Anda di halaman 1dari 7

BAB III

ANALISIS MASALAH

3.1. Apakah hubungan riwayat kehamilan dengan keluhan pasien?

Pada kasus dalam scenario, diketahui bahwa pasien merupakan seorang wanita
yang memilki riwayat kehamilan G5P3A1 yang berarti pasien sudah pernah mengalami
kehamilan sebanyak 5 kali, melahirkan 3 kali dan pernah memilki riwayat abortus
sebanyak 1 kali. Pasien diketahui terjadi keluarnya darah dari jalan lahir setelah
melakukan proses persalinan plasenta. Dari riwayat kehamilan pasien, pasien memiliki
salah satu dari beberapa faktor resiko . Faktor resiko dalam obstetric adalah kondisi
dimana seorang ibu atau kelompok ibu hamil memiliki kemungkinan terjadinya
komplikasi persalinan. Hal ini dapat menjadi mata rantai dalam proses yang merugikan
dan mengakibatkan seorang ibu mengalami kesakitan, kecacatan pada ibu maupun
janin.

Kelompok factor Resiko terbagi menjadi 3 kelompok :

1. Kelompok Faktor resiko 1 : Ada potensi gawat obstetric (APGO)


Yaitu ibu yang memuliki 7 terlalu dan 3 pernah
7 Terlalu
1) Primi muda
2) Primi tua
3) Primi tua sekunder
4) Umur lebih dari 35 tahun
5) Grande multi
6) Anak terkecil berusa kurang dari 2 tahun
7) Tinggi badan kurang dari 145 cm
3 Pernah
1) Riwayat obstetric jelek
2) Perdarahan sebelumnya
3) Riwayat sesar sebelumnya

2. Kelompok Faktor resiko 2 : Ada gawat obstetric (AGO)


Adanya riwayat penyakit ibu seperti preeclampsia ringan, hamil kembar,
hidramniaon, hamil serotinus, IUFD, letak sunsang atau lintang.
3. Kelompok Faktor resiko 3 : Ada Gawat Darurat Obstetrik (AGDO)
Adanya riwayat preeclampsia berat dan eklampsia.

Pada skenario, dijelasakan bahwa pasien tersebut pernah mengalami riwayat abortus
sebelumnya dan pasien juga memiliki anak yang banyak sehingga pasien memiliki
faktor resiko untuk terjadinya kegawatan pada obstetric (Sarwono, 2010)

3.2 . Riwayat bayi lahir besar dengan keluhan pasien?

Pada scenario, dijelaskan bahwa pasien melahirkan bayi dengan bobot 4050 gram.
Dalam kasus ini, bayi yang dilahirkan pasien merupakan bayi yang memilki berat badan
yang besar atau berat. Kelahiran bayi dengan bobot yang berat dibagi menjadi 2 definisi.

1. BBLB (bayi berat lahir besar)


Bayi yang besar uintuk masa kehamilannya BB> 90 persentil untuk kehamilan
yang spesifik
2. Makrosomia
Pertumbuhan yang memiliki ukuran yaitu 4000-4500 gram tanpa
memperhatikan usia kehamilan (Sarwono, 2010)

Factor yang menyebabkan BBLB :

1. Ukuran besar dari orangtua


2. Multiparitas
3. Kehamilan berkepanjangan
4. Janin laki-laki
5. Riwayat melahirkan dengan BBLB sebelumnya
6. Status ibu merokok
7. Ras/ etnis

Ibu yang melahirkan bayi dengan BBLB merupakan salah satu factor resiko dari
perdarahan post partum dikarenakan pada saat persalinan bayi dengan BBLB
akan derjadi over distensi (disntendi berlebihan) dalam proses persalinan yang
dapat menyebabkan perdarahan post partum (Sarwono, 2010)
3.3. Apakah hubungan riwayat persalinan dengan keluhan pasien?

Pada scenario diatas, dijelaskan bahwa pasien ini menjalani proses persalinan yang
normal dari Kala I sampai dengan Kala III , hal ini dibuktikan dengan adanya persalinan
plasenta yang terjadi 8 menit setelah persalinan janin. Persalinan pasien dalam kasus di
scenario merupakan persalinan yang normal dan baik hingga Kala III. Pada Kala IV,
terjadi perdarahan yang menyebabkan perlu dilakukan tindakan untuk menggentikan
perdarahan agar tidak terjadi komplikasi yang berlanjut (Sarwono, 2010)

3.4. Mengapa diberikan suntikan metilergotamin 0,2 mg segera setelah bayi lahir?

Metil ergometrin merupakan uterotonik untuk mencegah atonia uteri dan


mencegah perdarahan.

First line agent → disitosin → lebih sedikit efek samping


2nd line agent → golongan ergot dekoloid → Metil ergometri

- Batas keamanan sempit
- Tidak boleh digunakan pada pasien
hipertensi

Metilergometri
A. Farmakologi
Metil ergometri memiliki efek langsung terhadap otot uterus

- Meningkatkan tonus kontraksi


- Meningkatkan amplitudo kontraksi Dosis rendah

- Meningkatkan ritme kontraksi

Diikuti fase Kontraksi Merangsang


relaksasi uterus berulang adenoreseptor

Indikasi :

- Mengontrol perdarahan pasca persalinan dan pasca abortus oleh atonia uteri
- Penanganan aktif stadium III proses kelahiran
- Perdarahan dalam massa nifas
- Subinvolusi uterus
- SC/persalinan dengan tindakan

Kontraindikasi
- Wanita hamil
- Persalinan kala I dan II
- Hipertensi
- Eklamsia

3.5. Kemungkinan yang terjadi

(Saifuddin, 2009)
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN

5.1. Bagaimana cara menentukan presentase kehilangan darah?

5.2. Jelaskan semua mengenai perdarahan post partum akibat laserasi jalan lahir !

5.3. Jelaskan semua penyebab perdarahan post partum !

5.4. Jelaskan mengenai tatalaksana syok hipovolemik !


BAB VI

BELAJAR MANDIRI

BAB VII
BERBAGI INFORMASI

7.1. Bagaimana cara menentukan presentase kehilangan darah?

7.2. Jelaskan semua mengenai perdarahan post partum akibat laserasi jalan lahir !

7.3. Jelaskan semua penyebab perdarahan post partum !

7.4. Jelaskan mengenai tatalaksana syok hipovolemik !

Penatalaksanaan
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat
larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v.
jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil
contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan
tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem
paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi
kelebihan cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:

Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila
tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40
mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin.
Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang,
menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan
nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi
urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan
produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran
tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum
pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin,
menunjukkan masih perlu transfusi cairan (Sarwono, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai