formula dengan alasan agar terbiasa bila ditinggal bekerja.
h. Mencari tenaga ahli menyusui seperti Klinik Laktasi dan atau konsultasi laktasi
42
i. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.
a. Pekerjaan ibu
ASI. Termasuk di dalamnya adalah karakteristik pekerjaan ibu yaitu meliputi jenis
pekerjaan, jarak tempat, lama waktu bekerja, penghasilan per bulan. Hal ini dapat
dilihat bahwa alasan yang sering dikemukan apabila ibu tidak menyusui adalah
karena bekerja. Ibu yang bekerja juga mempengaruhi produksi ASI walaupunn ibu
telah diajarkan bagaimana cara memproduksi ASI yaitu dengan cara memeras ASI
untuk persediaan pada saat ibu bekerja dan malam hari sering menetek pada bayinya.
b. Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang pengetahuan ASI dan cara pemberian ASI yang benar
keunggulan ASI dan resiko pemberian makanan tambahan lebih awal dapat memberi
pengaruh buruk pada bayi yaitu rentan terhadap penyakit infeksi dan diare.
c. Pendidikan
dipisahkan dari segi ekonomi. Terlihat bahwa ibu yang tidak mendapat pendidikan
formal dan yang berpendidikan perguruan tinggi dapat lebih lama menyusui bayinya
daripada yang berpendidikan rendah. Hal ini karena ibu yang berpendidikan tinggi
sadar akan keunggulan ASI dan ibu yang berpendidikan menengah karena
43
Kondisi fisik dan psikis ibu ikut berperan dalam perawatan bayi karena dengan
kondisi badan yang sehat ibu bisa mengerjakan apa saja guna memenuhi kebutuhan
penyusuan bila penyakitnya berat misalnya jantung, ginjal, dan kanker. Jika ibu
mendapatkan obat anti kanker, pemberian ASI boleh dihentikan. Di samping itu ibu
yang mendapat obat psikiatrik atau anti konvulsan, kadang membuat bayi (berusia
Faktor sosial budaya berkaitan erat dengan dua hal yaitu adat kepercayaan dan
adanya budaya masyarakat yaitu adanya kekerabatan social yang telah membudaya,
sedangkan adat kebiasaan merupakan faktor kebiasaan yang diturunkan oleh nenek
pengetahuan masyarakat. Contoh kasus dari faktor sosial budaya yang berpengaruh
terhadap pemberian makanan pada bayi yaitu di daerah pedesaan di Jawa sebagian
besar masyarakat memberikan nasi atau pisang sebagai makanan dini sebelum bayi
f. Faktor ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga merupakan hal yang turut berpengaruh pada
perilaku pemberian ASI secara eksklusif. Pada ibu dengan sosial ekonomi yang
rendah memiliki peluang 4,6 kali untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan
44
Dukungan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif adalah keikutsertaan
seluruh anggota keluarga untuk memberikan motivasi kepada ibu menyusui agar
memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Peran keluarga dalam program menyusui
adalah menciptakan suasana nyaman bagi ibu sehingga kondisi psikis ibu lebih
sehat. Peningkatan peran serta keluarga berupa perhatian kepada ibu sangat
dibutuhkan untuk membantu proses produksi ASI. Faktor keluarga dan kekerabatan
berpengaruh pada perilaku pemberian ASI eksklusif, meskipun tidak semua suami
dan orang tua mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Misalnya suami
merasa tidak nyaman jika istrinya menyusui, orang tua yang beranggapan bahwa
pemberian air putih, air tajin dan madu dapat menjadikan bayi berperilaku sopan,
dan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar
perilaku (non-perilaku). Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada faktor perilaku. Secara
definisi, perilaku merupakan suatu respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar (eksternal) maupun dari dalam dirinya (internal).17 Perilaku menandai
variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat, kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu
sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor eksternal dalam hal ini
dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pemberian
45
intervensi berupa informasi kesehatan, maka ada banyak teori yang mendeskripsikan
tentang perubahan perilaku.18 salah satunya yang banyak digunakan adalah Theory of
Planned Behavior.
Theory of Reasoned Action (TRA). Ajzen 19 menambahkan konstruk atau diktum yang
belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral
control). Konstruk atau diktum ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan
yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain,
dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan
norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat
beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen20 menambahkan faktor latar belakang individu ke
Gambar 13. Skema Teori Perubahan Perilaku dari Theory of Planned Behavior (Sumber: Ajzen 20)
46
2. Variabel dalam Theory of Planned Behavior
Model teoritis dari Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikemukakan oleh
a. Latar Belakang
Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat
sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam
diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O
(organism). Dalam kategori ini Ajzen20, memasukkan tiga faktor latar belakang,
yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang
terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi,
dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis
b. Sikap
merespon terhadap suatu objek dalam bentuk rasa suka atau tidak suka. Sikap
( favor ) atau tidak suka ( unfavor ), yang ditunjukan dalam respon kognitif, afektif,
dan tingkah laku terhadap suatu objek, situasi, institusi, konsep atau orang /
sekelompok orang.
47
c. Norma Subjektif
sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku. Selain itu, Ajzen
20
juga mendefinisikan norma subjektif sebagai belief seseorang individu atau
masyarakat) terhadap dirinya. Namun, harapan orang – orang lain tersebut tidak
sama pengaruhnya. Ada yang berpengaruh sangat kuat dan ada yang cenderung
diabaikan.
Harapan dari orang lain yang berpengaruh lebih kuat, lebih memotivasi
orang yang bersangkutan untuk memenuhi harapan tersebut, akan lebih menyokong
kemudahan atau kesulitan untuk menampilkan tingkah laku. Persepsi ini merupakan
refleksi dari pengalaman masa lampau individu dan juga halangan atau rintangan
juga merupakan sebuah fungsi belief, yang biasa disebut control belief yang
mengacu pada persepsi pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak
kepercayaan tentang ada atau tidaknya faktor – faktor yang mempermudah atau
48
pada pengalaman masa lalu individu dengan perilaku, tetapi juga dipengaruhi oleh
informasi tidak langsung dari pihak kedua mengenai perilaku, hasil observasi
terhadap pengalaman bertingkah laku teman, serta faktor lain yang dapat
e. Niatan
prediktor yang kuat tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi
Beberapa ahli juga berpendapat bahwa cara yang paling sederhana untuk
Oleh karena itu, niat diukur denagn meminta seseorrang untuk menempatkan
dirinya dalam sebuah dimensi yang bersifat subjektif yang meliputi hubungan
f. Perilaku
49
aktivitas yang dilakukan individu dalam usaha memenuhi kebutuhan. Dari aspek
biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism atau makhluk hidup
yang bersangkutan.
dari luar). Teori Skiner ini dikenal sebagai teori S-O-R (Stimulus-Organisme-
Respon).
dari theory of reasoned action (TRA). Konstruk yang belum ada adalah kontrol
Dengan kata lain, dilakukannya atau tidak dilakukannya perilaku tidak hanya
ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata tapi juga persepsi individu
Sebagai aturan umum, semakin baik sikap dan norma subjektif dan semakin
besar control yang dirasakan, semakin besar niat seseorang untuk melakukan
perilaku tertentu.
a. Proses Belajar
Dalam proses belajar orang dewasa (adult learning) terdapat empat tahapan
berbentuk siklus yang biasa disebut Daur Belajar, yaitu 1) mengalami dan merasakan,
50
Seorang peserta pendidikan kelas ibu balita merupakan kategori umur orang
dewasa secara persis dapat merasakan sesuatu yang benar-benar dialaminya, seperti
sakit, disakiti, dan sebagainya. Salah satu tahapan yang ada dalam kelas ibu balita
adalah pemberian materi pengetahuan dan dilanjutkan dengan diskusi atau tanya jawab.
Materi pengetahuan diberikan sesuai dengan referensi yang valid dan logis sesuai
dengan beberapa referensi seperti Buku KIA, Buku Pedoman Kelas Ibu dan Balita, serta
Kemudian dilanjutkan dengan tahap diskusi atau tanya jawab, dimana peserta
dibantu memahami pengalaman, pengetahuan yang telah diberikan secara logis dan
sistematis dipadu padankan dengan kondisi masing-masing balita. Peserta juga dibantu
mungkin sedikit bosan dan terganggu oleh pengetahuan dasar yang bersifat teoritis.
Oleh sebab itu, menjadi kewajiban fasilitator untuk melakukan dinamisasi kelompok
b. Peran Fasilitator
Kewajiban fasilitator dalam Kelas Ibu Balita adalah membantu peserta menjalani
proses belajar, sehingga seorang fasilitator yang baik tidak akan ‘menggurui’. Dalam
keadaan tertentu, seorang fasilitator juga memainkan peran sebagai peserta yang
balita.
51
Syarat utama seorang fasilitator adalah sikap ramah, sabar, bersahabat, tidak
diskriminatif, luwes, dan penuh ceria wajib dimiliki oleh fasilitator kelas ibu balita.
Fasilitator juga dituntut untuk dapat berempati (menempatkan diri dalam situasi
psikologis peserta kelas ibu balita). Sikap kaku, dan tampil tanpa senyum biasanya
membuat suasana menjadi tegang dan akan merusak proses belajar yang telah dibangun
sebelumnya, sehingga hubungan (trust) antara peserta dan fasilitator yang telah terjalin
terhadap proses belajar dalam Kelas Ibu Balita dijelaskan dalam gambar 7.
- Lembaran
kasus
Mengalami
- Rekaman
Video
Menyimpulkan Mengungkapkan
Theory of Planned
Gambar 14. Daur Belajar dan Hubungannya dengan Theory of Planned Behavior
(Sumber: Depkes RI 23 dengan modifikasi)
52
Dalam Kelas Ibu Balita, daur belajar dimulai dengan pemberian pengetahuan
dasar materi-materi sesuai Pedoman Kelas Ibu Balita dan Buku KIA kemudian
pemicuan proses diskusi/tanya jawab antara peserta diskusi dengan fasilitator. Pada
dengan fasilitator, peserta belajar diharapkan dapat menyimpulkan dari tiap sesi materi
yang telah diberikan dan diskusikan sehingga lebih mudah untuk dapat masuk ke siklus
diharapkan dapat mempraktekkan apa yang telah diberikan dalam sesi Kelas Ibu Balita.
memberikan ASI Perah dalam kaitannya pemberian ASI Eksklusif pada ibu-ibu yang
53
BAB III
Persiapan ini mencakup ruang lingkup yang lebih kecil yaitu kecamatan/desa/kelurahan dengan
Posyandu, dan tokoh masyarakat, PKK, Guru TK. Poin paling penting dari pertemuan awal
adalah mendapatkan dukungan penuh dari segenap pihak, terutama sekali kepala pemerintahan
(baik camat, lurah, ketua RW, atau ketua RT), fasilitas maupun finansial.
i. Identifikasi Sasaran
Penyelenggara Kelas Ibu Balita perlu memiliki data sasaran jumlah ibu yang
mempunyai balita usia antara 0 sampai 5 tahun dan kemudian mengelompokannya menjadi
kelompok 0-1 tahun, 1-2 tahun, dan 2-5 tahun. Data dapat diperoleh dari Sistem Informasi
Posyandu, Puskesmas, atau data hasil pengumpulan kerjasama dengan Dasawisma atau
Metode yang ditentukan adalah metode belajar yang digunakan oleh orang dewasa
(adult learning atau andagogy) yang menekankan adanya partisipasi aktif dari peserta kelas
ibu balita dan penggunaan diskusi atau tanya jawab sebagai motor utama kelas ibu balita.
Metode ceramah diperbolehkan dalam batas waktu tertentu 50-75% dari total waktu.
54
Rekam proses atau pencatatan dokumentasi proses pelaksanaan kelas secara rinci
sangat penting dilaksanakan. Hasil dokumentasi atau pencatatan dapat digunakan sebagai
Sosial: Perilaku
Umur, Jenis Kelamin, Niat
Norma-norma Pemahaman mewujudkan untuk
sarana, prasarana, menjaga
Pendidikan, penting dalam mengenai Balita yang
mewujudkan kesehatan Baita Sehat kesehatan
Pekerjaan, dan
Balita yang Sehat Balita
penghasilan
Informasi:
Pengetahuan tentang Pertimbangan Norma subjektif yang
Kesehatan Balita, dalam memotivasi ibu
Pengalaman mewujudkan memenuhi kebutuhan
mengasuh Balita, Balita yang Sehat balita guna
Media Massa mewujudkan Balita
mengenai Kesehatan yang Sehat
Balita
Gambar 85. Kerangka Konsep Intervensi Kelas Ibu Balita ditinjau dari Theory of Planned Behavior
55
v. Persiapan Materi
Persiapan materi mencakup pembuatan jadwal belajar yang terdiri dari jam (durasi
lamanya belajar), topik/materi, nama fasilitator, dan daftar alat bantu (lembar balik), kertas
terpercaya, sahih, dan terbaru. Namun, yang paling penting sesuai dengan batasan-batasan
pedoman dari Buku KIA dan bahasa yang digunakan diusahakan dengan bahasa yang
Adapun materi-materi yang akan disampaikan dalam Kelas Ibu Balita akan dibagi
sesuai Kelompok Usia atau Kelas masing-masing dengan mengacu pada pedoman utama
Pemberian MP-ASI
Penyakit Tersering pada Anak Usia 0-12 bulan dan Penanganan Pertamanya
56
Pencegahan Kecelakaan pada Anak
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk Anak Usia 2-5 tahun
Menyusun daftar tim fasilitator dan narasumber serta pembagian kerja (job
description) dari tiap-tiap fasilitator dan narasumber. Pembagian ini dengan mudah dapat
d. Bingkisan 250.000,00
Pelaksanaan Kelas Ibu dan Balita dilakukan dalam tiga kali pertemuan, yang
diadakan pada:
57
Dengan rangkaian acara pada setiap pertemuan sebagai berikut:
58
Pertemuan III: Senin, 30 April 2018
Penanggung Jawab
Waktu Kegiatan
Kelas A Kelas B Kelas C
16.00 – 16.05 Pembukaan dr. Doni
16.05 – 16.10 Perkenalan dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Penyampaian Pokok
16.10 – 16.15 Bahasan dan Review dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Materi Sebelumnya
16.15 – 16.25 Pre test dr. Aldino dr. Nugroho dr. Bintang
"Tumbuh "Penyakit "Obat dan Alat
Kembang Tersering pada yang harus
16.25 – 16.45 Penyampaian Materi 1 Balita usia 0- Anak usia 1-2 disediakan di
1 tahun" tahun" rumah"
dr. Ridha dr. Nadia
"Penyakit
Tersering "PHBS untuk
pada Anak dr. Nugroho Anak usia 2-5
16.45 - 17.05 Penyampaian Materi 2
usia 0-1 tahun"
tahun"
dr. Ridha dr. Doni
17.05 – 17.15 Post test dr. Aldino dr. Nugroho dr. Bintang
Sesi Tanya Jawab dan
17.15 – 17.25 dr. Ridha dr. Atalya dr. Nadia
Feedback
17.25 – 17.30 Penutup dr. Doni
Berdasarkan acuan dari Pedoman Kelas Ibu Balita rencana tindak lanjut yang dapat
dilakukan mengacu pada beberapa indikator keberhasilan yaitu:
1. Pre-Test dan Post-Test Saat Kelas Ibu Balita
peserta berupa selembar kertas dan pulpen. Kemudian Narasumber akan membacakan
pertanyaan secara lisan yang berjumlah 10 buah pertanyaan dengan jawaban ‘benar’
atau ‘salah’ mengenai materi yang akan disampaikan pada pertemuan hari itu. Peserta
Tujuan diadakan Pre test adalah untuk menilai sejauh mana pengetahuan dari
Peserta Kelas Ibu dan Balita sebelum diadakannya Kelas Ibu dan Balita. Setelah Sesi
Tanya Jawab dan Feedback Selesai, dilakukan post-test kepada peserta untuk menilai
59
Post Test berisi 10 pertanyaan yang sama dengan soal Pre Test. Setelah
dilakukannya Post Test, pertanyaan dalam Post Test dibahas agar Narasumber dan
peserta dapat mengetahui apakah materi yang disampaikan dapat diterima dan
dimengerti oleh Ibu. Hasil Pre Test dan Post Test masing-masing peserta kemudian
(Lampiran 1).
Satu bulan setelah pelaksanaan Kelas Ibu dan Balita, dilakukan evaluasi
terhadap para peserta Kelas Ibu dan Balita melalui pengisian kuisioner. Dari masing-
masing kelas diambil 4 orang sebagai sampel atau responden. Pengisian kuisioner
serta bertujuan menilai tingkat pengetahuan responden terkait materi yang sudah
meliputi pengertian, manfaat, dan cara menggunakan Buku KIA, serta pengertian dan
pelaksanaan Kelas Ibu dan Balita. Selain itu, terdapat pertanyaan-pertanyaan khusus
sikap, dan perilaku responden setelah mengikuti Kelas Ibu dan Balita. Adapun
60
BAB IV
PELAKSANAAN
Kegiatan pelatihan Kelas Ibu Balita dilaksanakan selama tiga kali pertemuan atau sesi
yaitu pada :
Kegiatan dimulai dengan melakukan persiapan dan pengkondisian sarana dan prasarana
terkait Kelas Ibu dan Balita. Pada pembahasan ini, penulis akan memfokuskan diskusi pada
Kelompok Umur 0-12 bulan (Kelas A) karena penulis bertanggung jawab untuk penyampaian
materi di Kelas A. Persiapan dan pengkondisian terkait Kelas Ibu Balita meliputi:
A. Penyiapan Materi
a) Penyusunan Materi Lembar Balik (dilakukan dalam kurun waktu 1 April – 12 April
2018)
Acara dijadwalkan dimulai pada pukul 16.00 WIB dan pada pertemuan pertama
tepat waktu, namun untuk pertemuan berikutnya berjalan tidak sesuai jadwal karena
mundur dari jadwal kurang lebih 30 menit sehingga acara baru dimulai pukul 16.30 WIB.
Pada hari pertama acara dibuka oleh sambutan dari Ketua Bina Keluarga Balita (BKB)
Nusa Indah, Ibu Suyud dan dilanjutkan dengan sambutan dari Pemegang Program Kelas
61
Ibu Balita Puskesmas Ungaran dilanjutkan dengan Pendamping Dokter Internship. Setelah
sambutan selesai dilanjutkan dengan menyanyikan bersama Mars BKB Nusa Indah.
diminta untuk mengikuti pre test terlebih dahulu. Pre test dilakukan untuk menilai blab la
bla.
Kemudian sesi pemberian materi dimulai dan dilakukan secara bergiliran oleh
dokter internship.
62
Jumlah peserta di kelas hari pertama ini berjumlah 5 orang. Dengan 5 orang peserta,
kelas ini kami rasa lebih optimal, dikarenakan pemateri dapat memberikan materi secara
lebih dekat dengan peserta, dan peserta lebih nyaman menyampaikan pertanyaan serta
pengetahuan-pengetahuan yang mereka punya selama ini.
Jumlah peserta di kelas hari pertama ini berjumlah 2 orang. Dengan 2 orang peserta, kelas
ini kami rasa lebih optimal, dikarenakan pemateri dapat memberikan materi secara lebih
dekat dengan peserta, dan peserta lebih nyaman menyampaikan pertanyaan serta
pengalaman yang mereka punya selama ini. Namun dengan peserta yang dating hanya 2
orang, kami merasa belum maksimal untuk cakupan ibu yang mengikuti kelas ini
dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak usia 0-12 bulan.
63
Pertemuan/Sesi Ketiga (Senin, 30 April 2018)
Materi yang diberikan di pertemuan ini membahas mengenai Perkembangan dan
Penyakit tersering pada Anak
Antusias peserta di materi ini baik. Ibu sangat tertarik dengan materi Penyakit
Tersering pada anak terutama mengenai penanganan awal apa yang harus dilakukan bila
anak sakit. Pada pertemuan ketiga ini, beberapa kader mengikuti kelas kami. Beberapa
pertanyaan dari peserta dan kader sebelum sesi pertanyaan dibuka.
Beberapa pertanyaan tentang materi Perkembangan dan Penyakit tersering pada
Anak:
1. Katanya kalau panas harus di kasih baju tebel, diselimutin biar keluar
keringetnya terus panasnya bisa turun?
2. Terus kapan kita anggap ini panas yang sudah harus dibawa ke rumah sakit dan
belum?
Jumlah peserta di kelas hari pertama ini berjumlah 3 orang. Dengan 3 orang peserta, kelas
ini kami rasa lebih optimal, dikarenakan pemateri dapat memberikan materi secara lebih
dekat dengan peserta, dan peserta lebih nyaman menyampaikan pertanyaan serta
pengetahuan-pengetahuan yang mereka punya selama ini. Tidak menjadi kendala kami
apabila peserta kelas ini sedikit, dikarenakan pemberian materi diharapkan lebih dapat
tersampaikan dengan baik.
64
C. Evaluasi Penilaian Pre-test dan Post-test
Setelah pemberian materi, diadakan post tes tentang materi yang diberikan pada hari
itu. Post test yang diberikan adalah pertanyaan yang sama dengan pertanyaan pre test
(sebelum pemberian materi). Hal ini dikarenakan untuk mengevaluasi pengetahuan ibu
apakah sudah menguasai materi yang telah diberikan. Pada pertemuan hari pertama, rata-
rata nilai post test lebih baik dibandingkan nilai pre test (pre test 7,67 dan post test 9,00).
Pada pertemuan kedua, rata-rata post test juga mengalami perbaikan (pre test 8,00 post test
8,50). Sedangkan di pertemuan ketiga, rerata hasil post test dibawah rerata hasil pre test
(pre test 9,00 post test 7,50). Dari evaluasi, penurunan nilai post test ini karena ada peserta
yang mengikuti pre test namun tidak mengikuti post tes, begitu pula sebaliknya, ada peserta
yang dating terlambat sehingga tidak mengikuti materi secara keseluruhan dan tetap
diberikan post tes di akhir pemberian materinya.
65
Gambar 17. Evaluasi Rerata Nilai Pre-Test dan Post-Test tiap
Pertemuan Kelas Ibu Balita
Dari 3 pertemuan kelas yang telah dilakukan, tidak banyak mengalami kendala. Secara
keseluruhan pertemuan sudah berjalan cukup baik. Antusias dari peserta juga sangat baik.
Bahkan ada beberapa peserta dan kader yang menginginkan pertemuan seperti ini dilakukan
secara berkala.
Dari evaluasi penilaian rerata pretest dan post-test yang ada pada gambar diatas,
menunjukkan tren bahwa rerata nilai Post-Test menunjukkan nilai yang memuaskan
dengan rerata nilai selalu diatas 8 (delapan). Rerata nilai Post-test dari setiap sesi selalu
menunjukkan nilai yang lebih baik apabila dibandingkan dengan rerata nilai Pre-Test.
Dari hasil evaluasi kehadiran seperti tampak pada gambar diatas menunjukkan
bahwa jumlah kehadiran pada pertemuan kedua dan ketiga mengalami penurunan apabila
dibandingkan dengan pertemuan pertama. Penurunan jumlah peserta pada pertemuan kedua
cukup signifikan yaitu sebesar 50% (3 orang tidak hadir) dari jumlah peserta pada
pertemuan pertama. Pada pertemuan ketiga, penurunan yang didapatkan hanya sebesar
60% (4 orang tidak hadir).
66
E.Evaluasi Keseluruhan Acara Kelas Ibu Balita
Secara keseluruhan acara kelas ibu balita sudah cukup baik, antusiasme dari peserta
kelas ibu balita juga cukup tinggi. Namun, ada beberapa evaluasi secara keseluruhan dari
kelas ibu balita yaitu:
1. Keterlambatan kehadiran peserta Kelas Ibu Balita hingga 30 menit sampai
dengan 1 jam dari penjadwalan di tiap pertemuan atau sesi membuat alokasi
pemberian materi pelatihan harus dipersingkat.
2. Kondisi peserta pelatihan yang kurang kondusif dikarenakan anak yang
dibawanya membuat sebagian besar peserta tidak dapat mengikuti materi kelas
ibu balita dengan maksimal karena harus mengurus anaknya.
3. Pada Kelas A (Anak usia 0-12bulan), jumlah peserta kurang dari batas peserta
maksimal (15 peserta) sehingga penyampaian materi dapat berjalan dengan
optimal karena ibu dapat berkonsentrasi dengan materi, bahkan kami merasa
terlalu banyak materi yang disampaikan keluar dari apa yang sudah
dijadwalkan, dikarenakan ibu-ibu antusias bertanya pertanyaan sehari-hari.
4. Banyak Ibu di Kelas A yang meskipun telah dihimbau untuk membawa Buku
KIA, tetap tidak membawa bukunya pada saat sesi berlangsung.
5. Hasil Pre dan Post test masih perlu diperhitungkan ulang, dikarenakan adanya
kemungkinan terjadi positif palsu karena ibu yang mengikuti post tes ada juga
yang tidak mengikuti pre test. Sehingga kami kurang bisa menilai pemahaman
awal peserta.
67
BAB V
Guna melaksanaan monitoring dan evaluasi dari program Kelas Ibu Balita yang
telah dilaksanakan, tim peneliti melakukan kunjungan ke rumah-rumah dari ibu-ibu yang
menjadi peserta kelas ibu balita. Kunjungan rumah ini dilakukan oleh tim peneliti dengan
didampingi oleh beberapa ibu kader Bina Keluarga Balita terkait. Berikut adalah daftar
memory recall dan pengamatan dari perilaku ibu melalui kuesioner terstruktur. Penyusunan
kuesioner juga didasarkan pada materi yang telah disampaikan pada pelaksanaan pelatihan
(indepth interview) pada masing-masing responden. Dalam hal ini, peneliti tidak
melakukan kunjungan rumah pada seluruh responden yang hadir dalam Kelas Ibu Balita,
68
Dari Tabel xx diatas tampak dari masing-masing kelas terdapat sejumlah 4-6
responden yang mewakili total peserta hadir dari masing-masing kelas dengan sebaran usia,
Dari hasil kunjungan rumah yang telah dilakukan terhadap 16 responden diatas,
terdapat 25 pertanyaan kuesioner evaluasi kelas ibu balita secara umum yang diberikan
dan telah dijawab secara keseluruhan oleh setiap responden. Secara sistematis kuesioner
1. Pengertian Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Soal no. 1-5)
dalam lima buah pertanyaan. Sehingga secara total terdapat 25 butir soal yang diajukan.
Soal dibuat dengan metode Yes/No Question (Pertanyaan Benar/Salah) sehingga secara
kuantitatif mudah untuk dianalisis. Secara lebih lengkap soal kuesioner evaluasi terlampir
di Lampiran 2.
Hasil rekapitulasi jawaban kuesioner evaluasi dapat dilihat pada tabel xx dibawah
ini. Dari tabel tersebut tampak setidaknya empat butir pertanyaan dengan frekuensi
jawaban tepat yang rendah (<50% jawaban tepat) yaitu pertanyaan nomor 3 (25%
Pertanyaan yang diajukan adalah “Buku KIA berisikan informasi kesehatan ibu dan anak
69
hanya untuk dibaca ibu hamil.” Dari pertanyaan tersebut, mayoritas responden menjawab
“Benar”. Jawaban yang tepat adalah “Salah”. Hal tersebut menunjukkan adanya suatu
pengetahuan/anggapan umum yang masih salah di kalangan peserta Kelas Ibu Balita,
karena sebenarnya Buku KIA tidak hanya diperuntukkan untuk dibaca oleh ibu yang
sedang hamil saja, melainkan oleh siapapun terutama suami, atau anggota keluarga
terdekat.
Pertanyaan berikutnya yaitu nomor 14, “Petugas atau kader hanya menunggu dan
mengharapkan agar ibu aktif bertanya tentang isi Buku KIA”. Terhadap pertanyaan
tersebut mayoritas responden 56,3% (9 orang) menjawab “Benar”. Jawaban yang tepat
adalah “Salah”. Karena semestinya, petugas atau kader tidak hanya menunggu dan
mengharapkan agar ibu aktif bertanya mengenai isi buku KIA, tetapi juga perlu sering
untuk menjelaskan apa saja isi buku KIA. Sehingga, peserta atau ibu-ibu pada umumnya
Mayoritas responden juga masih menjawab tidak tepat terhadap pertanyaan nomor
19. Dalam pertanyaan nomor 19, diajukan pertanyaan yaitu “Kelas Ibu Balita
responden masih menjawab tidak tepat pertanyaan tersebut. Jawaban atas pertanyaan
tersebut adalah “Salah” dimana Kelas Ibu Balita diselenggarakan justru secara partisipatif
dimana peserta kelas ibu balita dianjurkan untuk bertanya dan aktif berpartisipasi dalam
diskusi atau tanya jawab selama kelas ibu balita berlangsung. Peserta kelas ibu balita tidak
hanya mendengarkan pemberian materi, namun peserta juga diharapkan mampu dan mau
Pertanyaan selanjutnya adalah nomor 21 yaitu “Para ibu peserta kelas ibu balita
tidak perlu membawa Buku KIA milik masing-masing”. Terhadap pertanyaan tersebut
mayoritas responden 56,3% (9 orang) menjawab “Benar”. Hal ini tentu perlu diluruskan
70
kembali bahwa untuk para ibu peserta kelas ibu balita dapat dihimbau untuk membawa
Buku KIA milik masing-masing karena Buku KIA merupakan buku pedoman sekaligus
“Buku Ajar” sederhana yang dapat digunakan sebagai panduan belajar selama kelas ibu
balita berlangsung.
Tabel xx. Tabel rekapitulasi hasil kuesioner evaluasi kelas ibu balita secara umum
Keterangan:
0 : Apabila jawaban tidak tepat (tidak sesuai dengan kunci jawaban)
1 : Apabila jawaban tepat (sesuai dengan kunci jawaban
71
A. Evaluasi Pengetahuan (Knowledge)
Apakah ibu mengetahui yang dimaksud dengan ASI eksklusif? Dan kapan
seharusnya bayi segera diberikan ASI untuk pertama kalinya? Ya, ASI
eksklusif itu diberikan pada bayi usia 0-6 bulan dan diberikan pertama
kalinya sejak bayi baru lahir,” (Ny.W, 37 tahun)
Terkait perlunya dilakukan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan,
responden menjawab bahwa ASI eksklusif sangat penting diberikan karena
kandungannya sangat kompleks. Selain itu ASI eksklusif juga bermanfaat dalam
memberi nutrisi bagi bayi, meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi
serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.
Responden telah paham keunggulan bayi yang diberikan ASI eksklusif
dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Keunggulannya
adalah ASI eksklusif akan membuat anak cerdas dan mandiri serta dapat menekan
angka kematian bayi dan angka kesakitan bayi.
72
”Menurut Ibu, apa saja manfaat ASI eksklusif yang bisa didapatkan oleh ibu?
Oh banyak, bisa mencegah kanker payudara dan dapat mengurangi
perdarahan.” (Ny. S, 26 tahun)
”Setujukah Ibu bila susu formula yang ada sekarang sudah cukup baik
menggantikan ASI? Tidak setuju, karena kandungan yang ada pada susu
formula tidak sekomplit ASI.” (Ny. S, 26 tahun)
Semua responden menyatakan setuju bahwa susu formula yang ada sekarang
belum cukup baik untuk menggantikan ASI, karena kandungan yang ada pada susu
formula tidak sebaik pada ASI.
”Setujukah Ibu, dengan anjuran pemerintah untuk menyusui bayi sampai usia
2 tahun? Tidak setuju, karena tidak semua ibu bisa memberikan ASI setiap
waktu karena ada beberapa ibu yang sibuk bekerja atau produksi ASI nya
sedikit dan tidak lancar.” (Ny. R, 35 tahun)”
73
C. Evaluasi Perilaku (Practice)
Semua responden Kelas Ibu dan Balita yang telah mendapatkan materi
mengenai ASI dan imunisasi telah menyatakan sanggup untuk memberikan ASI
pada anak usia 0-12 bulan. Semua Responden telah memahami bahwa ASI dan
imunisasi merupakan hal yang penting bagi kesehatan bayi sehingga sangat penting
untuk diberikan.
Semua responden Kelas Ibu dan Balita yang telah mendapatkan materi
mengenai ASI dan imunisasi telah setuju untuk segera konsultasi dengan bidan atau
dokter terdekat dalam pemberian ASI dan imunisasi. Semua Responden telah
memahami bahwa pemberian ASI sangat bermanfaat bagi bayi dan ibu, sehingga
anak dapat tumbuh cerdas,mandiri dan terhindar dari penyakit.
“Setelah dilakukannya penyampaian materi tentang ASI, apakah ibu mempunyai
niat untuk melakukan perawaqtan klhusus pada payudara untuk memperlancar
ASI? Ya, saya berkomitmen untuk melakukan perawatan pada payudara dengan
cara melakukan pemijatan pada payudara.
“Apa yang mendorong ibu berkomitmen demikian? Agar dapat memperlancar
air ASI saya.” (Ny.S 26 tahun)
74
Semua responden Kelas Ibu Balita yang telah mendapatkan materi mengenai
ASI, ibu akan melakukan perawatan khusus pada payudara untuk memperlancar
ASI, salah satunya dengan cara melakukan pemijatan pada payudara.
75
BAB VI
A. Kesimpulan
Mengamati hasil proses pemberian materi, monitoring, dan evaluasi Kelas
Ibu Balita, pada beberapa responden, didapatkan kesimpulan bahwa:
Peneliti menyimpulkan bahwa peserta belum memahami dengan baik Buku
KIA sebagai pedoman untuk memandu tumbuh kembang, asupan gizi, dan pola
asah asih asuh anak. Peserta lebih memahami Buku KIA sebatas sebagai
catatan status gizi (kartu KMS) dan catatan imunisasi anak saja.
Peneliti menyimpulkan bahwa peserta belum begitu banyak mendapatkan
informasi mengenai Pedoman Gizi Seimbang dan lebih memahami mengenai
konsep 4 Sehat 5 Sempurna.
Peneliti menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan, pemahaman,
dan kesadaran peserta Kelas Ibu Balita terhadap urgensi pemberian asupan gizi
seimbang dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Peneliti menyimpulkan bahwa hingga dilakukannya kunjungan rumah dalam
rangka monitoring dan evaluasi, responden masih memiliki komitmen untuk
selalu mengajarkan PHBS dan menyediakan asupan gizi seimbang sesuai PGS
bagi anaknya.
B. Hambatan
Dalam melakukan pemberian materi, monitoring, dan evaluasi Kelas Ibu
Balita peneliti menjumpai beberapa hambatan yaitu berupa:
Keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian. Sehingga peneliti tidak dapat
melakukan pengamatan secara utuh sampai responden menyelesaikan
pemantauan status gizi hingga anak berusia 5 tahun setelah diberikannya
materi.
76
Keterbatasan cakupan responden, karena ada beberapa peserta yang pada saat
dilakukan pengambilan data kuesioner sedang tidak ada di rumah karena
bekerja.
C. Saran
Dari pengamatan pada saat melakukan monitoring pemberian materi,
monitoring, dan evaluasi Kelas Ibu Balita peneliti menyarankan agar:
Sosialisasi kembali secara menyeluruh baik oleh tenaga kesehatan dan kader
mengenai pentingnya Buku KIA sebagai pedoman dalam tumbuh kembang
anak, dan agar selalu dibawa apabila berkunjung ke fasilitas kesehatan sampai
dengan anak usia 5 tahun.
Peneliti menyarankan agar pengelola program Kelas Ibu Balita dan kader untuk
mengingatkan para peserta Kelas Ibu Balita untuk selalu membawa Buku KIA.
Buku KIA itu nantinya digunakan sebagai buku ajar sederhana selama Kelas
Ibu Balita berlangsung.
Peneliti menyarankan untuk dilakukan update atau perbaruan informasi hingga
tingkat kader kesehatan utamanya mengenai Pedoman Gizi Seimbang secara
periodik.
Peneliti menyarankan untuk dilakukan FGD (Focused Group Discussion)
antara pemegang program di Puskesmas dan pemangku kepentingan untuk
dapat mengidentifikasi permasalahan terkait kesulitan menerapkan Pedoman
Gizi Seimbang maupun Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
77
DAFTAR PUSTAKA
78
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. Profil Kesehatan Kabupaten
Semarang Tahun 2014. Kabupaten Semarang: Dinkes Kabupaten Semarang.
2014. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2
014/3322_Jateng_Kab_Semarang_2014.pdf pada tanggal 10 Juni 2018.
11. Hidayat, A, Aziz. 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.
Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar.
12. Atika. (2010). Imunisasi dan Vaksinasi. Bantul, Yogyakarta Nuha Medika
13. Ranuh. 2005. Buku Panduan Masalah Bayi Baru Lahir. Jakarta : Trans Info
Medika
14. Wiji, R.N. (2013). ASI dan Pedoman Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha
Medika.
15. Suradi, R dan Hegar. (2010). Indonesia Menyusui. Jakarta: IDAI.
16. Roesli, U. (2008). Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
17. Notoatmojo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. 2010. Jakarta: PT. Rineka Cipta
18. Notoatmojo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. 2007. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
19. Ajzen I. The Theory of Planned Behavior. 1991. Academic press. Inc.
20. Ajzen I. Attitudes, personality, and behavior. 2005. New York: Open
University Press.
21. Allport, G. Personality. 1961. New York: Holt, Rinehart, and Winston.
22. Fishbein, M. and Ajzen, I. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research. Reading. 1975. MA: Addison-Wesley.
23. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Umum Manajemen Kelas Ibu: Kelas
Ibu Hamil dan Kelas Ibu Balita. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat.
2009. Diakses dari
https://libportal.jica.go.jp/library/Archive/Indonesia/237i.pdf pada tanggal 10
Juni 2018.
79