Anda di halaman 1dari 160

Judd

Stevens adalah seorang psikoanalis yang dihadapkan pada kasus paling


gawat dalam hidupnya.
Jika dia tidak berhasil mengetahui jalan pikiran seorang pembunuh, dia akan
ditangkap dengan tuduhan membunuh, atau dirinya sendiri akan terbunuh....
Dua orang yang paling dekat dengan Dr. Stevens tewas terbunuh. Mungkinkah
pembunuhnya salah seorang pasiennya? Seseorang yang kacau karena mentalnya
tak kuat menahan beban masalah hidupnya? Seorang penderita neurosis?
Seorang gila? Sebelum si pembunuh beraksi lagi, Judd Stevens harus bisa
menanggalkan topeng wajah tak berdosa yang dikenakannya dan menelanjangi
gejolak-gejolak emosinya yang paling dalam, ketakutan dan kengeriannya,
dambaan dan nafsunya, dan dengan demikian menampilkan...
WAJAH SANG PEMBUNUH
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang
Perubanan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda pating banyak Rp
100.000.000,— (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,— (lima puluh
juta rupiah).
Sidney Sheldon
WAJAH SANG PEMBUNUH
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1999
THE NAKED FACE by Sidney Sheldon © 1970 by Sidney Sheldon
WAJAH SANG PEMBUNUH Alih bahasa: Anton Adiwiyoto GM 402 96.034
Hak Cipta Terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl.
Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270 Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta, Maret 1979
Cetakan kedelapan: Maret 1995 Cetakan kesembilan: Oktober 1996 Cetakan
kesepuluh: Oktober 1998 Cetakan kesebelas: September 1999
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
SHELDON, Sidney
Wajah Sang Pembunuh / Sidney Sheldon ; alih bahasa, Anton Adiwryoto. -
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1990.
328 him.: IS cm
Judul asli: The Naked Face
ISBN 979 - 403 - 034
I. Fiksi Amerika . i. Judul. II. Adiwiyoto,
8x0.3
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab
percetakan
Untuk wanita-wanita dalam t Jorja
Mary — dan — Natalie
1
Sepuluh menit sebelum pukul sebelas siang langit menurunkan hujan salju yang
lebat, yang segera menyelimuti kota. Salju yang lembut mengubah jalan-jalan
Manhattan yang sudah membeku menjadi berwarna kelabu. Angin Desember
yang sedingin. es menghalau penduduk yang habis berbelanja untuk Hari Natal
bergegas-gegas pulang ke apartemen atau rumah masing-masing.
Di Lexington Avenue seorang laki-laki kurus jangkung berjas hujan plastik
warna kuning berjalan tergesa-gesa di tengah arus orang banyak. Jalannya cepat,
tapi tidak seperti pejalan kaki lainnya yang bergegas-gegas untuk melarikan diri
dari hawa dingin. Kepalanya terangkat tinggi, dan tampaknya dia tidak
mempedulikan beberapa orang lewat yang menabraknya.
Ya, kini dia sudah bebas setelah mengalami masa pencucian yang lama. Dan kini
dia pulang ke rumah untuk mengatakan kepada Mary bahwa semua sudah
selesai. Masa lampau sudah mati dan dikubur, dan masa depan mereka gemilang
penuh warna keemasan. Dalam pikirannya terbayang
betapa muka istrinya akan berseri-seri setelah dia
menyampaikan berita ini. Ketika dia sampai ke sudut 59th Street, lampu
penyeberangan ganti menjadi merah. Dia pun
berhenti bersama orang banyak yang tidak sabar. Tidak berapa jauh dari
tempatnya seorang Sinterklas Bala Keselamatan berdiri di atas sebuah ketel
besar. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku mencari-cari uang kecil,
persembahan untuk dewa keberuntungan. Saat itu dia merasakan seseorang
menampar panggungnya. Tamparan yang tiba-tiba dan sangat keras ini
mengguncangkan tubuhnya. Rupanya ada pemabuk yang mencoba bersikap
ramah.
Atau Brace Boyd. Bruce tidak menyadari kekuatannya sendiri, dan punya
kebiasaan yang kekanak-kanakan untuk menyakitinya. Tapi sudah setahun lebih
dia tidak pernah lagi menemui Bruce.
Laki-laki berjas hujan kuning ini mulai menoleh untuk melihat siapa yang
memukulnya, tetapi dia merasa heran karena lututnya lemas dan menekuk.
Perlahan-lahan, di luar kemauannya, tubuhnya roboh ke trotoar. Rasa sakit di
punggungnya mulai meluas. Bernapas pun terasa sulit sekali.
Dia sadar bahwa orang banyak terus berjalan melangkahi mukanya, seakan-akan
digerakkan oleh kehidupan di dunia mereka sendiri. Pipinya mulai terasa beku
karena menempel ke trotoar yang dingin. Dia tahu bahwa dia tidak boleh
berbaring di situ. Dia mencoba membuka mulutnya untuk minta tolong, namun
yang keluar justru cairan berwarna merah yang panas membanjir ke salju.
Dia tertegun melihat darahnya sendiri mengalir di trotoar menuju ke got. Rasa
sakitnya kini semakin menyiksa. Tetapi dia tidak begitu mempedulikannya,
sebab tiba-tiba dia teringat akan kabar baiknya.
Ya, kini dia bebas. Dia akan memberi tahu Mary bahwa dia sudah bebas.
Matanya dipejamkan karena lelah terus-menerus melihat langit putih yang
menyilaukan, Kini salju yang turun sudah berubah menjadi hujan air es, tetapi
dia tidak merasakan apa-apa lagi.
Carol Roberts mendengar suara pintu ruang penerima tamu terbuka dan menutup
kembali. Dua orang laki-laki masuk. Sebelum Carol melihat pun, dia sudah bisa
menebak siapa mereka.
Yang seorang berumur kira-kira empat puluh lima tahun. Tubuhnya besar,
tingginya satu meter sembilan puluh dan berotot kekar. Kepalanya besar.
Matanya berwarna biru baja dan cekung, mulutnya keras.
Laki-laki satunya lebih muda. Mukanya tajam, sensitif. Matanya coklat dan
tajam. Kedua laki-laki ini sangat berlainan, tapi menurut pandangan Carol
mereka tidak ubahnya seperti saudara kembar.
Mereka adalah polisi. Itulah yang bisa ditebak oleh Carol.Waktu mereka berjalan
mendekati meja tulisnya, Carol bisa merasakan keringatnya mulai membasahi
ketiaknya.
Pikiran Carol kalut sekali. Seketika pikirannya melayang ke mana-mana,
memikirkan segala hal yang bisa membuatnya celaka. Chick? Tapi sudah lebih
dari enam bulan kekasihnya ini tidak pernah lagi membuat kerusuhan. Sejak
malam itu, ketika
Chick melamarnya dan berjanji akan keluar dari
gang anak-anak muda.
Sammy? Dia di Angkatan Udara dan sedang bertugas di seberang lautan. Dan
seandainya ada sesuatu menimpa diri kakaknya, pasti bukan kedua binatang ini
yang dikirim untuk menyampaikan berita.
Tidak, mereka pasti datang untuk menangkapnya. Dia memang membawa ganja
dalam dompet, dan ada orang yang mengadukannya. Tapi mengapa harus
berdua? Carol mencoba meyakinkan dirinya bahwa polisi tidak bisa
mengusiknya lagi. Dia sudah bukan lagi pelacur kulit hitam dari Harlem yang
bisa didesak-desak.
Ya, dia sudah bukan pelacur lagi. Sekarang dia resepsionis yang bekerja untuk
psikoanalis terbesar di Amerika. Tetapi ketika kedua laki-laki ini semakin
mendekat, rasa panik Carol meningkat.
Kenangan masa lampau yang pahit masih sangat membekas pada ingatannya.
Bertahun-tahun dia bersembunyi di dalam apartemen yang penuh sesak dan bau,
sementara penegak hukum kulit putih merenggutkan ayah, kakak perempuan
atau saudara sepupunya.
Namun pergolakan pada pikirannya tidak kelihatan pada air muka Carol. Sekilas
pandang kedua detektif hanya melihat seorang gadis Negro yang masih muda
dan cantik, mengenakan rok yang potongannya bagus. Suaranya tenang dan
resmi.
"Apa yang bisa saya bantu untuk Anda?"
Kemudian Letnan Andrew McGreavy, detektif
yang lebih tua, melihat keringat yang makin meluas di bawah ketiaknya. Secara
otomatis dia mengingat-ingat ini sebagai informasi yang penting untuk
digunakan di masa yang akan datang. Resepsionis Dokter pikirannya tegang.
McGreavy mengeluarkan dompet dengan lencana yang tersemat pada bagian
luarnya.
"Letnan McGreavy, Seksi Sembilan Belas." Dia menunjuk kepada pamernya.
"Detektif Angeli. Kami dari Bagian Pembunuhan."
Pembunuhan? Otot pada lengan Carol mulai berdenyut-denyut dengan
sendirinya. Chick! Dia pasti membunuh orang. Dia melanggar janji kepadanya
dan kembali ikut gang. Dia ikut merampok dan menembak orang, atau—apakah
dia yang tertembak? Apakah dia mati? Itukah sebabnya mereka datang untuk
memberitahukan ini kepadanya?
Carol merasakan keringatnya mengalir semakin deras. Tiba-tiba dia menyadari
keadaannya. McGreavy melihat ke mukanya, tapi Carol tahu benar bahwa polisi
ini memperhatikan keringatnya. Baik dia sendiri maupun orang seperti
McGreavy tidak memerlukan kata-kata. Seketika mereka saling mengenal begitu
mereka bertemu. Mereka sudah saling mengenal selama ratusan tahun.
"Kami ingin bertemu dengan Dokter Judd Stevens," kata detektif yang lebih
muda. Suaranya lemah lembut dan sopan, sesuai dengan rupa lahiriahnya. Untuk
pertama kalinya Carol mem
perhatikan bahwa detektif ini membawa bungkusan kertas cokfat yang tidak
begitu besar, diikat
dengan tali.
Hanya sesaat waktu yang diperlukan untuk meresapkan kata-katanya. Jadi ini
bukan persoalan Chick. Atau Sammy. Atau ganja.
"Maaf," kata Carol, hampir tidak bisa menyembunyikan kelegaannya. "Dokter
Stevens sedang bersama pasien."
"Ini hanya akan makan waktu beberapa menit," kata McGreavy, "Kami ingin
mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya." Dia berhenti bicara sebentar.
"Kami bisa menanyai dia di sini, atau di markas polisi."
Carol memandang kedua jpolisi sesaat, tidak mengerti. Mengapa dua orang
detektif dari Bagian Pembunuhan ingin menanyai Dokter Stevens? Apa pun
perkiraan polisi, Dokter tidak mungkin melakukan kesalahan. Carol sudah
mengenal baik dokter ini. Berapa lama? Empat tahun. Perkenalan mereka
diawali pada suatuvmalam di pengadilan...
Waktu itu pukul tiga pagi, dan cahaya lampu di ruang pengadilan membuat
setiap orang kelihatan pucat serta tidak sehat. Ruang pengadilan ini sudah tua
dan tidak terurus, penuh dengan busuknya bau ketakutan yang terkumpul selama
bertahun-tahun seperti menumpuknya cat yang mengelupas.
Nasib Carol waktu itu sungguh sial sekali, sebab yang mengadili dia Hakim
Murphy lagi. Baru dua minggu yang lalu dia berhadapan
dengan hakim ini, dan dibebaskan dengan hukuman percobaan. Pelanggaran
pertama. Artinya, itu pertama kalinya bangsat-bangsat menangkapnya. Kali ini
dia sadar bahwa hakim akan menjatuhkan hukuman kepadanya.
Perkara yang diajukan sebelum perkaranya sudah hampir selesai. Seorang laki-
laki jangkung dan tampak berwatak tenang berdiri di muka hakim dan
mengatakan sesuatu tentang kliennya, laki-laki gemuk yang tangannya diborgol
dan sekujur badannya gemetar.
Carol menaksir pasti laki-laki jangkung yang tenang ini seorang pembela,
seorang tukang ngomong. Wajahnya yang penuh rasa percaya diri sudah
menunjukkan hal itu. Mujur benar laki-laki gemuk ini punya pembela seperti
dia. Sedangkan dia sendiri tidak dibela oleh siapa pun.
Akhirnya Carol mendengar namanya dipanggil. Dia berdiri, merapatkan lutut
supaya tidak gemetar. Petugas pengadilan mendorong Carol maju ke depan.
Seorang juru tulis menyerahkan berkas tuduhan kepada hakim.
Hakim Murphy melihat kepada Carol, kemudian ke kertas di hadapannya.
"Carol Roberts. Menjual diri di jalan, gelandangan, memiliki mariyuana dan
melawan waktu ditangkap.Tuduhan yang terakhir omong kosong belaka. Polisi
mendorongnya, dan dia menyepak kemaluannya. Bagaimanapun juga, dia warga
negara
"Beberapa minggu yang lalu kau di sini bukan,
Carol?"
Carol membuat suaranya kedengaran tidak pasti. "Saya rasa itu benar, Yang
Mulia." "Dan aku memberimu hukuman percobaan." "Benar, Tuan." "Berapa
umurmu?"
Seharusnya dia tahu mereka akan bertanya.
"Enam belas. Hari ini ulang tahun saya yang keenam belas. Selamat ulang tahun
kepadaku," kata Carol. Kemudian tangisnya meledak, terus tersedu-sedu sampai
tubuhnya terguncang-guncang.
Seorang laki-laki jangkung yang kelihatan pendiam sedang berdiri dekat meja di
tepi ruangan, mengumpulkan beberapa helai kertas dan memasukkannya ke
dalam tas. Waktu Carol menangis tersedu-sedu, laki-laki ini mengawasinya
sebentar. Kemudian dia bicara kepada Hakim Murphy.
Hakim mengumumkan bahwa sidang ditunda untuk istirahat, dan kedua laki-laki
ini masuk ke kamar hakim. Lima belas menit kemudian petugas pengadilan
mengawal Carol masuk ke kamar hakim. Di dalam, laki-laki yang pendiam ini
sedang bercakap-cakap dengan hakim.
"Kau gadis yang mujur, Carol," kata Hakim Murphy. "Kau akan diberi
kesempatan sekali lagi. Pengadilan menyerahkan kau kepada penjagaan pribadi
Dokter Stevens."
Jadi laki-laki jangkung ini bukan tukang ngomong—dia seorang dukun. Carol
tidak peduli
seandainyapun orang yang membawanya ini adalah Jack the Ripper. Yang
penting dia keluar dari ruang pengadilan yang bau sebelum mereka tahu itu
bukan hari ulang tahunnya.
Dokter membawa Carol ke apartemennya. Sepanjang perjalanan dalam mobil
Dokter mengajak Carol mengobrol. Diberinya Carol kesempatan menguatkan
harinya dan berpikir. Akhirnya mobil dihentikan di muka gedung apartemen
modern di 71 st Street yang menghadap ke East River. Di gedung ini ada penjaga
pintu dan operator lift. Mereka menegur Dokter dengan sikap biasa saja. Dari
sikap mereka orang bisa menarik kesimpulan bahwa Dokter sudah biasa pulang
pukul tiga pagi bersama pelacur umur enam belas tahun.
Belum pernah Carol melihat apartemen yang sebagus ini. Ruang duduknya
bercat putih, dilengkapi dengan dua buah sofa panjang berlapis kain tweed. Di
antara kedua sofa ada sebuah meja kopi besar berlapis kaca tebal. Di atas meja
ada papan catur besar, buah caturnya ukiran Venesia.
Lukisan modern bergantungan di dinding. Di ruang tengah ada monitor televisi
jarak dekat yang menunjukkan pintu masuk ke lobi. Di sudut ruang duduk ada
bar dari kaca buram, dengan rak berisi gelas dan guci kristal. Melalui jendela,
Carol bisa melihat jauh di bawah beberapa perahu kecil sedang menyusuri East
River.
"Pengadilan selalu membuat saya lapar," kata
Judd. "Mari kita makan untuk merayakan tahunmu."
Diajaknya Carol ke dapur. Di situ Carol bisa melihat Dokter dengan pandainya
masak dadar telur Meksiko, kentang goreng Prancis, kue panggang Inggris,
selada, dan kopi.
"Ini salah satu keuntungan menjadi bujangan," katanya. "Saya bisa memasak
kapan saja saya mau."
Jadi dia seorang bujangan tanpa teman wanita di rumah. Kalau dia cukup cerdik,
ini bisa menjadi tambang emas, pikir Carol. Setelah dia selesai melahap
makanannya, Dokter mengantarkannya ke kamar tamu.
Kamar tidur untuk tamu dindingnya bercat biru. Di situ ada sebuah tempat tidur
besar dengan seprai biru berbintik-bintik. Di dekatnya ada sebuah lemari pakaian
Spanyol yang rendah terbuat dari kayu hitam dan pegangannya dari perunggu.
"Kau bisa tidur di sini," kata Dokter. "Saya akan mencarikan piyama untukmu."
Waktu melihat berkeliling dalam kamar yang begitu bagus, Carol berpikir, Carol
sayang, kau dapat rezeki nomplok! Laki-laki ini mencari perempuan kulit hitam.
Dan kaulah yang terpilih untuk memberikan kesenangan kepadanya.
Carol membuka pakaian dan menghabiskan waktu setengah jam berikutnya di
kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dia hanya memakai handuk untuk
membungkus tubuhnya yang montok dan berkilat-kilat. Di atas tempat tidur
dilihatnya piyama milik Dokter yang disiapkan untuknya.
Dia tertawa mengerti dan membiarkan piyama tetap di tempatnya. Handuk
dilemparkannya, lalu dia berjalan ke ruang duduk. Dokter tidak ada di situ. Carol
menjengukkan kepalanya ke balik pintu ruang belajar. Dokter sedang duduk
menghadapi meja tulis besar, dengan lampu antik tergantung di atasnya.
Ruang belajar Dokter penuh dengan buku yang memenuhi rak dari lantai sampai
ke langit-langit. Carol berjalan ke belakang Dokter dan mencium lehernya.
"Mari kita mulai, Sayang," bisik Carol. "Saya sudah tidak kuat lagi
menahannya." Dia merapatkan tubuhnya ke tubuh Dokter. "Tunggu apa lagi?
Kalau kita tidak segera mulai, saya bisa gila."
Sesaat Dokter memandang Carol dengan matanya yang kelabu tua. "Kau belum
cukup mendapat kesulitan?" Dia bertanya dengan suara lembut. "Bukan salahmu
kalau kau dilahirkan sebagai orang Negro. Tapi siapa yang menyuruh kau
menjadi anak putus sekolah, pengisap ganja, dan melacurkan diri pada umur
enam belas tahun?"
Carol terbelalak, keheranan. Apakah dia telah salah omong? pikirnya. Mungkin
untuk merangsang berahinya, dokter ini harus mencam-bukinya dulu. Atau
mungkin dia suka main-main sebagai pendeta cabul. Dia akan berdoa di atas
kemaluannya yang hitam, mengampuni dosanya, dan kemudian menidurinya.
Carol mencoba sekali lagi. Dia mengulurkan
tangan ke antara pangkal paha Dokter dan mengelusnya sambil berbisik,
"Ayolah, Sayang, bangunlah."
Dokter Stevens melepaskan diri dengan sikap lembut dan mendudukkan Carol di
kursi. Belum pernah Carol sebingung itu. Dokter ini tidak punya tampang
homoseks, tapi, siapa tahu di zaman sekarang ini....
"Apa kegemaranmu, Sayang? Katakan apa yang paling kausukai dan saya akan
menuruti kehendakmu."
"Baiklah," kata Dokter. "Mari kita omong-omong." "Maksudmu—mengobrol}"
"Betul."
Mereka pun bercakap-cakap. Sepanjang malam. Bagi Carol ini malam paling
aneh yang pernah dilewatkannya. Dokter Stevens berbicara melompat-lompat
dari satu soal ke soal lainnya, menyelidiki, mengujinya. Dokter menanyakan
pendapatnya mengenai Vietnam, pemukiman Negro, dan kerusuhan mahasiswa.
Setiap kali Carol mengira bahwa dia sudah tahu apa yang dikehendaki Dokter,
Dokter sudah mengganti bahan percakapan lagi.
Banyak sekali yang mereka bicarakan. Banyak di antaranya yang belum pernah
didengar oleh Carol, di samping persoalan yang sudah sangat dikenalnya.
Berbulan-bulan kemudian Carol masih sering berbaring dengan mata nyalang,
menco-
ba mengingat-ingat percakapan yang mengubah dirinya.
Ya, mana gerangan mantera ajaib yang berhasil mengubah dirinya? Tapi Carol
tidak bisa menemukannya) sebab akhirnya dia sadar bahwa sama sekali tidak
ada mantera ajaib. Yang dilakukan Dokter Stevens sederhana saja. Dia hanya
mengajaknya bicara. Benar-benar mengajaknya bicara. Tak seorang pun pernah
berbuat begitu sebelumnya. Dokter ini memperlakukannya sebagai manusia
yang sederajat, yang pendapat dan perasaannya benar-benar diperhatikan.
Dan seketika pada malam itu tiba-tiba Carol menyadari ketelanjangannya, lalu
dia cepat-cepat masuk untuk memakai piyama. Dokter mengikutinya ke
kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur, dan mereka meneruskan bercakap-
cakap.
Mereka membicarakan Mao Ze Dong, hula hop, dan pil anti hamil. Mereka juga
berbicara tentang memiliki ayah dan ibu yang tidak pernah menikah. Carol
menceritakan kepadanya segala hal yang belum pernah diceritakannya kepada
siapa pun dalam hidupnya. Segala hal yang selama ini terpendam dalam bawah
sadarnya.
Dan ketika pada akhirnya dia tertidur, Carol merasakan dirinya sudah kosong
sama sekali. Rasanya dia seperti habis menjalani operasi besar, dan bisa yang
ada di dalam tubuhnya sudah dialirkan ke luar semua.
Paginya, sesudah sarapan, Dokter memberinya uang seratus dollar.
Carol ragu-ragu menerimanya. Kemudian akhirnya dia berkata, "Saya bohong.
Kemarin bukan hari ulang tahun saya."
"Saya tahu." Dokter Stevens tersenyum. "Tapi kita tidak akan mengatakannya
kepada Hakim." Nada suaranya berubah. "Kau boleh menerima uang ini dan
pergi dari sini. Tak ada yang akan mengganggumu, sampai saat kau ditangkap
polisi lagi." Dia berhenti bicara sebentar. "Saya butuh resepsionis. Saya rasa kau
bisa menjadi resepsionis yang baik."
Carol memandang Dokter dengan rasa tidak percaya. "Dokter keliru. Saya tidak
bisa steno atau mengetik."
"Kau bisa kalau sekolah lagi."
Carol memandangnya sesaat. Kemudian dengan sungguh-sungguh dia berkata,
"Itu belum pernah saya pikirkan. Kedengarannya hebat sekali."
Carol sudah tidak sabar lagi, ingin segera kabur dari apartemen Dokter dan
memamerkan lembaran ratusan dollar-nya kepada teman-temannya di Toko
Fishman di Harlem. Di situlah kelompoknya biasa kumpul-kumpul. Dia bisa
bersenang-senang selama seminggu dengan uang yang didapatnya.
Dia berjalan masuk ke Toko Fishman, seakan-akan tidak pernah pergi ke mana-
mana. Dilihatnya wajah-wajah kasar yang biasa, dan percakap an kotor yang
memekakkan telinga. Dia sudah kembali ke lingkungannya lagi. Tetapi dia selalu
memikirkan apartemen Dokter. Bukan perabotannya yang membuat perbedaan.
Apartemennya begitu—bersih. Dan tenteram.
Ya, apartemen Dokter Stevens seperti pulau kecil di dunia lain. Dan Dokter
sudah menawarkan paspor untuk memasukinya. Apa ruginya kalau dia
menerima tawaran Dokter? Dia bisa mencoba untuk iseng-iseng saja. Untuk
membuktikan bahwa Dokter keliru, bahwa dia takkan berhasil.
Tapi Carol sendiri merasa heran ketika dia masuk sekolah di waktu malam.
Kamarnya yang lama ditinggalkan. Kamar yang dilengkapi dengan wastafel
karatan, cermin pecah, dipan reyot, dan tirai jendela hijau yang dekil ini punya
peranan tersendiri. Di situlah dia memainkan sandiwaranya.
Di situ dia bisa menjadi putri cantik anak jutawan dari Paris, London, atau
Roma. Laki-laki yang menidurinya pangeran tampan yang kaya, dan setengah
mati ingin mengawininya. Dan setelah laki-laki ini puas dan meninggalkannya,
khayalannya pun mati. Sampai kesempatan berikutnya,
Carol meninggalkan kamar dengan semua pangerannya tanpa menoleh-noleh
lagi, dan kembali hidup dengan orangtuanya. Dokter Stevens memberinya
tunjangan selama dia sekolah. Dokter juga hadir waktu pembagian ijazah,
matanya bersinar-sinar karena bangga.
Sekarang ada orang yang percaya kepadanya.
Dia seorang yang berarti. Siang hari dia bekerja,
dan malamnya mengambil kursus sekretaris. Setelah tamat dari kursus ini, dia
bekerja pada Dokter Stevens dan mampu menyewa apartemen sendiri.
Selama empat tahun Dokter Stevens selalu memperlakukannya dengan sopan,
sama seperti sikap yang ditunjukkannya pada malam pertama perkenalan
mereka. Mula-mula Carol mengira akan mendengar komentar Dokter yang
mengingatkan mengenai keadaan dirinya dulu dan sudah menjadi apa dia
sekarang. Tetapi ternyata jauh dari itu, dan akhirnya dia sadar bahwa Dokter
selama ini melihat dirinya sebagaimana keadaannya sekarang.
Yang dilakukan Dokter hanya membantu dia mencapai cita-citanya. Kapan saja
Carol mempunyai kesulitan, Dokter selalu menyediakan waktu untuk
membicarakannya. Akhir-akhir ini dia bermaksud menceritakan kepada Dokter
apa yang terjadi antara dia dengan Chick. Dia akan menanyakan pendapat
Dokter, apakah dia perlu mem-beritahu Chick. Tapi maksudnya ini belum juga
disampaikan. Dia ingin Dokter Stevens merasa bangga akan dirinya. Dia akan
melakukan apa saja untuk Dokter yang baik hati ini....
Dan sekarang kedua polisi dari Bagian Pembunuhan ingin menanyai Dokter
yang begitu baik hati kepadanya.
McGreavy menjadi tidak sabar. "Bagaimana, Nona?" Dia bertanya.
"Saya mendapat perintah untuk tidak meng-
ganggunya kalau dia sedang bersama pasien," kata Carol. Dia melihat perasaan
yang terpancar dari mata McGreavy. "Akan saya telepon dia."
Carol mengangkat telepon dan menekan bel interkom. Setelah sunyi selama tiga
puluh detik, terdengar suara Dokter Stevens melalui telepon. "Ya?"
"Ada dua orang detektif ingin bertemu dengan Dokter. Mereka-dari Bagian
Pembunuhan."
Carol bersiap-siap kalau-kalau mendengar perubahan pada suara Dokter...
kegugupan... ketakutan. Tapi tidak ada yang lain dalam suaranya ketika dia
berkata, "Suruh mereka menunggu." Hubungan telepon pun putus.
Rasa bangga menjalari perasaan Carol. Mereka mungkin bisa saja membuat
dirinya panik, tapi tidak mungkin bisa membuat Dokter kehilangan
ketenangannya. Dia mengangkat mukanya dengan berani. "Anda dengar sendiri
apa katanya."
"Berapa lama lagi pasiennya di sana?" tanya Angeli, detektif yang lebih muda.
Carol melihat ke jam di atas meja tulis. "Dua puluh lima menit lagi Isi pasiennya
yang terakhir untuk hari ini."
Kedua detektif saling bertukar pandang.
"Kami akan menunggu," kata McGreavy sambil menghela napas.
Mereka duduk di kursi. McGreavy memperhatikan Carol. "Rasanya-saya sudah
mengenalmu, katanya.
Tapi Carol tidak mudah terkecoh. Orang ini
sedang memancing-mancing penyelidikan. "Anda
sudah tahu bagaimana kata orang," jawab Carol.
"Kami semua kelihatannya mirip."
Tepat dua puluh menit kemudian, Carol mendengar pintu samping kantor Dokter
yang menuju ke gang terbuka. Dan beberapa menit kemudian pintu masuk ke
kantor Dokter terbuka. Dokter Judd Stevens keluar. Dia ragu-ragu sebentar
waktu melihat McGreavy.
"Kita sudah pernah bertemu," kata Dokter. Tapi dia tidak ingat di mana.
McGreavy mengangguk pasif. "Yah.. saya Letnan McGreavy." Dia menunjuk
pamernya. "Detektif Frank Angeli."
Judd dan Angeli berjabatan tangan. "Silakan masuk."
Dokter mengajak kedua detektif masuk ke kantornya, dan pintu ditutup. Carol
melihat kepada mereka, mencoba memikirkan ada persoalan apa gerangan.
Detektif yang bertubuh besar rupanya tidak.senang kepada Dokter Stevens. Tapi
mungkin itu sudah wataknya. Carol hanya yakin kepada satu hal. Pakaiannya
harus dikirim ke tukang cuci.
***
Kantor Dokter Judd Stevens diberi perabotan seperti ruang duduk dalam rumah
di pedalaman Prancis. Tidak ada meja tulis. Yang ada hanya kursi malas empuk,
meja di sudut, dan lampu
antik beberapa buah. Di ujung ruangan ada pintu samping menuju ke gang.
Lantai ruangan dihampari dengan permadani Edward Field yang indah, dan di
sebuah sudut ada sebuah sofa berlapis kain sutra. McGreavy memperhatikan di
dinding tidak ada diploma satu pun. Tapi sebelum datang ke situ dia sudah
mengecek dulu. Kalau mau, Dokter Stevens bisa memenuhi dinding kantornya
dengan diploma dan sertifikat.
"Ini pertama kalinya saya masuk ke kantor psikiater," kata Angeli, sangat
kagum. "Ingin sekali ,saya punya rumah seperti, ini."
"Ini membuat pasien saya merasa tenteram," kata Judd menerangkan dengan
enaknya. "Dan jangan keliru, saya psikoanalis." "Maaf," kata Angeli. "Apa
bedanya?" "Bedanya kira-kira lima puluh dollar per jam," kata McGreavy.
"Pengetahuan patner saya tidak begitu banyak."
Patner. Secara tiba-tiba Judd teringat kembali. Patner McGreavy mati tertembak
dan McGreavy sendiri luka waktu ada perampokan di toko minuman keras
empat tahun yang lalu—ataukah lima tahun yang lalu?
Waktu itu penjahat bernama Amos Ziffren ditangkap karena melakukan
perampokan. Pengacara Ziffren mengajukan pembelaan dengan mengatakan
kliennya tidak bersalah karena menderita penyakit jiwa. Judd dipanggil sebagai
saksi ahli untuk memeriksa Ziffren. Dia mendapat hasil pemeriksaan bahwa
Ziffren menderita kegilaan
yang sangat parah. Atas kesaksian Judd, Ziffren
dibebaskan dari hukuman mati dan dikirim ke
rumah sakit jiwa.
"Sekarang saya ingat Anda siapa," kata Judd. "Perkara Ziffren. Anda mendapat
tiga peluru, dan patner Anda terbunuh."
"Saya juga ingat kembali siapa Anda," kata McGreavy. "Anda yang
membebaskan pembunuhnya."
"Sekarang Anda ada keperluan apa?"
"Kami perlu sedikit informasi, Dokter," kata McGreavy. Dia mengangguk
kepada Angeli. Angeli mulai membuka ikatan bungkusan yang dibawanya.
"Kami ingin Anda mengenali benda yang kami bawa," kata McGreavy. Kata-
katanya diucapkan dengan hati-hati, tanpa menunjukkan perasaan apa pun.
Angeli sudah membuka bungkusannya. Dia mengangkat sehelai jas hujan plastik
berwarna kuning. "Anda pernah melihat ini sebelumnya?"
"Kelihatannya seperti milik saya," kata Judd keheranan.
"Memang, ini milik Anda. Nama Anda tertulis di dalamnya."
"Itu Anda temukan di mana?"
"Menurut Anda, kira-kira kami menemukannya di mana?" Sikap kedua orang ini
sudah tidak seramah tadi. Air muka mereka sudah berubah sama sekali.
Judd memperhatikan McGreavy sesaat. Kemu
dian dari meja rendah yang panjang dia mengambil pipanya, terus diisi dengan
tembakau. "Saya rasa sebaiknya Anda menerangkan saja ada apa ini
sebenarnya,,, katanya dengan tenang.
"Tentang jas hujan ini, Dokter Stevens," kata McGreavy. "Kalau ini benar milik
Anda, kami ingin tahu bagaimana ini jatuh ke tangan orang kin."
"Tentang itu tidak ada yang luar biasa. Tadi pagi gerimis waktu saya datang ke
sini. Mantel hujan saya sedang dicuci, jadi saya memakai jas hujan plastik
kuning ini. Biasanya jas ini hanya saya pakai kalau saya pergi memancing. Salah
seorang pasien saya tidak membawa jas hujan. Karena hujan salju sangat lebat,
saya meminjamkan jas hujan ini kepadanya." Dia berhenti bicara, tiba-tiba
kelihatan kuatir. "Apa yang terjadi dengan dia?"
"Terjadi dengan siapa?" tanya McGreavy.
"Pasien saya—John Hanson."
'Tunggu," kata Angeli lunak. "Anda tepat mengenai sasaran. Tuan Hanson tidak
bisa mengembalikan jas hujan ini sendiri, karena dia mati."
Judd terperanjat.."Mati?" "Ada orang yang menikam punggungnya," kata
McGreavy.
Judd melihat kepadanya dengan pandangan tidak percaya. McGreavy
mengambil jas hujan dari tangan Angeli dan membaliknya. Judd melihat
robekan lebar pada belakang jas hujan.
Belakang jas hujan ini juga berbekas darah berwarna merah kehitaman. Kepala
Judd mendadak pusing.
"Siapa orang yang ingin membunuh dia?"
"Kami berharap Anda bisa mengatakannya kepada kami, Dokter Stevens," kata
Angeli. "Siapa lagi yang lebih tahu daripada psikoanalis-nya?"
Judd menggeleng-gelengkan kepalanya tidak berdaya. "Kapan ini terjadinya?"
McGreavy menjawab pertanyaannya. "Pukul sebelas siang tadi. Di Lexington
Avenue, kira-kira satu blok dari kantor Anda. Beberapa puluh orang pasti
melihat dia jatuh. Tapi mereka ingin segera pulang untuk menyiapkan pesta Hari
Natal, jadi mereka biarkan saja dia menggeletak di salju dan kehabisan darah
sampai mati."
Judd berpegangan pada tepi meja, buku-buku jarinya kelihatan memutih.
"Pukul berapa Hanson berada di sini tadi pagi?" tanya Angeli.
"Pukul sepuluh."
"Berapa lama pembicaraan Anda dengan dia, Dokter?"
"Lima puluh menit."
"Setelah selesai dia terus pergi?"
"Ya. Ada pasien lainnya yang menunggu."
"Apakah Hanson keluar melalui ruang penerima tamu?"
"Tidak. Pasien saya masuk melalui kantor resepsionis dan pergi melalui pintu
itu." Judd
menunjuk ke pintu samping yang menuju ke gang. "Dengan cara demikian
antara pasien tidak saling bertemu."
McGreavy mengangguk. "Jadi Hanson dibunuh beberapa menit setelah
meninggalkan tempat ini. Mengapa dia datang menemui Anda?"
Judd ragu-ragu. "Maaf. Saya tidak bisa membicarakan hubungan antara dokter
dengan pasien."
"Tapi dia dibunuh orang," kata McGreavy. "Mungkin Anda bisa membantu kami
menemukan pembunuhnya."
Pipa Judd sudah padam apinya. Dengan tenang dia menyalakannya kembali.
"Sudah berapa lama dia datang menemui Anda?" Kali ini yang bertanya Angeli.
Kerjasama yang biasa antara pasangan polisi.
"Tiga tahun."
"Apa kesulitannya?"
Judd ragu-ragu. Dia teringat kembali kepada wajah John Hanson pagi tadi.
Gembira, selalu tersenyum, ingin segera menikmati kebebasan yang baru
diperolehnya. "Dia homoseks."
"Perkara homoseks lagi," kata McGreavy kesal.
"Dia dulu homoseks," kata Judd. "Sekarang Hanson sudah sembuh. Pagi tadi
saya mengatakan kepadanya bahwa dia sudah tidak perlu datang menemui saya
lagi. Dia sudah siap untuk kembali kepada keluarganya. Dia punya istri dan dua
orang anak."
"Homoseks berkeluarga?" tanya McGreavy.
"Banyak yang begitu."
"Mungkin salah seorang teman mainnya tidak ingin melepaskan dia. Mereka
bertengkar. Pacarnya ini marah dan menikam punggungnya."
Judd berpikir. "Itu mungkin," katanya sambil merenung. "Tapi saya tidak
percaya."
"Mengapa tidak, Dokter Stevens?" tanya Angeli.
"Sebab sudah lebih dari setahun Hanson tidak memerlukan kontak homoseks
lagi. Saya rasa yang lebih mungkin seseorang mencoba merampoknya. Hanson
bukan orang yang suka bertengkar."
"Homoseks yang berani kawin," kata McGreavy dengan suara berat. "Hanya satu
hal yang tidak cocok dengan teori perampokan. Dompetnya sama sekali tidak
disentuh, padahal uang di dalamnya lebih dari seratus dollar." Dia
memperhatikan reaksi Judd.
Angeli berkata, "Kalau kita mencari orang gila, mungkin akan lebih mudah."
"Belum tentu," Judd menyanggah. Dia berjalan ke jendela. "Lihatlah orang
banyak di sana. Satu di antara dua puluh orang pernah gila, sekarang gila, atau di
masa yang akan datang harus masuk rumah sakit jiwa."
"Tapi bukankah orang gila...?"
"Dia tidak perlu secara lahiriah kelihatan gila," Judd menerangkan. "Untuk
setiap kasus kegilaan yang nyata, sekurang-kurangnya ada sepuluh yang
diagnosanya tidak bisa ditemukan."
McGreavy memperhatikan Judd dengan rasa tertarik yang tidak ditutup-tutupi.
"Anda tahu benar tentang watak manusia bukan, Dokter?"
"Yang namanya watak manusia itu tidak ada," kata Judd. "Seperti halnya dengan
watak binatang, sesungguhnya juga tidak ada. Cobalah cari persamaan antara
kelinci dengan harimau. Atau tupai dengan gajah."
"Berapa lama Anda berpraktek sebagai psiko-analis?" tanya McGreavy. "Dua
puluh tahun. Mengapa?" McGreavy mengangkat bahu. "Anda laki-laki yang
tampan. Saya berani bertaruh banyak pasien yang jatuh cinta kepada Anda,
bukan?"
Pancaran mata Judd dingin. "Saya tidak mengerti tujuan pertanyaan Anda."
"Jangan pura-pura, Dok. Anda pasti tahu. Kita sama-sama laki-laki yang
berpengalaman. Seorang laki-laki homoseks masuk ke sini, dan ternyata dokter
tempat dia mengadukan kesulitannya masih muda dan tampan." Nada suaranya
berubah menjadi ramah, "Masa Anda tidak tahu, apakah Hanson tergerak
berahinya bila melihat Anda, padahal dia selama tiga tahun berobat kepada
Anda?"
Judd melihat kepadanya tanpa menunjukkan perasaannya. "Jadi itu pemikiran
yang ada di kepala Anda sebagai laki-laki berpengalaman, Letnan?"
McGreavy tetap tenang. "Itu bisa terjadi. Dan saya masih bisa menyebutkan-
kemungkinan-
kemungkinan lain yang bisa terjadi. Anda tadi mengatakan bahwa Anda telah
memberi tahu
Hanson agar tidak usah bertemu lagi dengan dia. Mungkin dia merasa tidak
senang. Dia sudah bergantung kepada Anda selama tiga tahun. Anda bertengkar
dengan dia."
Muka Judd gelap karena marah.
Angeli mencoba mencairkan ketegangan. "Anda mungkin bisa memikirkan
seseorang yang punya alasan kuat untuk membenci dia, Dokter? Atau seseorang
yang mungkin dibencinya?"
"Kalau memang ada," kata Judd, "saya akan mengatakannya kepada Anda. Saya
merasa mengetahui segala-galanya yang bisa diketahui tentang John Hanson.
Dia laki-laki yang periang. Dia tidak pernah membenci siapa pun, dan saya tidak
"tahu apakah ada orang yang membencinya."
"Mujur benar dia. Anda pasti dokter yang hebat sekali," kata McGreavy. "Kami
akan membawa arsip mengenai dirinya yang ada pada Anda."
"Tidak bisa."
"Kami bisa mendapatkan surat perintah dari pengadilan."
"Terserah Anda. Dalam catatannya, Anda tidak akan mendapatkan apa-apa yang
bisa membantu Anda." "Jadi, apa salahnya kalau Anda memberikannya saja
kepada kami?" tanya Angeli.
"Itu bisa merugikan istri dan anak-anak Hanson. Anda melangkah di jalan yang
salah. Pada
akhirnya nanti akan Anda temukan bahwa Hanson dibunuh oleh orang yang
tidak dikenalnya."
Saya tidak percaya," McGreavy memotong.
Angeli membungkus kembali jas hujan itu dan mengikatnya. "Kami akan
mengembalikan ini kepada Anda setelah kami selesai melakukan beberapa tes
lagi."
"Ambil saja," kata Judd.
McGreavy membuka pintu yang menuju ke gang. "Kami akan menghubungi
Anda, Dokter" Dia berjalan ke luar. Angeli mengangguk kepada Judd dan keluar
mengikuti McGreavy.
Judd masih tetap berdiri dengan pikiran kacau ketika Carol masuk. "Semua
beres?" Carol bertanya ragu-ragu.
"Seseorang membunuh John Hanson."
"Membunuh dia?"
"Dia ditikam," kata Judd.
"Ya, Tuhan! Mengapa?"
"Polisi tidak tahu."
"Ngeri benar!" Carol melihat mata Dokter memancarkan rasa sakit. "Ada sesuatu
yang bisa saya lakukan, Dokter?"
"Tolong tutupkan saja pintu kantor, Carol. Saya akan pergi mengunjungi Nyonya
Hanson. Saya ingin menyampaikan berita ini sendiri."
"Jangan kuatir. Saya akan mengurus segala-galanya," kata Carol.
"Terima kasih."
Dan Judd pun pergi.
Tiga puluh menit kemudian Carol sudah selesai
membenahi semua arsip. Dia sedang mengunci laci meja tulisnya ketika pintu
gang terbuka. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, dan gedung sudah
tertutup. Carol mengangkat mukanya ketika laki-laki yang masuk ke kantor itu
tersenyum dan berjalan menghampirinya.
Wajah Mary Hanson seperti boneka. Mungil, cantik, serba habis. Secara
lahiriah dia lembut, ciri wanita Selatan yang lemah-gemulai. Tapi bila dilihat
lebih mendalam, dia keras seperti batu granit. Judd bertemu dengan dia
seminggu setelah suaminya memulai terapi. Mary histeris, marah-marah karena
suaminya menjalani terapi ini. "Mengapa Anda tidak senang suami Anda
menjalani analisis?"
"Saya tidak ingin teman-teman mengatakan saya kawin dengan orang gila," kata
Mary kepada Judd. "Katakan supaya dia menceraikan saya saja. Sesudah itu dia
boleh berbuat sesuka hatinya."
Judd menerangkan bahwa perceraian dalam keadaan semacam itu bisa
menghancurkan John sama sekali.
"Tidak ada lagi yang bisa dihancurkan," pekik Mary. "Kalau saya tahu dia banci,
apakah saya mau kawin dengan dia? Dia perempuan."
"Pada setiap laki-laki selalu terdapat kadar kewanitaan," kata Judd. "Demikian
juga pada setiap wanita selalu terdapat kadar kelaki-lakian. Dan dalam persoalan
suami Anda, ada problem
psikologis yang sangat sulit untuk dipecahkan. Tapi dia mau berusaha, Nyonya
Hanson. Saya rasa Anda dengan anak-anak patut membantunya."
Lebih dari tiga jam Judd memberi penjelasan dengan sabar kepada Mary.
Akhirnya dengan segan Mary setuju untuk menunda perceraiannya. Bulan-bulan
berikutnya Mary menjadi tertarik, dan kemudian ikut terlibat dalam perjuangan
suaminya.
Sebenarnya Judd sudah membuat ketentuan tidak mau merawat sepasang suami-
istri bersama-sama. Tapi Mary mendesak ingin menjadi pasien, dan ternyata
kemudian itu bahkan banyak membantu. Mary mulai memahami dirinya sendiri,
dan menyadari segi kegagalannya sebagai seorang istri. Setelah itu kemajuan
John ke arah kesembuhan menjadi jauh lebih cepat.
Dan sekarang Judd datang berkunjung untuk memberitahukan bahwa John
dibunuh tanpa alasan. Mary memandangnya, tidak bisa mempercayai apa yang
dikatakannya. Dia yakin bahwa itu hanyalah lelucon yang mengerikan. Tapi
akhirnya dia mulai menyadari kebenarannya.
"Dia tidak akan kembali lagi kepadaku!" jeritnya. "Dia tidak akan kembali lagi
kepadaku!"
Mary mulai menarik-narik pakaiannya dengan histeris, seperti binatang yang
terluka. Pada saat itu anak kembarnya yang berusia enam tahun masuk. Setelah
itu suasana menjadi kalut sekali. Judd berhasil menenangkan kedua anak itu, dan
mengantarkan mereka ke rumah seorang tetangga. Kemudian Nyonya Hanson
diberinya obat penenang, dan dokter keluarga diteleponnya.
Setelah yakin tidak ada lagi yang bisa dilakukan, Judd pergi. Dia masuk ke
mobilnya, dan mobil dijalankan tanpa tujuan. Pikirannya tenggelam dalam
renungan.
Hanson sudah berjuang mati-matian, dan pada saat kemenangannya.... Ini benar-
benar kematian yang sia-sia. Mungkinkah dia diserang oleh seorang homoseks?
Bekas pacarnya yang frustrasi karena Hanson meninggalkannya? Tentu saja hal
itu mungkin terjadi, tapi Judd tidak percaya.
Letnan McGreavy mengatakan bahwa Hanson dibunuh satu blok dari kantornya.
Kalau si pembunuh seorang homoseks yang marah kepadanya, dia pasti
mengajak Hanson bertemu di suatu tempat yang sunyi. Mungkin untuk
membujuk Hanson agar kembali kepadanya, atau menyesali tindakan Hanson
meninggalkannya, baru kemudian membunuhnya ketika dia gagal
membujuknya. Dia tidak mungkin langsung menikam punggungnya di jalan
yang ramai dan kemudian kabur.
Di sebuah tikungan jalan Judd melihat boks telepon umum. Tiba-tiba dia teringat
kepada janjinya untuk makan malam bersama Dokter Peter Hadley dan istrinya,
Norah. Suami-istri ini sahabatnya yang paling karib, tapi saat ini dia tidak ingin
bertemu dengan siapa pun.
Judd menghentikan mobil di pinggir jalan, lalu
masuk ke boks telepon dan memutar nomor
Hadley. Norah yang menjawab teleponnya. "Kau terlambat! Kau di mana?"
"Norah," kata Judd, "malam ini aku terpaksa membatalkan janji denganmu."
"Tidak bisa!" kata Norah dengan suara melengking. "Di sini ada gadis berambut
pirang yang sexy dan ingin sekali bertemu denganmu."
"Kau bisa mempertemukan kami lain kali," kata Judd. "Sekarang aku benar-
benar tidak bisa. Tolong sampaikan permintaan maafku kepada Peter."
"Biasa, dokter!" Norah mendengus. "Tunggu sebentar, kupanggilkan
sahabatmu."
Peter bicara di telepon. "Ada yang tidak beres, Judd?"
Judd ragu-ragu. "Hanya terlalu lelah hari ini, Peter. Akan aku ceritakan
kepadamu besok pagi."
"Kau rugi tidak jadi bertemu dengan gadis Skandinavia yang asyik. Maksudku
cantik."
"Akan kutemui lain kali," Judd berjanji. Dia mendengar suara bisikan yang
tergesa-gesa, kemudian Norah bicara lagi di telepon.
"Dia akan makan malam di sini pada perayaan Natal, Judd. Kau mau datang?"
Judd ragu-ragu. "Kita bicarakan lain kali saja, Norah. Aku menyesal sekali tidak
bisa datang malam ini." Telepon diletakkan. Ingin sekali dia mendapatkan cara
yang tepat untuk menghentikan usaha Norah sebagai mak comblang. Judd
menikah waktu masih duduk di tingkat
terakhir di perguruan tinggi. Elizabeth mengambil jurusan ilmu pengetahuan
sosial. Orangnya hangat, cerdas, dan penang. Mereka berdua sama-sama masih
muda, saling mencintai, dan penuh rencana yang hebat untuk anak-anak mereka
kelak. Dan pada Hari Natal pertama setelah mereka menikah, Elizabeth dengan
anaknya yang masih dalam kandungan tewas pada kecelakaan mobil.
Setelah kematian istrinya, Judd mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan.
Akhirnya dia menjadi salah seorang psikoanalis yang terkemuka. Tapi dia masih
tidak tahan merayakan Hari Natal bersama orang lain. Dia sadar bahwa itu salah,
tapi dia merasa bahwa Hari Natal milik Elizabeth dan anaknya.
Pintu boks telepon dibuka. Dia baru tahu bahwa ada seorang gadis berdiri di
luar, menunggu untuk memakai telepon. Gadis ini masih muda dan cantik,
memakai sweater ketat dan rok mini serta jas hujan berwarna terang. Dia
melangkah ke luar. "Maaf," katanya.
Gadis itu tersenyum hangat kepadanya. "Tidak apa-apa."
Dia melihat air muka gadis itu berubah menjadi sayu. Sudah sering dia melihat
air muka seperti ini. Rasa kesepian berusaha mencari jalan untuk menembus
benteng yang tanpa disadarinya telah didirikannya.
Seandainya Judd sadar bahwa dia memiliki sesuatu yang menarik hati wanita,
perasaan ini
terpendam jauh dalam bawah sadarnya. Dia tidak pernah menganalisa apa
sebabnya. Baginya ini lebih merupakan hambatan daripada segi yang
menguntungkan, yang membuat para pasien wanita jatuh cinta kepadanya.
Kadang kala ini bahkan menimbulkan kesulitan.
Dia meninggalkan gadis ini dengan anggukan ramah. Si gadis berdiri dalam
hujan, mengawasi Judd masuk ke mobil dan menjalankannya pergi.
Mobil dibelokkan ke East River Drive dan menuju ke Merritt Parkway. Satu
setengah jam kemudian dia sudah sampai ke Connecticut Turnpike. Salju di New
York kotor seperti lumpur, tapi badai salju yang sama dengan ajaibnya
mengubah pemandangan di Connecticut seindah kartu pos bergambar.
Dia terus menjalankan mobil melalui Westport dan Danbury, dengan sengaja
pikirannya dipusatkan ke jalan yang dilalui. Setiap kali pikirannya kembali
kepada John Hanson, dipaksanya otaknya memikirkan persoalan lain.
Dalam gelap dia terus menembus daerah pedesaan Connecticut. Beberapa jam
kemudian setelah pikirannya lelah, barulah dia membelokkan mobilnya untuk
pulang.
Mike, penjaga pintu yang bermuka merah, biasanya memberikan sambutan
ramah kepadanya. Tapi waktu itu dia kelihatan penuh pikiran dan seperti seorang
yang belum pernah kenal. Ada kesulitan rumah tangga, pikir Judd. Biasanya
Judd bercakap-cakap dengan Mike mengenai anak laki-
lakinya yang sudah remaja dan anak perempuannya yang sudah menikah. Tapi
malam ini Judd tidak ingin bercakap-cakap. Judd hanya minta supaya Mike
memasukkan mobilnya ke garasi.
"Baik, Dokter Stevens," Mike rupanya akan menambahkan sesuatu, tapi
mengurungkan niatnya.
Judd masuk ke gedung apartemen. Ben Katz, manager apartemen, sedang
berjalan di lobi. Dia melihat Judd, melambaikan tangan dengan gugup, lalu
cepat-cepat menghilang ke dalam apartemennya.
Kenapa mereka malam ini? pikir Judd. Ataukah ini hanya karena kegelisahanku
saja? Dia masuk ke dalam lift.
Eddie, operator lift, mengangguk. Selamat sore, Dokter Stevens."
"Selamat sore, Eddie."
Eddie menelan ludah dan membuang muka malu-malu.
"Ada apa?" tanya Judd.
Eddie cepat-cepat menggeleng dan tetap membuang muka.
Ya, Tuban, pikir Judd. Calon pasienku tambah lagi. Gedung apartemen ini tiba-
tiba saja penuh dengan mereka.
Eddie membuka pintu lift dan Judd keluar. Dia mulai melangkah menuju
apartemennya. Karena tidak mendengar suara pintu lift menutup, dia menoleh.
Eddie sedang memandangnya. Waktu
Judd mau bicara, Eddie cepat-cepat menutup pintu lift. Judd pergi ke
apartemennya, membuka pintu dan masuk.
Semua lampu dalam apartemennya menyala. Letnan McGreavy sedang
membuka sebuah laci dalam ruang duduk. Angeli keluar dari kamar tidur. Judd
sangat marah. "Sedang apa kalian di sini?" "Menunggu Anda, Dokter Stevens,"
jawab McGreavy.
Judd berjalan menghampirinya dan menghempaskan laci hingga menutup,
hampir menjepit jari McGreavy. "Bagaimana kalian masuk ke sini?"
"Kami punya surat perintah penggeledahan," kata Angeli.
Judd memandangnya tidak percaya. "Perintah penggeledahan? Untuk apartemen
saya?"
"Anda boleh tidak menjawab pertanyaan kami," sela Angeli, "tanpa didampingi
pengacara. Juga perlu Anda ketahui bahwa apa saja yang Anda katakan bisa
digunakan sebagai bukti yang memberatkan Anda."
"Anda ingin memanggil pengacara?" tanya McGreavy.
"Saya tidak perlu pengacara. Saya sudah bilang, saya meminjamkan jas hujan
kepada John Hanson pagi tadi, dan saya tidak melihatnya lagi sampai Anda
membawanya ke kantor saya sore tadi. Saya tidak mungkin membunuh dia.
Sepanjang hari saya melayani pasien. Nona Roberts bisa memberi kesaksian."
McGreavy dan Angeli bertukar pandang.
"Di mana Anda setelah meninggalkan kantor sore tadi?" tanya Angeli.
"Mengunjungi Nyonya Hanson."
"Itu kami tahu," kata McGreavy. "Sesudah itu?"
Judd ragu-ragu. "Saya berkeliling-keliling dengan mobil."
"Ke mana?"
"Saya pergi ke Connecticut." "Di mana Anda berhenti untuk makan malam?"
tanya McGreavy. "Saya tidak berhenti. Saya tidak lapar." "Jadi, tidak ada orang
yang melihat Anda?" Judd berpikir sesaat. "Saya rasa tidak ada." "Mungkin
Anda berhenti untuk mengisi bensin di suatu tempat," Angeli memberi saran.
"Tidak," kata Judd. "Saya tidak berhenti untuk mengisi bensin. Mengapa harus
diketahui ke mana saya pergi malam ini? Hanson dibunuh tadi pagi."
"Apakah Anda kembali ke kantor lagi setelah meninggalkannya sore tadi?" tanya
McGreavy dengan suara tenang. "Tidak," kau Judd. "Mengapa?" "Kantor Anda
ada yang mendobrak." "Apa? Oleh siapa?"
"Kami tidak tahu," kata McGreavy. "Saya ingin Anda ikut kami ke sana untuk
melihat-lihat. Anda bisa mengatakan kepada kami kalau-kalau ada sesuatu yang
hilang."
"Tentu saja," jawab Judd. "Siapa yang melaporkan?"
enjaga malam," kata Angeli. "Anda menyimpan sesuatu yang berharga di kantor,
Dokter? Uang? Obat bius? Atau sesuatu yang lain?"
"Uang sedikit," kata Judd. "Tidak ada obat bius. Tidak ada yang pantas untuk
dicuri. Ini tidak masuk akal."
"Betul," kata McGreavy. "Mari kita berangkat!"
Di dalam lift Eddie melihat kepada Judd dengan pandangan minta maaf. Judd
membalas pandangannya dan mengangguk tanda mengerti.
Tentunya polisi tidak bisa mencurigai dirinya telah mendobrak kantornya
sendiri. Rupanya McGreavy bertekad mencelakakannya karena ke-matian
pamernya dulu. Tapi itu kan sudah lima tahun yang lalu! Mungkinkah selama ini
McGreavy terus-menerus murung dan menyalahkannya? Menunggu kesempatan
untuk melakukan pembalasan?
Ada sebuah mobil preman milik polisi diparkir dekat pintu masuk. Mereka naik
mobil dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan mereka berdiam diri.
Setelah sampai ke gedung perkantoran, Judd tanda tangan pada register di lobi.
Bigelow, penjaga kantor, melihat kepadanya dengan pandangan aneh. Ataukah
itu hanya perasaannya saja?
Mereka naik lift ke lantai lima belas, kemudian berjalan di gang ke kantor Judd.
Polisi berpakaian seragam berdiri di muka pintu. Dia mengangguk kepada
McGreavy dan menepi. Judd mengambil kunci dari sakunya.
"Pintu tidak dikunci," kata Angeli. Dia membuka pintu dan mereka masuk, Judd
yang paling depan.
Ruang resepsionis porak-poranda. Semua laci ditarik ke luar, dan segala macam
kertas berserakan di lantai. Judd terbelalak keheranan, terkejut karena keadaan
dalam kantornya kacau-balau.
"Menurut Anda, apa kira-kira yang mereka cari, Dokter?" tanya McGreavy.
"Saya tidak tahu," kata Judd. Dia berjalan ke pintu dalam dan membukanya,
McGreavy mengikuti di belakangnya.
Dalam kantornya dua meja terbalik. Sebuah lampu pecah menggeletak di lantai,
dan darah membasahi permadani.
Di ujung ruangan tubuh Carol Roberts menggeletak, tangan dan kakinya
terkembang. Dia dalam keadaan telanjang bulat. Tangannya diikat dengan kawat.
Kelihatan ada bekas-bekas air keras disiramkan ke muka, buah dada, dan antara
pangkal pahanya. Jari tangan kanannya patah. Mukanya hancur dan tidak mudah
dikenali lagi. Pada mulurnya tersumpal sapu tangan.
Kedua detektif itu memperhatikan Judd ketika dia melihat ke mayat Carol.
"Anda kelihatan pucat," kata Angeli. "Duduklah!"
Judd menggeleng-gelengkan kepala dan menarik napas panjang beberapa kali.
Pada saat dia berbicara, suaranya bergetar karena marah. "Siapa-siapa yang
melakukan semua ini?"
"Itulah yang harus Anda katakan kepada kami,
Dokter Stevens," kata McGreavy.
Judd melihat kepadanya. "Tidak ada orang yang ingin melakukan ini kepada
Carol. Dia tidak pernah menyakiti siapa pun dalam hidupnya."
"Saya rasa sudah tiba waktunya Anda mulai menyanyikan lagu lain," kata
McGreavy.Tidak ada orang yang ingin menyakiti Hanson, tapi ternyata dia
ditikam punggungnya. Tidak ada orang yang ingin menyakiti Carol, tapi
nyatanya tubuhnya disiram air keras dan disiksa sampai mati." Nada kata-
katanya menjadi keras. "Dan Anda mengatakan tidak ada orang yang ingin
menyakiti mereka. Anda ini sebenarnya bagaimana—tuli, bodoh, atau buta?
Gadis ini bekerja pada Anda selama empat tahun. Anda seorang psiko-analis.
Anda mencoba mengatakan bahwa Anda tidak tahu atau tidak peduli kehidupan
pribadinya?"
"Tentu saja saya tahu," kata Judd kesal. "Dia punya pacar, dan dia akan
menikah...." "Chick. Kami sudah bicara dengan dia." "Tapi tidak mungkin dia
berbuat begini. Dia anak yang baik dan mencintai Carol."
"Kapan terakhir kalinya Anda melihat Carol dalam keadaan hidup?" tanya
Angeli.
"Saya sudah mengatakan. Ketika saya meninggalkan tempat ini untuk menemui
Nyonya Hanson. Saya minta kepada Carol agar dia menutup kantor." Suaranya
terputus dan dia menelan ludah, lalu menarik napas panjang.
"Anda berencana menerima pasien lagi hari ini?" "Tidak."
"Anda berpendapat ini mungkin dilakukan oleh seorang maniak? tanya Angeli.
"Ini pasti perbuatan seorang maniak, tapi— biarpun seorang maniak yang
melakukannya, pasti punya suatu motif.
"Itulah yang saya pikirkan,kata McGreavy.
Judd melihat ke tempat tubuh Carol tergeletak. Kini tubuhnya seperti boneka
yang rusak, tidak dipakai lagi dan dibuang. Sungguh menyedihkan sekali.
"Berapa lama lagi dia akan dibiarkan begitu? tanya Judd marah.
"Sekarang juga dia akan dibawa," kata Angeli. "Pemeriksa mayat dan anak-anak
dari Bagian Pembunuhan sudah menyelesaikan tugasnya."
Judd menoleh kepada McGreavy. "Anda membiarkan dia seperti ini supaya saya
melihat?"
"Yah," kata McGreavy. "Saya akan mengajukan pertanyaan lain. Adakah sesuatu
di sini yang sangat diinginkan seseorang sehingga dia—" dia menunjuk kepada
Carol— "mengalami peristiwa seperti ini?
'Tidak."
"Bagaimana tentang catatan mengenai pasien Anda?" Judd menggeleng. "Tidak
ada apa-apanya."
"Ah, Anda rupanya tidak begitu suka bekerja sama dengan kami bukan,
Dokter?" tanya McGreavy.
"Anda tidak berpendapat bahwa saya sangat menginginkan Anda menemukan
siapa yang melakukan perbuatan ini?" Judd balik bertanya. "Kalau ada sesuatu
dalam arsip saya yang bisa membantu penyelidikan, saya pasti akan mengatakan
kepada Anda. Saya mengenal baik semua pasien. Tidak seorang pun di antara
mereka yang mungkin membunuh Carol. Ini pasti dilakukan oleh orang luar."
"Bagaimana Anda bisa yakin bahwa ini tidak dilakukan oleh orang yang ingin
mendapatkan arsip Anda?"
"Arsip saya tidak disentuh-sentuh." McGreavy melihat kepadanya dengan rasa
tertarik yang makin besar. "Bagaimana Anda tahu?" dia bertanya. "Anda bahkan
belum melihatnya."
Judd berjalan ke dinding di ujung ruangan. Kedua detektif itu memperhatikan
dia menekan suatu bagian pada bawah dinding. Dinding pun terbuka, dan
tampak rak yang dibuat dalam tembok. Rak ini penuh dengan pita rekaman.
"Saya selalu merekam setiap pembicaraan dengan pasien," kata Judd. "Saya
menyimpan pitanya di sini."
"Tidak mungkinkah mereka menyiksa Carol untuk memaksanya mengatakan di
mana tempat penyimpanan pita rekaman itu?"
"Isi rekaman pita ini tidak ada yang mungkin berguna bagi orang lain. Pasti ada
motif lain dalam pembunuhan ini."
Judd melihat ke mayat Carol lagi. Amarahnya tak tertahankan, tapi dia merasa
tidak berdaya. "Anda harus menemukan siapa yang melakukan perbuatan ini!"
"Saya memang akan terus berusaha sampai pembunuhnya tertangkap," kata
McGreavy. Dia melihat kepada Judd.
Di muka gedung perkantoran tempat Judd berpraktek, jalan lengang dan angin
dingin bertiup. McGreavy menyuruk Angeli mengantarkan Judd pulang.
"Saya masih ada urusan yang harus diselesaikan," kata McGreavy. Dia menoleh
kepada Judd. "Selamat malam, Dokter."
Judd mengawasi polisi yang bertubuh tinggi besar ini berjalan meninggalkan
mereka.
"Mari kita berangkat," kata Angeli. "Saya beku kedinginan."
Judd duduk di depan di sisi Angeli, dan mobil pun dijalankan.
"Saya harus memberi tahu keluarga Carol," kata Judd.
. "Kami sudah ke sana."
Judd mengangguk lemas. Dia masih ingin menemui mereka sendiri, tapi itu bisa
menunggu.
Sejenak keduanya terdiam. Dalam hati Judd bertanya-tanya, apa gerangan
urusan McGreavy di malam selarut itu.
Seakan bisa membaca pikiran Judd, Angeli berkata, "McGreavy polisi yang
baik. Dia berpendapat seharusnya Ziffren mendapat hukum
an di kursi listrik karena membunuh pamernya."
"Tapi Ziffren gila."
Angeli mengangkat bahu. "Saya percaya, Dokter."
Tapi McGreavy tidak percaya, pikir Judd. Dia ganti memikirkan Carol. Teringat
olehnya kecerdasan serta bakti dan kebanggaan gadis ini kepada pekerjaannya.
Renungannya terganggu oleh kata-kata Angeli, dan ternyata mereka sudah
sampai ke depan gedung apartemen tempat tinggalnya.
Lima menit kemudian Judd sudah berada dalam apartemennya. Tidur sudah
tidak terpikirkan lagi olehnya. Dia menuang brendi dan membawanya ke ruang
belajar. Teringat kembali olehnya waktu Carol masuk ke situ dulu. Tubuhnya
telanjang bulat dan dia amat cantik. Waktu itu Carol merapatkan tubuhnya yang
hangat dan menggiurkan ke tubuhnya.
Waktu itu sikapnya dingin saja dan menjauh. Sebab dia tahu hanya dengan cara
itu dia bisa menolong Carol. Carol tidak tahu sama sekali dorongan apa yang
menyebabkan dia tidak mau main cinta dengannya. Ataukah dia tahu?
Dia mengangkat gelas brendinya dan menghabiskan isinya.
Keadaan di kamar mayat sama saja seperti kamar mayat di mana-mana. Yang
berbeda pada kamar mayat ini, di atas pintu ada daun mistletoe yang dipasang
sebagai hiasan Natal. Ada seorang yang terlalu bersemangat menyambut hari
besar,
pikir McGreavy atau mungkin juga selera humor orang ini keterlaluan.
McGreavy tidak sabar menunggu di gang, sampai otopsi selesai
dilakukan.Waktu pemeriksa mayat melambai kepadanya,dia segera masuk ke
ruang otopsi yang serba putih.
Pemeriksa mayat mencuci tangannya di wastafel besar yang putih. Dia seorang
yang bertubuh kecil. Suara dan gerak-geriknya seperti burung. Suaranya tinggi,
dan gerakannya serba cepat. Dia menjawab semua pertanyaan McGreavy dengan
cepat, lalu cepat-cepat pula pergi.
McGreavy tetap di situ selama beberapa menit, merenungkan apa yang baru saja
diketahuinya. Kemudian dia ke luar, ke udara malam yang dingin, untuk mencari
taksi. Tak ada taksi satu pun. Sialan! Rupanya mereka semua sedang berlibur di
Bermuda. Bisa-bisa dia harus berdiri terus di situ sampai badannya membeku.
Tiba-tiba sebuah mobil polisi lewat. McGreavy menghentikannya dan
menunjukkan tanda pengenalnya kepada polisi kroco yang memegang kemudi.
Dia memberi perintah supaya polisi itu mengantarkannya ke markas Seksi
Sembilan Belas. Ini melanggar peraturan, tapi peduli amat. Malam masih
panjang dan dingin;
Waktu McGreavy berjalan masuk ke markas seksi, Angeli sudah menunggunya.
"Mereka baru saja selesai melakukan otopsi pada mayat Carol Roberts," kata
McGreavy.
"Dia sedang hamil." Angeli memandangnya keheranan. "Dia sedang hamil tiga
bulan. Sudah terlambat untuk melakukan pengguguran tanpa risiko, tapi
kandungannya belum kelihatan."
"Itu ada sangkut-pautnya dengan pembunuhnya?"
"Pertanyaan yang bagus," kata McGreavy. "Misalnya dia dihamili oleh pacarnya
dan mereka bermaksud menikah—lalu kenapa repot-repot harus
menggugurkannya? Mereka bisa menikah dan punya anak beberapa bulan
kemudian. Hal seperti itu terjadi setiap hari. Sebaliknya, misalnya dia dihamili
oleh pacarnya dan pacarnya ini tidak mau menikahinya itu pun bukan hal yang
luar biasa. Carol bisa saja punya anak walaupun tanpa suami. Itu terjadi dua kali
sehari sepanjang tahun."
"Kita sudah bicara dengan Chick. Dia ingin mengawini Carol."
"Saya tahu," kata McGreavy. "Maka itulah sebabnya kita harus mencari
kemungkinan-kemungkinan lain yang mungkin terjadi. Seorang gadis kulit
hitam mengandung. Dia memberitahukan keadaannya kepada ayahnya, dan si
ayah membunuhnya."
"Dia pasti gila."
"Atau sangat cerdik. Saya lebih suka berpendapat bahwa dia sangat cerdik.
Cobalah tinjau dari segi ini: misalkan Carol pergi menemui si ayah dan
memberitahukan kabar buruk ini, dan menga-
takan kepadanya bahwa dia tidak mau menggugurkan kandungannya. Dia ingin
memiliki anaknya. Mungkin dia akan menggunakan keadaannya itu untuk
memaksa ayahnya agar mengawininya....
"Tapi mungkin juga orang yang menghamili Carol tidak bisa mengawininya,
sebab dia sendiri sudah punya istri. Atau mungkin dia orang kulit putih.
Katakanlah misalnya seorang dokter yang terkenal dan prakteknya sangat laris.
Kalau hal seperti itu sampai terdengar ke luar, namanya akan hancur. Siapa yang
akan mau berobat kepada psikoanalis yang menghamili pegawainya yang
berkulit hitam dan terpaksa mengawininya?"
"Stevens seorang dokter," kata Angeli. "Ada selusin cara untuk membunuh Carol
tanpa membangkitkan kecurigaan."
"Mungkin ya," kata McGreavy. "Mungkin juga tidak. Tapi kalau ada sedikit
kecurigaan dan penyidikan bisa sampai kepada dirinya, dia akan mendapat
kesulitan besar untuk melepaskan diri. Misalkan dia membeli racun—ini pun
akan mudah diketahui dari catatan penjualan di apotek. Seandainya dia membeli
tali atau pisau—ini pun bisa dilacak. Tapi sekarang coba simak cara yang bagus
mi. Seorang gila masuk tanpa alasan dan membunuh resepsionisnya. Dia
menjadi majikan yang sangat sedih, dan minta kepada polisi agar menemukan
pembunuhnya."
"Kedengarannya seperti perkara yang tanpa landasan."
"Saya belum lagi selesai. Mari kita tinjau pasiennya, John Hanson. Dia pun
dibunuh tanpa
alasan oleh orang gila yang tidak dikenal. Baiklah, kau saya beritahu, Angeli.
Saya tidak percaya kepada istilah kebetulan. Dua kebetulan seperti itu dalam
sehari membuat saya gelisah.
"Maka saya bertanya kepada diri sendiri, apa gerangan hubungan antara
kematian John Hanson dengan Carol Roberts? Tiba-tiba saya merasa bahwa itu
bukan sekadar kebetulan semata-mata. .
"Misalkan Carol masuk ke kantornya dan memberitahukan kepada majikannya
ini bahwa dia akan menjadi ayah. Mereka bertengkar dengan serunya dan Carol
berusaha memerasnya. Carol mengatakan bahwa dia harus mengawininya, harus
memberinya uang—atau apa saja....
"John Hanson kebetulan sedang menunggu di kantor luar, mendengarkan.
Mungkin Stevens tidak tahu bahwa Hanson mendengar sesuatu, sampai dia
berbaring di sofa. Di situlah Hanson mengancam akan mengadukannya. Atau
berusaha memaksanya agar mau tidur dengannya."
"Semua itu hanya dugaan."
"Tapi semua cocok. Waktu Hanson pergi, Dokter menyelinap keluar dan
membunuhnya supaya tidak bisa bicara lagi. Kemudian dia harus kembali dan
melenyapkan Carol. Dia sengaja membuatnya supaya kelihatan seolah-olah
seorang gila yang melakukan itu semua. Kemudian dia pergi menemui Nyonya
Hanson, dan terus ke
Connecticut. Sekarang problemnya sudah berhasil dipecahkan. Dia bisa duduk
tenang sementara polisi jungkir-balik mencari orang gila yang sebenarnya tidak
ada.
"Saya tidak bisa menerima kesimpulan lni, kata Angeli."Kau mencoba membuat
perkara pembunuhan tanpa bukti konkret sedikit pun."
"Apa yang kausebut konkret tanya McGreavy. "Mayat dua orang masih kurang
konkret? Yang seorang wanita hamil, yang bekerja pada Stevens. Satunya lagi
salah seorang pasiennya, dibunuh hanya sejauh satu blok dari kantornya. Orang
ini datang kepada Stevens untuk mendapatkan perawatan karena dia homoseks.
Waktu saya minta ikut mendengarkan rekamannya, dia tidak memperbolehkan.
Mengapa? Siapa yang dilindungi oleh Dokter Stevens?
"Saya bertanya kepadanya, apakah orang yang mendobrak masuk ke kantornya
ini mungkin mencari-cari sesuatu. Dengan demikian mungkin kita bisa
menyusun teori bahwa Carol memergoki mereka, dan mereka menyiksanya
untuk menemukan sesuatu yang misterius ini.
'Tapi apa katanya? Tidak ada apa pun yang misterius. Rekamannya sama sekali
tidak berguna bagi siapa pun. Dalam kantornya sama sekali tidak ada obat bius.
Tidak ada uang. Jadi kita harus mencari orang gila terkutuk. Betul? Tapi sayang
sekali saya tidak mau dikelabui. Saya rasa yang kita cari Dokter Judd Stevens
sendiri."
"Saya rasa kau berusaha mencelakakan dia,"
kata Angeli perlahan.
Mata McGreavy memerah karena marah. "Sebab dia memang bersalah
melakukan kejahatan.
"Kau akan menangkap dia?"
"Saya akan mengulur talinya dulu," kata McGreavy. "Biar Dokter Stevens
gantung diri dengan tali yang saya berikan, dan saya bisa menggali semua
rahasianya. Saya harus yakin dulu, supaya setelah saya tangkap dia tidak
mungkin terlepas lagi."
McGreavy berbalik dan keluar.
Angeli memandangnya dengan otak penuh pikiran. Kalau dia hanya berpangku
tangan, kemungkinan besar McGreavy akan berusaha menahan Dokter Stevens.
Dia tidak boleh membiarkan itu sampai terjadi. Dalam hati dia bertekad akan
bicara kepada Kapten Bertelli keesokan harinya.
Paginya halaman depan semua surat kabar memuat berita utama tentang
penyiksaan Carol Roberts sampai mati. Judd ingin sekali meminta kepada
operator telepon untuk menghubungi semua pasiennya, membatalkan janji
mereka hari ku.
Dia belum tidur, dan matanya sangat berat karena mengantuk. Tapi setelah dia
memeriksa daftar pasien, dia melihat bahwa itu tidak bisa dilakukan. Dua orang
pasien akan kalut kalau pertemuan mereka ditunda. Tiga orang di antara mereka
pasti akan kesal sekali. Sedangkan lain-lainnya memang masih bisa diatasi.
Maka akhirnya dia memutuskan akan meneruskan prakteknya seperti biasa. Ini
sebagian untuk kebaikan pasiennya sendiri, dan sebagian lagi demi dirinya.
Kerja merupakan terapi yang baik sekali, untuk mencoba mengalihkan
pikirannya dari apa yang baru saja terjadi.
Judd datang ke kantor lebih awal daripada biasanya. Walaupun demikian gang
menuju kantornya sudah penuh dengan reporter surat kabar dan televisi, serta
wartawan foto. Dia tidak
bersedia menerima mereka, atau memberikan suatu pernyataan. Akhirnya dia
berhasil menyuruh mereka semua pergi.
Dibukanya pintu masuk ke kantornya perlahan-lahan, hatinya berdebar-debar.
Tapi permadani yang berlumuran darah ternyata sudah disingkirkan, dan segala-
galanya sudah dikembalikan lagi ke tempatnya semula. Kantor kelihatan normal
kembali. Hanya sekarang Carol sudah tidak bisa lagi masuk ke dalam, tersenyum
manis dan penuh gairah hidup.
Judd mendengar pintu luar terbuka. Pasiennya yang pertama sudah datang.
Harrison Burke seorang laki-laki yang sudah berambut putih tapi masih tetap
kelihatan gagah dan tampan. Dia merupakan prototip seorang eksekutif pada
sebuah perusahaan besar, dan itu memang benar. Dia wakil presiden pada
International Steel Corporation.
Waktu pertama kali Judd melihat Burke, dalam hati dia bertanya-tanya apakah
jabatan membentuk rupa seseorang, ataukah rupa orang yang menyebabkan dia
bisa menduduki suatu posisi dalam pekerjaan. Suatu hari kelak dia bermaksud
menulis buku tentang nilai wajah manusia. Bagaimana wajah seorang dokter
dalam merawat pasien, wajah pengacara di ruang pengadilan, wajah seorang
aktris... semua hanya gambaran permukaan, bukan nilai dasar.
Burke berbaring di sofa, dan Judd memusatkan perhatian kepadanya. Dulu
Burke dikirim kepada
Judd oleh Dokter Peter Hadley, dua bulan yane lalu. Dalam waktu sepuluh menit
saja sudah cukup bagi Judd untuk merasa yakin bahwa Harrison Burke seorang
penderita paranoid dengan tendensi ke arah pembunuhan.
Semua koran pagi memuat berita utama tentang pembunuhan yang dilakukan di
kantor ini semalam, tapi Burke tidak menyebut-nyebut persoalan itu. Itu ciri
khas dari kondisinya. Perhatiannya hanya terpusat kepada dirinya.sendiri.
"Dulu kau tidak percaya kepada saya," kata Burke. "Tapi sekarang saya punya
bukti bahwa mereka mengejar-ngejar saya.*
"Saya rasa kita sudah memutuskan untuk meninjau persoalan ini dengan pikiran
terbuka, Harrison," Judd menjawab dengan hati-hati. "Ingat, kemarin kita sudah
sependapat bahwa imajinasi bisa memainkan...."
"Ini bukan imajinasi!" teriak Burke. Dia bangkit dan duduk tegak, kedua
tangannya dikepalkan. "Mereka mencoba membunuh saya!"
"Mengapa kau tidak kembali tiduran saja dan mencoba menenangkan diri?" Judd
memberi saran dengan lemah-lembut.
Burke bangkit berdiri. "Hanya itu yang kaukatakan? Kau bahkan tidak mau
mendengarkan bukti pernyataan saya!" Matanya disipitkan. "Bagaimana saya
tahu kau bukan salah seorang dari mereka?"
"Kau tahu benar saya bukan salah seorang dari
mereka," kata Judd. "Saya sahabatmu. Saya berusaha menolongmu."
Dalam hati Judd merasakan kekecewaan seakan menikamnya. Kemajuan yang
dikira sudah mereka peroleh bulan yang lalu kini sudah lenyap semua. Kini dia
kembali berhadapan dengan penderita paranoid yang dulu, seperti waktu pertama
kali dia masuk ke kantornya dua bulan yang lalu.
Burke memulai kariernya di perusahaan International Steel sebagai pengantar
surat. Dalam waktu dua puluh lima tahun wajahnya yang tampan dan
pembawaannya yang supel membuatnya hampir mencapai puncak tangga
jabatan dalam perusahaan. Satu anak tangga lagi, dia akan sampai ke jabatan
sebagai presiden perusahaan. Tapi kemudian peristiwa yang mengerikan terjadi.
Empat tahun yang lalu istri dan ketiga anaknya tewas dalam kebakaran di rumah
mereka di Southampton. Burke waktu itu sedang berada di Kepulauan Bahama
dengan selirnya. Dia merasa sangat terpukul oleh tragedi ini, lebih dari yang bisa
dibayangkan orang. Karena dia dididik sebagai orang Katolik, maka dia tidak
bisa melepaskan diri dari rasa bersalah.
Dia pun mulai murung, dan makin lama makin menjauhi teman-temannya. Tiap
malam dia selalu berdiam di rumah, merenungkan siksaan yang diderita istri dan
anak-anaknya yang terbakar hidup-hidup—sementara itu pada bagian lain dalam
otaknya dia membayangkan dirinya tidur
lambat yang diputar terus-menerus dalam otaknya.
Burke menyalahkan dirinya sendiri sepenuhnya karena kematian keluarganya.
Seandainya dia ada di rumah, dia pasti akan bisa menyelamatkan mereka.
Pikiran ini lama kelamaan menjadi obsesi baginya. Dia merasa sebagai makhluk
buas yang jahat. Dia tahu, dan Tuhan juga pasti tahu. Tentu saja semua orang
pun tahu! Mereka pasti membencinya, sama seperti dia membenci dirinya
sendiri.
Memang mereka tersenyum kepadanya dan berpura-pura menaruh simpati, tapi
dia tahu mereka menunggu untuk menjebaknya. Tapi dia terlalu cerdik bagi
mereka. Dia tidak lagi makan di ruang makan untuk para eksekutif, dan mulai
makan siang di kantornya sendiri. Hampir setiap orang dihindarinya sebisa-
bisanya.
Dua tahun yang lalu perusahaan butuh presiden baru. Tapi Harrison Burke
dilewati begitu saja, dan perusahaan mengangkat presiden dari luar. Setahun
kemudian pos wakil presiden pun kosong, tapi lowongan ini pun diberikan
kepada orang lain.
Kini Burke punya bukti bahwa ada komplotan yang ingin melawan dirinya. Dia
mulai memata-matai semua orang di sekelilingnya. Di waktu malam dia
menyembunyikan tape recorder dalam kantor eksekutif lainnya. Enam bulan
yang lalu dia ketahuan. Hanya karena masa kerjanya yang
lama dan jabatannya yang tinggi saja maka dia
tidak sampai dipecat.
Presiden perusahaan berusaha ingin membantu dan mengurangi tekanan
jiwanya. Maka dia mulai mengurangi beban tanggung jawab yang dipegang
Burke. Tapi ini bahkan tidak menolong. Burke bahkan menjadi semakin yakin
bahwa mereka ingin mencelakakan dirinya. Mereka takut kepadanya, sebab dia
lebih pintar daripada mereka. Kalau dia menjadi presiden, mereka semua akan
kehilangan pekerjaan karena mereka orang yang tolol.
Burke mulai membuat kesalahan lebih banyak. Kalau dia ditegur karena
kesalahannya, dengan marah dia membantah telah membuat kesalahan ini.
Seseorang dengan sengaja telah mengubah laporannya, mengganti angka dan
statistik, berusaha mendiskreditkannya.
Tidak lama kemudian dia mulai berpikir bahwa bukan hanya orang dari
perusahaan saja yang ingin mencelakakannya. Ada juga mata-mata dari luar. Dia
merasa selalu dibuntuti di jalanan. Mereka menyadap teleponnya, membaca
surat-suratnya.
Dia takut makan, jangan-jangan orang meracunnya. Berat badannya menjadi
turun drastis sekali. Presiden perusahaan yang merasa sangat kuatir mengatur
pertemuan antara Burke dengan Dokter Peter Hadley. Dia mendesak Burke agar
memenuhi pertemuan ini.
Setelah berbicara selama setengah jam dengan
dia, Dokter Hadley menelepon Judd. Buku catatan Judd yang berisi janji
pertemuan dengan pasien sudah penuh, tapi Peter mengatakan bahwa kasus
Burke sangat gawat. Judd terpaksa menerima Burke, walaupun dengan rasa
segan.
Kini Harrison Burke berbaring di sofa yang berlapis kain sutera, kedua
tangannya masih terkepal.
"Coba ceritakan buktimu."
"Mereka mendobrak masuk ke rumah saya semalam. Mereka datang untuk
membunuh saya. Tapi saya terlalu pintar bagi mereka. Sekarang saya tidur di
ruang belajar, dan saya pasang kunci ekstra pada semua pintu. Maka mereka
tidak bisa mendekati saya."
"Kau melaporkan pendobrakan rumahmu kepada polisi?" tanya Judd.
"Tentu saja tidak! Polisi berkomplot dengan mereka. Mereka mendapat perintah
untuk menembak saya. Tapi mereka tidak bisa berbuat begitu kalau di sekeliling
saya ada orang lain. Maka saya tetap berada di tengah orang banyak."
"Saya gembira kau menyampaikan informasi ini," kata Judd.
"Apa yang akan kaulakukan?" tanya Burke penuh semangat.
"Saya mendengarkan baik-baik semua yang kaukatakan," kata Judd. Dia
menunjuk ke tape recorder. "Saya merekam semua kata-katamu. Jadi kalau
mereka sampai membunuhmu, kita
punya bukti tentang komplotan mereka."
Muka Burke berseri-seri. "Ya, Tuhan, bagus
sekali! Rekaman! Itu benar-benar akan membuat
mereka mampus!"
"Mengapa kau tidak berbaring lagi?" Judd menyarankan.
Burke mengangguk dan berbaring kembali di sofa. Dia memejamkan matanya.
"Saya lelah sekali. Sudah berbulan-bulan saya tidak tidur. Saya tidak berani
memejamkan mata. Kau tidak tahu bagaimana rasanya dikejar-kejar semua
orang."
Aku tidak tahu f Pikirannya melayang kepada McGreavy.
"Apakah pelayanmu tidak mendengar ada orang masuk?" tanya Judd.
"Saya belum menceritakan?" kata Burke. "Saya memecatnya dua minggu yang
lalu."
Judd mengingat-ingat kembali pembicaraan yang lalu dengan Harrison Burke.
Tiga hari yang lalu dia baru menceritakan tentang pertengkaran dengan
pelayannya. Kalau begitu pengertian Burke tentang waktu sudah kacau.
"Saya rasa kau belum pernah menceritakannya," kata Judd dengan tenang. "Kau
yakin dua minggu yang lalu kau memecat pelayanmu?"
"Saya tidak mungkin membuat kesalahan," Burke memotong. "Kaukira
bagaimana saya bisa menjadi wakil presiden pada salah sebuah perusahaan yang
terbesar di dunia? Tak lain dan tak bukan karena saya punya otak yang sangat
cerdas, Dokter. Jangan lupa."
"Mengapa kau memecat dia?" "Dia mencoba meracun saya." "Bagaimana
caranya?"
"Dengan sepiring ham dan telur. Dibubuhi arsenikum." "Kau mencicipi?" tanya
Judd. "Tentu saja tidak," Burke mendengus. "Lantas bagaimana kau tahu
makanan itu mengandung racun?" "Saya bisa mencium bau racun." "Kau
mengatakan apa kepadanya?" Air muka Burke memancarkan rasa puas. "Saya
tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya saya gebuki sampai setengah mati."
Rasa frustrasi melanda pikiran Judd. Kalau diberi waktu, dia yakin akan bisa
menolong Harrison Burke. Tapi waktu sudah hampir tidak ada lagi. Dalam
psikoanalisis selalu ada bahaya, yaitu di bawah kesempatan pelepasan isi hati
sebebas-bebasnya penutup tipis akan meledak terbuka. Semua nafsu dan emosi
primitif yang selama ini tersimpan akan terlepas semua, seperti binatang buas di
waktu malam.
Pelepasan secara lisan merupakan langkah pertama" dalam perawatan. Tapi
dalam kasus Burke, ini berbalik seperti bumerang. Pembicaraan mereka telah
melepaskan semua kebencian laten yang selama ini terkunci dalam pikirannya.
Dalam seuap pembicaraan kelihatannya Burke selalu mendapat kemajuan.
Selama ini dia sudah sependapat dengan Judd bahwa tidak ada komplotan
yang akan membuat dia celaka. Dia hanya bekerja
terlalu berat, dan emosinya terlalu lelah.
Judd merasa bahwa dia sudah berhasil menuntun Burke ke satu titik di mana dia
bisa mulai melakukan analisis lebih dalam serta menuju sasaran pokoknya, yaitu
menyerang akar dari problemnya. Tapi ternyata dengan cerdiknya selama ini
Burke terus-menerus berdusta. Dia hanya menguji Judd, berusaha menjebaknya,
untuk mengetahui apakah dia salah seorang dari mereka.
Harrison Burke laksana bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Tidak ada
kerabat terdekat yang bisa dihubungi. Apakah Judd harus menghubungi presiden
perusahaannya, untuk memberitahukan apa yang dipikirkannya?
Kalau dia berbuat begitu, masa depan Burke pasti akan hancur. Burke pasti akan
dikirim ke rumah sakit jiwa. Apakah dia tidak keliru membuat diagnosa bahwa
Burke penderita paranoid yang bisa membunuh? Dia ingin mendapatkan
kesimpulan lain sebelum menghubungi presiden perusahaan Burke, tapi Burke
sendiri tidak bisa diajak bekerjasama. Judd sadar bahwa dia harus bisa
mengambil keputusan sendiri.
"Harrison, saya ingin kau berjanji," kata Judd.
"Janji apa?" tanya Burke waspada.
"Kalau mereka berusaha melakukan tipu muslihat kepadamu, cara yang mereka
lakukan adalah memancingmu agar melakukan suatu tindakan kekerasan, supaya
kau bisa ditangkap dan diku-
rung.... Tapi saya tahu kau cukup cerdik sehingga tidak mungkin terpancing.
Maka bagaimanapun juga mereka memancing kemarahanmu, saya ingin kau
berjanji untuk tidak berbuat apa-apa terhadap mereka. Dengan cara demikian
mereka tidak akan bisa mencelakakanmu."
Mata Burke bersinar-sinar. "Ya, Tuhan, kau benar," katanya. "Jadi itulah rencana
mereka! Nah, kita terlalu cerdik bagi mereka, bukan?"
Di luar, Judd mendengar pintu ruang penerima tamu membuka dan menutup. Dia
melihat ke jam tangannya. Pasien berikutnya sudah datang.
Judd mematikan tape recorder dengan tenang. "Saya rasa sudah cukup untuk hari
ini," katanya.
"Kau merekam semuanya dengan tape recorder?" tanya Burke ingin tahu.
"Setiap kata," kata Judd. "Tak ada orang yang akan mencelakakanmu." Dia ragu-
ragu sebentar. "Saya rasa hari ini kau tidak usah berangkat ke kantor. Mengapa
kau tidak pulang dan istirahat saja?"
"Saya tidak bisa," bisik Burke, suaranya mengandung rasa takut. "Kalau saya
tidak datang ke kantor, nama saya akan dicopot dari pintu dan diganti dengan
nama orang lain." Dia mencondongkan badannya ke arah Judd. "Hati-hati! Kalau
mereka tahu kau sahabat saya, mereka pun akan berusaha mencelakakanmu."
Burke berjalan ke pintu menuju gang. Dia membukanya sedikit, lalu mengintip
ke kedua
ujung gang. Kemudian dengan cepat dia menyelinap ke luar.
Judd termenung sebentar. Dia merasa sedih memikirkan apa akibat dari apa yang
harus dilakukan terhadap kehidupan Harrison Burke. Mungkin kalau Burke
datang kepadanya enam bulan lebih awal....
Tiba-tiba pikiran yang melintas secara sekonyong-konyong membuatnya
menggigil. Apakah Harrison Burke sudah menjadi pembunuh? Mungkinkah dia
terlibat dalam kematian John Hanson dan Carol Roberts?
Burke dan Hanson, kedua-duanya sama-sama
apasien. Kemungkinan besar mereka sudah pernah bertemu. Beberapa kali
selama bulan-bulan yang terakhir kedatangan Burke selalu disusul dengan
kedatangan Hanson. Dan Burke pernah terlambat lebih dari sekali. Bisa jadi dia
bertemu dengan Hanson di gang. Pertemuan mereka yang berkali-kali ini dengan
mudahnya bisa membangkitkan penyakit paranoid Burke. Burke bisa curiga
bahwa Hanson membuntutinya dan mengancam keselamatannya.
Sedangkan mengenai Carol, Burke melihat dia setiap kali datang ke kantor.
Apakah jiwanya yang sakit menyebabkan Burke selalu merasa terancam oleh
kehadiran Carol, dan perasaan ini hanya bisa dihilangkan dengan menghilangkan
nyawa Carol.
Berapa lama sebenarnya Burke menderita sakit jiwa? Istri dan ketiga anaknya
meninggal dalam kecelakaan kebakaran rumah. Kecelakaan? Benar-
kah itu hanya kecelakaan belaka? Entah dengan cara apa dia harus
menyelidikinya.
Dia berjalan ke pintu menuju ruang resepsionis dan membukanya. "Silakan
masuk!" katanya.
Anne Blake bangkit berdiri dengan anggunnya dan berjalan menghampiri Judd.
Senyum hangat menghiasi wajahnya. Sekali lagi Judd merasakan hatinya kacau,
seperti ketika pertama kalinya melihat wanita ini. Itulah pertama kalinya dia
merasakan reaksi emosi yang mendalam terhadap wanita, sejak kematian
Elizabeth.
Antara Anne Blake dengan Elizabeth sama sekali berbeda. Elizabeth berambut
pirang, bertubuh mungil, dan bermata biru. Anne Blake berambut hitam,
matanya ungu dengan bulu mata yang hitam dan panjang. Tubuhnya tinggi,
dengan lekuk-lekuk yang sempurna. Wajah Anne Blake menunjukkan bahwa dia
wanita yang cerdas. Kecantikannya anggun, seperti kecantikan wanita
bangsawan, yang menyebabkan seakan dia tidak bisa didekati. Tapi matanya
memancarkan kehangatan. Suaranya rendah dan lemah-lembut, sedikit parau.
Anne kira-kira berumur dua puluh lima tahun. Tidak bisa diragukan lagi, dia
wanita paling cantik yang pernah dilihat oleh Judd. Tapi bukan kecantikannya
yang menarik hati Judd. Ada suatu daya yang sulit diterangkan hakikatnya, yang
menarik Judd dengan kuat sekali kepadanya. Entah mengapa, rasanya seakan-
akan Judd sudah mengenal Anne selama hidupnya. Perasaan yang
disangkanya sudah lama mati tiba-tiba muncul kembali, dengan kekuatan yang
membuatnya sangat heran.
Anne muncul di kantor Judd tiga minggu yang lalu, tanpa janji pertemuan
sebelumnya. Carol menerangkan bahwa jadwal sudah penuh dan Dokter tidak
mungkin menerima pasien lagi. Tapi Anne dengan tenang bertanya apakah dia
bisa menunggu. Dia duduk di kantor luar selama dua jam. Akhirnya Carol
kasihan kepadanya, dan mengantarkan Anne kepada Judd.
Demi melihat Anne, seketika Judd merasakan reaksi emosional yang sangat
kuat. Begitu kuatnya perasaan itu, sehingga selama beberapa menit dia tidak bisa
menangkap apa yang dikatakan Anne. Dia ingat waktu itu dia mempersilakan
pasiennya duduk dan memperkenalkan namanya.
Namanya Anne Blake. Dia wanita yang sudah berumah tangga. Judd
menanyakan apa kesulitanya. Anne kelihatan ragu-ragu dan mengatakan dia
tidak begitu yakin. Bahkan dia tidak begitu yakin apakah dia punya kesulitan.
Seorang dokter kawannya mengatakan bahwa Judd psikoanalis yang paling
pintar. Tapi waktu Judd menanyakan siapa nama dokter itu, Anne kelihatan
tersipu-sipu. Jangan-jangan Anne hanya menemukan namanya dalam buku
petunjuk telepon, pikir Judd.
Judd mencoba menerangkan betapa penuh jadwalnya, sehingga tidak mungkin
menerima pasien baru. Ditawarkannya setengah lusin nama
psikoanajis yang cukup beken. Tapi dengan tenang Anne memaksa ingin dirawat
olehnya. Akhirnya Judd terpaksa menerima.
Di luar Anne kelihatan normal, kecuali sedikit rasa tertekan. Judd yakin bahwa
problemnya relatif sederhana, mudah dipecahkan. Dia telah melanggar aturannya
sendiri, yaitu menerima pasien tanpa rekomendasi dari dokter lainnya. Dia juga
terpaksa menggunakan waktu makan siangnya supaya bisa memberikan
perawatan kepada Anne.
Selama tiga minggu Anne datang dua kali seminggu. Dari pertemuan-pertemuan
ini Judd tidak mengetahui lebih banyak daripada yang diketahuinya pada
pertemuan mereka yang perta ma. Dia hanya tahu lebih banyak tentang dirinya
sendiri. Bahwa dia jatuh cinta untuk pertama kalinya sejak Elizabeth meninggal.
Pada terapi mereka yang pertama, Judd bertanya kepada Anne apakah dia
mencintai suaminya. Judd merasa benci kepada dirinya sendiri karena
mengharapkan jawaban tidak dari Anne. Tapi Anne menjawab, "Ya. Dia laki-laki
yang baik hati dan kuat sekali."
"Anda berpendapat dia merupakan pengganti tokoh ayah?" tanya Judd.
Anne memandangi Judd dengan matanya yang ungu. "Tidak. Saya tidak mencari
tokoh ayah. Di masa kanak-kanak kehidupan rumah tangga keluarga saya sangat
bahagia." "Di mana Anda dilahirkan?"
"Di Revere, kota kecil dekat Boston."
"Kedua orangtua Anda masih hidup?"
"Ayah masih hidup. Ibu meninggal karena serangan jantung ketika saya berumur
dua belas tahun."
"Apakah hubungan antara ayah dan ibu Anda baik?"
"Ya. Mereka saling mencintai."
Ini kelihatan pada dirimu, pikir Judd. Selama ini dia banyak menyaksikan rasa
sakit, penyimpangan kejiwaan, dan penderitaan. Melihat Anne di situ seperti
merasakan udara segar di musim semi.
"Anda punya saudara?"
"Tidak. Saya anak tunggal. Anak yang rusak karena dimanja." Anne tersenyum
kepadanya. Senyumnya ramah dan terbuka, tulus dan tanpa maksud apa-apa.
Anne bercerita kepadanya bahwa dia hidup di luar negeri bersama ayahnya, yang
bekerja di Kementerian Luar Negeri. Setelah ayahnya menikah lagi dan pindah
ke California, dia bekerja di kantor PBB sebagai penerjemah. Anne fasih
berbicara Prancis, Italia, dan Spanyol.
Dia bertemu dengan calon suaminya di Kepulauan Bahama ketika sedang
berlibur. Calon suaminya ini punya perusahaan konstruksi. Mula-mula Anne
tidak tertarik kepadanya, tapi dia seorang yang berpendirian teguh dan pandai
membujuk. Dua bulan setelah pertemuan mereka, Anne pun menikah dengan
dia. Sekarang mereka
hidup berumah tangga sudah selama enam bulan. Mereka tinggal di New Jersey.
Hanya itu saja yang bisa diketahui Judd mengenai diri Anne dalam enam kali
kunjungan. Dia masih belum tahu sedikit pun apa problem Anne. Dia punya
hambatan emosi, yang menyebabkan dia tidak bisa membicarakannya. Judd
teringat kembali kepada beberapa pertanyaan yang diajukan ke Anne pada terapi
pertama.
"Apakah problem Anda menyangkut suami Anda, Nyonya Blake?
Tidak ada jawaban.
Apakah hubungan Anda berdua serasi, secara fisik?" "Ya." Tersipu-sipu.
"Anda punya kecurigaan suami Anda memiliki hubungan dengan wanita lain?"
"Tidak." Marah.
Judd kebingungan. Dicobanya memikirkan cara pendekatan terbaik untuk
meruntuhkan tembok benteng pertahanannya. Dia memutuskan untuk memakai
teknik tembakan beruntun: dia akan menyinggung setiap kategori pokok sampai
menemukan apa yang dicarinya.
"Anda bertengkar karena soal keuangan?
"Tidak. Dia dermawan sekali."
"Problem dengan mertua atau saudara ipar?"
"Dia yatim-piatu. Dan ayah saya tinggal di California."
"Anda atau suami Anda pernah menjadi pecan-du obat bius?"
"Tidak."
"Anda punya kecurigaan suami Anda seorang homoseks?"
Anne tertawa kecil, hangat. "Tidak."
Judd terus mendesak, sebab itu memang harus dilakukannya. "Apakah Anda
pernah melakukan hubungan seks dengan wanita?"
"Tidak." Kurang senang kepada pertanyaannya.
Judd menyinggung soal minuman keras, sikap dingin dalam hubungan seksual,
kehamilan yang mungkin ditakutkannya—apa saja yang bisa dipikirkannya.
Setiap kali Anne hanya memandangi Judd dengan matanya yang cerdik, dan
menggelengkan kepala. Waktu Judd mencoba terus mendesaknya, Anne berkata,
"Sabarlah dengan diri saya. Biarlah saya melakukan dengan cara saya sendiri."
Dengan orang lain, Judd mungkin sudah putus asa. Tapi dia tahu bahwa dia
harus menolong Anne. Dan dia harus terus bertemu dengan wanita yang menarik
hatinya ini.
Judd membiarkan Anne bicara tentang bahan percakapan yang dipilihnya
sendiri. Anne sudah melancong ke selusin negara dengan ayahnya, dan bertemu
dengan berbagai orang yang mempesona. Pikiran Anne cerdas dan mempunyai
selera humor yang tak terduga-duga.
Ternyata mereka punya selera yang sama dalam hal bacaan, musik, dan drama.
Sikap Anne ramah dan hangat,tp judd tidak bisa menemukan
tanda-tanda yang paling kecil sekalipun bahwa Anne juga tertarik kepadanya.
Sungguh ironis. Selama bertahun-tahun bawah sadarnya mengatakan bahwa dia
ingin mencari wanita yang seperti Anne. Sekarang tiba-tiba wanita yang
didambakannya tiba-tiba muncul. Tapi dia harus membantu memecahkan
kesulitannya, dan mengirimkan wanita ini kembali kepada suaminya.
Kini ketika Anne masuk ke ruang prakteknya, Judd memindahkan kursinya ke
dekat sofa dan menunggu sampai Anne berbaring.
"Hari ini tidak," kata Anne perlahan. "Saya hanya datane untuk melihat kalau-
kalau saya bisa menolong."
Judd melihat kepadanya, sesaat tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Selama dua
hari'ini emosinya sangat tegang, sehingga simpati Anne yang tak terduga-duga
membuatnya terperanjat. Sambil memandang Anne Judd merasakan dorongan
impuls ingin menceritakan segala-galanya yang menimpa dirinya.
Ya, Judd ingin sekali menceritakan rasa takut yang mencekamnya, tentang
McGreavy dengan kecurigaannya yang sinting. Tapi Judd sadar tidak bisa
berbuat begitu. Dia dokter, dan Anne pasiennya. Masih ada yang lebih buruk
daripada itu. Dia jatuh cinta kepada Anne, padahal Anne istri orang yang bahkan
tidak dikenalnya.
Anne berdiri memandanginya. Judd mengangguk, tidak berani mengatakan apa
pun.
"Saya sangat suka kepada Carol," kata Anne. "Mengapa orang sampai hati
membunuhnya?"
Apakah polisi tidak bisa menduga} pikir Judd dengan perasaan getir. Kalau saja
Anne tahu!
Anne memandang curiga kepadanya.
"Polisi punya beberapa teori," kata Judd.
"Saya bisa memahami bagaimana perasaan Anda. Saya hanya datang untuk
mengatakan bahwa saya pun ikut merasa sedih. Bahkan saya tidak tahu pasti
apakah Anda ada di kantor hari ini.
"Tadinya saya memang tidak berniat membuka kantor," kata Judd. "Tapi—yah,
di sinilah saya sekarang. Karena kita berdua sudah di sini, mengapa kita tidak
bercakap-cakap sedikit tentang diri Anda?"
Anne ragu-ragu. "Saya tidak yakin apakah masih ada yang bisa dibicarakan."
Judd merasakan hatinya terlonjak. Ya, Tuhan, tolong jangan biarkan dia
mengatakan saya tidak akan melihatnya lagi.
"Saya akan pergi ke Eropa dengan suami saya minggu depan."
"Hebat sekali," kata Judd.
"Saya kuatir saya hanya membuang-buang waktu Anda, Dokter Stevens. Saya
minta maaf."
"Aduh, jangan minta maaf," kata Judd.
Dia merasakan suaranya menjadi serak. Anne akan meninggalkannya. Tapi tentu
saja Anne tidak mengetahui bagaimana perasaannya. Dia memang kekanak-
kanakan. Pikirannya sadar akan
hal ini, namun hatinya merasa sakit karena Anne akan pergi. Untuk selama-
lamanya.
Anne membuka dompet dan mengeluarkan uang. Dia sudah biasa membayar
dengan uang tunai pada setiap kunjungannya. Sedangkan pasien lainnya semua
membayar dengan cek.
"Tidak usah," kata Judd cepat-cepat. "Anda datang ke sini sebagai sahabat. Saya
—merasa berterima kasih."
Judd melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya terhadap pasien lain.
"Saya ingin Anda datang ke sini sekali lagi," katanya.
Anne memandanginya dengan tenang. "Mengapa?"
Sebab aku tidak tahan berpisah denganmu begitu cepat, pikir Judd. Sebab aku
tidak akan bertemu lagi dengan wanita yang seperti kau. Sebab aku ingin sekali
seandainya kita bertemu dari dulu. Sebab aku cinta padamu.
Judd berkata keras-keras, "Saya rasa kita bisa—membuat satu kesimpulan.
Bicaralah sedikit $0: lagi untuk meyakinkan bahwa Anda benar-benar sudah bisa
mengatasi kesulitan Anda."
Anne tersenyum nakal. "Maksud Anda saya harus datang untuk ujian akhir?"
"Kurang lebih begitu," kata Judd. "Anda mau datang?"
"Kalau Anda menghendaki tentu saja saya mau datang." Anne berdiri. "Saya
belum pernah memberi Anda kesempatan untuk memahami saya lebih dalam.
Tapi saya tahu Anda dokter
yang hebat. Kalau suatu hari kelak saya memerlukan pertolongan, saya tentu
akan datang kepada Anda."
Anne mengulurkan tangannya, dan Judd menyambutnya. Jabatan tangannya erat
dan hangat. Sekali lagi Judd merasakan arus getaran yang mengalir di antara
mereka, tapi sangat heran karena Anne rupanya tidak merasakan apa-apa.
"Saya akan menemui Anda hari Jumat," kata Judd.
Judd memperhatikan Anne berjalan ke pintu samping menuju ke gang, kemudian
terperenyak ke kursi. Belum pernah dia merasa kesepian yang begitu dalam
selama hidupnya. Tapi dia tidak bisa duduk berpangku tangan di situ. Peristiwa
yang baru saja terjadi harus ditemukan jawabannya. Kalau McGreavy tidak bisa
menemukannya, dia sendiri yang harus menemukan, sebelum McGreavy
menghancurkan dirinya.
Ditinjau dari sisi negatifnya, McGreavy menaruh kecurigaan bahwa dia
melakukan dua pembunuhan. Padahal dia tidak bisa membuktikan bahwa dia
tidak melakukannya. Setiap saat dia bisa ditangkap. Kalau ini sampai terjadi,
berarti kehidupan profesinya akan hancur.
Kini dia juga jatuh cinta kepada wanita yang mempunyai suami, yang hanya
akan ditemuinya lagi satu kali....
Judd memaksa dirinya meninjau persoalan dari sisi positifnya. Tapi dia tidak
bisa menemukan suatu apa pun.
Sisa hari itu berjalan seakan dia berada di bawah air. Satu dua pasien
menyinggung-nyinggung tentang pembunuhan Carol. Tapi pasien yang
keadaannya lebih gawat hanya bisa memikirkan kesulitannya sendiri.
Judd mencoba memusatkan perhatian, tapi pikirannya terus melayang ke mana-
mana. Dia terus-menerus berusaha menemukan jawaban terhadap peristiwa yang
baru saja terjadi. Dia bermaksud memutar beberapa rekaman nanti, kalau-kalau
dia bisa menemukan sesuatu yang selama ini lolos dari perhatiannya.
Pada pukul tujuh pasien yang terakhir sudah keluar, Judd berjalan ke lemari
minuman dan menuangkan segelas scotch. Rasa minuman keras yang tanpa
campuran ini seperti menghantamnya, dan tiba-tiba dia teringat bahwa sejak pagi
belum makan.
Teringat akan makanan membuat Judd merasa sakit. Dia duduk terperenyak ke
kursi, memikirkan kembali kedua peristiwa pembunuhan. Menurut riwayat kasus
para pasien yang ada padanya, tak seorang pun pasien yang mungkin bisa
membunuh. Mungkin seorang pemeras berusaha mencuri pita rekaman.
Tapi biasanya pemeras memiliki sifat pengecut. Mereka hanya memanfaatkan
kelemahan orang lain. Seandainya Carol memergoki seorang pencuri yang
mendobrak masuk dan pencuri ini membunuhnya, pembunuhan pasti dilakukan
dengan cepat—dengan satu pukulan. Tidak mungkin pencuri ini menyiksanya
dulu. Pasti ada penjelasan lain yang lebih masuk akal.
Judd duduk di kantornya lama sekali, perlahan-lahan otaknya memikirkan
peristiwa yang terjadi dalam dua hari ini. Akhirnya dia menghela napas dan
menghentikan lamunannya. Dia melihat ke jam dinding dan terkejut karena
malam ternyata sudah tiba.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat saat Judd meninggalkan
kantornya. Waktu dia keluar dari lobi ke jalan, angin yang sedingin es
menghantamnya. Salju sudah mulai turun lagi.
Di langit salju yang seperu cabikan kapas berputar-putar, mengaburkan segala-
galanya. Kota kelihatan seperti lukisan di atas kanvas yang catnya belum kering
dan berleleran. Gedung pencakar langit dan jalan-jalan tampak seakan meleleh
menjadi cairan kelabu dan putih. Sebuah papan yang besar dan berwarna merah
putih di sebuah toko di seberang Lexington Avenue mengingatkan:
KESEMPATAN BERBELANJA TINGGAL 6 HARI SEBELUM NATAL
Natal. Judd cepat-cepat mengalihkan pikirannya dari Hari Natal dan mulai
berjalan.
Jalanan sudah lengang. Di kejauhan hanya kelihatan seorang pejalan kaki,
bergegas-gegas pulang untuk menemui istri atau kekasihnya. Judd mulai
memikirkan apa gerangan yang sedang dilakukan Anne. Mungkin dia di
rumahnya, sedang membicarakan peristiwa siang tadi dengan suami tercinta.
Atau mungkin mereka sudah di tempat tidur, dan.... Sudah, berhenti katanya
kepada dirinya sendiri.
Di jalan yang berangin tidak ada satu pun mobil yang lewat. Maka sebelum
sampai ke tikungan Judd mulai menyeberang seenaknya, menuju ke garasi
tempat dia memarkir mobilnya di siang hari.
Waktu dia sampai di tengah jalan, dia mendengar suara di belakangnya. Serta-
merta dia menoleh. Sebuah mobil sedan besar berwarna hitam tanpa lampu
meluncur ke arahnya, rodanya slip di atas lapisan salju. Mobil sudah dekat
sekali, tidak ada tiga meter jauhnya.
Pemabuk tolol, pikir Judd. Mobilnya slip dan dia bisa mencelakakan dirinya
sendiri. Judd melompat ke trotoar untuk menyelamatkan diri. Hidung mobil
meluncur ke arahnya, dan mobil digas. Judd sudah terlambat menyadari bahwa
mobil dengan sengaja mencoba menabraknya.
Yang terakhir diingatnya ialah sesuatu yang keras menghantam dadanya, dan
terdengar suara keras seperti halilintar. Jalan yang gelap tiba-tiba
terang-benderang oleh kembang api yang terasa meledak dalam kepalanya.
Seketika dalam saat yang singkat itu, tiba-tiba Judd mengetahui jawaban segala-
galanya.
Kini dia tahu mengapa John Hanson dan Carol Roberts dibunuh. Judd merasakan
kepuasan yang luar biasa. Dia harus menceritakannya kepada McGreavy.
Kemudian cahaya ini segera padam, yang masih ada tinggal kesunyian dan
kegelapan yang basah.
Dari luar, markas polisi Seksi Sembilan Belas kelihatan seperti gedung sekolah
bertingkat empat yang kuno dan sudah dimakan cuaca. Dindingnya terbuat dari
bata merah. Bagian depannya dilapis semen, dan bagian di bawah atapnya putih
karena kotoran burung dara beberapa generasi.
Seksi Sembilan Belas bertanggung jawab atas keamanan daerah Manhattan dari
59th Streer sampai 86th Street, dan dari Fifth Avenue sampai ke East River.
Telepon dari rumah sakit yang melaporkan kecelakaan tabrak lari sampai ke
markas polisi beberapa menit setelah pukul sepuluh. Laporan ini segera
diteruskan ke kantor detektif.
Malam itu Seksi Sembilan Belas sangat sibuk. Karena cuaca dingin, maka
kejahatan dari jenis pemerkosaan dan perampokan meningkat. Jalan yang
lengang berubah menjadi padang belantara yang membeku. Di situlah para
penjahat menunggu mangsanya, orang yang berjalan di daerah itu sendirian.
Hampir semua detektif sedang keluar untuk mengambil tindakan berdasarkan
laporan. Kantor detektif kosong, kecuali Detektif Frank Angeli dan seorang
sersan polisi. Keduanya sedang menginterogasi orang yang dicurigai melakukan
pembakaran dengan sengaja.
Waktu telepon berdering, Angeli yang mengangkatnya. Yang menelepon adalah
perawat rumah sakit kota, yang merawat pasien korban tabrak lari. Si pasien
minta bicara dengan Letnan McGreavy. McGreavy kebetulan sedang pergi ke
Bagian Arsip. Ketika perawat itu menyebutkan nama pasiennya, Angeli
mengatakan bahwa dia akan segera datang.
Angeli sedang meletakkan telepon ketika McGreavy masuk. Angeli cepat-cepat
menceritakan kepadanya tentang laporan dari rumah sakit. "Sebaiknya kita
segera pergi ke rumah sakit," kata Angeli.
"Dia bisa menunggu. Yang pertama-tama saya ingin bicara dengan kapten di
seksi tempat terjadinya kecelakaan."
Angeli memperhatikan McGreavy memutar nomor. Dalam hati dia bertanya-
tanya apakah Kapten Bertelli mengatakan kepada McGreavy tentang
pembicaraan mereka. Percakapan Angeli dengan Kapten Bertelli singkat saja
dan langsung ke pokok persoalan.
"Letnan McGreavy polisi yang baik," kata Angeli waktu itu, "tapi saya rasa dia
terpengaruh oleh apa yang terjadi lima tahun yang lalu."
Kapten Bertelli melihat kepadanya lama-lama dengan pandangan dingin. "Kau
menuduh dia mau memfitnah Dokter Stevens?"
"Saya tidak menuduhkan apa pun kepadanya, Kapten. Saya hanya berpikir
sebaiknya Kapten waspada terhadap situasi ini."
"Oke, saya akan tetap waspada." Dan percakapan mereka pun berakhir.
Pembicaraan telepon McGreavy memakan waktu tiga menit. Sementara itu
McGreavy meng-geram-geram dan membuat catatan. Angeli berjalan mondar-
mandir tidak sabar. Sepuluh menit kemudian baru kedua detektif ini naik mobil
dinas menuju rumah sakit.
Kamar Judd di lantai enam, di ujung gang yang panjang dan berbau khas rumah
sakit. Perawat yang menelepon ke markas seksi mengantarkan kedua detektif itu
ke kamar Judd.
"Bagaimana keadaannya, Suster?" tanya McGreavy.
"Dokter akan menerangkan kepada Anda," jawab perawat itu dengan tegas.
Kemudian dia meneruskan, "Ajaib juga orang ini tidak mati. Mungkin dia
menderita gegar otak, luka di bagian tulang iga dan lengan kiri."
"Apakah dia sadar?" tanya Angeli.
"Ya. Kami mendapat kesulitan besar menahannya di tempat tidur." Perawat
menoleh kepada McGreavy. "Dia terus-menerus mengatakan harus bertemu
dengan Anda."
Mereka pun masuk ke kamar pasien. Dalam
kamar ada enam buah tempat tidur, berisi pasien. Perawat menunjukkan tempat
tidur di sudut ruangan yang ditutup dengan tirai. McGreavy dan Angeli
mendekati tempat tidur itu dan melangkah ke balik tirai.
Judd berbaring di tempat tidur, bertelekan di atas sikunya. Kepala dan bahunya
bertumpu di atas bantal yang tinggi. Mukanya pucat, dan ada perban lebar pada
dahinya. Lengan kirinya disandang dengan kain yang berwarna putih.
McGreavy bicara. "Saya dengar Anda mendapat kecelakaan."
"Ini bukan kecelakaan," kata Judd. "Ada orang yang mencoba membunuh saya."
Suaranya lemah dan bergetar. "Siapa?" tanya Angeli.
"Saya tidak tahu, tapi semua cocok." Dia menoleh kepada McGreavy.
"Pembunuh-pembunuh itu tidak mengejar John Hanson atau Carol. Sayalah yang
mereka inginkan."
McGreavy memandanginya keheranan. "Mengapa Anda berpendapat begitu?"
"Hanson terbunuh karena dia memakai jas hujan saya yang berwarna kuning.
Mereka pasti melihat saya masuk ke gedung memakai jas hujan itu. Ketika
Hanson keluar memakai jas hujan saya, mereka mengira bahwa Hanson adalah
saya."
"Itu mungkin," kata Angeli, "Tentu," kata McGreavy. Dia menoleh kepada Judd.
"Dan setelah tahu bahwa mereka salah
membunuh orang lain, mereka masuk ke kantor. Pakaian Anda dibuka dan
mereka tahu bahwa Anda sebenarnya gadis kecil berkulit hitam. Maka mereka
marah sekali sehingga menyiksa Anda sampai mati."
"Carol dibunuh karena mereka menemukan dia di sana ketika datang untuk
membunuh saya," kata Judd.
McGreavy memasukkan tangannya ke saku mantel dan mengeluarkan catatan.
"Saya telah bicara dengan kapten polisi di seksi tempat terjadinya kecelakaan."
"Itu bukan kecelakaan."
"Menurut laporan polisi, Anda berjalan seenaknya."
Judd melihat kepadanya. "Berjalan seenaknya?" Dia mengulangi dengan suara
lemah.
"Anda berjalan di tengah jalan, Dokter."
"Tidak ada mobil satu pun, jadi saya...."
"Ada sebuah mobil," McGreavy memberi koreksi. "Hanya Anda tidak melihat
saja. Waktu itu hujan salju dan orang hampir tidak bisa melihat sama sekali.
Anda tiba-tiba saja berada di tengah jalan. Sopir menginjak rem, mobil slip dan
meluncur terus sehingga menabrak Anda. Kemudian dia panik dan kabur."
"Bukan begitu kejadiannya, dan lampu depan mobil tidak dinyalakan."
"Dan Anda berpendapat bahwa itu merupakan bukti bahwasanya orang yang
mengemudikan
mobil inilah yang membunuh Hanson dan Carol Roberts?"
"Ada orang berusaha membunuh saya," Judd mengulangi dengan keras kepala.
McGreavy menggelengkan kepala. "Itu tidak ada gunanya, Dokter."
"Apa yang tidak ada gunanya?" tanya Judd.
."Anda benar-benar mengira saya akan mulai mencari-cari pembunuh khayalan
sementara Anda mengalihkan pandangan orang dari diri Anda .sendiri?" Nada
suara McGreavy tiba-tiba berubah keras. "Anda tahu bahwa resepsionis Anda
hamil?"
Judd memejamkan mata dan meletakkan kepalanya ke bantal kembali. Jadi
itulah yang ingin dikatakan Carol kepadanya. Tadinya dia juga sudah setengah
menduga. Dan kini McGreavy mengira....
Dia membuka matanya. "Tidak," katanya lemah. "Saya tidak tahu."
Kepala Judd mulai berdenyut-denyut lagi. Rasa sakitnya datang kembali. Dia
menelan ludah untuk melawan rasa pusing yang akan menelannya. Ingin sekali
dia menekan bel untuk memanggil perawat, tapi dia tidak ingin memberikan
kepuasan kepada McGreavy.
"Saya sudah memeriksa semua arsip," kata McGreavy. "Apa yang akan Anda
katakan kalau saya bilang bahwa resepsionis Anda yang manis dan sedang hamil
dulu menjadi pelacur sebelum bekerja pada Anda?"
Kepala Judd rasanya semakin berdenyut-denyut, sakitnya kian tak tertahankan.
"Apakah Anda tahu itu, Dokter Stevens? Anda tidak perlu menjawab. Saya yang
akan menolong Anda menjawab pertanyaan saya. Anda tahu, sebab Anda sendiri
yang mengambilnya dari ruang pengadilan empat tahun yang lalu. Waktu itu dia
ditangkap karena tuduhan menjual diri. Nah, bukankah itu agak keterlaluan?
Seorang dokter yang terhormat menyewa pelacur sebagai resepsionis di kantor
kelas tinggi?"
"Tak seorang pun dilahirkan sebagai pelacur," kata Judd. "Saya berusaha
menolong memberi kesempatan hidup kepada anak berumur enam belas tahun."
"Dan di samping itu punya piaraan gadis kulit hitam?"
"Kau bangsat berpikiran busuk!"
McGreavy tertawa dengan sinis. "Ke mana Anda membawa Carol setelah
memungutnya dari pengadilan di waktu malam?"
"Ke apartemen saya."
"Dan dia tidur di sana?"
"Ya."
McGreavy meringis. "Anda hebat benar! Anda mengambil seorang pelacur muda
yang cantik dari pengadilan dan mengajaknya bermalam di apartemen Anda.
Apa yang Anda cari-teman main catur? Kalau benar Anda tidak tidur dengan
dia, kemungkinan besar Anda homoseks.
"Selanjutnya coba tebak siapa yang berhubung-
89
an dengan Anda? Ini tepat sekali. John Hanson. Sedangkan kalau Anda tidur
dengan Carol, kemungkinan besar Anda tidur terus dengan dia sampai akhirnya
dia hamil.
"Dan sekarang Anda berani berbohong dan menceritakan dongeng tentang orang
gila yang menabrak Anda dan kabur, dan berkeliling ke mana-mana membunuhi
orang?"
McGreavy berbalik dan meninggalkan ruangan, mukanya merah karena marah.
Angeli memperhatikan Judd, kelihatan cemas. "Anda tidak apa-apa?"
"Anda harus menolong saya," kata Judd. "Ada orang berusaha membunuh saya."
Suaranya terdengar seperti ratapan di telinganya.
"Siapa yang mungkin punya motif untuk membunuh Anda, Dokter?"
"Saya tidak tahu."
"Anda punya musuh?"
"Tidak."
"Anda pernah tidur dengan istri orang, atau gadis yang punya pacar?"
Judd menggeleng, dan seketika menyesal karena melakukan gerakan ini,
"Adakah warisan dalam keluarga Anda—sehingga kerabat yang ingin mendapat
warisan ini mungkin berniat menyingkirkan Anda?"
"Tidak."
Angeli menghela napas. "Baiklah. Jadi tidak ada motif yang memungkinkan
orang ingin membunuh Anda. Bagaimana tentang pasien Anda? Saya
rasa sebaiknya Anda memberikan daftarnya kepada kami, supaya mereka bisa
kami cek." "Saya tidak bisa berbuat begitu." "Yang saya minta hanya nama
mereka." "Menyesal sekali," Judd sudah mulai mendapat kesulitan untuk bicara.
"Seandainya saya dokter gigi atau dokter spesialis kaki mungkin saya bisa
memberikan daftar nama pasien kepada Anda. Tapi tidakkah Anda tahu? Pasien
saya semuanya orang yang punya problem kejiwaan. Hampir semuanya problem
yang serius. Kalau Anda mulai menginterogasi mereka, bukan hanya mereka
yang Anda hancurkan. Anda juga menghancurkan kepercayaan mereka terhadap
saya. Saya tidak akan bisa merawat mereka lagi. Saya tidak bisa memberikan
daftar nama mereka." Judd terbaring lemas, kehabisan tenaga. Bebe rapa saat
lamanya Angeli memandangi Judd sambil berdiam diri. Kemudian dia bertanya,
"Apa istilah bagi orang yang mengira bahwa semua orang akan membunuhnya?"
"Paranoid," jawab Judd. Dia melihat perasaan yang terpancar dari air muka
Angeli. "Anda tidak mengira saya...."
"Bayangkan seandainya Anda adalah saya," kata Angeli. "Seandainya saya
berbaring di situ sekarang, berbicara seperti Anda, dan Anda dokter saya. Apa
kesimpulan yang akan Anda tarik?"
Judd memejamkan mata karena rasa sakit yang luar biasa pada kepalanya.
Didengarnya suara
Angeli yang meneruskan bicara, "Saya ditunggu
McGreavy."
Judd membuka matanya. "Tunggu____Beri saya
kesempatan untuk membuktikan bahwa saya tidak bohong."
"Bagaimana?"
"Siapa pun yang mencoba membunuh saya pasti akan mencoba lagi. Saya ingin
ada orang yang menemani saya. Jadi kalau mereka mencoba lagi, dia bisa
menangkap mereka."
Angeli memandangi Judd.-
"Dokter Stevens, kalau benar-benar ada orang yang ingin membunuh Anda,
semua polisi di dunia takkan bisa mencegahnya. Kalau mereka tidak bisa
membunuh Anda sekarang, mereka akan berhasil membunuh Anda besok pagi.
Kalau mereka tidak berhasil membunuh Anda di sini, mereka akan bisa
membunuh Anda di tempat lain. Tidak peduli Anda raja atau presiden, atau
hanya orang biasa. Benang kehidupan sangat kecil. Untuk memutuskannya
hanya dibutuhkan waktu sedetik."
"Tidak ada—sama sekali tidak ada yang bisa Anda lakukan?"
"Saya bisa memberi Anda sedikit nasihat. Gantilah kunci pintu apartemen Anda.
Periksa setiap jendela apakah semua sudah dikunci dengan semestinya. Jangan
memasukkan siapa pun ke dalam apartemen, kecuali kalau Anda kenal baik
dengan orang itu. Jangan menerima tukang antar barang, kecuali kalau Anda
sendiri merasa memesan sesuatu."
Judd mengangguk, tenggorokannya' kering dan sakit.
"Di gedung apartemen Anda ada pintu dan operator lift," Angeli meneruskan.
"Apakah Anda bisa mempercayai mereka?"
"Penjaga pintu sudah bekerja di situ selama sepuluh tahun. Operator lift bekerja
di situ delapan tahun. Saya percaya penuh kepada mereka."
Angeli mengangguk-angguk.
"Bagus," katanya. "Mintalah agar mereka selalu waspada. Kalau mereka selalu
waspada, orang luar sulit bisa menyelinap ke apartemen Anda. Bagaimana
tentang kantor Anda? Apakah Anda akan memakai resepsionis baru?"
Judd membayangkan seandainya seorang asing duduk menghadapi meja tulis
Carol, duduk di kursinya. Dia merasakan kemarahannya bangkit. "Dalam waktu
dekat tidak."
"Anda bisa mempekerjakan resepsionis laki-laki," kata Angeli.
"Akan saya pikirkan."
Angeli berbalik akan pergi, kemudian berhenti.
"Saya punya gagasan," katanya ragu-ragu. "Tapi ini hanya untung-untungan."
"Apa?" Judd kesal karena suaranya penuh semangat.
"Orang yang membunuh pamer McGreavy yang dulu...." "Ziffren."
"Dia benar-benar gila?"
"Ya. Dia dikirim ke Rumah Sakit Matteawan yang khusus untuk penjahat
berpenyakit jiwa."
"Mungkin dia menyalahkan Anda karena menyebabkannya dikirim ke sana.
Saya akan mengecek tentang dirinya. Hanya untuk meyakinkan bahwa ia tidak
melarikan diri atau sudah dibebaskan. Telepon saya besok pagi-pagi." "Terima
kasih kata Judd dengan gembira. "Itu sudah menjadi tugas saya. Seandainya
nanti ternyata Anda sendiri yang melakukan pembunuhan, saya akan membantu
McGreavy menangkap Anda."
Angeli berbalik lagi akan pergi. Tapi dia berhenti sejenak.
"Jangan katakan kepada McGreavy bahwa saya mengecek Ziffren untuk
membantu Anda." 'Tidak."
Mereka saling tersenyum. Angeli pergi. Judd sendirian lagi.
Kalau tadi pagi situasinya sangat buruk, sekarang bahkan jauh lebih buruk lagi.
Judd sadar bahwa sebenarnya pagi ini juga dia bisa ditangkap karena dicurigai
melakukan pembunuhan—tapi ternyata ini tidak terjadi, yang disebabkan oleh
sifat McGreavy.
McGreavy ingin membalas dendam, sangat ingin membalas dendam. Maka dia
sabar menunggu sampai mendapat bukti yang terakhir. Mungkinkah peristiwa
tabrak lari yang dialaminya hanya kecelakaan belaka? Ketika itu memang jalan
berlapis salju dan
sangat licin. Secara kebetulan mobil sedan ini bisa slip dan meluncur ke arahnya.
Tapi kalau memang hanya kecelakaan, mengapa lampu depan mobil tidak
dinyalakan? Dan dari mana mobil yang datang secara begitu tiba-tiba?
Kini Judd yakin benar bahwa dirinya diincar oleh pembunuh—dan pembunuh
ini. akan mencoba lagi. Dengan kesimpulan ini, dia terlelap tidur.
Keesokan harinya pagi-pagi benar Peter dan Norah Hadley datang ke rumah
sakit untuk menengok Judd. Mereka mengetahui kecelakaan yang menimpa
sahabatnya dari berita pagi.
Umur Peter sebaya dengan Judd, tapi badannya lebih kecil daripada Judd dan
kurus sekali. Mereka berasal dari kota yang sama di Nebraska, dan sekolah
kedokteran bersama-sama.
Norah seorang wanita Inggris. Rambutnya pirang, dan payudaranya agak terlalu
besar untuk tinggi badannya yang satu meter enam puluh. Sifat Norah periang
dan menyenangkan. Setelah bercakap-cakap selama lima menit dengan dia,
orang akan merasa bahwa mereka seperti sudah lama saling mengenal.
"Rupamu mengerikan sekali," kata Peter, sambil memperhatikan Judd dengan
cermat.
"Itu yang saya sukai, Dokter. Sikap seorang dokter sejati terhadap pasien."
Pusing kepala Judd hampir hilang sama sekali. Rasa sakit pada tubuhnya juga
sudah berkurang, yang tertinggal hanya rasa pegal-pegal. Norah mengulurkan
seikat bunga.
"Kami membawakanmu bunga. Sayang," katanya. "Kasihan sekali, anak yang
baik." Norah mencium pipinya.
"Bagaimana terjadinya?** tanya Peter.
Judd ragu-ragu. "Ini kecelakaan tabrak lari."
"Kau mendapat kecelakaan beruntun, bukan? Saya sudah membaca tentang
Carol. Kasihan."
"Mengerikan sekali," kata Norah. "Saya suka sekali kepadanya."
Judd merasakan tenggorokannya seperti tercekik. "Saya juga."
"Apakah ada kemungkinan bangsat yang melakukannya bisa ditangkap?" tanya
Peter.
"Mereka sedang berusaha."
''Dalam koran pagi disebutkan bahwa Letnan McGreavy hampir bisa menahan
pelakunya. Kau tahu tentang hal itu?"
"Sedikit," jawab Judd ringkas. "McGreavy selalu mengupayakan agar aku bisa
mengikuti perkembangannya."
"Kau tidak akan tahu betapa hebatnya polisi sebelum kau benar-benar
membutuhkan mereka," kata Norah.
"Dokter Harris mengizinkan saya melihat hasil Rontgenmu. Beberapa luka
memar yang cukup parah—tapi tidak ada kemungkinan gegar otak. Satu dua hari
lagi kau sudah bisa keluar dari sini."
Tapi Judd tahu bahwa dia tidak boleh membuang-buang waktu.
Selama setengah jam mereka mengobrol mengenai hal-hal yang ringan-ringan.
Mereka hati-hati
sekali supaya tidak menyinggung-nyinggung ke-matian Carol Roberts. Peter dan
Norah tidak tahu bahwa John Hanson pasien Judd. Karena alasannya sendiri,
McGreavy merahasiakan bagian cerita ini supaya tidak bocor kepada pers.
mengkhayalkan memiliki kebencian terhadap di-rinya.
Yang mungkin bisa masuk ke dalam k ategon mi hanya dua orang, yaitu
Harrison Burke dan Amos Ziffren, orang yang membunuh pamer McGrea-vy.
Kalau Burke mempunyai alibi, maka dia akan memusatkan perhatiannya kepada
Ziffren. Tekanan jiwa yang dideritanya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Dia
merasa bahwa dia harus melakukan sesuatu. Tiba-tiba dia merasa tidak sabar lagi
ingin segera meninggalkan rumah sakit.
Dia pun menekan bel untuk memanggil perawat. Kepada perawat dia
mengatakan ingin bertemu dengan Dokter Harris. Sepuluh menit kemudian
Dokter Harris masuk ke kamarnya. Dokter Seymour Harris bertubuh kecil,
dengan mata berwarna biru yang bersinar-sinar dan beberapa helai rambut hitam
mencuat di pelipisnya. Judd mengenal dia sudah lama, dan sangat
menghormatinya.
"Nah! Sang Putri Tidur sudah bangun. Keadaanmu buruk sekali."
jud sudah bosan mendengar pertanyaan semacam itu
Mengapa tidak istirahat dulu di sini beberapa hari? Akan saya kirim beberapa
orang perawat sexy untuk menemanimu."
"Terima kasih, Seymour. Saya benar-benar harus segera meninggalkan tempat
ini."
Dokter Harris menghela napas. "Oke. Kau seorang dokter. Kalau saya sendiri,
saya tidak akan membiarkan kucing saya berkeliaran kalau keadaannya seperti
kau." Dia memandangi Judd dengan tajam. "Ada sesuatu yang bisa saya lakukan
untuk membantumu?"
Judd menggeleng.
"Akan saya suruh Miss Bedpan mengambilkan pakai an m u."
Tiga pulu|i menit kemudian gadis dari bagian penerima tamu memanggilkan
taksi untuknya. Dan pada pukul sepuluh lima belas, Judd sudah berada di
kantornya.
6
Pasiennya yang pertama, Teri Washburn sudah menunggu di gang. Dua puluh
tahun yang lalu Teri merupakan salah seorang bintang film terbesar di
Hollywood. Dalam sekejap mata kariernya jatuh, kemudian dia menikah dengan
seorang penebang pohon dari Oregon dan menghilang.
Sampai sekarang Teri sudah menikah lima atau enam kali. Kini dia tinggal di
New York dengan suaminya yang terakhir, seorang importir. Ketika Judd
berjalan di gang, Teri melihat kepadanya dengan marah.
"Wah...," katanya. Tapi Teri tidak jadi meneruskan kata-katanya setelah melihat
muka Judd. "Kau kelihatan babak belur seperti habis dipukuli orang."
"Hanya kecelakaan kecil. Maaf saya terlambat."
Dia membuka pintu dengan kunci dan mempersilakan Teri masuk ke kantor
resepsionis. Meja tulis dan kursi Carol yang kosong segera menyita
pandangannya.
"Saya membaca tentang Carol," kata Teri.
Suaranya kedengaran tajam. "Apakah itu pembunuhan karena seks?"
"Bukan," kata Judd pendek. Dia membuka pintu menuju ke ruang prakteknya.
"Beri saya waktu sepuluh menit."
Judd masuk ke ruang prakteknya. Setelah melihat daftar pasiennya untuk hari
itu, dia mulai memutar nomor telepon. Pertemuannya dengan pasien yang lain
akan dibatalkan. Tapi dia hanya bisa menghubungi tiga orang pasien. Dada dan
tangannya terasa sakit setiap kali dia bergerak, dan kepalanya mulai berdenyut-
denyut lagi.
Dari laci diambilnya dua butir Darvan, kemudian ditelannya dengan segelas air.
Lalu dia berjalan ke pintu menuju ruang resepsionis. Pintu dibuka, dan Teri
dipersilakan masuk. Dikuatkan-nya hatinya untuk menyingkirkan segala-galanya
dari pikirannya selama lima puluh menit ini, kecuali problem pasiennya. Teri
berbaring di sofa dengan rok tersibak ke atas, dan mulai bicara.
Dua puluh tahun yang lalu Teri Washburn adalah wanita yang sangat
menggiurkan. Bahkan sekarang pun tanda-tanda bekas kecantikannya masih
nampak. Matanya lebar, lembut, dan memancarkan pandangan polos. Di
sekeliling mulutnya yang lembut mulai kelihatan kerutan-kerutan, namun
kelihatan tetap indah. Buah dadanya masih bulat dan kencang di balik biusnya
yang ketat. Judd menduga Teri mendapat suntik? an silikon, tapi dia masih
menunggu Teri mencer^ takannya sendiri. Bagian tubuhnya yang lain ,uga
masih bagus, dan bentuk kakinya benar-benar indah.
Hampir semua pasien wanita Judd merasa bahwa mereka mencintainya. Tapi itu
sudah biasa, hubungan pasien—dokter yang bisa berubah menjadi hubungan
pasien—pelindung—kekasih. Walaupun demikian kasus Teri lain lagi. Sejak
detik pertama dia masuk ke ruang praktek Judd, Teri berusaha membuat affair
cinta dengan dokter yang tampan ini.
Teri berusaha merayu Judd dengan segala macam cara, dan dalam hal ini dia
seorang yang ahli. Akhirnya Judd memberinya peringatan, kalau Teri tidak bisa
menjaga tingkah lakunya dia akan dikirim kepada dokter lain. Sejak itu sikap
Teri berubah menjadi baik. Tapi dia terus berusaha mempelajari watak Judd,
berusaha menemukan titik kelemahannya.
Dulu seorang dokter Inggris mengirimkan Teri kepadanya, setelah terjadi
skandal tingkat internasional yang sangat buruk di Antibes. Seorang kolumnis
gosip Prancis menuduh Teri berakhir pekan dengan raja kapal Yunani yang
terkenal di kapal pesiarnya, dan ketika raja kapal yang menjadi tunangannya ini
terbang ke Roma untuk urusan bisnis, Teri tidur dengan ketiga saudara laki-
lakinya. Cerita ini segera dipetieskan. Si kolumnis mencabut tulisannya, dan
kemudian dipecat dengan diam-diam. Pada terapi yang pertama dengan Judd,
Teri membuat bahwa cerita itu memang benar-benar terjadi.
"Rasanya ajaib sekali," kata Teri ketika itu. "Saya merasa selalu membutuhkan
seks setiap saat. Saya tidak pernah merasa puas." Dia menggosok-gosok pahanya
dan makin menaikkan roknya, sambil melihat kepada Judd dengan pandangan
polos. "Kau tahu apa yang saya maksudkan, Sayang?" tanyanya.
Sejak kunjungannya yang pertama, banyak sekali yang diketahui Judd mengenai
diri Teri. Dia berasal dari sebuah kota tambang kecil di Pennsylvania.
"Ayah saya orang Polandia yang bodoh. Dia bersenang-senang dengan minuman
keras murah-an setiap malam Minggu dan memukuli ibu saya tanpa mengenal
belas kasihan."
Ketika berumur tiga belas tahun Teri sudah memiliki tubuh seorang wanita
dewasa dan wajah secantik bidadari. Dia tahu, bahwa dia bisa mendapat uang
dengan pergi ke balik penggalian bersama pekerja tambang.
Akhirnya ayah Teri mengetahui hal ini. .Dia masuk ke pondoknya sambil
berteriak-teriak dalam bahasa Polandia, dan menyuruh ibu Teri keluar. Pintu
dikuncinya, dan dengan ikat pinggang dia mulai memukuli Teri. Setelah puas
memukuli, Teri i diperiksanya* . untid nuwu
Judd memperhatikan Teri ketika dia berbaring sambil menceritakan riwayatnya
itu, wajahnya hampa dari perasaan............... ....^..-w i^^ii
"Itulah terakhir kalinya saya meiibpfcAyabrdan;
Ibu."
"Kau melarikan diri?" tanya Judd. Teri memutar badannya di atas sofa terkejut.
"Apa?"
"Setelah kau diperkosa ayahmu...."
"Melarikan diri?" kata Teri. Dia mendongak-kan kepalanya dan tertawa gelak-
gelak. "Saya merasa senang. Saya terpaksa pergi karena diusir flm."
Judd mulai menyetel tape recorder untuk merekam pembicaraan. "Apa yang
ingin kaubica-rakan?" Dia bertanya.
"Persetubuhan," kata Teri. "Mengapa kita tidak menganalisa jiwamu saja dan
menyelidiki mengapa kau begitu jujur."
Judd tidak mengacuhkan kata-kata Teri.
"Mengapa kau berpendapat bahwa kematian Carol mungkin ada hubungannya
dengan soal seks?"
"Sebab segala hal mengingatkan saya kepada seks, Manis." Teri menggeliat dan
roknya naik makin tinggi. "Turunkan rokmu, Teri." Teri memandanginya dengan
mata tidak berdosa. "Maaf.... Sayang sekali kau tidak ikut pesta ulang tahun
yang hebat pada malam Minggu, Dok."
"Coba ceritakan."
Teri ragu-ragu, dan suaranya mengandung kesedihan yang tidak seperti biasanya.
"Kau tidak akan benci kepada saya?"
"Saya sudah mengatakan kau tidak perlu minta
persetujuan kepada saya. Persetujuan yang kaubu-tuhkan hanya dari dirimu
sendiri. Benar atau salah hanyalah aturan yang kita buat sendiri, supaya kita bisa
ambil bagian dalam permainan bersama orang lain. Tanpa aturan, takkan ada
permainan. Tapi jangan lupa—aturan hanya buatan manusia."
Sejenak sunyi. Kemudian Teri berbicara. "Pestanya sungguh meriah. Suami saya
mendatangkan band."
Judd menunggu.
Teri memutar badannya untuk melihat kepadanya. "Kau yakin tidak akan
kehilangan penghargaan terhadap saya?"
"Saya ingin menolongmu. Kita semua pernah melakukan perbuatan yang
memalukan. Tapi itu bukan merupakan bukti bahwa kita akan terus berbuat
begitu."
Teri memperhatikan Judd sebentar, kemudian berbaring di sofa. "Apakah saya
pernah menceritakan bahwa saya curiga suami saya, Harry, impoten?"
"Ya," jawab Judd. Teri terus-menerus menceritakan soal ini.
"Dia belum pernah benar-benar melakukannya sejak kami menikah. Dia selalu
mengemukakan dalih.... Yah—" Mulutnya dikerutkan dengan perasaan sedih.
"Nah... pada malam Minggu itu saya bersetubuh dengan anak-anak band
sementara Harry melihat." Teri mulai menangis. ,.
Judd memberikan sehelai tisu dan tetap duduJ* memperhatikan Ten.
Tidak ada orang yang pernah memberikan sesuatu kepada Teri tanpa meminta
imbalan yang berlipat ganda sesudahnya. Waktu mula-mula pergi ke Hollywood,
Teri bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran drive-in. Upahnya sebagian
besar dipakai untuk membayar les drama picisan.
Seminggu kemudian pelatihnya mengajak Teri tinggal bersamanya- Teri
disuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan latihan diberikan
kepadanya di tempat tidur. Beberapa minggu kemudian Teri sadar bahwa dia
takkan mendapat peranan dalam drama mana pun juga. Maka pelatih drama ini
ditinggalkannya, dan dia bekerja sebagai kasir di toko obat dalam sebuah hotel
di Beverly Hills.
Seorang direktur perfilman muncul pada malam Natal untuk membelikan hadiah
bagi istrinya. Dia memberikan kartu nama kepada Teri dan menyuruh dia agar
meneleponnya. Seminggu kemudian Teri mengikuti tes untuk main film. Dia
sangat kikuk dan tidak terlatih, tapi punya tiga hal yang menguntungkan
baginya. Wajah dan tubuhnya sensasional, kamera menyukainya, dan direktur
studio memeliharanya.,
Pada tahun pertama Teri Washburn muncul dalam peranan kecil pada selusin
film. Dia mulai mendapat surat penggemar. Peranannya semakin besar. Pada
akhir tahun pelindungnya meninggal karena.serangan gantung, dan Teri takut
jangan-jangan, studio memecatnya. Tapi ternyata direktur yang baru memanggil-
nya, dan mengatakan bahwa dia punya rencana besar untuknya. Dia mendapat
kontrak baru, kenaikan gaji, dan apartemen yang lebih besar dengan kamar tidur
mewah. Lama-lama Teri bisa berperan dalam film kelas B. Karena filmnya laris,
maka akhirnya Teri Washburn mulai membintangi film kelas A.
Semua ini sudah lama berselang. Kini Judd merasa kasihan kepada Teri yang
sedang berbaring di sofa, berusaha menahan sedu-sedannya.
"Kau mau minum?'* tanya Judd.
"Tid-dak," kata Teri. "Saya tidak apa-apa." Dia mengeluarkan saputangan dari
dalam tasnya dan membersitkan hidungnya. "Maaf," katanya, "saya bertingkah
seperti orang tolol." Dia bangkit dan duduk di sofa.
Judd tetap duduk sambil berdiam diri, menunggu Teri bisa menguasai
perasaannya.
"Mengapa saya menikah dengan orang-orang seperti Harry?"
"Itu pertanyaan yang sangat penting. Kau punya gagasan apa sebabnya?"
"Mana saya tahu?" teriak Teri. "Kau psikiater. Kalau saya tahu mereka begitu,
tentunya kau tahu saya tidak akan menikah dengan mereka, bukan?"
"Bagaimana pendapatmu?"
Teri terbelalak, terkejut dengan pertanyaan itu. "Jadi kau tetap mengira saya
akan mau?" Dia berdiri dengan muka menunjukkan kemarahan. "Kau anjing
busuk! Kaukira saya senang bewetu-buh dengan anak-anak band?"
"Kau senang?"
Dengan kemarahan menyala-nyala Teri meng- I angkat sebuah tempat bunga,
dan dilemparkannya kepada Judd. Tempat bunga itu hancur menghantam meja.
"Itu cukup sebagai jawaban?"
"Tidak. Harga pot itu dua ratus dollar. Saya akan memasukkannya ke dalam
rekeningmu."
Teri memandangi Judd dengan rasa tidak berdaya. "Apakah saya benar-benar
menye-nanginya?" bisiknya.
"Katakan saja."
Suara Teri bahkan makin pelan. "Saya pasti sakit," katanya. "Ya, Tuhan, saya
sakit. Tolonglah saya, Judd. Tolonglah saya!"
Judd berjalan menghampirinya. "Kau harus membantu saya untuk memberikan
pertolongan kepadamu." Teri mengangguk, membisu. "Sekarang saya ingin kau
pulang. Pikirkanlah bagaimana perasaanmu, Teri. Bukan waktu kau melakukan
hal-hal itu, tapi sebelumnya. Pikirkan mengapa kau ingin melakukannya. Setelah
kau mendapatkan jawabannya, kau akan memahami banyak sekali tentang
dirimu.
Teri melihat kepada Judd sesaat, kemudian ketegangan wajahnya mengendur.
Dia mengeluarkan saputangan dan membersit hidungnya lagi. ".Kau orang yang
hebat, Charlie Brown," katanya. Dia mengambil dompet dan sarung tangannya.
"Sampai jumpa lagi minggu depan."
"Ya," kata Judd. "Sampai jumpa lagi minggu depan." Dia membuka pintu ke
gang, dan Teri keluar.
Judd tahu jawaban untuk problem Teri, tapi membiarkan saja agar Teri bisa
menemukannya sendiri. Teri harus tahu bahwa dia tidak bisa membeli cinta,
bahwa cinta harus diberikan secara sukarela. Dan dia takkan bisa menerima
kenyataan bahwa cinta bisa diberikan secara sukarela sebelum yakin bahwa
dirinya pantas menerima cinta itu.
Sebelum hal itu dia mengerti, Teri akan terus berusaha membeli cinta dengan
satu-satunya alat pembayar yang dia miliki: tubuhnya. Judd bisa memahami
penderitaan yang dirasakan Teri, rasa putus asa dan kebencian kepada diri
sendiri. Judd sangat kasihan kepadanya.
Tapi satu-satunya cara untuk menolong Teri hanyalah dengan bersikap resmi dan
tidak terlalu akrab. Dia tahu bahwa bagi semua pasien dia seperti orang yang
sombong, jauh dari kesulitan mereka, dan memakai kebijaksanaan dari
kahyangan. Tapi ini adalah bagian yang vital untuk kepentingan terapi.
Sedangkan pada- kenyataannya, Judd sangat prihatin memikirkan problem
semua pasiennya. Mereka pasti akan merasa takjub kalau tahu bahwa iblis yang
mengejar-ngejar mereka sering kali muncul dalam mimpi buruk Judd sendiri.
Sebelum menjadi psikoanalis, Judd harus berpraktek dulu selama dua tahun
sebagai psikiater.
Selama enam bulan pertama dalam prakteknya ini j
Judd terus-menerus menderita sakit kepala. Se- ] mua gejala yang diderita
pasiennya dialaminya 1 sendiri. Setelah hampir setahun berlalu, barulah 3 dia
bisa belajar menyalurkan dan mengontrol < emosinya.
Setelah menyimpan rekaman Teri Washburn : dan menguncinya, Judd segera
mulai memikirkan kesulitannya sendiri. Dia berjalan menghampiri telepon dan
menghubungi bagian informasi. Ditanyakannya nomor telepon markas polisi
Seksi Sembilan Belas.
Operator telepon menghubungkannya dengan Kantor Detektif. Judd mendengar
suara bas McGreavy di telepon. "Letnan McGreavy."
"Tolong sambungkan dengan Detektif Angeli."
"Tunggu sebentar."
Judd mendengar suara gemeretak waktu McGreavy meletakkan telepon di meja.
Sesaat kemudian terdengar suara Angeli. "Detektif Angeli."
"Di sini Judd Stevens, Saya ingin tahu apakah Anda sudah mendapat informasi."
Sesaat terasa ada keragu-raguan. "Saya sudah mengecek," kata Angeli dengan
hati-hati.
"Anda hanya perlu menjawab dengan 'ya' atau 'tidak'." Hati Judd berdebar-debar.
Rasanya berat benar untuk mengajukan pertanyaan berikutnya. "Apakah Ziffren
masih di Matteawan?"
Rasanya lama sekali baru Angeli menjawab. "Ya. Dia masih di sana." .'•"iifcfeii
Gelombang kekecewaan melanda Judd. "Oh. Begitu." "Menyesal sekali."
"Terima kasih," kata Judd. Perlahan-lahan dia meletakkan telepon.
Jadi kemungkinan yang masih ada tinggal Harrison Burke. Harrison Burke,
penderita paranoid yang sudah parah dan yakin bahwa semua orang akan
membunuhnya. Apakah Burke memutuskan untuk mengambil tindakan lebih
aulu?
John Hanson meninggalkan ruang praktek Judd pukul sepuluh lima puluh menit
pada hari Senin, dan dibunuh beberapa menit kemudian. Judd harus menyelidiki
apakah pada saat yang sama Harrison Burke pun berada di kantornya. Dia
mencari nomor telepon kantor Burke, kemudian memutar telepon.
"International Steel." Suara yang mengangkat teleponnya kedengaran jauh,
resmi, dan otomatis.
"Tolong hubungkan saya dengan Tuan Harrison Burke."
"Tuan Harrison Burke.... Silakan tunggu sebentar...."
Judd berharap yang mengangkat teleponnya adalah sekretaris Burke. Tapi kalau
sekretarisnya kebetulan sedang keluar sebentar dan Burke sendiri yang
mengangkat telepon itu....
"Kantor Tuan Burke." Yang menjawab suara
wanita. , . . , "
"Ini Dokter Judd Stevens. Bisakah Anda memberi saya sedikit keterangan?"
"Oh, ya, Dokter Stevens!" Suaranya terdengar 1 mengandung rasa lega,
bercampur dengan kese- J dihan. Dia pasti tahu bahwa Judd adalah psikoa-1
nalis yang merawat Burke. Apakah gadis ini 1 mengharapkan sekali
pertolongannya? Apa yang j dilakukan Burke sehingga sekretarisnya merasa
tidak senang?
"Ini tentang rekening Tuan Burke...." Judd memulai.
"Rekeningnya?" Si sekretaris kedengaran terperanjat.
Judd cepat-cepat meneruskan. "Resepsionis saya—sudah tidak di sini lagi, dan
saya mencoba membereskan pembukuan. Saya melihat ada rekening atas nama
Tuan Burke untuk pertemuan pukul setengah sepuluh hari Senin yang lalu.
Tolong Anda periksa agendanya untuk hari itu."
'Tunggu sebentar," kata si sekretaris. Sekarang suaranya mengandung rasa tidak
senang. Judd bisa membaca pikirannya. Majikannya terancam penyakit gila, dan
dokternya hanya mengejar uang saja. Beberapa menit kemudian sekretaris Burke
bicara lagi.
"Saya kuatir resepsionis Anda membuat kekeliruan, Dokter Stevens," katanya
pedas. "Tuan Burke tidak mungkin datang ke kantor Anda pada hari Senin pagi."
"Anda yakin?" desak Judd. "Pada buku resepsionis saya tertulis—sembilan tiga
puluh sampai...."
"Saya tidak peduli apa yang tertulis di buku-
nya, Dokter." Sekarang dia benar-benar marah, kesal karena Judd keras kepala.
"Pada hari Senin itu Tuan Burke rapat staf sepanjang hari. Rapat mulai pukul
delapan."
"Apakah tidak mungkin dia meninggalkan rapat barang satu jam?"
"Tidak, Dokter," jawab sekretaris Burke. "Tuan Burke tidak pernah
meninggalkan kantornya di siang hari." Suaranya mengandung tuduhan. Kau
tidak tahu bahwa dia sakit? Apa yang kaulakukan untuk menolongnya}
"Perlu saya sampaikan kepada Tuan Burke bahwa Anda menelepon?"
"Tidak perlu," kata Judd. "Terima kasih." Dia ingin menambahkan kata-kata
untuk meyakinkan, untuk menghibur, tapi tidak ada yang bisa dikatakannya.
Telepon diletakkan.
Yah, begitulah. Dia menemui jalan buntu; Kalau bukan Ziffren atau Harrison
Burke yang mencoba membunuhnya—maka tidak ada lagi orang yang punya
motif sehingga ingin membunuhnya. Dia kembali ke awal lagi. Seseorang— atau
beberapa orang—membunuh resepsionis dan salah seorang pasiennya.
Kecelakaan tabrak lari mungkin hanya kecelakaan belaka, tapi mungkin juga
disengaja. Pada saat peristiwa itu terjadi, rasanya seperti disengaja.
Tapi benarkah demikian? Kalau diteliti lebih saksama, Judd mengakui kepada
dirinya sendiri bahwa dia terpengaruh oleh beberapa peristiwa pada hari-hari
terakhir ini. Dalam kondisi perasa-
annya sekarang, dengan mudah dia bisa mengang- I gap kecelakaan biasa
menjadi sesuatu yang mengandung kejahatan.
Kini jelaslah sudah bahwa tak seorang pun] mempunyai motif untuk
membunuhnya. Hubungannya dengan para pasien baik sekali, dan hubungan
dengan teman-temannya cukup hangat. Sepanjang pengetahuannya dia belum
pernah menyakiti siapa pun juga.
Telepon berdering. Seketika Judd mengenali suara Anne yang serak-serak basah.
"Anda sibuk?"
"Tidak. Saya masih cukup punya waktu."
Tidak ada nada prihatin pada suaranya. "Saya membaca di surat kabar bahwa
Anda tertabrak mobil. Saya bermaksud menelepon Anda kemarin-kemarin, tapi
tidak tahu harus ke mana."
Judd membuat suaranya kedengaran gembira. "Tidak begitu serius. Untuk
pelajaran supaya saya tidak berjalan seenaknya."
"Surat kabar memberitakan bahwa itu kecelakaan tabrak lari." "Ya."
"Apakah mereka menemukan orang yang melakukannya?"
"Tidak. Mungkin hanya anak-anak muda yang ingin keluyuran." Dengan sedan
besar hitam tanpa menyalakan lampu depan.
"Apakah Anda yakin tentang hal itu?" tanya Anne.
Pertanyaan ini mengejutkan Judd. "Apa maksud Anda?"
"Saya sendiri tidak begitu mengerti." Suaranya kedengaran tanpa kepastian. "Ini
hanya karena —Carol telah dibunuh. Dan sekarang—kejadian ini.
Jadi dia pun menarik satu kesimpulan.
"Ini —ini rasanya seperti ada orang gila lepas dan berkeliaran."
"Kalau memang ada," Judd memberikan keyakinan, "polisi pasti akan segera
menangkapnya."
"Apakah Anda terancam bahaya?"
Hati Judd terasa hangat. "Tentu saja tidak."
Kemudian keduanya berdiam diri, kikuk. Banyak yang ingin dikatakan, tapi
Judd tidak bisa mengatakannya. Dia tidak boleh salah menafsirkan sikap ramah
sebagai sesuatu yang lebih dari rasa cemas seorang pasien terhadap keselamatan
dokternya. Anne tipe orang yang akan memberikan perhatian kepada siapa saja
yang mendapat kesulitan. Tidak lebih dari itu. "Kita akan bertemu hari Jumat?"
tanya Judd. "Ya." Suaranya mengandung nada yang aneh. Apakah Anne akan
mengubah keputusannya.
"Baiklah, kita sudah membuat janji," kata Judd cepat-cepat. Tapi tentu saja itu
bukan janji untuk kencan. Itu hanya merupakan janji pertemuan
dalam bisnis.
"Ya. Sampai jumpa, Dokter Stevens.
"Sampai jumpa, Nyonya Blake. Terima ku* atas telepon Anda. Terima kasih
banyak.
Judd meletakkan telepon. Lalu dia memikirkan Anne. Dalam hati dia bertanya-
tanya apakah suami Anne sadar bahwa dia laki-laki yang sangat beruntung.
Seperti apa kira-kira suami Anne? Dari pembicaraan Anne yang tidak seberapa,
Judd bisa membayangkan seorang laki-laki yang menarik dan penuh pengertian.
Dia pasti seorang yang sportif, cerdas, usahawan yang berhasil, yang
menyumbangkan uangnya untuk kemajuan seni. Kedengarannya suami Anne
tipe laki-laki yang j bisa disukai Judd sebagai sahabat. Dalam keadaan yang
berbeda.
Apa gerangan problem Anne, yang menyebabkan Anne takut membicarakannya
dengan suaminya sendiri? Atau bahkan psikoanalisnya? Melihat j watak Anne,
problemnya pasti rasa bersalah yang sangat besar karena hubungan gelap
sebelum atau setelah dia menikah. Judid tidak bisa membayangkan Anne
melakukan hubungan gelap untuk mengejar kesenangan. Mungkin dia akan
menceritakan problemnya Jumat yang akan datang. Pada pertemuan mereka
yang terakhir kalinya.
Sisa sore itu berlangsung dengan cepatnya. Judd menerima pasien yang janji
pertemuannya tidak bisa dibatalkan. Setelah pasien terakhir meninggalkan ruang
prakteknya, Judd mengambil rekaman Harrison Burke pada terapinya yang
terakhir. Pita rekaman diputarnya, dan sambil mendengarkan sekali-sekali Judd
membuat catat-
Setelah selesai, tape recorder dimatikannya. Tidak ada pilihan lain lagi. Besok
pagi dia hams menelepon atasan Burke, untuk memberitahukan kondisi
pasiennya ini. Judd melihat ke jendela, dan terkejut ketika menyadari bahwa hari
sudah mulai malam.
Kini sudah hampir pukul delapan. Sehabis memusatkan perhatian kepada
pekerjaannya, tiba-tiba dia merasakan tubuhnya pegal-pegal dan lelah. Tulang
rusuknya sakit dan lengannya mulai berdenyut-denyut nyeri. Dia sebaiknya
segera pulang dan berendam dalam air panas.
Semua pita rekaman disimpannya, kecuali rekaman Burke yang dikunci dalam
laci meja. Dia akan menyerahkan pita ini kepada psikiater pengadilan. Setelah
memakai mantelnya dan sudah separuh jalan menuju ke pintu, tiba-tiba telepon
berdering.
Judd menghampiri telepon dan mengangkatnya. "Dokter Stevens."
Tapi tidak ada jawaban dari orang yang meneleponnya. Judd mendengar bunyi
napasnya saja, berat mendengus-dengus. "Hallo?"
Tidak ada jawaban.
Judd meletakkan telepon. Sejenak dia berdiri membisu, mengerutkan dahi. Salah
sambungs pikirnya menarik kesimpulan. Semua lampu kantor dimatikannya.
Semua pintu dikunci, kemudian dia berjalan ke lift.
Penyewa ruang perkantoran /ainnya sudah
pulang dari tadi. Waktu itu masih belum terlalu malam, para pekerja yang
mendapat giliran tugas malam belum lagi datang. Kecuali Bigelow, penjaga
malam, dalam gedung itu tidak ada orang lain saru pun.
Judd berjalan ke lift dan menekan tombol. Lampu tombol tidak menyala. Dia
menekan sekali lagi. Lampu tetap tidak menyala.
Saat itu semua lampu di gang padam.
7
Judd berdiri di muka lift, gelombang kegelapan melandanya. Dia bisa merasakan
jantungnya melemah, kemudian mulai berdenyut makin cepat. Rasa takut tiba-
tiba mencekamnya. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku untuk mencari-
cari korek api.
Korek apinya tertinggal di kantor. Mungkin di lantai bawah ada lampu menyala.
Perlahan-lahan dan dengan hati-hati, dia berjalan meraba-raba ke pintu yang
menuju ke tangga. Pintu didorongnya membuka. Tangga gelap-gulita.
Jauh di bawah, dia melihat cahaya senter bergerak naik ke tangga. Sambil
berpegangan pada Pagar, Judd mulai melangkah turun dalam gelap. Demi
melihat cahaya senter dia merasa lega. Pasti »tu Bigelow, si penjaga malam.
"Bigelow!" teriaknya. "Bigelow! Ini Dokter Stevens!"
Suaranya bergema ke mana-mana, dipantulkan oleh tembok gedung. Orang y*ng
™m°r* "enter terus naik tangga tanpa mengeluarkan suara, makin tinggi. 'Siapa
itu?" tanya Judd.
Yang menjawab hanya gema suaranya sendiri, Dan tiba-tiba Judd tahu siapa
yang sedang menaiki tangga. Para pembunuhnya. Sekurang-kurangnya mereka
berdua. Seorang mematikan listrik dari pusarnya di lantai bawah, sementara
yang seorang lagi memblokir tangga untuk mencegah dia melarikan diri.
Cahaya senter semakin dekat, hanya dua atau tiga tingkat di bawahnya, dan naik
dengan cepat. Sekujur badan Judd dingin karena takut. Jantungnya mulai
berdetak cepat sekali, dan kakinya terasa lemas.
Cepat-cepat dia berbalik dan naik tangga kembali menuju kantornya. Dia
membuka pintu dan berdiri memasang telinga. Bagaimana kalau ada orang
menunggunya di gang yang gelap?
Bunyi langkah kaki naik tangga kini terdengar makin kencang. Mulut Judd
terasa kering. Dia nekat, lari sepanjang gang yang gelap-gulita. Setelah sampai
ke pintu lift, dia mulai menghitung pintu-pintu kantor.
Waktu sampai ke kantornya, Judd mendengar pintu tangga membuka. Kunci
terlepas dari jarinya yang gemetar dan jatuh ke lantai. Judd merasa kalut sekali
dan meraba-raba lantai mencarinya. Akhirnya kunci itu ketemu juga. Pintu ke
ruang resepsionis dibukanya. Dia masuk, dan pintu dikunci kembali di
belakangnya. Tak seorang pun bisa membuka pintu kalau tidak menggunakan
kunci khusus. Dari gang di luar, Judd bisa mendengar bunyi
langkah kaki makin mendekat. Dia masuk ke ruang kantornya sendiri dan
memutar tombol lampu. Tidak menyala. Dalam gedung sama sekali tidak ada
aliran listrik.
Pintu dalam dikuncinya, kemudian dia menghampiri telepon. Dia meraba-raba
telepon dan memutar nomor operator. Tiga deringan panjang berbunyi,
kemudian terdengar suara operator. Hanya itulah hubungan Judd dengan dunia
luar.
Judd bicara perlahan. "Operator, ini keadaan darurat. Ini Dokter Judd Stevens.
Saya ingin bicara dengan Detektif Frank Angeli di markas polisi Seksi Sembilan
Belas. Tolong segera!" "Tunggu sebentar. Nomor Anda?" Judd memberikan
nomor teleponnya kepada operator. "Segera saya sambungkan." Judd mendengar
suara seseorang mencoba membuka pintu dari gang ke kantornya. Mereka tidak
bisa masuk dari situ, sebab di luar tidak ada tombolnya. "Cepat, Operator!"
"Sabar, tunggu sebentar," terdengar jawaban yang tenang dan tidak tergesa-gesa.
Terdengar suara berdering di telepon, kemudian operator telepon polisi bicara.
"Seksi Sembilan Belas."
Hati Judd melonjak. "Detektif Angeli," katanya. "Ini penting sekali!" "Detektif
Angeli... silakan tunggu sebentar." Di luar di gang, sesuatu sedang terjadi. Judd
1-71
bisa mendengar orang berbisik. Seorang yang lain menyusul orang yang
pertama. Apa yang mereka rencanakan?
Suara yang sudah dikenal terdengar di telepon. "Detektif Angeli tidak ada. Ini
pamernya, Letnan McGreavy. Bisakah...."
. "Ini Judd Stevens. Saya ada di kantor. Lampu padam semua dan ada orang
berusaha mendobrak masuk ke kantor untuk membunuh saya!"
Di ujung sana terasa ada kesunyian yang mencekam. "Dengar, Dokter," kata
McGreavy. "Mengapa Anda tidak datang saja ke sini dan kita bisa bicara...."
"Saya tidak bisa ke sana," Judd hampir berteriak. "Ada orang berusaha
membunuh saya!"
Sekali lagi sunyi. McGreavy tidak percaya, dan tidak akan menolongnya. Di
luar, Judd mendengar pintu dibuka. Kemudian terdengar suara orang di kantor
resepsionis. Mereka sudah masuk ke kantor resepsionis! Mustahil mereka bisa
masuk tanpa kunci. Tapi dia mendengar mereka bergerak, berjalan mendekati
pintu kantornya.
Suara McGreavy terdengar lagi di telepon, tapi Judd mendengar pun tidak.
Sekarang sudah terlambat. Dia meletakkan telepon ke tempatnya. Sekarang
takkan ada bedanya walaupun seandainya McGreavy mau datang. Para
pembunuh sudah berada di sini! Benang kehidupan sangat tipis, untuk
memutuskannya hanya dibutuhkan waktu sedetik. Rasa takut yang
mencekamnya berubah menja-
di kemarahan yang menyala-nyala. Dia tidak mau
dibantai seperti Hanson dan Carol. Dia akan melawan. Tangannya meraba-raba
dalam kegelapan di sekelilingnya mencari senjata yang bisa digunakan. Asbak...
pembuka surat... tak ada gunanya. Pembunuhnya pasti membawa pistol. Rasanya
seperti mengalami mimpi buruk. Dia akan dibunuh tanpa alasan oleh pembunuh
tak berwajah.
Judd mendengar mereka makin dekat ke pintu dalam, dan dia sadar hidupnya
hanya tinggal satu atau dua menit lagi. Tapi kemudian dengan tenang dia
menyelidiki pikirannya sendiri yang terakhir, seakan-akan dia pasiennya sendiri.
Dia memikirkan Anne, dan rasa kehilangan yang menyakitkan memenuhi
hatinya. Dia memikirkan semua pasiennya, dan memikirkan betapa mereka
membutuhkannya. Termasuk Harrison Burke.
Teringat kembali oleh Judd bahwa dia belum sempat memberi tahu atasan Burke
tentang keadaannya. Dia menyimpan pita rekamannya di tempat yang bisa....
Hatinya terlonjak. Mungkin dia punya senjata untuk melawan!
Judd mendengar tombol pintu diputar. Pintunya dikunci, tapi tidak terlalu suik
untuk membukanya. Pintu masuk ke kantor dalam sangat tipis. Cepat-cepat dia
meraba-raba dalam gelap, berjalan ke meja tempat dia menyimpan pita rekaman
Burke.
Terdengar pintu berderak karena orang yang di luar mencoba mendorong paksa.
Kemudian dia
mendengar suara orang mengorek-ngorek kunci. Mengapa mereka tidak
mendobrak pintu saja)
pikirnya. Jauh di dalam benaknya dia merasa bahwa jawaban pertanyaan ini
sangat penting, tapi sekarang dia tidak punya waktu untuk memikirkannya.
Dengan tangan gemetar dia membuka laci yang berisi pita rekaman. Kardus
tempatnya direnggutkan, kemudian dia berjalan ke tape recorder dan mulai
memasang pita itu. Kemungkinan berhasil memang sangat tipis, tapi hanya
itulah satu-satunya kesempatan yang dimilikinya.
Judd berdiri sambil memusatkan perhatian, mencoba mengingat-ingat
percakapannya dengan Burke. Tekanan pada pintu makin kuat. Judd cepat-cepat
berdoa dalam hati.
"Maaf karena lampunya padam," kata Judd keras-keras. "Tapi saya yakin mereka
akan bisa memperbaikinya dalam beberapa menit, Harrison. Mengapa kau tidak
berbaring saja dan rileks?"
Suara di pintu tiba-tiba berhenti. Judd sudah selesai memasang pita pada tape
recorder. Ditekannya tombol on. Tapi tidak terjadi apa-apa. Tentu saja! Semua
aliran listrik dalam gedung mati. Dia mendengar mereka mulai mengorek-ngorek
kunci lagi. Rasa putus asa dan takut mencekamnya.
"Nah, begitu lebih baik," katanya keras-keras. "Berbaringlah yang enak saja."
Dia mencari-cari korek api di meja, menemu-
kan dan menyalakan sebatang. Batang korek api yang menyala didekatkan ke
tape recorder. Ada tombol yang bertuliskan battery. Dia memutar tombol ini,
kemudian menekan tombol on lagi. Saat itu terdengar bunyi berdetak pada
kunci, dan kelihatannya orang yang di luar itu hampir berhasil. Pertahanannya
yang terakhir sudah tidak ada lagi!
Dan saat itu pula suara Burke terdengar lantang dalam ruangan. "Hanya itu yang
kaukatakan? Kau bahkan tidak mau mendengarkan bukti saya! Bagaimana saya
tahu kau bukan salah seorang dari mereka?"
Judd kaku seperti patung, tidak berani bergerak. Jantungnya gemuruh seperti
halilintar.
"Kau tahu benar saya bukan salah seorang dari mereka," kata suara Judd dari
pita rekaman. "Saya sahabatmu. Saya berusaha menolongmu.... Coba ceritakan
buktimu."
"Mereka mendobrak masuk ke rumah saya semalam," kata suara Burke. "Mereka
datang untuk membunuh saya. Tapi saya terlalu pintar bagi mereka. Sekarang
saya tidur di ruang belajar, dan saya memasang kunci ekstra pada semua pintu.
Maka mereka tidak bisa mendekati saya."
Suara di luar tidak kedengaran lagi. Suara Judd dalam pita rekaman terdengar
lagi. "Kau melaporkan pendobrakan rumahmu kepada
polisi?"
"Tentu saja tidak! Polisi berkomplot dengan
mereka Mereka mendapat perintah untuk me-nembak saya. Tapi mereka tidak
bisa berbuat bezit» kalau di sekeliling saya ada orang lain. Maka saya tetap
berada di tengah orang banyak» "Sara gembira kau menyampaikan informasi
ini"
"Apa yang akan kaulakukan?" "Saya mendengarkan baik-baik semua yang
kaukatakan," kata suara Judd. "Saya—" saat itu otak Judd memberi peringatan.
Kata-kata selanjutnya adalah—"merekam semua kata-katamu."
Cepat-cepat dia mematikan tape recorder, "—mengingat-ingat semua kata-
katamu,? katanya keras-keras. "Dan kita akan melakukan yang sebaik-baiknya
untuk mengatasi ini." . Judd berhenti bicara. Dia tidak bisa memutar tape
recorder lagi, sebab dia tidak tahu suara akan mulai berbunyi dari mana. Harapan
satu-satunya hanya orang yang di luar sudah merasa yakin bahwa Judd sedang
bersama pasien di ruang prakteknya. Kalaupun seandainya mereka percaya,
apakah itu akan mencegah maksudnya?
"Kasus seperti ini," kata Judd, makin meningkatkan suaranya, "hanyalah
persoalan biasa saja, Hamson." Dia berseru menyatakan rasa tidak
L k r'Saya harap lamPu lekas-lekas menyala lembah. Saya tahu sopirmu
menunggu di depan. Mungkm dia heran, apa yang terjadi di sini, TuddT u ^ atas
**tuk memeriksanya/' bi a men7 11 ^ dan mendengarkan. Dia mendengar suara
orang berbisik-bisik di luar
Apa yang mereka putuskan? Dari kejauhan P!n. i' tprdenear suara lengkingan
sirene makin
y jalan terdengar suara lengking;
mendekat. Suara bisikan berhenu. juuu mcma-
„ t^linza baik-baik untuk mendengarkan suara sang -ji j
pintu ditutup, tapi tidak mendengar apa-apa.
Apakah mereka masih di luar, menunggu? Lengkingan sirene makin kencang.
Mobil yang membunyikan sirene berhenti di muka gedung perkantoran.
Dan tiba-tiba semua lampu menyala.
8
"Minum?"
McGreavy menggelengkan kepala dengan wajah muram, memperhatikan Judd.
Judd menuangkan scotch untuk kedua kalinya, sementara McGreavy mengawasi
tanpa komentar. Tangan Judd masih gemetar. Setelah kehangatan minuman keras
menjalari tubuhnya, Judd mulai merasakan ketegangannya mengendur.
McGreavy sampai ke kantor Judd dua menit setelah lampu menyala kembali.
Dia datang bersama seorang sersan polisi yang tampak bebal. Sersan itu duduk
sambil mengisi buku catatannya.
McGreavy bicara. "Mari kita ulangi sekali lagi, Dokter Stevens."
Judd menghela napas panjang dan mulai bercerita lagi. Suaranya dibuat setenang
mungkin dan perlahan. "Saya mengunci kantor dan berjalan ke lift. Lampu gang
padam. Saya mengira mungkin lampu di lantai bawah menyala, dan saya mulai
berjalan menuruni tangga."
Judd berhenti sebentar, teringat kembali olehnya rasa takut yang tadi dialaminya.
"Saya melihat seseorang naik tangga membawa senter.
Saya berseru memanggilnya. Saya kira dia Bigelow, penjaga malam. Tapi
ternyata bukan." "Siapa dia?"
"Tadi saya sudah bilang," kata Judd, "saya tidak tahu. Mereka tidak menjawab."
"Mengapa Anda yakin mereka datang untuk membunuh Anda?"
Jawaban marah sudah hampir disemburkannya, tapi Judd bisa menahannya.
Pnting sekali membuat supaya McGreavy percaya kepadanya. "Mereka
mengikuti saya ke kantor."
"Anda berpendapat ada dua orang yang mencoba membunuh Anda?"
"Paling sedikit dua," kata Judd. "Saya mendengar mereka berbisik-bisik."
"Anda tadi mengatakan, waktu Anda masuk ke kantor resepsionis Anda
mengunci pintunya. Benar?"
"Ya."
"Dan setelah Anda masuk ke ruang praktek Anda, pintu yang menuju ke kantor
resepsionis pun Anda kunci pula."
"Ya."
McGreavy berjalan menghampiri pintu yang menghubungkan kantor resepsionis
dengan ruang praktek Judd. "Apakah mereka mencoba mendobrak pintu ini?"
"Tidak," Judd mengakui. Dia teringat tadi merasa sangat heran karenanya.
"Baik," kata McGreavy. "Kalau Anda mengunci kantor resepsionis yang menuju
ke gang,
untuk membukanya dari luar diperlukan kunci khusus."
Judd ragu-ragu. Dia tahu ke mana arah pembicaraan McGreavy. "Ya,*'
jawabnya.
"Siapa lagi yang punya kunci untuk membuka pintu ini selain Anda."
Judd merasakan mukanya memerah. "Carol."
Suara McGreavy terdengar ramah. "Bagaimana mengenai orang yang tugasnya
membersihkan kantor? Bagaimana mereka bisa masuk?"
"Kami membuat persetujuan khusus dengan mereka. Carol datang pagi-pagi
sekali seminggu tiga kali dan membukakan pintu bagi mereka. Mereka selesai
membersihkan ruangan sebelum pasien pertama datang."
"Itu rasanya merepotkan. Mengapa mereka tidak bisa masuk ke kantor ini,
padahal mereka bisa masuk ke semua kantor lainnya."
"Sebab arsip yang saya simpan di sini sifatnya rahasia. Saya lebih suka repot
begitu daripada membiarkan orang asing masuk ke sini waktu tidak ada siapa
pun."
McGreavy melihat kepada Sersan, ingin meyakinkan apakah dia menuliskan
semua dalam buku catatan. Setelah yakin, dia kembali memandang Judd. "Waktu
kami masuk ke kantor resepsionis, pintunya tidak dikunci. Kuncinya utuh—tidak
ada tanda-tanda bekas dicongkel." Judd diam saja.
McGreavy meneruskan. "Anda baru saja mengatakan bahwa yang punya kunci
untuk membu-
ka pintu ini Anda sendiri dengan Carol. Ku n yang dipegang Carol ada pada
kami. Coba pikirkan lagi, Dokter Stevens. Siapa lagi yang punya kunci pintu
ini?" "Tidak ada lagi."
"Kalau begitu, menurut pendapat Anda bagaimana orang-orang ini masuk?"
Tiba-tiba Judd mengerti. "Mereka membuat duplikat kunci Carol setelah
membunuhnya."
"Itu mungkin," McGreavy sependapat. Bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Kalau mereka membuat duplikat kunci Carol, kami pasti akan menemukan
bekas parafin pada kuncinya. Saya akan minta laboratorium membuat tes."
Judd mengangguk. Dia merasa sudah membuat satu kemenangan, tapi rasa
puasnya tidak bertahan lama. "Jadi menurut pendapat Anda," kata McGreavy,
"dua orang laki-laki—sementara ini kita anggap tidak ada wanita yang terlibat—
membuat duplikat kunci supaya bisa masuk ke kantor dan membunuh Anda.
Benar?"
"Benar," kata Judd.
"Lalu tadi Anda mengatakan pula bahwa waktu Anda masuk ke ruang praktek
Anda, pintu Anda kunci. Betul?"
"Ya," kata Judd.
Suara- McGreavy hampir terdengar lemah-lembut. "Tapi kami menemukan
bahwa pintu itu pun tidak dikunci." ••'
"Mereka pasti juga punya kunci untuk membu-
"Lalu setelah mereka bisa membuka pintu, mengapa mereka tidak membunuh
Anda?" "Saya sudah mengatakan. Mereka mendengar
suara dari tape recorder dan____"
"Kedua pembunuh yang kejam ini sudah bersusah-payah memadamkan lampu,
menjebak Anda di sini, berhasil masuk ke kantor Anda, dan kemudian lenyap
begitu saja tanpa mengusik sehelai rambut pun dari kepala Anda?" Suaranya
mengandung penghinaan.
Judd merasakan kemarahannya bangkit. "Apa maksud Anda?"
"Akan saya jelaskan, Dokter. Saya berpendapat tidak ada seorang pun datang ke
sini, dan saya tidak percaya ada orang yang mencoba membunuh Anda."
"Anda tidak perlu percaya kepada saya," kata Judd marah. "Bagaimana tentang
lampu yang padam? Dan bagaimana tentang penjaga malam, Bigelow?" "Dia
ada di lobi."
Jantung Judd berhenti berdenyut sebentar. "Mati?"
"Dia belum mati ketika mempersilakan kami masuk. Ada korsleting pada
sekering pusat. Bigelow pergi ke lantai bawah berusaha memperbaikinya. Dia
baru saja selesai memperbaiki ketika saya datang."
Judd memandang ke arah McGreavy dengan tertegun. "Oh," katanya akhirnya.
"Saya tidak tahu apa yang Anda mainkan,
Dokter Stevens," kata McGreavy. "Tapi sejak saat ini jangan ganggu saya lagi."
Dia berjalan ke pintu. "Dan saya minta, jangan panggil saya lagi—saya yang
akan memanggil Anda."
Sersan menutup buku catatannya dan mengikuti McGreavy keluar.
Pengaruh minuman keras sudah tidak terasa lagi. Kini Judd merasa jiwanya
sangat tertekan. Dia tidak tahu lagi tindakan apa selanjutnya yang harus diambil.
Dirinya ada di dalam teka-teki yang tidak ada jawabannya.
Ya, dia merasa seperti anak-anak dalam cerita yang berteriak "serigala". Tapi di
sini serigalanya hantu yang kejam dan tidak kelihatan, dan setiap kali McGreavy
datang mereka rupanya sudah lenyap tanpa bekas. Hantu ataukah.... Ada satu
kemungkinan lain. Kemungkinan ini begitu mengerikan, sehingga dia tidak bisa
memaksa dirinya untuk mengakui. Tapi dia harus mengakui kemungkinan ini.
Dia harus menerima kemungkinan bahwa dirinya penderita paranoid.
Pikiran yang sangat tertekan bisa melahirkan ilusi yang kelihatannya nyata
sekali. Dia bekerja terlalu keras. Selama bertahun-tahun dia tidak pernah
mengambil cuti. Kematian Hanson dan Carol bisa menjadi katalisator yang
menyebabkan pikirannya kalut, dirinya terjerumus ke jurang emosi sehingga dia
menilai kejadian berikutnya secara berlebih-lebihan dan meleset dari kebenaran»
Fend en ta paranoid hidup di dunianya sendiri dan kejadian sehari-hari yang
biasa dianggap sebagai bahaya yang selalu mengancam. Sekarang ambillah
misal kecelakaan mobil yang lalu. Kalau itu memang usaha untuk
membunuhnya dengan sengaja, tentunya orang yang mengemudikan mobil itu
akan turun dan menyelesaikan tugasnya.
Juga kedua orang yang datang ke kantornya malam ini. Dia tidak tahu mereka
membawa pistol atau tidak. Tidakkah seorang penderita paranoid akan mengira
mereka datang untuk membunuhnya? Lebih logis untuk menarik kesimpulan
bahwa mereka pencuri biasa. Buktinya setelah mendengar suara orang di dalam
kantor, mereka segera kabur.
Tentunya kalau mereka pembunuh, mereka akan membuka pintu yang sudah
terbuka kuncinya dan membunuhnya. Bagaimana dia bisa mengetahui mana
yang benar? Kini dia tahu bahwa minta tolong kepada polisi tidak ada gunanya
lagi. Tidak ada yang bisa dimintai pertolongan.
Sebuah gagasan mulai terbentuk. Gagasan yang lahir dari rasa putus asa dan
kenekatan. Walaupun demikian, semakin lama dia memikirkannya, gagasan ini
makin masuk akal. Dia mengambil buku petunjuk telepon dan mulai membuka-
buka halaman kuning.
9
Pukul empat sore berikutnya Judd pergi meninggalkan kantornya. Dia naik
mobil menuju ke sebuah alamat di West Side bawah. Ternyata yang ditujunya
sebuah gedung apartemen tua yang sudah hampir runtuh.
Waktu menghentikan mobilnya di muka gedung bobrok ini, Judd mulai merasa
menyesal. Mungkin dia salah alamat. Tapi kemudian dilihatnya ada papan merek
pada jendela di apartemen lantai satu:
Norman Z. Moody Detektif Swasta Dijamin Memuaskan
sak ton
Judd turun dari mobil. Udara sangat dingin dan berangin, dan menurut ramalan
cuaca hujan salju akan turun. Dia berjalan cepat-cepat melintasi trotoar yang
berlapis es, masuk ke serambi gedung.
Ruangan serambi berbau campuran antara masakan basi dengan air kencing.
Judd menekan tombol bel listrik yang bertuliskan "Norman Z.
Mood
Dia n men n
Moody-1'*, dan sesaat kemudian bel berdering. Dia melangkah masuk dan
menemukan apartemen nomor 1. Tulisan yang tertera di pintunya:
Norman Z. Moody Detektif Swasta Tekan Bel dan Masuk
Judd menekan bel dan masuk.
Moody jelas sekali orang yang tidak mau membuang-buang uang untuk membeli
barang mewah. Kantornya seperti sarang tikus. Segala macam barang tetek-
bengek memenuhi setiap bagian ruangan. Di sebuah sudut berdiri penyekat
ruangan. Jepang yang sudah cabik-cabik. Di dekatnya ada sebuah lampu India,
dan di muka lampu ada meja Denmark modern yang tergores-gores. Surat kabar
dan majalah ada di mana-mana.
Pintu ke ruangan dalam terbuka, dan Norman Z. Moody muncul. Tinggi
badannya sekitar satu meter enam puluh dua, dan beratnya pasti seratus lima
puluh kilogram. Kalau berjalan seperti bola yang menggelinding, mengingatkan
Judd kepada patung Buddha yang hidup. Mukanya bulat, ramah, dengan mata
biru pucat yang lebar dan bening. Kepalanya botak sama sekali, dan bentuknya
seperti telur. Umurnya sulit ditebak.
'Tuan Stevenson?" Moody menegurnya.
"Dokter Stevens," kata Judd.
"Mari duduk, mari duduk," kata si Buddha dengan aksen Selatan.
Judd melihat berkeliling mencari tempat duduk. Dia memindahkan setumpuk
majalah binaraga dan majalah porno yang sudah tua dari kursi berlapis kulit
yang sudah robek-robek, dan duduk dengan hati-hati.
Moody duduk di kursi goyang yang sangat besar. "Nah, baiklah! Apa keperluan
Anda?"
Judd sadar bahwa dia membuat kesalahan. Melalui telepon dengan hati-hati dia
memberikan nama lengkapnya kepada Moody. Nama yang selama beberapa hari
terakhir ini mengisi setiap halaman depan surat kabar. Dan dia berhasil
mendapatkan satu-satunya detektif swasta dalam kota yang bahkan mendengar
namanya saja belum pernah. Dia mulai memikirkan suatu dalih untuk pergi
meninggalkan detektif ini.
"Siapa yang memberikan rekomendasi tentang diri saya?" tanya Moody.
Judd ragu-ragu, tidak ingin menyinggung perasaannya. "Saya mendapatkan
nama Anda dari halaman kuning buku telepon."
Moody tertawa. "Saya tidak tahu harus berbuat apa tanpa halaman kuning,"
katanya. "Penemuan terbesar sesudah arak jagung." Dia tertawa lagi.
Judd bangkit berdiri. Sudah jelas dia berhadapan dengan orang sinting. "Maaf,
saya mengambil waktu Anda, Tuan Moody," katanya. "Saya akan memikirkan
ini lebih masak lagi sebelum saya...."
"Tentu, tentu. Saya mengerti," kata Moody. "Walaupun demikian Anda harus
membayar untuk janji pertemuan ini."
'Tentu saja," kata Judd. Dia memasukkan tangan ke sakunya dan mengeluarkan
beberapa lembar uang. "Berapa?"
"Lima puluh dollar."
"Lima puluh...?" Judd menelan ludah dengan marah, menghitung beberapa helai
uang dan menguiurkannya kepada Moody. Moody menghitung uang ku dengan
cermat.
'Terima kasih banyak," kata Moody.
Judd berjalan ke pintu, merasa seperti orang bodoh.
"Dokter...."
Judd menoleh. Moody tersenyum kepadanya dengan ramah, sambil memasukkan
uang ke dalam saku rompinya. "Karena Anda sudah memberi saya lima puluh
dollar," katanya lem ah-J embut, "lebih baik Anda duduk dan menceritakan
kepada saya apa kesulitan Anda. Saya selalu mengatakan tidak ada yang lebih
meringankan daripada mengeluarkan semua yang menyesakkan dada."
Ironis sekali, kenyataan bahwa kata-kata ini keluar dari mulut orang gemuk yang
sinting ini. Judd hampir-hampir tertawa karenanya. Selama hidupnya Judd
membaktikan dirinya untuk mendengarkan orang mengeluarkan semua yang
menyesakkan dada.
Dia memperhatikan Moody sejenak. Apa ruginya? Mungkin membicarakan
kesulitannya dengan orang lain akan membantu meringankan penderitaannya.
Perlahan-lahan dia kembali ke , kursinya dan duduk.
"Anda kelihatan seakan sedang menanggung beban dunia, Dok. Saya selalu
mengatakan empat bahu lebih baik daripada dua."
Judd tidak yakin akan tahan mendengarkan beberapa buah pepatah lagi yang
akan diucapkan Moody.
Moody memperhatikannya. "Apa yang mendorong Anda untuk datang ke sini?
Wanita, atau uang? Saya selalu mengatakan kalau Anda menghindari wanita dan
uang, berarti Anda sudah memecahkan sebagian besar problem dunia." Moody
melihat kepadanya, menunggu jawaban.
"Saya—saya rasa ada orang mencoba membunuh saya."
Mata Moody yang biru berkejap-kejap. "Anda merasa?"
Judd tidak mengacuhkan pertanyaannya. "Mungkin Anda bisa memberitahu saya
nama orang yang mengambil spesialisasi menyelidiki hal semacam itu."
"Tentu saja saya bisa," kata Moody. "Norman 2. Moody. Yang terbaik di negeri
ini." Judd menghela napas putus asa. "Mengapa tidak Anda ceritakan saja
kepada saya, Dok?" Moody memberi saran. "Mari kita lihat apakah kita berdua
bisa mempelajarinya sebentar."
Mau tidak mau Judd tersenyum. Kedengarannya hampir persis sama dengan
yang biasa dikatakannya. Silakan tiduran saja dan katakan apa yang ada dalam
pikiran Anda. Baiklah, mengapa tidak?
1 %Q
Judd menghela napas panjang, lalu menceritakan kepada Moody semua
peristiwa pada hari-hari yang terakhir ini. Waktu berbicara, Judd lupa bahwa
Moody ada di hadapannya. Dia benar-benar bicara kepada dirinya sendiri,
mengatakan hal-hal membingungkan yang telah terjadi. Tapi Judd hati-hati
sekali, tidak mengatakan kepada Moody mengenai kecemasan terhadap
kewarasan jiwanya sendiri. Setelah Judd selesai bercerita, Moody
memperhatikannya dengan wajah gembi-
"Anda rupanya punya problem -yang rumit juga. Mungkin memang ada orang
yang mencoba membunuh Anda, atau Anda takut jangan-jangan Anda menjadi
penderita schizophrenia."
Judd memandangnya dengan rasa heran. Skor satu nol untuk Norman Z. Moody.
Moody meneruskan. "Anda mengatakan ada dua orang detektif yang sedang
menangani kasus ini. Anda ingat nama mereka?"
Judd ragu-ragu. Dia merasa enggan terlibat terlalu dalam dengan orang ini. Yang
diingininya hanya keluar cepat-cepat dari tempat itu. "Frank Angeli," jawabnya,
"dan Letnan McGreavy."
Seketika air muka Moody kelihatan hampir berubah sama sekali.
"Alasan apa kira-kira yang menyebabkan orang harus membunuh Anda, Dok?"
"Saya tidak tahu. Sepanjang pengetahuan saya, saya tidak punya musuh satu
pun."
rapa musuh di sekelilingnya. Saya selalu mengatakan musuh memberikan sedikit
garam kepada roti kehidupan."
Judd menahan diri supaya air mukanya tidak berubah. "Punya istri?" "Tidak,"
jawab Judd. "Apakah Anda homoseks?" Judd menghela napas. "Dengar, saya
sudah diinterogasi oleh polisi dan...."
"Yah. Tapi Anda sudah membayar kepada saya untuk membantu Anda," kata
Moody tidak peduli. "Meminjamkan uang kepada orang lain?" "Hanya rekening
bulanan yang biasa." "Bagaimana tentang para pasien Anda?" "Bagaimana
tentang mereka?" "Baiklah. Saya selalu mengatakan kalau Anda mencari kulit
kerang, pergilah ke pantai. Pasien Anda semua orang gila. Benar?"
"Salah," jawab Judd singkat. "Mereka orang yang punya problem."
"Problem emosional yang tidak bisa mereka pecahkan sendiri. Adakah
kemungkinan salah seorang di antara mereka mempunyai problem yang
bersangkutan dengan diri Anda? Bukan karena alasan yang sebenarnya, tapi
mungkin orang yang mengkhayalkan punya dendam terhadap Anda." .
"Itu mungkin. Kecuali satu nal. Sebagian besar oasien saya ada di bawah
perawatan saya selama setahun atau lebih. Dalam waktu selama ,tu saya
bisa mengenal mereka dengan baik, sama seperti orang lain yang bergaul akrab
selama itu." "Apakah mereka tidak pernah marah kepada
Anda?" tanya Moody dengan nada polos.
"Kadang-kadang. Tapi kita tidak mencari orang yang marah, bukan? Kita
mencari penderita paranoid yang suka membunuh, yang sekurang-kurangnya
sudah membunuh dua orang dan beberapa kali berusaha membunuh saya." Dia
ragu-ragu sebentar, kemudian memaksa dirinya meneruskan. "Kalau saya punya
pasien seperti itu dan tidak tahu, maka Anda sedang berhadapan dengan psi-
koanaiis paling tolol yang pernah hidup di dunia."
Beberapa saat lamanya mereka saling berpandangan.
"Saya selalu mengatakan, 'Yang pertama harus didahulukan/ " kata Moody
dengan gembira. "Yang pertama harus kita lakukan adalah menyelidiki apakah
benar ada orang ingin melenyapkan Anda, ataukah Anda gila. Betul begitu,
Dok?" Dia tersenyum lebar, supaya kata-katanya tidak menyinggung perasaan.
"Bagaimana caranya?" tanya Judd.
"Gampang," kata Moody. "Problem Anda ialah Anda berdiri di tempat hinggap
—base pertama dan memukul bola yang dilambungkan ke arah Anda, tapi Anda
tidak tahu apakah ada orang yang melambungkan bola ini. Mula-mula sekali kita
harus mengetahui apakah sedang ada permainan bola. Kemudian kita akan
menyelidiki siapa-siapa pemainnya. Anda punya mobil?"
"Ya."
Judd sudah melupakan maksudnya meninggalkan Moody dan mencari detektif
swasta lain. Kini dia sadar bahwa di balik wajah polos dan badannya yang
gendut, Moody sebenarnya mempunyai otak yang cerdas serta kemampuan van
g luar biasa.
"Saya rasa saraf Anda terlalu tegang," kata
'Moody. "Saya ingin Anda mengambil liburan sebentar."
"Kapan?"
"Besok pagi."
"Itu tidak mungkin," Judd protes. "Saya mempunyai janji dengan pasien yang
jadwalnya...."
Moody tidak peduli. "Batalkan saja."
"Tapi apa perlunya...."
"Apakah saya harus mengatakan kepada Anda bagaimana Anda sebaiknya
melakukan urusan Anda sendiri?" tanya Moody. "Setelah Anda meninggalkan
tempat ini, saya ingin Anda langsung pergi ke agen pariwisata. Mintalah agar
mereka memesankan tempat untuk Anda di..."—dia berpikir sebentar—
"Grossinger. Itu sebuah tempat yang indah di puncak Pegunungan Catskills....
Apakah ada bengkel di gedung apartemen tempat tinggal Anda?" "Ada."
"Oke. Suruh mereka mereparasi mobil Anda untuk perjalanan ini. Anda pasti
tidak ingin mobil Anda mogok dalam perjalanan."
"Apakah ini tidak bisa saya lakukan minggu depan saja? Besok pagi saya penuh
dengan...."
"Setelah Anda memesan tempat, kembalilah ke kantor dan teleponlah semua
pasien Anda. Katakan kepada mereka bahwa Anda punya keperluan mendadak,
dan Anda akan kembali minggu
OO
depan."
"Saya benar-benar ndak bisa," kata Judd. "Lagi pula ini...."
"Lebih baik Anda juga menelepon Angeli," Moody meneruskan. "Saya tidak
ingin polisi mencari-cari Anda sementara Anda pergi."
"Mengapa saya harus melakukan ini?" tanya Judd.
"Untuk melindungi uang Anda yang lima puluh dollar. Ah, ya, saya jadi teringat.
Saya akan butuh uang sebanyak dua ratus dollar lagi sebagai panjar. Ditambah
lima puluh dollar sehari dan ganti pengeluaran."
Moody mengangkat tubuhnya yang besar dari kursi goyang. "Saya ingin Anda
berangkat besok pagi-pagi benar," katanya, "supaya bisa sampai di atas sana
sebelum gelap. Anda bisa berangkat kira-kira pukul tujuh pagi?"
"Saya... saya rasa bisa. Saya akan menemukan apa setelah sampai di sana?"
"Kalau Anda mujur, sehelai kartu skor." Lima menit kemudian Judd naik ke
mobilnya dengan kepala penuh pikiran. Dia mengatakan kepada Moody bahwa
dia tidak bisa pergi meninggalkan pasiennya dengan pemberitahuan
yang begitu mendadak. Tapi dia sadar bahwa itu harus dilakukan. Dia sudah
menyerahkan nasibnya ke tangan detektif swasta. Ketika dia mulai menjalankan
mobil, matanya menangkap tulisan* pada papan merek di jendela Moody.
Dijamin Puas
Mudah-mudahan dia benar, pikir Judd murung.
Persiapan perjalanan bisa dilakukan dengan lancar. Judd mampir ke agen
pariwisata di Madison Avenue. Mereka memesankan kamar untuknya di
Grossinger. Dia juga diberi peta jalan dan bermacam-macam brosur berwarna
tentang Pegunungan Catskills.
Kemudian Judd menelepon agen teleponnya sendiri, meminta mereka
menghubungi semua pasiennya untuk membatalkan pertemuan sampai
pemberitahuan yang akan datang. Dia menelepon markas polisi Seksi Sembilan
Belas dan minta bicara dengan Detektif Angeli.
"Angeli sedang cuti sakit," kata suara yang tidak dikenal. "Anda ingin nomor
telepon rumahnya?"
"Ya."
Beberapa menit kemudian Judd bisa bicara dengan Angeli. Dari suara Angeli,
rupanya dia sedang sakit selesma.
"Saya memutuskan untuk pergi «Juar kota .j selama beberapa hari," kata Judd.
Saya akan
berangkat besok pagi. Saya ingin mengetahui bagaimana pendapat Anda?"
Sejenak sunyi sementara Angeli berpikir. "Mungkin ini gagasan yang baik. Anda
akan pergi ke mana?"
"Saya ingin bermobil pergi ke Grossinger."
"Baiklah," kata Angeli. "Jangan kuatir. Saya akan menjelaskan kepada
McGreavy." Dia ragu-ragu. "Saya mendengar apa yang terjadi di kantor Anda
semalam.'*
"Maksud Anda mendengar dari McGreavy," kata Judd.
"Apakah Anda bisa melihat orang yang mencoba membunuh Anda?" Jadi
akhirnya Angeli percaya kepadanya. 'Tidak."
"Sama sekali tidak ada yang bisa membantu kami menemukan mereka? Warna
kulit, umur,
tinggi badan?"
"Menyesal sekali," jawab Judd. "Waktu itu gelap."
Angeli mendengus. "Oke. Saya akan terus mencari. Mungkin saya sudah
mendapat kabar baik setelah Anda kembali. Hati-hatilah, Dok-
"Baik," jawab Judd penuh rasa terima kasih. Dia pun meletakkan telepon.
Kemudian dia menelepon majikan Harrison Burke, dan dengan singkat
menerangkan keadaan Burke. Tidak ada pilihan lain kecuali membereskan
persoalan ini secepat-cepatnya. Lalu Judd
menelepon Peter, menerangkan bahwa dia harus ke luar kota selama seminggu.
Dia minta kepada Peter agar mengatur apa yang perlu untuk Burke, Peter
menyanggupinya, dan setuju dengan rencana liburannya. Sekarang semua beres.
Yang paling mengganggu pikiran Judd ialah dia tidak bisa bertemu dengan Anne
pada hari Jumat. Mungkin dia tidak akan melihat Anne lagi untuk selama-
lamanya.
Waktu naik mobil kembali ke apartemennya, Judd memikirkan Norman 2.
Moody. Dia sudah punya gagasan tentang apa kira-kira yang akan dilakukan
Moody. Dia disuruh oleh Moody memberi tahu semua pasien bahwa dia akan
pergi. Dengan cara ini Moody memasang perangkap, dengan Judd sendiri
sebagai umpannya. Kalau salah seorang pasiennya benar-benar pembunuh -kalau
memang ada pembunuh—maka pembunuh ini akan masuk ke dalam perangkap.
Moody menyuruhnya meninggalkan alamat tempatnya berlibur pada agen
teleponnya dan juga pada penjaga pintu gedung apartemen. Dia mengusahakan
benar-benar supaya setiap orang tahu ke mana Judd akan pergi.
Waktu Judd menghentikan mobil di muka gedung apartemen, Mike sudah siap
menyambutnya. .
"Saya akan pergi melancong besok pagi, Mike, Judd memberi tahu Mike.
"Tolong antarkan mobil ke bengkel supaya direparasi dan diisi tangkinya."
"Akan saya urus, Dokter Stevens. Pukul berapa mobil akan Anda perlukan?"
"Saya akan berangkat pukul tujuh pagi."
Judd merasakan Mike mengawasinya ketika dia berjalan ke dalam apartemen.
Setelah masuk ke apartemennya, Judd mengunci semua pintu. Tidak lupa semua
jendela diceknya dengan cermat. Kelihatannya semua beres.
Dia menelan dua butir pil codeine, membuka pakaian dan mandi dengan air
panas. Badannya direndam dengan air panas, dan dia merasakan ketegangannya
mulai lenyap dari punggung dan lehernya. Dia berbaring rileks dalam bak
mandi, berpikir.
Mengapa Moody mengingatkan jangan sampai mobilnya mogok di jalan?
Karena kemungkinan besar dia bisa diserang di jalan yang sunyi di Pegunungan
Catskills? Dan apa yang bisa dilakukan Moody seandainya benar dia diserang?
Moody tidak mau menerangkan rencananya—kalau memang dia punya rencana.
Makin lama dipikirkan, judd makin yakin bahwa dia sedang berjalan ke sebuah
perangkap. Moody mengatakan bahwa 'perangkap ini dipasang untuk menjebak
orang-orang yang akan mengejar Judd. Tapi tidak peduli berapa kali dia
memikirkannya, kesimpulannya selalu sama: bahwa perangkap ini dibuat untuk
menjebak Judd sendiri.
Tapi mengapa? Apa keuntungan yang akan diperoleh Moody kalau dia
terbunuh? Ya, Tuhan!
pikir Judd. Aku mengambil sebuah nama secara untung-untungan dari Buku
Petunjuk Telepon Manhattan, dan aku yakin dia ingin agar aku terbunuh! Aku
penderita paranoid/
Judd mulai merasakan matanya terpejam. Pil dan mandi air panas sudah mulai
memberikan pengaruh sebaik-baiknya. Dia bangkit dari bak mandi dengan badan
lemas. Hati-hati sekali dia menyeka bagian tubuhnya yang luka dengan handuk
tebal sampai kering. Kemudian dipakainya sepasang piyama.
Sebelum naik ke tempat tidur, jam listrik disetelnya agar berdering pada pukul
enam. Pegunungan Catskills, pikirnya. Sebuah nama yang bagus.
Dan dia pun terlelap tidur. Tidurnya nyenyak sekali, seperti orang yang
kehabisan tenaga.
Pada pukul enam pagi jam berdering. Seketika Judd terbangun. Begitu dia
bangun, pikirannya langsung bekerja meneruskan pikiran sebelumnya. Aku tidak
percaya kepada rentetan kebetulan dan aku tidak percaya salah seorang pasienku
adalah seorang pembunuh. Maka, kalau aku bukan penderita paranoid, aku akan
menjadi penderita paranoid.
Dia perlu konsultasi dengan psikoanalis lainnya, tidak boleh ditunda-tunda lagi.
Sebaiknya dia telepon Dokter Robbie saja. Dia tahu itu berarti
kariernya sebagai psikoanalis akan berakhir, tapi itu tidak bisa dicegah lagi.
Kalau dia memang menderita paranoid, dia harus dimasukkan ke rumah sakit
jiwa.
Apakah Moody sudah curiga bahwa dia berhadapan dengan orang yang otaknya
kurang waras?] Itukah sebabnya dia menyarankan untuk ambili liburan? Bukan
karena Moody percaya ada orang yang akan membunuhnya, melainkan karena i
melihat gejala keruntuhan saraf pada dirinya.
Mungkin keputusan yang paling bijaksana adalah mengikuti saran Moddy, dan
pergi ke Pegunungan Catskills selama beberapa hari. Seorang diri, tanpa beban
apa pun yang memberat*! nya, dia akan bisa mencoba menilai dirinya dengan
tenang. Dia bisa mencoba memikirkan kapan otaknya mulai tidak beres, kapan
dia mulai kehilangan pegangan dengan kenyataan. Kemudian, setelah kembali,
dia akan menemui Dokter Robbie dan menyerahkan diri di bawah perawatannya.
Judd merasa sangat berat mengambil keputusan ini. Tapi setelah keputusan yang
menyakitkan itu diambil, Judd merasa lebih tenang. Dia pun berpakaian. Ke
dalam kopor kecil dimasukkannya pakaian ganti cukup untuk lima hari,
kemudian kopor itu dijinjingnya ke lift.
Eddie belum lagi mulai bertugas, dan dia harus menjalankan lift sendiri. Judd
turun ke bengkel di lantai bawah. Sesampainya di sana dia melihat berkeliling
mencari Wih, pekerja bengkel. Tapi
Wilt tidak dilihatnya. Bengkel kosong, tidak ada seorang pun di situ.
Judd melihat mobilnya diparkir di sebuah sudut, dekat tembok. Dia berjalan
menghampirinya. Kopornya diletakkan di tempat duduk belakang, lalu dia
membuka pintu depan dan duduk di belakang kemudi. Ketika Judd menarik
kunci kontaknya, tahu-tahu seorang laki-laki muncul di sebelahnya. Jantung
Judd berhenti berdetak sesaat.
"Anda tepat dengan rencana." Ternyata itu Moody,
"Saya tidak tahu Anda akan melepas kepergian saya," kata Judd.
Moody memandangnya dengan muka berseri-seri. Wajahnya yang mirip wajah
malaikat menyunggingkan senyuman. "Saya tidak bisa berbuat yang lebih baik
dan saya tidak bisa tidur."
Tiba-tiba Judd merasa berterima kasih karena taktik yang diambil Moody untuk
mengatasi keadaan. Moody tidak menyebutkan kenyataan bahwa Judd
berpenyakit jiwa. Dia hanya memberikan saran dengan cerdiknya agar Judd
bermobil ke pedalaman dan istirahat. Baiklah, sekurang-kurangnya Judd bisa
berpura-pura bahwa segala-galanya berjalan normal.
"Saya mengambil kesimpulan bahwa Anda benar. 4Saya akan bermobil ke
pegunungan dan melihat kalau-kalau bisa mendapatkan karcis untuk menonton
bola."
"Ah, Anda tidak perlu pergi ke mana-mana
untuk mendapatkan itu," kata Moddy. "Itu semua sudah diurus."
• Judd melihat kepadanya dengan pandangan hampa. "Saya tidak mengerti."
"Ini sederhana saja. Saya selalu mengatakan kalau orang ingin menemukan dasar
dari apa pun, dia harus mulai menggali."
"Tuan Moody...."
Moody menyandar ke pintu mobil. "Anda tahuJ apa yang saya anggap
membingungkan dalam problem Anda, Dok? Rupanya seperti setiap lima menit
orang mencoba membunuh Anda — barangkali. Sekarang barangkali ini
membuat saya terpesona. Kita tidak punya pegangan apa pun ¦; sebelum
mengetahui apakah Anda berpenyakit gila, atau benar-benar ada orang yang
berusaha i mengubah Anda menjadi mayat."
Judd melihat kepada Moody. "Tapi Pegunungan Catskills...," katanya lemah.
"Ah, Anda tidak perlu pergi ke Pegunungan J Catskills, Dok." Moody membuka
pintu mobil. , "Silakan turun di sini."
Kebingungan, Judd turun dari mobil.
"Ketahuilah, semua itu hanya iklan belaka, j Saya selalu mengatakan kalau orang
ingin menangkap ikan hiu, maka dia harus menuangkan I darah dulu ke air."
Judd memperhatikan muka Moody. "Saya kuatir Anda takkan sampai ke
Pegunungan Catskills," kata Moody dengan lem ah-lem- I
but. Dia berjalan memutari tutup mesin mobil, memutar kuncinya dan tutup
mesin dibukanya.
Judd berjalan ke sisinya. Tiga batang dinamit direkatkan dengan plester pada
distributor. Dua utas kawat tipis dihubungkan dengan kontak mesin.
"Dipasangi dinamit," kata Moody.
Judd melihat kepadanya, sangat heran. "Tapi bagaimana Anda...."
Moody nyengir. "Saya sudah bilang, saya tidak bisa tidur. Saya datang ke sini
sekitar tengah malam. Saya menyuap penjaga malam supaya pergi bersenang-
senang, dan saya menunggu dalam gelap. Untuk menyuap penjaga malam saya
mengeluarkan uang dua puluh dollar," dia menambahkan. "Saya tidak ingin
Anda kelihatan seperti orang murahan."
Judd tiba-tiba merasa kagum kepada laki-laki gendut ini. "Anda melihat orang
yang memasangnya?"
"Tidak. Dinamit sudah dipasang sebelum saya datang ke sini. Pada pukul enam
pagi tadi saya rasa tidak ada lagi orang yang akan datang melihat, maka saya
memeriksanya." Moody menunjuk ke arah dua utas kawat. "Kawan-kawan Anda
benar-benar cerdas dan cerdik. Mereka memasang peledak kedua, supaya
dinamit juga akan meledak kalau Anda membuka tutup mesin selebar-lebarnya.
Demikian juga dinamit akan meledak kalau Anda memutar kunci kontak.
Dinamit yang dipasang di sini cukup untuk melenyapkan separuh bengkel."
judd riba-riba merasakan
perutnya mulas Moody memandanginya dengan rasa kasihan.
"Bergembiralah," katanya. "Lihatlah kemajuan vang kita capai. Kita sudah
mengetahui dua hal. Yang pertama, kita tahu bahwa Anda tidak gila> Dan yang
kedua../'—senyum lenyap dari wajahnya-"kita tahu bahwa seseorang ingin sekali
membunuh Anda, Dokter Stevens."
10
Mereka duduk dalam apartemen Judd, bercakap-cakap. Moody yang gendut
duduk di sofa besar. Hati-hati sekali Moody mengumpulkan bagian-bagian bom
yang sudah dijinakkan dalam bagasi mobilnya sendiri.
"Apakah tidak lebih baik Anda membiarkannya saja di situ supaya polisi bisa
memeriksanya?*' tanya Judd.
"Saya selalu mengatakan bahwa hal yang paling membingungkan di dunia ini
ialah terlalu banyak informasi."
"Tapi itu bisa merupakan bukti bagi Letnan McGreavy bahwa saya tidak
bohong." "Benar begitu?"
Judd memahami pendapat Moody. $isa saja McGreavy menuduh Judd sendiri
yang memasang dinamit itu pada mobilnya. Walaupun demikian Judd masih
bingung bahwa ada detektif swasta yang menahan buku dari polisi Dia
berpendapat b«hwa Moody seperti sebuah gunung es yanj besar. Sebagian besar
dari pribadinya ^ bawah permukaan, di balik topeng seorang desa yang bodoh.
Tapi kini ketika mendengarkan Moody berbicara, Judd merasa senang sekali.
Dia tidak gilai dan dunia tidak tiba-tiba penuh dengan kebetulan 1 yang
mengerikan. Ternyata memang ada pembunuh yang sedang berkeliaran.
Pembunuh yan» sebenar-benarnya. Dan entah karena alasan apa,] pembunuh itu
memilih Judd sebagai sasarannya.]
Ya, Tuhan, pikir Judd, alangkah mudahnya* ego kita bisa dihancurkan. Beberapa
menit yang ] lalu hampir saja dia yakin bahwa dirinya penderita 1 paranoid. Dia
berutang budi banyak sekali kepada Moody.
"... Anda dokter," kata Moody. "Saya hanyalah orang kebanyakan. Saya selalu
mengatakan kalau ingin madu, orang harus mencari sarang lebah."
Judd mulai bisa memahami bahasa Moody. "Anda menginginkan pendapat saya
mengenai orang atau orang-orang yang kita cari."
"Itulah dia," kata Moody dengan muka berseri-seri. "Apakah kita sedang
berurusan dengan seseorang yang gila membunuh yang lepas dari rumah gila...."
Rumah sakit jiwa, pikir Judd secara otomatis. "... ataukah lebih dari itu?" "Lebih
dari itu," kata judd seketika. "Mengapa Anda berpendapat begitu, Dok?"
"Pertama, dua orang masuk ke kantor saya semalam. Saya mungkin bisa saja
mempercayai teori adanya seorang gila, tapi dua orang gila bekerja bersama-
sama adalah hal yang mustahil."
Moody mengangguk sependapat. "Saya mengerti. Teruskan."
"Kedua, otak yang tidak waras mungkin bisa memiliki obsesi, tapi selalu bekerja
dengan satu pola tertentu. Saya tidak tahu mengapa John Hanson dan Carol
Roberts dibunuh. Tapi, kalau saya tidak salah, saya dimaksudkan sebagai korban
yang ketiga dan terakhir."
"Mengapa Anda berpendapat bahwa Anda dimaksudkan sebagai korban yang
terakhir?" tanya Moody sangat tertarik.
"Sebab," jawab Judd, "kalau seharusnya ada pembunuhan lain, maka ketika
pertama kalinya mereka gagal membunuh saya, mereka akan meneruskan
membunuh siapa saja yang ada dalam daftarnya. Tapi kenyataannya tidak
demikian. Mereka memusatkan perhatian untuk berusaha membunuh saya."
"Ketahuilah," kata Moody senang sekali, "Anda punya bakat untuk menjadi
detektif."
Judd mengerutkan dahi. "Ada beberapa hal yang tidak masuk akal."
"Apa misalnya?"
"Pertama, tentang motifnya," kata Judd. "Saya tidak kenal dengan siapa pun
yang...."
"Kita akan kembali membicarakannya nanti. Apa lagi?"
"Kalau orang ini benar-benar ingin sekali membunuh saya, maka waktu mobil
menabrak saya, yang perlu dilakukan sopirnya hanya kembakjagi dan melindas
saya. Waktu itu saya ,aruh pingsan.
"Ah! Di situlah peranan Tuan Benson." Judd melihat kepadanya dengan
pandangan hampa.
Tuan Benson adalah saksi kecelakaan Anda,*' Moody menerangkan. "Saya
mengetahui namanya dari laporan polisi, dan menemui dia setelah Anda
meninggalkan kantor saya. Untuk naik taksi saya mengeluarkan uang tiga dollar
lima puluh sen. Oke?**
Judd mengangguk, tidak bisa mengeluarkan suara.
"Tuan Benson—dia adalah pedagang kulit berbulu. Dia menjual mantel yang
bagus-bagus. Kalau Anda ingin membelikan sesuatu untuk pacar, saya bisa
mengusahakan korting. Oh, ya, j pada hari Selasa malam terjadinya kecelakaan,
dia ] keluar dari gedung perkantoran tempat saudara iparnya bekerja. Dia pergi
ke sana untuk mengantarkan pil, sebab saudaranya, Matthew, yang menjadi
pedagang Kitab Suci sedang kena flu. 1 Saudara iparnya ini yang akan
membawa pil j pemberian Tuan Benson pulang."
Judd menahan kesabarannya. Walaupun seandainya Norman Z. Moody ingin
terus duduk di j situ dan menyebutkan Pernyataan Hak-hak Azasi j Manusia
selengkapnya, dia akan mendengarkan, j "Setelah Tuan Benson mengantarkan
pil itu, dia j keluar dari gedung tepat ketika mobil itu sedang meluncur ke arah
Anda. Tentu saja pada waktu itu i dia tidak tahu bahwa itu adalah Anda."
"Mobil itu meluncur agak ke samping, dan dari tempat Tuan Benson
kelihatannya mobil itu slip. waktu melihat bahwa mobil menabrak Anda, dia
mulai berlari untuk melihat kalau-kalau bisa menolong. Mobil waktu itu sedang
mundur untuk menabrak Anda sekali lagi. Sopirnya melihat Tuan Benson, dan
mobil di larikannya cepat-cepat seperti kelelawar keluar dari neraka."
Judd menelan ludah. "Jadi kalau Tuan Benson tidak kebetulan lewat...."
"Yah," kata Moody perlahan, "Anda boleh mengatakan bahwa kita tidak akan
bertemu. Anak-anak yang di mobil itu tidak main-main. Mereka memang ingin
membunuh Anda, Dok."
"Bagaimana tentang serangan ke kantor saya? Mengapa mereka tidak
mendobrak pintu?" Moody terdiam sesaat, berpikir. "Itu membingungkan,"
katanya kemudian. "Mereka bisa saja mendobrak pintu dan membunuh Anda
dengan siapa pun yang bersama Anda, kemudian lari tanpa ada yang melihat.
Tapi waktu mengira Anda tidak sendirian, mereka pergi. Ini tidak cocok dengan
lain-lainnya."
Beberapa saat Moody duduk sambil menggigit bibirnya. "Kecuali kalau...."
katanya. "Kecuali kalau apa?"
Pancaran spekulatif kelihatan pada wajah Moody. "Saya masih bingung...." Dia
menghela napas.
"Sementara Ini baiklah jangan dikatakan dulu.
Saya punya sedikit dugaan, tapi rasanya tidak masuk akal sebelum kita
menemukan motirnva."
judd mengangkat bahu tidak berdaya. *'Sava j tidak kenal dengan siapa pun yang
punya motif j untuk membunuh saya/'
Moody berpikir sesaat. "Dok. mungkinkah Anda punya rahasia yang Anda
beritahukan kepada pasien Anda. Hanson, dan Carol Roberts? Sesuatu yang
hanya diketahui oleh Anda beru-
p?"
Judd menggeleng. "Rahasia yang saya miliki hanya rahasia profesi tentang
pasien saya. Dan tidak satu pun dari riwayat kasus mereka yang mungkin akan
menyebabkan pembunuhan. Tak seorang pun di antara pasien saya menjadi agen
rahasia, mata-mata asing, atau buronan polisi. Mereka hanya orang biasa saja—
ibu rumah tangga, usahawan, pegawai bank—orang-orang dengan problem yang
tidak dapat mereka atasi sendiri."
Moody memandangi Judd dengan tenang. "Jadi Anda yalun benar dalam
kelompok kecil Anda tidak ada orang yang gila membunuh?"
Suara Judd tegas sekali. "Positif. Kemarin mungkin saya tidak begitu yakin.
Terus terang, saya mulai berpikir bahwa saya menderita paranoid dan Anda
hanya menghibur saya."
Moody tersenyum kepadanya. "Pikiran itu melintas pada otak saya juga,"
katanya, "Setelah Anda menelepon saya untuk mengadakan janji pertemuan,
saya melakukan pengecekan terhadap
diri Anda. Saya menelepon dua orang dokter sahabat baik saya. Anda
mempunyai reputasi sebagai psikoanalis yang terkemuka."
Rupanya panggilan 'Tuan Stevenson" hanya bagian dari topeng Moody sebagai
orang kampung yang bodoh.
"Kalau kita pergi kepada polisi sekarang," kata Judd, "dengan apa yang kita
ketahui, sekurang-kurangnya kita bisa meminta mereka mulai mencari siapa
yang mendalangi semua ini.*'
Moody memandanginya agak keheranan. "Anda berpendapat begitu? Yang kita
ketahui sekarang belum cukup banyak untuk melangkah ke situ bukan, Dok?"
Memang benar.
"Saya tidak akan putus asa," kata Moody. 'Saya rasa kita mendapat kemajuan
pesat. Kita sudah mempersempit medan penyelidikan dalam waktu singkat."
Nada frustrasi terasa pada suara Judd. 'Tentu saja. Pembunuhnya pasti salah
seorang yang tinggal di benua Amerika ini."
Sesaat Moody duduk sambil menatap langit-langit. Akhirnya dia menggelengkan
kepala. "Keluarga," katanya sambil menghela napas.
"Keluarga?"
"Dok—saya percaya kepada Anda ketika Anda mengatakan mengenai baik
semua pasien Anda. Kalau Anda mengatakan mereka tidak mungkin melakukan
perbuatan ini, saya harus percaya kepada Anda. Itu sarang lebah Anda sendiri,
dm
Anda-lah yang menjaga madunya." Dia mencondongkan badannya ke depan.
"Tapi coba katakan kepada saya. Kalau Anda menerima pasien, apakah Anda
menginterviu keluarganya?"
Tidak. Kadang-kadang keluarganya bahkan tidak tahu bahwa dia mendapat
perawatan psikoanalisis.**
Moody menyandar kembali, kelihatan puas. "Nak, kalah dia,** katanya.
Judd melihat kepadanya. "Anda berpendapat bahwa anggota keluarga salah satu
pasien berusaha membunuh saya?"
"Mungkin."
"Mereka pun tidak punya motif, sama seperti si pasien sendiri. Lebih tidak
mungkin."
Moody bangkit berdiri dengan susah-payah. "Anda tidak mungkin
mengetahuinya, bukan, Dok? Baiklah, akan saya katakan apa yang ingin saya
lakukan. Berikan kepada saya daftar semua pasien yang Anda temui selama
empat atau lima minggu terakhir ini. Apakah Anda bisa memenuhi permintaan
saya?" Judd ragu-ragu, "Tidak," akhirnya dia berkata. "Hubungan dokter dengan
pasien yang harus dirahasiakan? Saya rasa sudah tiba waktunya Anda
menyimpang sedikit. Jiwa Anda sedang terancam."
"Saya rasa Anda mengikuti jalan yang salah. Apa yang sudah terjadi tidak ada
hubungannya dengan pasien saya atau keluarganya. Kalau salah seorang anggota
keluarga pasien ada yang gila, itu
«kan segera diketahui dalam ptmoananna,- juvUI menggelengkan kepala. "Maaf,
Tuan Moody. Saya harus melindungi pasien.'*
"Anda tadi mengatakan bahwa dalam arsip Anda tidak ada yang penting."
'Tidak ada yang penting bagi kita."
Judd memikirkan beberapa hal yang terdapat dalam arsip. John Hanson mencari
kelasi di bar yang ramai di Third Avenue. Teri Washburn main cinta dengan
anak-anak band. Evelyn Warshak, pelacur berumur empat belas tahun....
"Maaf," kata Judd lagi. "Saya tidak bisa memperlihatkan arsip saya kepada
Anda."
Moody mengangkat bahu. "Oke," katanya. "Oke. Kalau begitu Anda harus
melakukan sebagian dari tugas saya."
"Apa yang harus saya lakukan?"
Keluarkan semua rekaman wawancara Anda dengan pasien selama bulan
terakhir ini. Dengarkan baik-baik setiap rekaman. Tapi kali ini Anda tidak
mendengarkan selaku seorang dokter—dengarkanlah rekaman itu dengan Anda
berlaku sebagai seorang detektif. Carilah apa saja yang kedengarannya agak
aneh."
"Itu sudah saya lakukan. Memang itu tugas saya.
"Lakukan sekali lagi. Dan tetap waspada. Saya tidak ingin kehilangan Anda
sebelum kasus ini ¦ bisa dipecahkan."
Moody mengambil mantelnya dan mulai memakainya, penampilannya kelihatan
seperti gajah
yang sedang menari balet. Biasanya gerak-gerik orang gemuk agak lamban, pikir
Judd. Tapi rupanya itu tidak berlaku bagi Tuan Moody.
"Anda tahu apa yang paling istimewa dari seluruh persoalan ini?" tanya Moody
setelah berpikir sejenak.
"Sebelumnya Anda sudah menarik kesimpulan, bahwa ada dua orang yang ingin
membunuh Anda. Mungkin lebih masuk akal kalau hanya satu orang yang ingin
melenyapkan Anda—tapi mengapa harus dua orang?"
"Saya tidak tahu."
Moody memperhatikannya sesaat, menimbang-nimbang. "Ya, Tuhan!" Akhirnya
dia berkata. "Ada apa?"
"Mungkin ini hanya dugaan gila. Tapi kalau saya tidak salah, mungkin lebih dari
dua orang yang ingin membunuh Anda."
Judd menatap Moody tidak percaya.
"Maksud Anda ada sekelompok orang gila ingin membunuh saya? Itu tidak
masuk akal."
Air muka Moody makin lama kelihatan makin memancarkan kegembiraan.
"Dokter, mungkin saya bisa menebak siapa wasit dalam permainan bola ini." Dia
melihat kepada Judd, matanya bersinar-sinar. "Saya belum tahu pasti apa
sebabnya—tapi mungkin saya tahu siapa orangnya." v.ffSiapa?" Moody
menggelengkan - kepala.
"Anda akan mengirim saya ke rumah gila kalau saya mengatakan ini. Saya selalu
mengatakan kalau orang ingin menembakkan mulutnya, dia harus tahu lebih
dulu bahwa mulutnya berisi. Baiklah, saya akan melakukan latihan dulu agar
mengenai sasaran yang tepat. Kalau ternyata nanti saya berada pada jalan yang
benar, Anda akan saya beritahu."
"Mudah-mudahan Anda tidak keliru," kata Judd dengan sungguh-sungguh.
Moody memandanginya sesaat. 'Tidak, Dok. Kalau Anda masih sayang kepada
jiwa Anda— berdoalah semoga saya keliru." Dan Moody pun pergi. Judd naik
taksi ke kantor. Waktu itu hari Jumat siang, dan kesempatan berbelanja tinggal
tiga hari sebelum Natal. Jalan penuh dengan orang yang pergi berbelanja.
Mereka semua mengenakan pakaian tebal untuk' menahan angin dingin yang
meniup dari arah Sungai Hudson.
Jendela toko-toko kelihatan meriah dan terang-benderang, penuh dengan pohon
Natal yang lampunya dinyalakan dan patung ukiran Kelahiran Sang Bayi. Damai
di bumi. NataJ. Dan Elizabeth, dengan anak dalam kandungannya.
Suatu hari kelak—kalau dia selamat—dia akan mencapai kedamaiannya sendiri,
membebaskan dirinya dari masa lampau yang sudah mati dan melangkah ke
masa datang. Dia tahu bersama Anne dia bisa.... Judd dengan tegas
menghentikan
lamunannya. Mengapa dia harus mengkhayalkan wanita yang sudah menikah,
yang akan segera pergi dengan suaminya yang tercinta?
Taksi berhenti di muka gedung perkantoran. Judd turun dan dengan gelisah
melihat ke sekelilingnya. Tapi apa yang dicari-carinya? Dia tidak tahu apa
senjata yang akan digunakan si pembunuh, dan siapa orang yang akan
menggunakannya.
Setelah sampai di kantornya, Judd mengunci pintu luar. Dia berjalan ke rak
tempat menyimpan pita rekaman, dan membukanya. Rak disusun secara
kronologis, dan diberi nama setiap pasien. Dia memilih rekaman yang paling
baru, dan membawanya ke tape recorder.
Hari itu semua pertemuan dengan pasien dibatalkan. Maka dia bisa memusatkan
perhatian untuk mencoba mencari petunjuk. Mungkinkah ada teman atau
keluarga pasiennya yang terlibat? Dia merasa bahwa saran Moody terlalu
berlebih-lebihan. Tapi dia sangat menghargai Moody, sehingga tidak bisa
mengabaikan sarannya begitu saja.
Waktu memasang pita rekaman pertama, Judd teringat terakhir kalinya dia
menggunakan tape recorder int. Benarkah baru semalam? Ingatan ini datang
kembali dengan rasa ngeri yang tajam menikam. Seseorang berusaha
membunuhnya di ruangan ini, tempat mereka membunuh Carol.
„Tiba-tiba Judd sadar bahwa dia belum memikirkan pasiennya yang di rumah
sakit, tempat dia
bekerja sekali seminggu. Mungkin karena pembu-
nuhan terjadi di lingkungan tempatnya berpraktek, bukan di rumah sakit.
Walaupun demikian....
Dia berjalan ke bagian rak yang diberi tanda KLINIK. Beberapa pita rekaman
diperiksanya, kemudian dia memilih setengah lusin. Pita yang pertama
dipasangnya pada tape recorder.
Rose Graham.
"... hanya kecelakaan, Dokter. Nancy sering menangis. Dia memang anak yang
cengeng. Jadi kalau saya memukulnya, itu demi kebaikannya sendiri, bukan f"
"Apakah Anda pernah berusaha menyelidiki mengapa Nancy sering menangis?"
Suara Judd bertanya.
"Karena dia manja. Ayahnya sangat memanjakannya, kemudian pergi
meninggalkan kami. Nancy selalu berpikir bahwa dia anak Papa. Tapi seberapa
besar kasih sayang Harry sebenarnya kalau dia kabur begitu saja f"
"Anda dengan Harry tidak pernah menikah, bukan?"
"Yah... Ini sudah biasa, saya rasa Anda juga sudah tahu. Rencananya kami akan
menikah" "Berapa lama Anda hidup bersama?" "Empat tahun."
"Setelah Harry meninggalkan Andai selang berapa lama Anda mematahkan
lengan Nancy?"
"Kira-kira seminggu, saya rasa. Saya tidak bermaksud mematahkannya* ini
hanya karena dia tidak mau berhenti menangis, maka sayaakhim'vd mengambil
rel tirai dan mulai memukuli\dmi^
"Apakah Anda berpendapat bahwa Harry lebih mencintai Nancy daripada
mencintai Andar
"Tidak. Harry tergila-gila kepada saya." "Kalau begitu menurut Anda mengapa
dia meninggalkan Anda f*9
"Karena dia laki-laki Anda tahu laki-laki itu apa? Binatang! Kalian semua!
Seharusnya semua laki-laki dibantai seperti babi!" Dia tersedu-sedu.
Judd mematikan tape recorder dan merenungkan Rose Graham. Wanita ini
seorang penderita psikosomatik, dan dua kali dia memukuli anaknya yang
berumur enam tahun sampai hampir mati. Tapi pola pembunuhan yang terjadi
tidak cocok dengan kegilaan Rose Graham.
Dia memasang rekaman pasiennya di klinik berikutnya.
Alexander Fallon.
"Polisi mengatakan Anda menyerang Tuan Champion dengan pisau, Tuan
Fallon."
"Saya hanya melakukan yang diperintahkan kepada saya"
"Seseorang menyuruh Anda membunuh Tuan Champion?*
"Dia menyuruh saya membunuhnya?"
"Dkr
"Tuhan."
"Mengapa Tuhan menyuruh Anda membunuhnya?**
"Karena Champion orang yang jahat. Dia seorang aktor. Saya melihat dia di
panggung. Dia
mencium wanita ini. Aktris ini. Di muka banyak penonton. Dia menciumnya
dan..." Sunyi.
"Teruskan."
"Dia menyentuh—buah dadanya" "Itu membuat Anda marah?" "Tentu saja. Itu
membuat saya sangat marah. Anda tidak mengerti apa artinya? Dia tahu di mana
titik nafsu aktris ini. Waktu keluar dari teater, saya merasa baru keluar dari
Sodom dan Gomora. Mereka harus dihukum." "Jadi Anda memutuskan
membunuh dia?" "Saya tidak memutuskan. Tuhan yang memutuskan. Saya
hanya melakukan perintah" "Apakah Tuhan sering bicara kepada Anda?" "Hanya
kalau ada tugas yang harus saya lakukan. Dia memilih saya sebagai alat-Nya,
sebab saya suci. Anda tahu apa yang menyebabkan saya suci? Anda tahu apa
yang paling menyucikan di dunia ini? Membunuh yang jahat!"
Alexander Fallon, umur tiga puluh lima, pembantu pemanggang roti sebagai
kerja sambilan. Dia dikirim ke rumah sakit jiwa selama enam bulan, kemudian
dilepaskan. Mungkinkah Tuhan menyuruh dia membinasakan Hanson, seorang
homoseks, dan Carol, bekas pelacur, dan Judd, pelindung mereka? .
Judd menarik kesimpulan bahwa itu tidak mungkin. Proses pemikiran Fallon
terjadi secara singkat, dalam kejutan sesaat yang terasa me-
nyakitkan. Sedangkan pembunuhan yang sudahi
terjadi rupanya direncanakan oleh suatu organtsa- i si yang rapi.
Dia memutar beberapa buah rekaman lagi dari 1 klinik. Tapi semua tidak ada
yang memiliki pola \ yang dicarinya. Tidak. Tidak mungkin si pembu- \ nuh
salah seorang pasien klinik.
Dia memeriksa arsip rekaman pasiennya di tempatnya berpraktek lagi, dan
sebuah nama i menarik perhatiannya.
Dia memasang rekamannya pada tape recorder.
Skeet Gibson.
"Pagi, Dockie. Anda senang denganhari indah yang sengaja saya ciptakan untuk
Anda?" "Hari ini rupanya Anda sedang merasa gembi-
"Kalau saya lebih gembira lagi, mereka mungkin akan mengurung saya. Apakah
Anda melihat pertunjukan saya semalam?"
'Tidak. Menyesal sekali, saya tidak sempat." "Saya benar-benar hebat. Jack
Gould menyebut saya 'pelawak yang paling dicintai di dunia?. Pantaskah saya
membantah pendapat seorang jenius seperti Jack Gould? Seharusnya Anda
mendengar sambutan penonton! Mereka bertepuk sampai seperti orang lupa
daratan. Anda tahu hal itu membuktikan apa?"
"Bahwa mereka bisa membaca kartu 'tepuk tangan'i" t*j>
"Anda cerdik, benar-benar setan, Anda. Itulah
yang saya sukai—pengerut kepala yang pu selera humor. Yang terakhir saya
temui orang membosankan. Berjenggot lebat, dan benar-benar membuat saya
sebal.**
"Mengapa?"
"Karena dia wanitai**
Tertawa keras.
"Kali ini saya bisa mengalahkan Anda, bukan? Sekarang serius, salah satu alasan
mengapa saya begitu gembira ialah karena saya baru saja menaruh uang sejuta
dollar—hitunglah: sejuta dollar—untuk menolong anak-anak di Biafra." "Tidak
heran kalau Anda begitu gembira." "Tentu saja. Ceritanya dimuat pada halaman
depan semua surat kabar di seluruh dunia." "Apakah itu penting?" "Apa maksud
Anda, 'Apakah itu penting?' Berapa orang yang bisa menaruh uang sebanyak itu?
Tiuplah puputmu, Peter Pan. Saya gembira mampu menaruh uang sebanyak itu."
"Anda selalu mengatakan 'menaruh'. Apakah maksud Anda 'memberikan'?"
"Menaruh uang—memberikan—apa bedanya? Orang menaruh uang sejuta dollar
—memberikan sejuta dollar—dan mereka menjilat pantatnya.... Saya sudah
mengatakan bahwa hari ini ulang tahun perkawinan saya?" "Belum. Selamat
ulang tahun." "Terima kasih. Lima belas tahun yang hebat. Anda belum pernah
bertemu dengan Sally. Lante ing cantik yang pernah berjalan di bumi Tuhan
ini. Saya benar-benar mujur dengan perkawinan kami. Anda tahu seperti apa
kesulitan dengan ipar biasanya? Nab, Sally punya dua saudara laki-laki, Ben dan
Charley. Saya sudah menceritakan kepada Anda tentang mereka.
"Ben penulis untuk pertunjukan TV saya, dan Charley jnenjadi produser. Mereka
berdua orang jenius. Sampai saat ini saya sudah tujuh tahun di udara. Dan kami
selalu termasuk sepuluh terbesar menurut Nielsen. Saya cukup cerdik untuk
mengawini anggota keluarga seperti itu, huh?
"Wanita pada umumnya menjadi gemuk dan ceroboh setelah berbasil menjerat
suami. Tapi Sally—semoga Tuhan memberkatinya—sekarang bahkan lebih
langsing daripada waktu kami menikah. Gadis yang hebat!.... Punya rokok?"
"Ini. Saya kira Anda sudah berhenti merokok?9
"Saya hanya ingin menunjukkan kepada diri saya sendiri bahwa saya memiliki
kemauan keras, maka saya berhenti merokok. Sekarang saya merokok karena
saya ingin.... Kemarin saya membuat kontrak baru. Saya benar-benar sangat
menguntungkan mereka. Apakah waktu saya sudah habis?" "Belum. Apakah
Anda merasa gelisah, Skeet?" "Terus terang, Manis, saya merasa dalam kondisi
yang sangat sempurna sehingga tidak tahu untuk apa saya datang ke sini lagi."
"Tidak ada kesulitan lagi?" "Saya? Dunia ini kulit kerang saya, dan saya
Diamond Jim Brady. Saya harus meneruskan resepnya kepada Anda. Anda
benar-benar menolong saya. Anda sahabat saya. Dengan uang seperti yang Anda
dapatkan, mungkin saya him membuat usaha sendiri, huh?.... Saya jadi teringat
kepada cerita orang yang pergi ke seorang psikoanalis, tapi dia begitu kalut
sehingga hanya berbaring di sofa dan tidak mengatakan apa-apa. Setelah satu
jam si pengerut kepala berkata, 'Ongkosnya lima puluh dollar.' Nah, demikian
berlangsung terus selama dua tahun dan orang ini tetap tidak mengatakan apa-
apa. Akhirnya suatu hari orang ini membuka mulutnya dan berkata, Dokter—
boleh saya bertanya?' 'Tentu saja,' jawab si Dokter. Dan orang ini bertanya,
'Anda butuh patner?' " Tertawa keras.
"Anda mau memberikan suntikan aspirin atau apa?"
"Tentu saja. Anda merasa sakit kepala lagi?"
"Tidak ada yang tidak bisa diatasi, Kawan.... Terima kasih. Tapi itu akan
membantu."
"Menurut pendapat Anda apa yang menyebabkan sakit kepala ini?"
"Hanya ketegangan bisnis pertunjukan yang biasa saja.... Tadi siang kami
melakukan pembacaan naskah."
"Itu yang membuat Anda tegang?"
"Saya? Persetan, tidak f Kenapa saya harus tegang? Kalau leluconnya jelek, saya
mengernyitkan dahi dan mengedipkan mata kepada penon-
173
ton, dan mereka pun mau menelannya. Tidak peduli sejelek apa pun
pertunjukannya, si Skeet selalu berbau harum seperti bunga mawar."
"Mengapa Anda mengira bahwa A nda sakit kepala setiap mingguf**
"Sialan, mana saya tabu? Yang jadi dokter kan Anda. Anda yang mengatakan
kepada saya. Saya tidak membayarmu supaya duduk saja selama satu jam
mengajukan pertanyaan yang tolol. Ya, Tuhan, kalau menyembuhkan sakit
kepala biasa saja tidak bisa, mengapa mereka membiarkan orang tolol seperti
kau berkeliaran mengacaukan hidup orang? Di mana kau mendapat ijazah
doktermu? Di sekolah dokter hewan? Saya tidak akan mempercayakan kucing
saya kepadamu. Kau dukun palsu!
"Satu-satunya alasan mengapa mula-mula saya \ datang ke sini hanya karena
saya diberaki Sally, i Hanya dengan cara itu saya bisa menghindari dia. Kau tahu
bagaimana definisi neraka? Kawin dengan sundal kurus kering jelek selama lima
belas tahun. Kalau kau mencari orang lebih j banyak untuk ditipu, ambillah
kedua iparku yang tolol: Ben dan Charley. Ben, penulis saya, tidak bisa
membedakan pangkal dan ujung pada pen- j si!—dan saudaranya bahkan lebih
tolol....
"Mudah-mudahan keduanya segera mampus. Mereka ingin mencelakakan saya.
Kaukir a saya suka padamu? Kau orang yang busuk! Kau orang sombong sialan,
duduk di situ dan melihat ke bawah kepada setiap orang. Kau. sendiri tidak
punya kesulitan, bukan f Kau tahu apa sebabnya?
Sebab kau tidak ada di dunia yang nyata. Kau ada di luarnya. Yang kaulakukan
hanya duduk sepanjang hari mencuri uang dari orang sakit. Nah, saya yang akan
menghancurkanmu, Bangsat. Kau akan saya laporkan kepada AM A..." Tersedu-
sedu.
"Ingin sekali saya tidak membaca naskah sialan ini." Sunyi.
"Nah—tenang saja. Sampai minggu depan, Sayang."
Judd mematikan tape recorder. Skeet Gibson, pelawak Amerika yang paling
disukai, sebenarnya harus sudah dimasukkan ke rumah sakit jiwa sepuluh tahun
yang lalu. Kegemarannya memukuli gadis panggung muda yang berambut
pirang dan berkelahi di rumah minum.
Skeet bertubuh kecil, tapi dia bekas petinju bayaran dan tahu benar cara
menyakiti orang. Salah satu olahraga yang paling disukainya ialah masuk ke bar
yang ramai, memancing seorang homoseks masuk ke kamar kecil dan
memukulinya sampai pingsan.
Beberapa kali Skeet ditangkap polisi, tapi perkaranya selalu dipetieskan.
Bagaimanapun juga, dia pelawak yang paling dicintai di Amerika. Penyakit gila
Skeet cukup parah sehingga bisa membunuh, dan kalau marah dia sanggup
membunuh orang.
„n demikian Judd berpendapat bahwa n L Sak cukup berdarah dingin sehingga
mau SSun Was dendam. Dan Judd vak» EL di situlah letak kuna perbannya Siap,
.* „,„„ berusaha membunuhnya, bukan
mm tuea yang wluJ n_, , . .
«rdoroog oleh panasnya nafsu Pembunuh uu melakukan usahanya secara
metodis dan dengan darah dingin. Benar-benar seorang gila. Tapt bukan orang
gua yang terdorong oleh
11
Telepon berdering. Ternyata agen teleponnya. Mereka bisa menghubungi semua
pasien, kecuali Anne B lake. Judd mengucapkan terima kasih kepada operator
dan meletakkan telepon.
Jadi hari ini Anne akan tetap datang. Pikiran Judd merasa terganggu karena
kebahagiaan tak beralasan yang disebabkan oleh ingatan akan bertemu dengan
Anne. Dia harus ingat bahwa Anne hanya datang karena dia memintanya, selaku
dokter. Judd duduk sambil memikirkan Anne.... Betapa sedikitnya yang dia
ketahui tentang diri Anne....
Dia memasang pita rekaman Anne pada tape recorder dan mendengarkannya. Itu
rekaman kunjungan Anne yang pertama.
"Sudah merasa enak. Nyonya Blake. Ya, terima kasih"
"Cukup rileksi"
"Ya."
"Tapi tangan Anda mengepali^ "Mungkin saya sedikit tegang. Karena apa t"
Lama sekali sunyi.
"Ceritakan tentang kehidupan rumah tangga Anda. Anda menikah selama enam
bulan." "Ya."
"Teruskan."
"Saya menikah dengan laki-laki )'ar7S hebat. Kami tinggal di sebuah rumah
yang indah."
"Seperti apa rumahnya?"
"Seperti rumah di pedalaman Prancis... tempat yang sangat indah. Ada jalan
taman yang panjang memutar menuju ke rumah. Tinggi di puncak atap ada ayam
jago perunggu yang lucu, ekornya sudah hilang. Saya rasa ada pemburu yang
menembaknya sudah lama berselang. Tanah kami kira-kira seluas lima are,
sebagian besar ditanami pohon. Saya senang berjalan-jalan di sekitar tanah kami.
Rasanya seperti hidup di pedesaan."
"Anda senang alam pedesaan??
"Senang sekali."
"Suami Anda juga?*'
"Saya rasa dia juga suka."
"Biasanya orang tidak akan membeli tanah seluas lima are di pedalaman kalau
tidak mencintai alam pedesaan."
"Dia mencintai saya. Dia membelinya untuk saya. Dia sangat dermawan"
"Mari kita bicara tentang dia."
Sunyi.
"Apakah dia tampan?" "Anthony tampan sekali" Judd merasakan tikaman
kecemburuan yang tak beralasan, dan menyimpang dari profesinya.
"Anda berdua serasi secara fisik?" Pertanyaan ini seperti ujung lidah menyentuh
gigi yang sakit. "Ya."
Judd bisa membayangkan seperti apa Anne di tempat tidur: menyenangkan,
penuh sifat kewanitaan dan penyerahan. Ya, Tuhan, pikirnya, jangan teruskan
bahan percakapan ini.
"Anda ingin punya anak?"
"Oh, ya."
"Suami Anda juga?" "Ya, tentu saja."
Lama sekali sunyi, hanya terdengar suara pita yang berputar. Kemudian,
"Nyonya Blake, Anda datang menemui saya karena Anda punya problem yang
gawat. Ini menyangkut suami Anda,
bukan?" au
Sunyi.
"Nah, saya menduga pasti demikian. Dari apa yang sudah Anda katakan kepada
saya tadi, Anda saling mencintai. Anda berdua saling setia, sama-sama ingin
mempunyai anak. Anda tinggal di rumah yang indah. Suami Anda sukses,
tampan, dan sangat memanjakan Anda. Anda baru menikah selama enam bulan.
Saya kuatir ini seperti lelucon usang: 'Apa problem saya, Dokter?'"
Sunyi lagi, kecuali bunyi pita yang berputar. Akhirnya Anne bicara.
"Ini... ini bagi saya sangat sulit dibicarakan. Saya mengira akan bisa
membicarakannya dengan orang lain, tapi..." Judd masih ingat benar, waktu itu
Anne
memutar tubuhnya di sofa agar bisa melihat] kepadanya dengan matanya yang
lebar.
"... ternyata lebih sulit. Ketahuilah"--sekarang Anne berbicara lebih cepat,
berusaha mendo- f b rak tembok pemisah yang menyebabkan dia terdiam—"saya
ikut mendengar sesuatu dan saya ] —soya dengan mudah bisa salah menarik
kesim- j pulan."
"Sesuatu yang ada hubungannya dengan kehi- j dupan suami Anda? Tentang
seorang wanita?" \ "Bukan." "Bisnisnya?** "Ya...."
"Anda merasa dia berdusta tentang sesuatu? Berusaha mengalahkan seseorang
dalam urusan bisnis?"
"Sesuatu seperti itu."
Sekarang Judd merasa mendapat landasan yang lebih kuat. "Dan itu
menyebabkan kepercayaan Anda kepadanya mulai goyah. Anda melihat sisi lain
dari pribadinya, yang sebelumnya tidak pernah Anda lihat."
"Saya—saya tidak bisa membicarakannya. Bahkan berada di sini saja
menyebabkan saya merasa tidak setia terhadapnya. Tolong jangan tanyakan apa-
apa lagi kepada saya hari ini, Dokter Stevens."
Dengan kalimat ini pembicaraan mereka berakhir. Judd mematikan tape
recorder.
Jadi rupanya suami Anne main kayu dalam urusan bisnis. Bisa jadi dia menipu
dalam urusan
pembayaran pajak. Atau menekan perusahaan lain sehingga bangkrut. Maka
cukup wajar kalau Anne merasa kalut karenanya. Anne wanita yang perasa.
Kepercayaan kepada suaminya pasti goyah.
Judd memikirkan suami Anne sebagai orang yang mungkin bisa menjadi
tertuduh. Dia punya usaha konstruksi. Judd tidak pernah bertemu dengan dia.
Tapi apa pun juga problem bisnis yang melibatkan diri suami Anne, Judd tidak
yakin bahwa itu ada hubungannya dengan John Hanson, Carol Roberts, atau
Judd sendiri.
Bagaimana dengan Anne sendiri? Mungkinkah wanita ini seorang psikopat?
Seorang yang gila membunuh? Judd bersandar ke kursinya dan berusaha
memikirkan Anne secara objektif.
Dia tidak mengetahui apa pun tentang Anne, kecuali yang dikatakannya sendiri.
Latar belakangnya mungkin tidak nyata, hanya karangannya sendiri. Tapi apa
untungnya kalau dia berbuat demikian? Kalau ini hanya permainan sandiwara
untuk menutup-nutupi pembunuhan, pasti harus ada motifnya.
Kenangan akan wajah dan suara Anne memenuhi pikiran Judd. Dia tahu bahwa
Anne tidak mungkin ada sangkut-pautnya dengan semua ini. Dia berani
mempertaruhkan nyawanya untuk membela kesimpulan ini. Ironi dari
kalimatnya membuat Judd tersenyum.
Dia bangkit dan mengambil pita rekaman Teri Washburn. Mungkin di situ masih
ada sesuatu yang lolos dari perhatiannya.
Akhir-akhir ini Teri mendapat waktu terapi tambahan atas permintaannya
sendiri. Apakah Teri mendapat tekanan baru yang belum dikatakan kepadanya?
Karena terlalu sibuk memikirkan soal seks, maka kemajuan Teri sulit diketahui
dengan cepat. Walaupun demikian—mengapa tiba-tiba saja Teri mendesak minta
sering bertemu dengannya?
Judd mengambil salah satu pita rekaman secara untung-untungan, dan
menyetelnya.
"Mari kita bicara tentang perkawinanmu, Teri. Kau sudah menikah sebanyak
lima kali."
"Enam, tapi siapa yang peduli f"
"Kau setia kepada suami-suamimu ?'
Tertawa.
"Kau membangkitkan nafsu saya saja. Tidak satu pun laki-laki di dunia yang
bisa memuaskan saya. Ini secara fisik."
"Apa yang kaumaksudkan dengan 'secara fisik'?'
"Maksud saya mengenai pembawaan fisik saya, keadaan jasmani saya. Saya
punya lubang yang gatal dan harus selalu disumbat setiap saat."
"Kau percaya itu?'
"Bahwa lubang saya harus selalu disumbat?"
"Bahwa secara fisik kau berbeda dengan wanita yang lain."
"Tentu saja. Dokter di studio mengatakan begitu kepada saya. Ini ada
hubungannya dengan suatu kelenjar atau apa." Dia berhenti sebentar. "Dt tempat
tidur dia payah."
"Saya sudah memeriksa semua catatanmu. Secara fisiologis tubuhmu normal
dalam segala-galanya."
"Persetan dengan catatan, Charley. Mengapa kau tidak membuktikan sendiri?'
"Kau pernah merasa mencintai seseorang, Teri?* "Saya rasa saya bisa jatuh cinta
kepadamu*** Sunyi.
"Jangan memandangi saya begitu rupa. Ini bukan salah saya. Saya sudah bilang,
ini karena pembawaan jasmani saya. Saya selalu kelaparan."
"Saya percaya. Tapi bukan jasmanimu yang kelaparan, melainkan emosimu."
"Saya tidak pernah bersetubuh karena emosi. Kau mau merangsang emosi saya?'
"Tidak."
"Lalu kau mau apa?' "Menolongmu."
"Mengapa kau tidak datang ke sini saja dan duduk di sisi saya?' "Waktu sudah
habis untuk hari ini."
Judd mematikan tape recorder. Dia teringat dengan dialog mereka ketika Teri
menceritakan mengenai kariernya sebagai bintang besar, dan pada waktu itu dia
bertanya mengapa Teri meninggalkan Hollywood.
"Saya menampar seorang konyol dalam pesta mabuk-mabukan," kata Teri waktu
itu. "Dan ternyata dia seorang Tuan Besar. Akibatnya dia mendepak saya keluar
dari Hollywood."
Judd tidak mendesak lebih jauh pada waktu itu, i sebab dia lebih tertarik kepada
latar belakang \ kehidupan rumah tangganya. Dan bahan perca-1 kapan itu pun
tidak pernah disinggung-singgung \ lagi.
Kini Judd merasakan keragu-raguan kecil me-j narik-nariknya. Seharusnya dulu
dia menyelidiki J lebih lanjut. Dia memang tidak pernah merasa i tertarik kepada
Hollywood, kecuali dengan rasa tertarik seperti yang dirasakan oleh Dokter
Louis j Leaker atau Margaret Mead kepada penduduk ask i Patagonia, misalnya.
Siapa yang tahu mengenai Teri Washburn, bintang film yang menggiurkan?
Norah Hadley seorang penggemar bioskop, j Judd pernah melihat koleksi
majalah film di rumahnya, dan menggoda Peter mengenai koleksi ini. Waktu itu
sepanjang sore Norah mati-matian mempertahankan Hollywood. Judd
mengangkat telepon dan memutar sesuatu
"Halo," kata judd.
"Juddl" Suara Norah sangat ramah dan hangat. "Kau menelepon untuk
mengatakan kau akan datang makan malam di sini." "Itu akan segera saya
lakukan/' "Sebaiknya begitu," kata Norah. "Saya sudah berjanji kepada Ingrid.
Dia cantik sekali."
Judd yakin bahwa Ingrid memang cantik. Tapi tidak seperti kecantikan Anne.
"Sekali lagi kau membatalkan kencan dengan dia, kita akan perang dengan
Swedia."
"Itu takkan terjadi lagi.**
"Kau sudah tidak teringat kecelakaan itu lagi?"
"Oh, ya."
"Itu sungguh peristiwa yang mengerikan.** Ada nada ragu-ragu dalam suara
Norah. "Judd... tentang Hari Natal. Aku dan Peter ingin sekali kau
merayakannya bersama kami. Ayolah!"
Judd merasakan dadanya sesak seperti dulu lagi. Tiap tahun mereka selalu
membujuk Judd. Peter dan Norah adalah sahabat Judd yang paling dekat.
Mereka amat khawatir mengenai Judd yang selalu melewatkan malam Natal
sendirian, berjalan di tengah orang yang tidak dikenal, membaurkan diri di
tengah orang banyak, memaksa dirinya terus bergerak supaya lelah dan tidak
bisa berpikir lagi.
Ya, setiap tahun Judd seperti mengulangi hari berkabung, membiarkan dirinya
dicekam kesedihan, sampai kesedihan mencabik-cabik tubuhnya. Kau terlalu
mendramatisir kesedihanmu, kata Judd kepada dirinya sendiri.
"Judd...."
Judd mendehem. "Maaf, Norah." Judd tahu bahwa Norah sangat memikirkan
keadaannya. "Mungkin Natal yang akan datang."
Norah berusaha menyembunyikan rasa kecewanya.
"Baiklah. Akan aku katakan kepada Peter." "Terima kasih."
Tiba-tiba Judd teringat maksudnya menelepon Norah.
"Norah—kau tahu siapa Teri Washburn?"
'Teri Washburn? Bintang film? Mengapa kau-tanyakan dia?"
"Saya—saya melihat dia di Madison Avenue pagi tadi."
"Dia sendiri? Sungguh?"
Norah kedengaran seperti anak-anak yang sangat gembira.
"Bagaimana rupanya? Tua? Muda? Kurus? Gemuk?"
"Kelihatannya dia masih cantik. Dulu dia bintang film yang cukup besar,
bukan?"
"Cukup besar? Teri Washburn bintang film yang terbesar dan dalam segala-
galanya, kalau kau tahu maksudku."
"Apa yang menyebabkan gadis seperti dia meninggalkan Hollywood?"
"Sebenarnya dia tidak meninggalkan Hollywood. Dia didepak ke luar."
Jadi Teri tidak bohong. Judd merasa lebih senang.
"Kalian para dokter selalu membenamkan kepala dalam pasir, bukan? Teri
Washburn terlibat dalam salah satu skandal paling panas di Hollywood."
"Benar?" kata Judd. "Apa yang terjadi?" "Dia membunuh pacarnya."
12
Hujan salju mulai turun lagi. Dari jalan sejauh lima belas lantai di bawahnya,
suara lalu lintas mengambang ke atas dan diperlunak oleh salju yang
beterbangan seperti kapas dalam angin dingin. Di kantor yang lampunya
menyala di seberang jalan dia melihat seorang sekretaris sedang menurunkan
tirai jendela, mukanya tampak samar-samar.
"Norah —yang kaukatakan benar?"
"Kalau sudah sampai kepada soal Hollywood, kau sedang berbicara dengan
ensiklopedi berjalan, Sayang. Teri hidup bersama dengan pimpinan Studio
Continental, tapi di samping itu Teri juga mempunyai simpanan seorang asisten
sutradara. Suatu malam Teri memergoki pacar gelapnya ini berbuat serong, maka
pacarnya ini d i tikamnya sampai mati. Pimpinan studio berusaha mati-matian
merahasiakan insiden ini, membayar banyak orang agar peristiwa ini bisa
dianggap sebagai kecelakaan. Sebagian dari persetujuan yang harus dipenuhi
ialah Teri harus meninggalkan Hollywood dan tidak kembali lagi untuk selama-
lamanya. Dan Teri memang tidak pernah kembali ke sana lagi."
Judd memandang hampa ke arah telepon.
"Judd, kau masih mendengarkan ?"
"Ya, saya masih mendengarkanmu.**
"Kau kedengaran aneh."
"Di mana kau mendengar semua-ini?"
"Mendengar? Ceritanya dimuat di semua surat kabar dan majalah film. Semua
orang tahu tentang peristiwa itu."
Kecuali dia!
"Terima kasih, Norah," kata Judd. "Sampaikan salamku kepada Peter.** Dia
meletakkan telepon.
Jadi itulah "insiden kecil" yang menyebabkan Teri harus meninggalkan
Hollywood. Teri Washburn membunuh orang, dan tidak pernah menceritakan
kepadanya. Dan kalau dia sudah pernah membunuh....
Judd mengambil catatan dan menuliskan 'Teri Washburn".
Telepon berdering.
Judd mengangkatnya. "Dokter Stevens...." "Hanya mengecek apakah Anda baik-
baik saja."
Yang meneleponnya Detektif Angeli. Suaranya masih parau karena pilek.
Judd merasa berterima kasih. Ada orang yang selalu mendampinginya,
"Ada sesuatu yang baru?"
Judd ragu-ragu. Rasanya dia tidak perlu merahasiakan tentang bom yang
dipasang di mobilnya.
"Mereka mencoba lagi." Judd menceritakan kepada Angeli tentang Moody dan
bom yang
dipasang pada mesin mobilnya. "Ini akan kinkan McGreavy," kata Judd menutup
ceritam
"Di mana bomnya sekarang?" tanya Angeli penuh rasa ingin tahu.
Judd ragu-ragu. "Sudah dibongkar."
"Sudah diapakanV tanya ngeli tidak percaya. "Siapa yang melakukan?"
"Moody. Katanya itu tidak penting."
"Tidak pentingl Dia kira Dinas Kepolisian ini untuk apa? Mungkin kami bisa
mengetahui siapa yang memasang bom ini dengan melihatnya. Kami punya arsip
tentang M.O."
"M.O.?"
"Modus operandi. Orang punya kebiasaan mengikuti pola tertentu dalam
pekerjaannya. Kalau mereka melakukan sesuatu dengan suatu cara pada
kesempatan pertama, kemungkinan mereka akan terus memakai cara itu—saya
tidak perlu menerangkannya kepada Anda."
'Tidak usah," kata Judd, tenggelam dalam pikirannya. Tentunya Moody juga tahu
tentang, hal itu. Adakah suatu alasan mengapa dia tidak ingin menunjukkan bom
kepada McGreavy.
"Dokter Stevens—bagaimana Anda sampai memakai Moody?"
"Saya menemukan namanya dalam halaman kuning." Bahkan untuk
mengatakannya saja kedengarannya sudah menggelikan.
Judd bisa mendengar Angeli menelan ludah. "Oh. Kalau begitu Anda sama
sekali tidak mengenal dia sedikit pun."
"Saya tahu dia bisa dipercaya. Mengapa?"
"Saat sekarang ini," kata Angeli, "saya tidak berpendapat Anda boleh
mempercayai siapa pun."
"Tapi Moody tidak mungkin mempunyai sangkut-paut dengan semua ini. Ya,
Tuhan! Saya mengambil dia dari buku petunjuk telepon, dan secara untung-
untungan."
"Saya tidak peduli bagaimana cara Anda mengambilnya. Ada sesuatu yang
berbau busuk di sini. Moody mengatakan bahwa dia memasang perangkap untuk
menjebak siapa saja yang mengejar-ngejar Anda. Tapi dia tidak menutup
perangkap walaupun umpan sudah dimakan, jadi kita tidak bisa menangkap
siapa pun. Kemudian dia menunjukkan kepada Anda sebuah bom dalam mobil
Anda, yang mungkin dipasang oleh dia sendiri. Dengan demikian dia berhasil
merebut kepercayaan Anda. Betul?"
''Saya rasa Anda bisa melihatnya dari segi itu," kata Judd. "Tapi...."
"Mungkin saja sahabat Anda itu, Moody, benar-benar jujur. Tapi mungkin juga
dia itu memperdayakan Anda, Saya ingin Anda tetap bersikap wajar tapi hati-
hati, sampai kita mengetahui segalanya."
Moody memperdayakannya? Ini sulit dipercaya. Walaupun demikian Judd masih
teringat akan keragu-raguannya dulu ketika dia berpendapat bahwa Moody
memasukkannya ke dalam perangkap.
"Apa yang harus saya lakukan?" tanya Judd. "Bagaimana kalau Anda pergi ke
luar kota saja. Maksud saya benar-benar pergi ke luar kota." "Saya tidak bisa
meninggalkan pasien." "Dokter Stevens...."
"Lagi pula," Judd menambahkan, "itu takkan memecahkan masalah, bukan?
Saya bahkan tidak tahu, saya melarikan diri dari apa. Setelah kembali, saya
harus memulainya lagi dari awal."
Sunyi sesaat.
"Anda benar," kata Angeli kemudian. Lalu dia menghela napas dan bersin.
Penyakit pileknya cukup parah juga. "Kapan Anda akan mendengar kabar dari
Moody lagi?"
"Saya tidak tahu. Dia merasa mempunyai gagasan siapa yang mendalangi semua
ini."
"Pernahkah Anda berpikir bahwa siapa pun yang mendalangi semua ini bisa
membayar Moody jauh lebih banyak daripada yang Anda bayarkan kepadanya?"
Suara Angeli terasa mengandung tekanan. "Kalau dia meminta Anda
menemuinya, telepon saya. Satu atau dua hari ini saya masih harus istirahat di
rumah. Apa pun juga yang Anda lakukan, Dokter, jangan temui dia sendirian!"
"Anda membuat kesimpulan tanpa landasan," Judd menangkis, "fclanya karena
Moody mengambil bom dari mobil saya...."
"Masih ada yang lebih dari itu," kata Angeli. "Saya mempunyai dugaan Anda
salah mengambil orang."
"Saya akan menelepon Anda kalau mendengar kabar dari dia," Judd berjanji.
Telepon pun diletakkan.
Pikiran Judd benar-benar terguncang. Apakah Angeli terlalu besar rasa
curiganya? Tapi masuk akal juga apa yang dikatakan Angeli, bahwa Moody
berbohong kepadanya dalam hal bom semata-mata hanya karena untuk merebut
kepercayaan Judd. Dengan demikian langkah selanjutnya akan lebih mudah.
Yang perlu dilakukan Moody tinggal menelepon Judd dan mengajaknya bertemu
di tempat sunyi dengan dalih dia mempunyai suatu bukti untuknya. Kemudian....
Judd menggigil.
Mungkinkah dia membuat kesalahan dalam menarik kesimpulan tentang watak
Moody? Dia teringat akan reaksinya waktu pertama kali bertemu dengan Moody.
Menurut pendapatnya waktu ku Moody seorang yang tidak pintar dan tidak
terlalu cerdik. Kemudian dia sadar bahwa rupa lahiriahnya yang seperti orang
tolol hanya topeng untuk menyembunyikan otaknya yang sangat cerdas.
Tapi itu tidak berarti bahwa Moody bisa dipercaya. Walaupun demikian,... Judd
mendengar suara seseorang di balik pintu ruangan penerima tamu dan dia
melihat ke jam tangannya. Annel Cepat-cepat dia menyimpan semua pita
rekaman dan menguncinya. Lalu dia berjalan ke pintu dan membukanya.
Anne berdiri di gang. Dia mengenakan setelan
rok berwarna biru laut yang potongannya sangat bagus, dan topi kecil yang
kelihatan seperti bingkai di sekeliling wajahnya. Rupanya Anne sedang
melamun, tidak sadar dipandangi oleh Judd.
Cukup lama juga Judd mengamati Anne, meresapi kecantikannya. Dicobanya
menemukan ketidaksempurnaan, suatu alasan untuk meyakinkan dirinya bahwa
Anne tidak cocok untuknya —bahwa suatu hari kelak dia akan menemukan
wanita yang lebih serasi untuknya. Seperti rubah yang berpendapat bahwa
anggur rasanya masam, hanya karena tidak bisa meraihnya. Bapak psikiatri
bukan Freud—tapi Aesopus, yang mengarang fabel ini.
"Halo," kata Judd.
Anne mengangkat wajahnya, terkejut sesaat. Kemudian dia tersenyum. "Halo."
"Silakan masuk, Nyonya Blake."
Anne masuk ke ruang praktek, tubuhnya bersentuhan dengan Judd. Dia menoleh
dan memandang Judd dengan matanya yang berwarna ungu indah.
"Mereka sudah menemukan sopir yang menabrak lari?"
Wajah Anne memancarkan rasa prihatin, cemas, dan benar-benar memperhatikan
keadaan
Judd. , , , • •
Sekali lagi Judd merasa terdorong oleh keinginan gila untuk menceritakan
segala-galanya kepada Anne. Tapi dia masih sadar bahwa dia tiduk bisa
berbuat begitu. Paling-paling itu hanya merupakan tipu muslihat murahan untuk
merebut simpatinya. Dan kemungkinan yang lebih buruk, hal ini hanya akan ikut
melibatkan Anne ke dalam bahaya yang tidak diketahui.
"Belum." Judd mengisyaratkan agar Anne duduk di sebuah kursi.
Anne memperhatikan wajah Judd. "Anda kelihatan sangat lelah. Apakah Anda
harus kembali bekerja begitu cepat?"
Ya, Tuhan. Rasanya dia tidak tahan menerima simpatinya. Pada saat ini belum.
Dan bukan dari Anne.
Judd berkata, "Saya baik-baik saja. Hari ini semua janji dengan pasien saya
batalkan. Tapi agen saya tidak bisa menghubungi Anda."
Sejenak air muka Anne menunjukkan rasa sesal. Dia kuati r kedatangannya akan
mengganggu. Anne—mengganggu. "Saya menyesal sekali. Kalau Anda lebih
suka saya pergi...."
"Ah, jangan," kata Judd cepat-cepat. "Saya bahkan gembira Anda tidak bisa
dihubungi." Ini terakhir kalinya dia melihat Anne. "Bagaimana perasaan Anda?"
tanyanya.
Anne ragu-ragu. Dia kelihatan akan mengucapkan sesuatu, tapi kemudian
mengurungkan niatnya. "Perasaan saya agak kacau," katanya.
Anne melihat kepada Judd dengan pandangan aneh. Pada air mukanya terdapat
sesuatu yang bisa menyentuh perasaan yang sudah lama dilupakan, tapi hampir
bisa diingatnya kembali. Judd
merasakan kehangatan mengalir dari diri Anne, dan juga merasakan kerinduan
fisik yang sangat kuat....
Tiba-tiba Judd menyadari apa yang sedang dilakukannya. Dia tenggelam dalam
emosinya sendiri karena perasaan terhadap Anne. Saat itu dia merasa menjadi
orang tolol, seperti mahasiswa kedokteran yang baru duduk di tingkat satu.
"Kapan Anda berangkat ke Eropa?" Judd bertanya.
"Pada pagi Hari Natal."
"Hanya Anda dengan suami?" Judd benar-benar merasa dirinya tolol, sampai
bicaranya pun sekenanya saja.
"Anda akan pergi ke mana saja?"
"Stockholm, Paris, London, dan Roma."
Ingin sekali aku menunjukkan kota Roma kepadamu, pikir Judd. Dia pernah
tinggal di sana selama setahun, berpraktek di sebuah rumah sakit Amerika. Ada
sebuah restoran tua yang fantastis bernama Cybele dekat Taman Tivoli, tinggi di
puncak gunung. Di situ juga ada sebuah kuil kuno, tempat orang bisa duduk-
duduk di bawah sinar matahari sambil melihat ratusan merpati liar beterbangan
di atas tebing curam.
Dan Anne akan pergi ke Roma dengan suaminya.
"Ini akan merupakan bulan madu kedua," kata Anne. Ada ketegangan dalam
suaranya, begitu samar sehingga Judd hampir mengira bahwa itu hanya
khayalannya belaka. Telinga yang tidak terlatih takkan bisa menangkapnya.
Judd memperhatikan Anne lebih cermat. Di luarnya dia kelihatan tenang dan
normal, tapi di
balik itu Judd bisa merasakan adanya ketegangan. Kalau keadaan seperti ini
diibaratkan sebagai lukisan seorang wanita yang sedang dipenuhi rasa cinta dan
akan pergi ke Eropa untuk berbulan madu kedua, maka satu bagian dari lukisan
itu pasti ada yang hilang.
Tiba-tiba Judd tahu bagian mana yang hilang itu.
Tidak ada kegembiraan dalam diri Anne. Seandainya ada pun, maka
kegembiraan ini tertutup di balik bayangan perasaan yang lebih kuat.
Kesedihan? Penyesalan?
Judd sadar bahwa dia sedang memandangi Anne. "Berapa—berapa lama Anda
akan pergi?"
Senyum simpul tersungging pada bibir Anne, seakan-akan dia tahu apa yang
dipikirkan Judd.
"Saya tidak tahu pasti," jawab Anne murung. "Rencana Anthony tidak bisa
dipastikan."
"Begitu."
Judd melihat ke bawah memandangi permadani, sedih. Dia harus mengakhiri
semua ini. Harus dicegah jangan sampai Anne pergi dengan pendapat bahwa dia
seorang yang sangat tolol. Yang paling baik menyuruh Anne pergi sekarang
juga.
"Nyonya Blake...." Judd memulai.
"Ya?"
Judd berusaha supaya suaranya kedengaran tetap gembira. "Sebenarnya saya
menyuruh Anda kembali ke sini dengan dalih palsu. Sebenarnya
Anda sudah tidak perlu menemui saya lagi. Saya hanya ingin—ingin
mengucapkan selamat berpisah," kata Judd terbata-bata.
Sungguh aneh dan sangat mengherankan sekali, uba-tiba ketegangan kelihatan
lenyap dari diri Anne.
"Saya tahu," kata Anne perlahan. "Saya juga ingin mengucapkan selamat
berpisah." Ada sesuatu dalam suara Anne yang menyentuh perasaan Judd lagi.
Anne bangkit berdiri. "Judd...."
Anne menengadah, menatap mata Judd. Dan Judd bisa melihat pada mata Anne
bahwa ia pasti mengetahui perasaan hati Judd terhadap dirinya. Perasaan sama
yang mungkin juga dimiliki Anne. Keduanya tidak mungkin lagi menutup-
nutupi kenyataan yang ada di antara mereka. Judd melangkah mendekati Anne,
kemudian berhenti. Dia tidak boleh melibatkan Anne ke dalam bahaya yang
sedang mengelilinginya.
Waktu akhirnya bisa mengeluarkan kata-kata, suara Judd kedengaran hampir
terkontrol sebaik-baiknya. "Kirimi saya kartu pos dari Roma."
Anne memandangi Judd lama sekali. "Jagalah dirimu baik-baik, Judd."
Judd mengangguk, tidak berani mengucapkan
apa pun. Dan Anne pun pergi.
Telepon berdering tiga kali, dan barulah Judd mendengarnya. Telepon
diangkatnya. "1 ¦ Anda Dok?" Yang meneleponnya cernya-
ta Moody. Suaranya seakan melompat dari tele- j pon, nyaring, dan penuh
kegelisahan. "Anda sendirian?" "Ya."
Ada nada aneh dalam kegelisahan Moody, yang tidak bisa dikenali oleh Judd.
Waspada? Takut?
"Dok—masih ingat saya pernah mengatakan kepada Anda bahwa saya
mempunyai dugaan siapa yang mungkin mendalangi ini?"
"Ya...."
''Saya ternyata benar."
Judd tiba-tiba merasakan sekujur badannya menggigil. "Anda tahu siapa yang
membunuh Hanson dan Carol?"
"Yah. Saya tahu siapa. Dan saya tahu mengapa. Anda sasaran berikutnya,
Dokter."
"Coba katakan...."
"Tidak melalui telepon," kata Moody. "Sebaiknya kita bertemu di suatu tempat
dan membicarakannya. Datanglah sendirian." DATANG SENDIRIAN! "Anda
masih mendengarkan?" tanya Moody. "Ya," jawab Judd cepat-cepat. Apa yang
dikatakan Angeli? Apa pun juga yang Anda lakukan, Dokter, jangan temui dia
sendirian. "Mengapa kita tidak bisa bertemu di sini saja?" tanya Judd, mengulur
waktu.
"Saya selalu dibuntuti orang. Saya sudah berhasil melepaskan diri dari orang
yang membuntuti saya. Sekarang saya menelepon dari Perusahaan Pengepakan
Daging Five Star. Letaknya di 23rd
Street, sebelah barat Tenth Avenue. Tidak terlalu jauh, Dok."
Judd masih belum percaya Moody memasang perangkap untuknya. Dia
memutuskan ingin menguji Moody. "Saya akan mengajak Angeli."
Suara Moody terdengar sangat tajam. "Jangan mengajak siapa pun. Datanglah
sendirian."
Itulah dia.
Judd membayangkan si Buddha kecil yang gemuk di ujung telepon sebelah sana.
Sahabatnya yang minta bayaran lima puluh doEar sehari ditambah pengeluaran-
pengeluaran ekstra, akan menyerahkannya kepada pembunuh.
Judd tetap menahan diri supaya suaranya tetap terkontrol. "Baiklah," katanya.
"Saya akan datang." Dia mencoba mengajukan pertanyaan terakhir. "Anda yakin
benar bahwa Anda tahu siapa yang mendalangi semua ini, Moody?"
"Sangat yakin, Dok. Anda sudah pernah mendengar tentang Don Vinton?" Dan
Moody meletakkan telepon.
Judd berdiri saja, mencoba menguasai perasaannya yang tiba-tiba bergejolak.
Dia mencari nomor telepon rumah Angeli, kemudian memutar teleponnya.
Telepon berdering lima kali, dan Judd merasa panik jangan-jangan Angeli tidak
di rumah. Beranikah dia menemui Moody sendirian?
Kemudian dia mendengar suara Angeli yang sengau. "Halo."
"Judd Stevens. Moody baru saja menelepon."
Suara Angeli kedengaran gugup. "Apa katanya?"
Judd ragu-ragu. Dia merasa harus setia karena alasan yang tidak dipahaminya,
dan—ya, dia juga merasa menyukai—orang gemuk yang merencanakan untuk
membunuhnya dengan darah dingin.
"Dia minta saya menemuinya di Perusahaan Pengepakan Daging Five Star.
Letaknya di 23 rd Street, dekat Tenth Avenue. Dia mengatakan agar saya datang
sendirian."
Angeli tertawa masam. "Saya berani bertaruh memang itu yang akan
dilakukannya. Jangan keluar dari kantor, Dokter. Saya akan menelepon Letnan
McGreavy. Kami berdua akan menjemput Anda."
"Baik," kata Judd. Dia meletakkan telepon perlahan-lahan.
Norman Z. Moody. Buddha yang periang dari halaman kuning. Tiba-tiba Judd
merasakan kesedihan yang sulit diterangkan. Dia menyukai Moody. Dan percaya
kepadanya.
Dan Moody menunggu untuk membunuhnya.
13
Dua puluh menit kemudian Judd membuka kunci pintunya untuk mempersilakan
Angeli dan Letnan McGreavy masuk. Mata Angeli masih merah dan berair..
Suaranya serak. Sesaat Judd merasa menyesal karena menyeretnya dari tempat
tidur dalam keadaan sakit. McGreavy hanya mengangguk sedikit, tidak kelihatan
marah.
"Saya sudah menceritakan kepada Letnan McGreavy tentang telepon dari
Norman Moody," kata Angeli.
"Yah. Mari kita selidiki segala omong kosong ini," kata McGreavy masam.
Lima menit kemudian mereka sudah naik mobil milik polisi, dan menuju West
Side dengan kecepatan penuh. Angeli yang menyetir. Hujan salju yang tidak
begitu lebat sudah berhenti. Cahaya matahari senja yang terakhir terhalang oleh
awan tebal yang melintas di langit Manhattan.
Terdengar suara halilintar di kejauhan, dan kilat yang sangat terang menyusul
ledakannya. Titik-titik air hujan mulai mendera kaca mobil. Mobil terus melaju.
Gedung-gedung pencakar langit
seakan melayang dengan cepat ke belakang dan lenyap di balik hawa dingin
yang menggigit.
Mobil membelok ke 23rd Street, terus ke barat menuju Sungai Hudson. Mereka
melewati tempat pengumpulan barang rongsokan, bengkel-bengkel, dan rumah
minum remang-remang. Kemudian mulai kelihatan bengkel reparasi yang besar-
besar, pangkalan truk, dan perusahaan pengangkutan. Ketika mereka mendekati
sudut Tenth Avenue, McGreavy menyuruh Angeli menghenti-! kan mobil di
pinggir jalan.
"Kita turun di sini," McGreavy menoleh kepada Judd. "Apakah Moody
mengatakan dia akan ditemani oleh seseorang?"
'Tidak."
McGreavy melepaskan kancing mantel luarnya. Pistol dinasnya dipindahkan dari
tempatnya ke saku mantel. Angeli mengikuti tindakannya.
'Tetap di belakang kami," perintah McGreavy kepada Judd.
Mereka bertiga mulai berjalan, menundukkan kepala karena terpaan hujan yang
ditiup angin kencang. Setelah berjalan setengah blok, mereka sampai ke sebuah
bangunan yang kelihatan sudah tua. Di atas pintu tertulis sebuah nama
perusahaan yang catnya sudah luntur:
PERUSAHAAN PENGEPAKAN DAGING FIVE STAR
Tidak ada mobil, tidak ada truk, dan tidak ada cahaya. Sama sekali tidak ada
tanda-tanda kehidupan.
Kedua detektif itu berjalan ke pintu, masing-masing dari sisi yang berlainan.
McGreavy mencoba membuka pintu. Pintu dikunci. Dia melihat berkeliling tapi
tidak menemukan bel. Mereka memasang telinga. Sunyi, yang terdengar hanya
suara hujan.
"Kelihatannya tempat ini sudah ditutup," kata Angeli.
"Rupanya begitu," kata McGreavy. "Hari Jumat sebelum Natal hampir semua
perusahaan tutup pada tengah hari."
"Pasti ada pintu untuk membongkar muatan."
Judd mengikuti kedua detektif itu, berjalan dengan hati-hati menuju ujung
bangunan. Mereka berusaha menghindari bercak-bercak lumpur di tanah yang
dilewati. Sesampai di lorong, mereka berhenti di mukanya. Di situ tidak ada
kegiatan apa pun. Mereka berjalan terus sampai ke beranda.
"Oke," kata McGreavy kepada Judd. "Berteriaklah!"
Judd ragu-ragu. Entah mengapa, dia merasa sedih karena mengkhianati Moody.
Kemudian dia mulai berteriak.
"Moody!"
Jawaban yang terdengar hanya ngeongan kucing yang sedang marah karena
kehujanan, dan mencari tempat kering untuk berteduh.
"Tuan Moody!"
203
Ada pintu dorong terbuat dari kayu yang besar I di ujung beranda. Pintu ini
rupanya biasa dipakai untuk mengeluarkan barang dari dalam untuk dimuat ke
truk. Tidak ada tangga ke beranda yang tinggi.
McGreavy mengangkat badannya ke atas, sangat tangkas untuk orang sebesar
dia. Angeli menyusul, kemudian Judd. Angeli berjalan ke pintu dan
mendorongnya. Pintu ternyata tidak dikunci. Pintu membuka dengan suara
berderit yang agak keras.
Kucing yang tadi mengeong lagi, menjawab deritan pintu. Dia sudah melupakan
tempat berteduh yang dicarinya. Di dalam gedung gelap-gulita.
"Kau membawa senter?" tanya McGreavy kepada Angeli. 'Tidak." "Sialan!"
Mereka terus beringsut dengan hati-hati ke dalam kegelapan. Judd memanggil
lagi. "Tuan Moody! Ini Judd Stevens."
Tidak ada suara, kecuali deritan papan lantai yang diinjak ketiga orang itu ketika
mereka melintasi ruangan. McGreavy mencari-cari dalam sakunya dan
mengeluarkan korek api. Dia menyalakan sebatang dan mengangkatnya. Cahaya
dari batang korek api tidak terlalu kuat, kuning berkedip-kedip dalam tempat
yang kelihatan seperti sebuah gua besar dan kosong. Api korek segera mati.
"Cari tombol lampu," kata McGreavy. "Itu batang korek api yang terakhir."
Judd bisa mendengar Angeli meraba-raba tembok mencari tombol lampu. Judd
terus berjalan ke depan. Dia tidak bisa melihat kedua detektif itu.
"Moody!" Dia memanggil.
Dia mendengar suara Angeli dari seberang ruangan. "Ini dia tombolnya."
Terdengar suara tombol diputar. Tapi tidak terjadi suatu apa pun.
"Sekering pusatnya pasti dimatikan," kata McGreavy.
Judd membentur tembok. Ketika tangannya diulurkan, jarinya menyentuh
tombol pintu. Tombol berputar dan pintu ditarik. Pintu yang besar terbuka, dan
angin dingin menerpanya.
"Saya menemukan pintu," dia berseru.
Pintu dilewatinya, dan tetap dengan hati-hati Judd berjalan ke depan. Dia
mendengar pintu menutup di belakangnya, dan jantungnya mulai berdebar-debar
sangat kencang. Di situ lebih gelap lagi. Seakan-akan dia melangkah masuk ke
dalam kegelapan yang hitam.
"Moody! Moody...."
Sunyi, kesunyian yang sangat mencekam. Moody harus di sini, di suatu tempat.
Kalau Moody tidak di sini, Judd tahu apa pendapat McGreavy nanti. Dia pasti
akan dianggap seperti anak-anak yang berteriak serigala lagi.
Judd maju selangkah lagi, dan tiba-tiba merasakan ada daging dingin menyentuh
mukanya. Dia menarik mukanya dengan panik, merasa bulu
kuduknya berdiri. Saat itu barulah dia menyadari adanya bau darah dan kematian
yang sangat menyengat di sekelilingnya. Kegelapan yang me-ngerikan
mengepungnya menunggu untuk mengurungnya.
Sekujur rubuh Judd merinding karena takut. Jantungnya berdebar sangat
kencang, sehingga dia sulit bernapas. Dengan jari gemetar dia mencari-cari
korek api dalam saku mantel. Korek api ditemukan, lalu dinyalakannya
sebatang.
Dalam cahaya korek dia melihat mata mati yang besar tepat di mukanya. Sesaat
dia terperanjat, tapi kemudian sadar bahwa yang dilihatnya sapi yang sudah
disembelih dan digantung dengan pengait.
Sekilas dilihatnya bangkai binatang lainnya samar-samar bergantungan pada
pengait. Juga dilihatnya ada pintu di sudut, sebelum nyala korek api mati.
Mungkin pintu ini menuju ke kantor. Moody mungkin di sana, menunggunya.
Judd maju makin jauh masuk ke dalam gua hitam menuju ke pintu. Dia
bersentuhan lagi dengan daging binatang yang sudah disembelih. Cepat-cepat
dia mundur menghindar dan terus berjalan dengan hati-hati menuju ke pintu
kantor. "Moody!"
Dalam hati Judd bertanya-tanya apa gerangan yang menahan Angeli dan
McGreavy. Dia terus Sn v m?mSSaik*n bangkai binatang sembe-ttd^r? Untung.
Raknya seakan-akan dia ng dlPer^mkan oleh orang yang selera
humornya gila dan mengerikan. Tapi siapa atau mengapa dia tidak tahu, di luar
jangkauan imajinasinya. Waktu mendekati pintu, dia bertabrakan Jagi dengan
bangkai yang digantung.
Judd berhenti untuk mendapatkan keseimbangannya kembali. Batang korek api
yang terakhir dinyalakannya. Di mukanya, menyeringai sangat mengerikan,
dilihatnya tubuh Norman Z. Moody tergantung pada besi pengait. Nyala korek
api pun padam.
14
Para pemeriksa mayat sudah menyelesaikan tugasnya dan pergi. Mayat Moody
sudah dibawa dan semua orang sudah pergi kecuali Judd, McGreavy, dan
Angeli. Mereka duduk di kantor manajer yang tidak begitu besar. Dalam ruangan
kantor ada beberapa kalender dengan foto wanitai telanjang, meja tulis tua,
sebuah kursi putar, dan dua buah lemari arsip. Lampu menyala dan pemanas
listrik dihidupkan.
Manajer perusahaan, seorang bernama Paul Moretti, dicari dan diambil dari
pesta menjelang j Natal untuk menjawab beberapa pertanyaan. Dia menerangkan
- karena ini akhir pekan, maka dia . mengizinkan pegawainya pulang pada
tengahi hari. Kantor ditutup pada pukul dua belas tiga puluh dan sepanjang
pengetahuannya waktu itu tidak ada seorang pun di situ.
Tuan Moretti jelas sekali sedang mabuk. Maka setelah McGreavy tahu bahwa
dia tidak bisa banyak menolong, dia segera diantar pulang.
Judd hampir-hampir tidak menyadari apa yang terjadi dalam ruangan kantor.
Pikirannya selalu tertuju kepada Moody, betapa periang dan betapa
penuhnya dia dengan gairah hidup, dan betapa kejamnya dia dibunuh. Judd juga
menyalahkan dirinya sendiri. Kalau dia tidak melibatkan Moody, detektif swasta
kecil yang gemuk ini pasti masih hidup sekarang.
Waktu itu hampir tengah malam. Untuk kesepuluh kalinya Judd menceritakan
panggilan telepon Moody, dengan rasa kesal dan kelelahan. McGreavy tetap
memakai mantel luarnya, duduk sambil mengunyah cerutu dan
memperhatikannya. Akhirnya dia bicara. "Anda sering membaca cerita
detektif?"
Judd memandangnya dengan heran. "Tidak. Mengapa?"
"Akan saya katakan apa sebabnya. Saya rasa Anda terlalu hebat sehingga
rasanya seperti hal yang tidak nyata, Dokter Stevens. Sejak semula saya sudah
berpendapat Anda terlibat dalam semua ini. Dan saya juga sudah mengatakan
kepada Anda. Lalu apa yang terjadi? Tiba-tiba Anda berubah dari pembunuh
menjadi sasaran yang akan dibunuh. Mula-mula Anda menyatakan bahwa ada
mobil menabrak Anda dan...."
"Memang ada mobil menabraknya," Angeli mengingatkan.
"Polisi kroco saja bisa memecahkan soal itu." McGreavy memotong. "Itu bisa
saja diatur oleh orang yang bersekongkol dengan Dokter." Dia kembali
menghadapi Judd. "Selanjutnya Anda menelepon Detektif Angeli dengan
dongengan
bahwa ada dua orang masuk ke kantor untuk membunuh Anda.*'
"Mereka memang masuk ke kantor," kata Judd.
"Tidak, mereka tidak masuk," potong McGreavy. "Mereka menggunakan kunci
khusus." Nada suaranya makin keras. "Anda mengatakan bahwa kunci untuk
masuk ke kantor hanya ada dua—milik Anda dan Carol Roberts."
"Itu benar. Saya juga sudah bilang—mereka membuat duplikat kunci Carol."
"Saya tahu apa yang Anda katakan. Saya sudah menyuruh orang melakukan tes
parafin. Tidak ada orang yang membuat duplikat kunci Carol, Dokter." Dia
berhenti bicara untuk memberi kesempatan Judd meresapkan kata-katanya. "Dan
karena kunci Carol kami yang pegang—maka yang masih ada kunci Anda,
bukan?" Judd melihat kepada McGreavy, terdiam. "Setelah saya menolak teori
adanya orang gila yang berkeliaran, Anda menyewa detektif dari halaman
kuning. Dan dia dengan mudahnya menemukan bom yang dipasang pada mobil
Anda. Hanya saya tidak melihatnya, sebab barangnya sudah tidak di tempatnya
lagi. Kemudian Anda memutuskan sudah tiba waktunya untuk melemparkan
mayat lagi «kepada kami. Maka Anda main sandiwara dengan Angeli tentang
panggilan telepon untuk menemui Moody, yang mengetahui tentang orang gila
misterius yang ingin membunuh Anda. Tapi apa kemudian yang
terjadi? Kita sampai ke sini dan menemukan dia tergantung pada pengait
daging." Muka Judd merah karena marah. "Saya tidak tahu-menahu apa yang
terjadi.'*
McGreavy melihat kepadanya lama sekali, dengan pandangan keras. "Anda tahu
satu-satunya alasan mengapa Anda belum ditahan? Karena saya belum
menemukan motif teka-teki ini. Tapi saya akan menemukannya, Dokter. Saya
berjanji untuk menemukannya." Dia bangkit berdiri.
Tiba-tiba Judd teringat. "Tunggu dulu!" katanya. "Bagaimana tentang Don
Vinton?"
"Ada apa tentang dia?"
"Moody mengatakan bahwa dialah orang yang mendalangi semua ini."
"Anda kenal dengan orang yang bernama Don Vinton?"
"Tidak," jawab Judd. "Saya-saya kira dia dikenal oleh polisi."
"Saya belum pernah mendengar," McGreavy menoleh kepada Angeli. Angeli
menggelengkan kepala.
"Oke. Kirim edaran untuk menemukan Don Vinton. Sebar ke FBI, Interpol, dan
kepala polisi di semua kota besar Amerika." Dia memandang Judd. "Puas?"
Judd mengangguk. Siapa pun yang mendalangi semua ini, pasti sebelumnya
sudah pernah tercatat dalam tindak kriminal entah di kantor polisi yang mana.
Pasti tidak sulit mengenalinya.
Lalu dia kembali memikirkan Moody, pepatah
yang biasa diucapkannya dan otaknya yang* cerdas. Moody pasti dibuntuti
orang sampai ke situ. Tidak mungkin dia memberi tahu orang lain tentang
tempat pertemuan mereka, sebab Moody sudah menekankan ini harus
dirahasiakan. Tapi sekurang-kurangnya, walaupun Moody telah dada, sekarang
mereka tahu nama orang yang dicari. PraemonitHSy praemunitas. Diperingatkan
lebih dulu sama dengan dipersenjatai lebih dulu.
Pembunuhan Norman Z. Moody dimuat di halaman depan semua surat kabar
keesokan harinya. Judd membeli surat kabar dalam perjalanan ke kantornya.
Secara singkat namanya disebut-sebut sebagai seorang saksi yang menemukan
mayat bersama polisi. Tapi McGreavy bisa menahan cerita keseluruhannya dari
pers. McGreavy memainkan kartunya dengan cermat sekali. Dalam hati Judd
bertanya-tanya apa gerangan pendapat Anne.
Waktu itu hari Sabtu, hari di mana Judd mendapat giliran tugas di klinik. Dia
sudah mengatur agar orang lain yang menggantikan tugasnya di situ. Sementara
dia sendiri pergi ke kantornya, naik lift sendiri, dan memeriksa terlebih dahulu
apakah tidak ada orang yang bersembunyi menunggunya di gang. Walaupun
demikian dia tidak tahu berapa lama lagi dia bisa hidup demikian, sadar bahwa
setiap saat pembunuh bisa beraksi untuk menghabisinya.
Pagi itu enam kali dia bermaksud mengangkat
telepon untuk menanyakan tentang Datf Vmton kepada Detektif Angeli, tapi
setiap kaK dia berhasil mengekang kesabarannya. Angeli pasti akan
meneleponnya kalau sudah mengetahui sesuatu.
Apa gerangan motif Don Vinton untuk membunuhnya? pikir Judd tidak
mengerti. Bisa jadi dia pasien yang pernah dirawat oleh Judd berta-huntahun
yang lalu, waktu dia baru mulai berpraktek. Seseorang yang merasa direndahkan
atau disakiti oleh Judd dengan suatu cara. Tapi Judd tidak bisa mengingat-ingat
bahwa dia mempunyai pasien yang bernama Vinton.
Pada siang hari dia mendengar ada orang mencoba membuka pintu gang menuju
kantor resepsionis. Ternyata yang datang Angeli. Judd tidak bisa membaca apa
pun dari air mukanya, kecuali bahwa Angeli kelihatan semakin pucat dan payah.
Hidungnya merah, dan dia bersin terus. Dia berjalan masuk ke dalam ruang
praktek Judd dan terperenyak ke atas kursi.
"Sudah mendapat jawaban mengenai Don Vinton?" tanya Judd penuh harap.
Angeli mengangguk. "Kami menerima jawaban dengan teletype dari FBI, kepala
polisi di semua kota besar Amerika Serikat, dan interpol."
Judd menunggu, menahan napas.
"Tidak satu pun dari mereka pernah mendengar tentang Don Vinton," Angeli
meneruskan.
Judd melihat kepada Angeli tidak percaya, dan tiba-tiba semangatnya menjadi
merosot. "Tapi itu
mustahil! Maksud saya—pasti ada seseorang yang mengenalnya. Orang yang
bisa melakukan semua ini tidak mungkin kalau tidak pernah mempunyai catatan
hitam di kepolisian."
"Begitu juga kau McGreavy," jawab Angeli kelelahan. "Dokter, saya dengan
anak buah semalaman mengecek semua orang yang bernama Don Vinton di
Manhattan dan distrik lainnya* Kami bahkan sampai menyelidiki New Jersey
dan Connecticut."
Angeli mengulurkan sehelai kertas bergaris dari sakunya, dan menunjukkan
kepada Judd.
"Kami menemukan sebelas orang yang bernama Don Vinton di buku telepon
yang mengeja namanya dengan 'ton'. Empat yang mengeja namanya dengan 'ten',
dan dua yang mengejanya dengan 'tin'. Kami bahkan mencobanya sebagai satu
nama. Kami mempersempitnya menjadi lima kemungkinan dan mengecek
mereka satu per satu. Satu orangnya lumpuh. Seorang dari mereka menjadi
pastor. Satu seorang wakil presiden direktur sebuah bank. Satu lagi seorang
petugas pemadam kebakaran yang sedang bertugas waktu kedua pembunuhan
terjadi. Tinggal satu yang terakhir. Dia punya toko binatang piaraan, dan
umurnya sudah hampir delapan puluh tahun."
Judd merasakan kerongkongannya kering. Tiba-tiba dia menyadari betapa
tergantungnya dia kepada informasi ini. Tentunya Moody tidak akan
memberikan nama itu kalau dia tidak yakin benar. Dan Moody tidak mengatakan
bahwa Don Vin-
ton seorang pembantu pembunuhan. Moody mengatakan Don Vinton ini yang
mendalangi semuanya.
Sulit dimengerti bahwa polisi tidak mempunyai catatan tentang orang seperti itu.
Moody dibunuh karena dia berhasil menemukan kebenaran. Dan sekarang
karena Moody sudah disingkirkan, Judd sama sekali sendirian. Jaring labah-
labah makin erat melibatnya.
"Saya menyesal sekali," kata Angeli.
Judd memandangi detektif ini. Tiba-tiba dia teringat bahwa Angeli semalaman
tidak pulang. "Saya sangat menghargai usaha Anda," katanya penuh rasa terima
kasih.
Angeli mencondongkan badannya ke depan. "Anda yakin benar tidak keliru
mendengar kata-kata Moody?"
"Ya."
Judd memejamkan matanya memusatkan pikiran. Dia juga bertanya kepada
Moody apakah dia yakin benar tentang siapa yang mendalangi ini semua. Suara
Moody terngiang kembali di telinganya. Yakin sekali. Anda sudah pernah
mendengar tentang Don Vinton f Don Vinton f
Judd membuka matanya. "Ya," katanya mengulangi.
Angeli menghela napas. "Kalau begitu kita menemui jalan buntu." Dia tertawa
pahit. "Bukan bermaksud menyindir." Dia bersin.
"Sebaiknya Anda kembali ke tempat tidur."
Angeli berdiri. "Yah, saya rasa memang sebaiknya demikian."
Judd ragu-ragu. "Berapa lama-Anda menjadi pamer McGreavy?"
"Ini perkara kami yang pertama. Mengapa?"
"Apakah Anda berpendapat dia bisa memfitnah saya sebagai orang yang
melakukan pembunuhan?"
Angeli bersin lagi. "Saya rasa Anda mungkin benar,- Dokter. Sebaiknya saya
kembali ke tempat tidur." Dia berjalan ke pintu.
"Mungkin saya punya petunjuk," kata Judd.
Angeli berhenti dan menoleh. "Petunjuk apa?"
Judd menceritakan kepadanya tentang Teri. Dia menambahkan bahwa dia juga
akan mengecek beberapa laki-laki yang dulu pernah menjadi pacar John Hanson.
"Kedengarannya takkan banyak hasilnya," kata Angeli terus terang. "Tapi saya
rasa itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali."
"Saya sudah kesal dan lelah dijadikan sasaran. Saya akan mulai melawan. Saya
akan memburu mereka."
Angeli memandangnya. "Dengan' apa? Kita sama saja dengan memerangi
bayangan."
"Kalau saksi memberikan deskripsi seseorang sebagai tertuduh, polisi bisa
menyuruh seorang pelukis menggambar gabungan dari semua deskripsi. Betul?"
Angeli mengangguk. "Itu namanya identi-Ut." 'l mulai berjalan mondar-mandir
gelisah.
"Saya akan menjelaskan kepada Anda identi-kit pribadi orang yang mendalangi
semua ini."
"Bagaimana bisa? Anda belum pernah melihatnya. Siapa pun bisa saja dituduh
sebagai pelaku-nya.
"Tidak, tidak bisa," Judd memberi koreksi. "Kita mencari seseorang yang sangat,
sangat istimewa."
"Seorang yang gila?"
"Gila hanyalah istilah umum. Tidak memiliki arti medis. Yang disebut
kewarasan hanyalah kemampuan otak menyesuaikan diri dengan realitas. Kalau
otak tidak bisa menyesuaikan diri, mungkin kita bersembunyi dari realitas, atau
kita meletakkan diri di atas kehidupan. Di situ kita menjadi manusia super yang
tidak perlu mengikuti aturan."
"Orang yang kita cari ini merasa dirinya manusia super?"
"Tepat. Dalam situasi yang berbahaya kita mempunyai tiga pilihan, Angeli.
Melarikan diri, mengambil jalan tengah, atau menyerang. Orang mi ternyata
memilih menyerang."
"Jadi dia orang yang sakit ingatan?"
"Tidak. Penderita sakit ingatan jarang sampai melakukan pembunuhan. Ruang
lingkup konsentrasinya sangat terbatas. Kita sedang menghadapi seseorang yang
lebih penuh komplikasi. Mungkin dia seorang somatik, hipofrenik, skizoid,
siklddf atau kombinasi dari itu semua. Mungkin juga kita berurusan dengan
seorang fngut-penderita amnesia sementara yang didahului dengan tindakan
irrasional. Tapi yang penting, rupanya lahiriah dan sikapnya kelihatan seratus
persen normal bagi orang lain."
"Jadi kita tidak punya modal apa pun untuk bisa meneruskan penyelidikan?"
"Anda keliru. Kita mempunyai modal banyak sekali untuk meneruskan
penyelidikan. Saya bisa memberi Anda deskripsi fisik orang ini," katai Judd. Dia
menyempitkan matanya, memusatkan pikiran. "Don Vinton mempunyai tinggi
badan yang melebihi ukuran orang biasa, dengan proporsi tubuh yang bagus dan
potongan seorang atlet. Dia selalu rapi dan cermat dalam segala hal j yang
dilakukannya. Dia juga punya bakat artistik. Tapi dia bukan pelukis, penulis,
ataupun pemain musik."
Angeli terbelalak, mulutnya ternganga. Judd meneruskan. Kini dia bicara lebih
cepat, mulai bersemangat. "Dia tidak menjadi anggota klub sosial atau organisasi
apa pun juga. Kecuali kalau dia yang menjadi pemimpinnya. Dia orang yang
biasa memerintah. Dia tidak kenal belas kasihan, dan dia pun bukan penyabar.
Dia selalu memikirkan yang hebat-hebat. Misalnya dia tidak pernah mau terlibat
dalam pencurian kecil-kecil' an. Kalau dia pernah terlibat tindak kriminal, pasti
kejahatan yang dilakukannya menyangkut perampokan bank, penculikan, atau
pembunuhan."
Makin lama judd makin bersemangat. Gambaran dalam otaknya makin jelas.
"Setelah dia
berhasil ditangkap, akan ketahuan bahwa dulu dia mungkin ditolak oleh salah
satu orangtuanya ketika masih anak-anak."
Angeli menyela. "Dokter, saya tidak ingin menebak-nebak apa yang Anda
deskripsikan. Menurut pendapat saya orang ini mungkin seorang pecandu obat
bius yang sinting, yang...."
"Tidak. Orang yang kita cari tidak menggunakan obat bius." Suara Judd sangat
yakin. "Akan saya katakan yang lain lagi tentang dia. Dia senang olahraga yang
memerlukan ketangkasan dan kerja sama, sepak bola atau hockey. Dia tidak
tertarik pada catur, permainan kata-kata, atau teka-teki."
Angeli memandanginya tidak percaya. "Yang kita cari lebih dari satu orang,"
katanya menyanggah. "Anda sendiri yang mengatakan begitu."
"Saya memberikan deskripsi Don Vinton," kata Judd. "Orang yang menjadi otak
semuanya uii. Akan saya katakan lagi sesuatu tentang dirinya. Dia punya tipe
Latin." "Mengapa Anda berpendapat begitu?" "Karena melihat metode yang
dipakainya dalam membunuh. Pisau—air keras—bom. Dia orang Amerika
Selatan, Italia, atau Spanyol," Judd menghela napas. "Itulah dia identi-kit Anda.
Itulah deskripsi orang yang melakukan tiga pembunuhan dan sedang berusaha
membunuh saya."
Angeli menelan ludah. "Bagaimana Anda bisa mengetahui semua ini?"
Judd duduk dan mencondongkan badan ke arah Angeli. "Ini profesi saya."
"Dari segi mental, memang benar. Tapi bagaimana Anda bisa memberikan
deskripsi fisik orang yang belum pernah Anda lihat?"
"Saya menarik kesimpulan berdasarkan perbandingan. Seorang dokter bernama
Kretschmer berhasil menemukan bahwa delapan puluh lima persen penderita
paranoid mempunyai potongan tubuh yang prima, atletis. Orang yang kita cari
ini jelas penderita paranoid. Dia orang yang selalu berangan-angan tinggi.
Seorang megalomaniak yang merasa dirinya di atas hukum."
"Kalau begitu mengapa dia tidak dikurung lama berselang?"
"Karena dia memakai topeng?"
"Apa maksud Anda, Dokter?"
"Kita semua memakai topeng, Angeli. Sejak kita meninggalkan masa kanak-
kanak, kita sudah diajar untuk menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya.
Kita sudah diajar untuk menutup-nutupi kebencian dan ketakutan kita." Suara
Judd penuh wibawa. "Tapi di bawah tekanan, Don Vinton akan menjatuhkan
topeng dan memperlihatkan wajahnya yang telanjang."
"Begitu."
"Egonya merupakan titik kelemahannya. Kalau egonya terancam—benar-benar
terancam—dia akan menunjukkan aslinya sebagai penderita paranoid. Sekarang
dia sudah terdesak ke tepi tebing. Tidak sulit untuk menjerumuskannya sama
sekali ke jurang." Judd ragu-ragu sebentar. Kemudian
dia meneruskan, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri. "Dia orang
yang punya "Punya apa?"
"Mana. Itu istilah yang dipakai oleh orang primitif yang senang memaksakan
pengaruhnya kepada orang lain, karena dorongan iblis dalam dirinya. Dia orang
yang mempunyai kepribadian sangat kuat."
"Anda tadi mengatakan bahwa dia bukan pelukis, penulis, ataupun pemain
musik. Bagaimana Anda bisa mengetahui itu?"
"Dunia penuh dengan seniman yang sekaligus menderita penyakit jiwa. Mereka
hampir semua bisa mengatasi kehidupan tanpa kekerasan, karena pekerjaannya
memungkinkan mereka melepaskan semua yang terkandung dalam dirinya.
Orang yang kita cari ini tidak mempunyai media untuk menyalurkan keinginan-
keinginan atau melepaskan tekanan-tekanan dalam jiwanya. Maka dia seperti
gunung berapi. Satu-satunya cara untuk melepaskan tekanan dalam jiwanya itu
hanyalah dengan meletus: Hanson —Carol—Moody."
"Maksud Anda semua ini hanya merupakan kejahatan tanpa tujuan atau motif,
yang dilakukan hanya untuk...."
"Bagi dia bukan tanpa tujuan atau motif. Bahkan sebaliknya...." Otak Judd
berputar cepat sekali. Beberapa bagian dari teka-teki mulai terpasang pada
tempatnya. Dia menyumpahi dirinya sendiri karena sebelumnya terlalu buta atau
takut, sehingga tidak melihatnya.
"Sayalah satu-satunya orang yang diburu Don Vinton—sasaran utama," Judd
meneruskan. "John Hanson dibunuh karena dikira diri saya. Setelah mengetahui
kekeliruannya, si pembunuh datang ke kantor saya untuk mencoba lagi. Saya
kebetulan tidak ada di tempat, tapi dia menemukan Carol di situ." Suara Judd
penuh kemarahan.
"Carol dibunuh supaya tidak bisa mengenalinya?*'
"Tidak. Orang yang kita cari bukan seorang vang sadis. Carol disiksa karena dia
menginginkan sesuatu. Katakanlah misalnya suatu bukti kejahatan. Dan Carol
tidak mau—atau tidak bisa—memberikan yang diinginkannya itu."
"Bukti macam apa?" Angeli mendesak.
"Saya tidak tahu," kata Judd. "Tapi itu kunci dari segala-galanya. Moody
menemukan jawabannya, dan itulah sebabnya mereka membunuhnya."
"Ada satu hal yang rasanya masih tidak masuk akal. Kalau mereka membunuh
Anda di jalan, mereka pun takkan mendapatkan bukti yang diinginkan. Ini tidak
cocok dengan teori Anda yang lain," kata Angeli,
"Bisa. Marilah kita misalkan bukti ini terdapat pada salah satu rekaman saya.
Bukti ini sendiri tidak ada artinya apa-apa, tapi kalau saya gabungkan dengan
fakta yang lain, barulah bukti ini merupakan ancaman bagi mereka. Maka
mereka mempunyai dua pilihan. Merebutnya dari saya, atau melenyapkan diri
saya supaya tidak bisa menceritakannya kepada orang lain.
"Mula-mula mereka mencoba melenyapkan diri saya. Tapi mereka keliru
membunuh Hanson. Kemudian mereka akan melakukan pilihan yang kedua.
Mereka berusaha merebutnya dari Carol. Setelah ini gagal, mereka memutuskan
untuk memusatkan perhatian pada usaha membunuh saya. Di sinilah peranan
kecelakaan mobil. Mungkin saya dibuntuti ketika menyewa Moody, dan
selanjutnya dia pun ganti diikuti. Ketika.Moody menemukan fakta yang
sebenarnya, mereka pun membunuhnya."
Angeli memandang Judd, wajahnya berkerut-kerut karena berpikir keras-keras.
"Itulah sebabnya maka si pembunuh takkan berhenti berusaha sebelum saya
mati," Judd menarik kesimpulan dengan tenang. "Akibatnya ini menjadi
permainan maut, dan orang yang saya sebutkan deskripsinya tadi tidak mau
menerima kekalahan."
Angeli memperhatikannya, menimbang semua kata-kata Judd.
"Kalau Anda benar," kata Angeli akhirnya, "Anda membutuhkan perlindungan."
Dia mengeluarkan pistol dinasnya, membuka tempat pelurunya untuk melihat
apakah pistolnya berisi.
"Terima kasih, Angeli. Tapi saya tidak memerlukan pistol. Saya akan melawan
mereka dengan senjata saya sendiri."
Terdengar suara pintu luar dibuka seseorang.
"Anda menunggu kedatangan seseorang?"
Judd menggeleng. "Tidak. Siang ini saya tidak menerima pasien."
Dengan pistol masih di tangan, Angeli berjalan tanpa suara ke pintu yang
menuju ke kantor resepsionis. Dia melangkah ke samping dan membuka pintu
lebar-lebar. Peter Hadley berdiri di muka pintu, air mukanya menunjukkan rasa.
terkejut dan takut.
"Kau siapa?" bentak Angeli.
Judd berjalan ke pintu. "Tidak apa-apa," kata j Judd cepat-cepat. "Dia teman
saya."
"Hei! Ada apa di sini?" tanya Peter.
"Sony," Angeli minta maaf. Dia menyimpan pistolnya- j§S^I
"Ini Dokter Peter Hadley—ini Detektif Ange-
"Klinik psikoanaiis sinting apa-apaan pula ini?" tanya Peter.
"Ada sedikit kesulitan di sini," Angeli mene- j rangkan. "Kantor Dokter Stevens
habis... kebo-bolan dan kami berpikir siapa pun yang melaku- I kannya mungkin
akan kembali lagi."
Judd meneruskan percakapan yang dimulai j oleh Angeli. "Ya. Mereka belum
menemukan j yang dicari."
"Apakah ini ada hubungannya dengan pembunuhan Carol?" tanya Peter.
Angeli berbicara sebelum Judd bisa menjawab. "Kami tidak yakin, Dokter
Hadley. Untuk sementara ini Dinas Kepolisian meminta agar Dokter Stevens
tidak membicarakan perkara itu." j
"Saya mengerti," kata Peter. Dia melihat kepada Judd. "Janji makan siang
bersama kami masih berlaku?"
Judd sadar bahwa dia telah melupakannya. "Tentu saja," katanya cepat-cepat.
Dia menoleh kepada Angeli. "Saya rasa kita sudah membicarakan segala-
galanya."
"Saya rasa juga begitu," Angeli sependapat. "Sungguh Anda tidak
memerlukan...?" Dia menunjukkan revolver-nya. Judd menggeleng. "Terima
kasih." "Baiklah kalau begitu. Hati-hatilah," kau Angeli.
"Baik," kata Judd. "Saya akan berhati-hati."
Judd banyak termenung-menung selama makan siang, dan Peter tidak
mendesaknya. Mereka hanya membicarakan perihal sahabat mereka sendiri,
pasien yang - sama-sama mereka rawat. Peter mengatakan kepada Judd bahwa
dia sudah berbicara dengan atasan Harrison Burke. Secara diam-diam mereka
sudah mengatur agar dilakukan pemeriksaan mental terhadap Burke. Dia akan
dikirim ke tempat perawatan pribadi. Waktu mereka minum kopi, Peter berkata,
"Aku tidak taliu kesulitan apa yang sedang kau-
alami, Judd. Tapi kalau aku bisa menolong...." Judd menggelengkan kepala.
"Terima k&siht
Peter. Ini kesulitan yang harus kuatasi sendiri.
Akan kuceritakan semua kepadamu kalau sudah
beres."
J eter ragu.
"Aku harap semoga segera beres '* t dengan nada gembira. Kemudian dia ra"*
"Judd-apakah kau terancam suatu baha* >> "Tentu saja tidak," jawab Judd. "
Kecuali kalau memperhitungkan seorane Va giJa membunuh, yang sudah
melakukan § pembunuhan dan bertekad menjadikan Judd k bannya yang
keempat. 0r~
l
15
Setelah makan siang, Judd kembali ke kantornya. Dia meningkatkan
kewaspadaan, yang belakangan ini menjadi begitu akrab dengan dirinya, yakni
mengecek segala-galanya demi keselamatan dirinya.
Dia harus melindungi semua yang masih berarti. Kemudian dia mulai
mendengarkan rekaman lagi. Didengarkannya baik-baik apa saja yang mungkin
bisa memberikan petunjuk. Rasanya seperti mendengarkan kembali badai kata-
kata. Suara yang terdengar penuh dengan kebencian... kejahatan... ketakutan...
kasihan kepada diri sendiri... rasa superioritas... kesepian... kekosongan... rasa
sakit....
Setelah waktu tiga jam berlalu dia hanya menemukan satu nama yang bisa
ditambahkan ke dalam daftarnya: Bruce Boyd, laki-laki yang terakhir kalinya
hidup bersama dengan John Hanson. Judd memasang rekaman John Hanson lagi
pada tape recorder.
".. saya rasa saya jatuh tinta P*da pandangan pertama. Dm P'1'"*
cantik yang pernah saya lihat.
"Dia patner yang pasif atau dominan, Jobnfi "Dominan. Itulah salah satu di
antara banyak hal yang membina saya tertarik kepadanya. Dia sangat kuat.
Bahkan kemudian setelah pacaran, kami biasa bertengkar karena kekuatannya." )
"Mengapa?"
"Bruce tidak menyadari bahwa dia sangat knot. Dia biasa berjalan mendekati
saya dari belakang dan memukul punggung saya. Maksudnya sebagai tanda
kasih sayang, tapi suatu hari dia hampir mematahkan tulang punggung saya.
Saya sampai ingin membunuh dia. Kalau berjabat tangan, remasannya seakan-
akan bisa meremukkan jari tangan orang yang dijabatnya. Dia selalu pura-pura
menyesal, tapi sebenarnya Bruce suka menyakiti orang. Dia tidak memerlukan
cambuk. Dia sangat kuat..."
Judd mematikan tape recorder dan duduk sambil berpikir. Pola homoseks tidak
cocok dengan konsep tentang si pembunuh. Tapi ada segi lain, yaitu Boyd ada
hubungan dengan Hanson. Dia juga seorang yang sadis dan mementingkan diri
sendiri.
Diperhatikannya dua nama dalam daftarnya: Teri Washburn, yang membunuh
pacarnya ketika dia di Hollywood tapi tidak pernah menyebut-nyebutnya; dan
Bruce Boyd, pacar John Hanson yang terakhir. Kalau memang salah seorang di
antara mereka—yang mana?
Teri Washburn tinggal di aoartemen sewaan di
Sutton Place. Seluruh apartemen didekorasi de* ngan warna merah jambu:
dinding, perabotan, tirai. Banyak hiasan yang sangat mahal tersebar di mana-
mana dalam kamar, dan di dinding bergantungan lukisan impresionis Prancis.
Judd mengenali dua lukisan Manet, dua lukisan Degas, satu lukisan Monet, dan
satu lukisan Renoir. Ketika Judd sedang asyik memandangi lukisan-lukisan itu,
Teri masuk ke dalam ruangan. Sebelumnya Judd sudah menelepon,
memberitahukan bahwa dia akan datang. Teri sudah siap menyambutnya. Dia
mengenakan gaun kamar berwarna merah jambu tanpa apa-apa lagi di baliknya.
"Kau benar-benar datang," kau Teri dengan gembira.
"Saya ingin bicara denganmu."
"Tentu saja. Mau minum?"
"Tidak, terima kasih." Kalau begitu saya saja yang minum untuk merayakan
kedatanganmu," kata Teri. Dia berjalan ke bar di sudut ruang duduk yang luas.
Judd memperhatikannya, dengan pikiran penuh.
Teri kembali membawa minuman dan duduk di sisi Judd di sofa merah jambu.
"Jadi akhirnya kau datang juga ke sini, Manis," katanya. "Saya tahu kau takkan
bisa bertahan terhadap si Teri kecil. Saya tergila-gila kepadamu, Judd. Saya akan
melakukan apa saja untukmu. Katakan saja. Kau membuat semua laki-laki yang
pernah saya kenal kelihatan seperti kotoran busuk." Dia meletakkan
minumannya, lalu meletakkan tangannya pada celana Judd.
Judd menyingkirkan tangan Teri.
"Teri," katanya. "Saya memerlukan bantuanmu."
Teri menafsirkan kata-kata Judd dari segi pemikirannya sendiri. "Saya tahu,
Sayang," katanya dengan suara seperti erangan. ."Saya akan membuatmu sangat
puas seperti yang belum pernah kaualami dalam hidupmu."
"Teri—dengar dulu I Ada orang mencoba membunuh saya!"
Mata Teri memancarkan rasa heran. Hanya sandiwara—ataukah benar-benar?
Judd masih ingat bagaimana permainan Teri pada salah satu pertunjukannya. Dia
memang pandai bersandiwara, tapi bukan aktris yang cukup berprestasi. Kali ini
reaksi yang ditunjukkannya ketika mendengar kata-kata Judd benar-benar tulus.
"Ya, Tuhan! Siapa—siapa yang ingin membunuhmu?"
"Mungkin seseorang yang ada hubungannya dengan salah seorang pasien saya."
"Tapi—ya, Tuhan—mengapa?" "Itulah yang sedang saya selidiki, Teri. Apakah
salah seorang temanmu ada yang pernah bicara tentang kematian... atau
pembunuhan? Mungkin sebagai permainan di pesta, sebagai gurauan?" Teri
menggelengkan kepalanya. "Tidak ada." "Kau kenal dengan orang yang bernama
Don
Vinton?" Judd memperhatikan Teri dengan cemas.
"Don Vinton? Hmm. Mana aku kenal?" "Teri—bagaimana pendapatmu tentang
pembunuhan?"
Teri kelihatan agak gemetar. Judd memegangi pergelangan tangannya, dan dia
bisa merasakan urat nadi Teri berdenyut lebih cepat. "Apakah pembunuhan
membuat pikiranmu gelisah?"
"Saya tidak tahu."
"Coba pikirkan," Judd mendesak. "Apakah pikiran tentang pembunuhan
membuat kau gelisah?"
Denyut nadinya mulai tidak teratur. "Tidak! Tentu saja tidak."
"Mengapa kau tidak menceritakan kepada saya mengenai laki-laki yang
kaubunuh di Hollywood?"
Sekonyong-konyong Teri mengangkat tangannya, akan mencakar muka Judd
dengan kukunya yang tajam. Judd menangkap pergelangan tangannya.
"Kau anjing busuk! Itu sudah dua puluh tahun
yang lalu____ Jadi itulah sebabnya kau datang.
Keluar dari sini! Keluar!" Teri jatuh terduduk dan menangis histeris.
Sesaat Judd memperhatikannya. Teri bisa terdorong untuk membunuh. Wataknya
yang labil, tiadanya penghargaan kepada diri sendiri bisa membuat dia menjadi
sasaran empuk bagi siapa saja yang ingin memperalat dirinya.
Ya, Teri seperti segumpal tanah liat basah yang i tergeletak di comberan. Orang
yang mengambilnya bisa membentuk tuah liat itu menjadi patung! yang indah—
atau menjadi senjata pembawa maut. Yang menjadi pertanyaan, siapa yang
mengambilnya paling akhir? Don Vinton? Judd berdiri. "Maaf," katanya. Dia
keluar dari apartemen merah jambu itu. Bruce Boyd tinggal di daerah perumahan
yang i sudah diperbaharui dekat taman di Greenwich] Village. Pintu rumahnya
dibuka oleh seorang pelayan Filipina yang memakai jas berwarna: putih. Judd
memberitahukan namanya dan diper-1 silakan menunggu di ruang tengah. Lalu
si pelayan menghilang.
Waktu sepuluh menit berlalu, kemudian lima belas menit. Judd menahan
kekesalannya. Mungkin dia seharusnya memberi tahu Detektif Angeli bahwa dia
akan datang ke rumah Boyd. Kalau teori Judd benar, usaha untuk membunuh
dirinya akan segera dilakukan lagi. Dan pembunuhnya akan berusaha keras agar
sasarannya berhasil.
Si pelayan muncul lagi. 'Tuan Boyd segera akan menemui Anda," katanya. Dia
mengantarkan judd naik ke ruang belajar yang mewah, kemudian mengundurkan
diri dengan diam-diam.
Boyd duduk menghadapi meja, sedang menulis. Dia laki-laki yang tampan
dengan muka tajam, hidung runcing, dan bibir penuh. Rambutnya berwarna
pirang dan keriting. Dia berdiri waktu Judd masuk. Tinggi badannya kira-kira
satu meter
delapan puluh, dengan dada dan bahu yang
bidang. . ^
Judd teringat akan identi-kit fisik si pembunuh yang pernah dia deskripsikan di
depan Angeli. Deskripsinya cocok dengan perawakan dan penampilan Boyd.
Judd semakin merasa menyesal karena dia tidak meninggalkan pesan untuk
Angeli.
Suara Boyd lemah-lembut, suara orang yang terpelajar. "Maaf karena
membiarkan Anda menunggu, Dokter Stevens," katanya dengan nada ramah.
"Saya Bruce Boyd." Dia mengulurkan tangannya.
Judd segera mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Boyd, dan secara
tiba-tiba Boyd memukul mulut Judd dengan sekeras-kerasnya. Pukulan ini sama
sekali tidak diduga-duga oleh Judd, dan akibatnya dia jatuh terjajar menabrak
lampu. Lampu dan tubuhnya secara bersamaan roboh ke lantai.
"Maaf, Dokter," kata Boyd, melihat ke bawah kepada Judd. "Kau tahu itu akan
kaualami. Kau anak nakal, bukan? Bangunlah, nanti saya ambilkan minuman."
judd menggeleng-gelengkan kepalanya yang terasa «pusing. Dia mencoba
mengangkat tubuhnya bangkit dari lantai. Ketika dia baru setengah bangkit,
Boyd menyepak perutnya dengan ujung sepatu. Judd roboh kembali ke lantai,
menggeliat-geliat kesakitan.
"Saya sudah menunggu-nunggu kedatanganmu," kata Boyd.
Judd mencoba memandang ke atas, ke aral tubuh rang menjulang tinggi,
walaupun gelombang kesakitan melandanya. Dia mencoba bicara tapi tidak bisa
mengeluarkan kata-kata.
'Tidak usah mencoba bicara," kata Boyd dengan nada kasihan. "Kau pasti merasa
sakit. Saya tahu mengapa kau datang ke sini. Kau ingin menanyakan perihal
Johnny."
Judd bermaksud mengangguk, tapi Boyd menendang kepalanya. Antara sadar
dan tidak dia mendengar suara Boyd seperti datang dari jauh, berom bak-om
bak.
"Dulu kami saling mencintai sebelum dia datang menemui kau. Kau membuat
dia merasa seperti orang yang tidak normal. Kau membuat dia merasa bahwa
cinta kami kotor. Kau tahu siapa yang membuatnya menjadi kotor, Dokter
Stevens? Kau."
Judd merasakan sesuatu yang keras menghantam tulang rusuknya, membuat
seluruh tubuhnya dijalari rasa nyeri yang luar biasa. Sekarang Judd melihat
segala-galanya dalam warna yang indah, seakan kepalanya penuh berisi warna-
warna bianglala.
"Siapa yang memberimu hak untuk mengatakan kepada orang lain bagaimana
caranya bercinta, Dokter? Kau duduk di kantormu seperti dewa, dan
menghukum semua orang yang tidak sependapat dengan dirimu/'
Itu tidak benar, Judd menjawab jauh dalam pikirannya. Sebelumnya Hanson
tidak pernah
ounya pilihan. Aku memberikan pilihan kepadanya. Dan dia tidak memilihmu.
"Sekarang Johnny sudah mati," kata si raksasa pirang yang menjulang tinggi di
atasnya. "Kau yang membunuh Johnny. Sekarang saya akan membunuhmu."
Judd merasakan tendangan lagi di belakang telinganya, dan dia mulai tidak
sadarkan diri. Bagian pikirannya yang sangat jauh seakan-akan bisa melihat
dirinya yang mati secara perlahan-lahan.
Bagian otak kecilnya yang terisolir terus berfungsi, memancarkan pola berpikir
yang lemah. Dia menyesali dirinya sendiri karena tidak lebih dekat lagi
menemukan kebenaran. Dikiranya si pembunuh berambut hitam dengan tipe
Latin, topi ternyata dia berambut pirang. Tadinya dia yakin si pembunuh bukan
seorang homoseks, dan kini ternyata dia keliru. Orang yang gila membunuh
sudah berhasil ditemukannya, dan sekarang dia akan mati karenanya. Judd jatuh
pingsan.
16
Bagian yang jauh dari pikirannya mencoba mengirimkan berita, mencoba
mengirimkan sesuatu yang sangat penting. Tapi jauh di dalam kepalanya ada
yang terasa memukul-mukul sangat sakit, sehingga dia tidak bisa menujukan
konsentrasi kepada masalah kulinya.
Di suatu tempat yang lebih dekat, dia bisa mendengar suara lengkingan
meninggi seperti suara binatang liar yang luka. Perlahan-lahan, dengan susah-
payah Judd membuka matanya. Dia berbaring di tempat tidur dalam sebuah
kamar yang asing. Di sudut kamar, Bruce Boyd sedang < menangis tersedu-sedu.
Judd mencoba duduk. Rasa nyeri dalam tubuhnya membanjiri ingatannya
dengan kenangan tentang apa yang baru saja menimpanya. Tiba-tiba dia
merasakan kemarahan yang amat sangat.
Boyd menoleh ketika mendengar Judd bergerak. Dia berjalan menghampiri
tempat tidur.
"Itu salah Anda sendiri," Boyd mengerang. "Kalau tidak karena Anda, Johnny
masih hidup dan selamat bersama saya."
bukan karena kehendaknya sendiri, I
i terdorong oleh instink membalas dendam yang sudah lama dilupakan dan
terpendam, Judd mengulurkan tangan ke arah leher Boyd. Jari-jari Judd
mencengkeram tenggorokan Boyd, mencekiknya dengan sekuat tenaga.
Boyd tidak bergerak untuk melindungi dirinya. Dia hanya berdiri saja, air mata
mengalir ke pipinya. Judd melihat ke mata Boyd, dan rasanya seperti melihat ke
dalam telaga di neraka. Perlahan-lahan dia melepaskan cekikannya.
Ya, Tuhan, pikirnya, aku seorang dokter. Aku diserang oleh orang yang sakit,
dan aku ingin membunuhnya.
Dia melihat kepada Boyd. Boyd kelihatan seperti anak-anak yang rusak dan liar.
Tiba-tiba Judd mulai menyadari apa yang akan diberitahukan oleh bawah
sadarnya: Bruce Boyd bukan Don Vinton. Seandainya dia Don Vinton, pasti
sekarang dia sudah mati. Boyd tidak mampu melakukan pembunuhan. Rupanya
pendapatnya benar bahwa Boyd tidak cocok dengan identi-kit si pembunuh.
Dalam kesadaran ini ada rasa senang yang ironis.
"Kalau tidak karena Anda, Johnny sekarang pasti masih hidup," kata Boyd
sambil terisak-isak. "Dia pasti di sini bersama saya dan saya bisa
melindunginya."
"Saya tidak menyuruh John Hanson meninggalkanmu," kata Judd dengan susah-
payah. "Itu kehendaknya sendiri." "Kau bohongi"
"Sudah ada yang tidak beres dalam hubungan J mu dengan John, bahkan
sebelum dia datangi menemui saya."
Lama sekali sunyi. Kemudian Boyd meneane-I
guk. "Ya. Kami—kami selalu saja bertengkar."
"Dia berusaha menemukan dirinya sendiri. Instingnya selalu mengatakan
kepadanya bahwa dia ingin kembali kepada istri dan anak-anaknya, jauh di
dalam hati sanubarinya, John ingin sekali menjadi orang yang normal, yang
heteroseksual."
"Ya," bisik Boyd. "Dulu dia terus-menerus mengatakan itu, tapi saya kira itu
hanya untuk menghukum saya." Dia memandang Judd. "Tapi suatu hari dia pergi
meninggalkan diri saya. Dia—pergi begitu saja. Dia tidak lagi mencintai saya."
Nada suaranya mengandung rasa putus asa.
"Dia bukan tidak mencintai Anda lagi," kata Judd. "Dia masih mencintai Anda
sebagai sahabat."
Kini Boyd melihat kepadanya, menatap wajah Judd.
"Anda mau menolong saya?" Matanya memancarkan rasa kalut, ketakutan.
"Tolonglah saya. Anda harus menolong saya."
Suara Boyd lebih mirip suara jerit kesakitan. Judd memandangi Boyd beberapa
saat lamanya. "Ya," kata judd. "Saya akan menolong Anda." "Apakah saya akan
bisa menjadi normal kembali?"
"Yang namanya normal sebenarnya tidak ada. Setiap orang mempunyai
kenormalannya sendiri-
sendiri, dan tidak ada dua orang yang mempunyai kenormalan yang sama."
"Anda bisa membuat saya menjadi heteroseksual?"
"Itu tergantung pada kekerasan kemauan Anda sendiri. Anda bisa menjalani
terapi untuk itu."
"Dan kalau itu gagal?"
"Kalau kelak kita ketahui bahwa Anda memang harus menjadi homoseksual,
sekurang-kurangnya Anda harus menyesuaikan diri dengan kodrat Anda."
"Kapan kita mulai?" tanya Boyd.
Dan tiba-tiba Judd tersentak menyadari kenyataan yang sebenarnya sedang dia
hadapi. Dia duduk di situ dan membicarakan tentang merawat pasien, padahal
mungkin dalam tempo dua puluh empat jam dia akan dibunuh. Dan dia tetap
belum menemukan siapa Don Vinton.
Kini dia sudah menyisihkan Teri dan Boyd, dua tersangka terakhir dalam
daftarnya. Dia masih tetap dalam kegelapan, seperti ketika dia baru memulai
penyelidikan. Kalau analisanya tentang si pembunuh benar, saat sekarang
kemarahan si pembunuh pasti sudah memuncak. Serangan berikutnya akan
segera datang. "Datanglah hari Senin," kata Judd. Waktu taksi membawanya
pulang, Judd mencoba menimbang-nimbang kemungkinannya untuk selamat.
Masa depannya'benar-benar gelap. Apa yang dimilikinya, y»ang sangat
diinginkan oleh Don Vinton? Dan siapakah Don Vinton?
Mengapa dalam arsip kepolisian tidak ada catatan kriminal tentang dirinya?
Mungkinkah dia memakai nama lain? Tidak. Moody jelas sekali mengatakan
"Don Vinton**.
Sulit sekali untuk memusatkan pikiran. Setiap gerakan taksi membuat tubuhnya
yang babak-belur terasa sakit luar biasa. Judd memikirkan pembunuhan dan
usaha pembunuhan yang sudah dilakukan selama ini, mencari suatu pola yang
bisa masuk akal.
Tikaman dengan pisau, membunuh dengan siksaan, "kecelakaan*' tabrak lari,
bom dalam mobilnya, cekikan. Tidak ada pola tertentu yang bisa diambil sebagai
kesimpulan. Hanya kekejaman, kekerasan orang gila.
Judd tidak bisa memikirkan dengan cara apa usaha pembunuhan berikutnya akan
dilakukan. Atau oleh siapa. Titik kelemahannya yang paling besar adalah kantor
dan apartemennya. Dia teringat kembali kepada nasihat Angeli. Semua pintu
pada apartemennya harus diberi kunci yang lebih kuat. Dia akan mengatakan
kepada Mike, penjaga pintu, dan Eddie, operator lift, agar selalu waspada.
Keduanya bisa dipercaya.
Taksi berhenti di muka gedung apartemen. Penjaga pintu membuka pintu taksi.
Dia orang yang sama sekali masih asing bagi Judd.
17
Dia seorang laki-laki yang bertubuh besar, bermuka bopeng, dan bermata hitam
yang cekung. Ada bekas luka yang memanjang di lehernya. Dia mengenakan
mantel seragam Mike yang terlalu sempit baginya.
Taksi berjalan pergi, dan Judd sendirian dengan orang ini. Tiba-tiba rasa sakit
yang diakibatkan karena tubuhnya yang babak-belur menyerangnya. Ya, Tuhan,
jangan sekarang! Dia mengatupkan giginya.
"Mana Mike?" Dia bertanya.
"Sedang berlibur, Dokter."
Dokter. Jadi orang ini tahu dia siapa. Dan Mike sedang berlibur? Dalam bulan
Desember?
Tampak senyuman kecil yang memperlihatkan rasa puas pada wajah orang ini.
Judd melihat ke kedua ujung jalan, tapi jalan benar-benar kosong. Dia bisa
mencoba lari, tapi kondisinya tidak memungkinkan. Tubuhnya yang babak-belur
sakit semua. Bahkan untuk menarik napas pun sudah terasa sakit.
"Rupanya Anda habis mendapat kecelakaan." Suara orang ini sedikit lebih
ramah.
Judd membalikkan tubuh tanpa menjawab dan berjalan ke lobi gedung
apartemen. Dia yakin akan bisa minta tolong kepada Eddie.
Penjaga pintu mengikuti Judd ke lobi. Judd melihat Eddie di dalam lift,
membelakanginya. Judd mulai berjalan menuju lift, setiap langkah menambah
rasa sakit. Tapi dia sadar tidak boleh berhenti sekarang. Yang penting jangan
sampai orang ini bisa menangkapnya di waktu dia sendirian. Orang ini pasti
mengurungkan niatnya apabila ada orang yang bisa menjadi saksi di sekitar
mereka.
"Eddie!" Judd memanggil.
Orang yang berada di dalam lift menoleh.
Judd belum pernah melihat orang ini. Tubuhnya lebih kecil daripada tubuh
penjaga pintu, tapi wajah mereka hampir sama—kecuali orang ini tidak punya
bekas luka di lehernya. Jelas sekali kedua orang ini kakak-beradik.
Judd berhenti, terperangkap di antara mereka berdua. Tidak ada siapa pun lagi di
lobi.
"Naik," kata orang yang di dalam lift. Dia pun menyunggingkan senyum yang
memperlihatkan rasa puas seperti saudaranya.
Jadi inilah akhirnya, wajah-wajah maut. Judd yakin benar bahwa di antara
mereka berdua tidak ada yang merupakan otak dari semua peristiwa yang sudah
terjadi. Mereka hanya pembunuh bayaran. Apakah mereka akan membunuhnya
di lobi, atau lebih suka membunuhnya di apartemen? Di apartemen, pikir Judd.
Itu akan memberi
mereka waktu untuk melarikan diri sebelum may amy a ditemukan.
Judd melangkah menuju kantor manajer. "Saya harus menemui Tuan Katz
untuk...."
Orang yang lebih besar menghalangi jalannya. "Tuan Katz sedang sibuk, Dok,
katanya perlahan.
Orang yang di dalam lift berkata, "Mari saya antar Anda ke atas."
"Tidak," kata Judd. "Saya...."
"Lakukan apa katanya." Tidak ada emosi dalam suaranya.
Tiba-tiba terasa ada udara dingin masuk ketika pintu lobi terbuka. Dua orang
laki-laki dan dua orang wanita masuk bergegas-gegas. Mereka semua
mengenakan mantel tebal, berjalan sambil mengobrol dan tertawa-tawa.
"Ini lebih buruk daripada Siberia," kata salah seorang wanita.
Laki-laki yang memegangi lengannya berwajah gemuk, dengan aksen Barat
Tengah. "Bukan malam yang baik untuk orang atau binatang."
Kelompok ini berjalan menuju lift. Penjaga pintu dan operator lift saling
berpandangan tanpa mengucapkan apa pun.
Wanita yang seorang lagi bicara. Dia bertubuh mungil dan berambut pirang
dengan aksen Selatan
engan
Laki-laki yang kedua protes. "Kalian tidak akan melepas kami pergi sebelum
memberi kami minuman penghangat, bukan?"
"Ini sudah malam, George," kata wanita yang pertama.
'Tapi di luar udaranya dingin sekali. Kalian harus memberi kami minuman lebih
dulu supaya kami tidak mati beku." ^}
Laki-laki yang kedua memperkuat permintaan laki-laki yang pertama. "Hanya
minuman seteguk dan kemudian kami pergi."
"Yah...."
Judd menahan napas. Oh, tolonglah, Tuhan!
Si pirang menyerang. "Baiklah. Tapi hanya segelas minuman, kau dengar?"
Sambil tertawa-tawa, kelompok ini masuk ke lift. Judd cepat-cepat ikut masuk
bersama mereka. Si penjaga pintu berdiri kebingungan, melihat kepada
saudaranya. Yang di dalam lift mengangkat bahu, menutup pintu dan
menjalankan lift naik ke atas.
Apartemen Judd ada di lantai lima. Kalau kelompok ini turun sebelum dia, Judd
akan mendapat kesulitan. Kalau mereka turun sesudah dia, judd akan punya
kesempatan masuk ke apartemennya, membentengi dirinya, dan menelepon
minta pertolongan.
"Lantai berapa?"
Si pirang yang mungil tertawa. "Saya tidak tahu apa yang akan dikatakan suami
saya nanti apabila melihat saya membawa dua laki-laki asing ke
apartemen." Dia menoleh kepada operator lift "Lantai sepuluh."
Judd mengembuskan napas, dan baru sadar bahwa dari tadi dia menahan
napasnya. Dia cepat-cepat berkata, "Lima."
Operator lift melihat kepadanya dengan pandangan ramah dan mengerti. Sampai
ke lantai lima dia membuka pintu. Judd keluar. Pintu lift menutup.
Judd berjalan ke apartemennya, tersaruk-saruk kesakitan. Kunci dikeluarkannya,
pintu dibuka dan dia masuk. Jantungnya berdebar-debar. Maksimal dia
mempunyai waktu lima menit sebelum mereka datang untuk membunuhnya. Dia
menutup pintu dan bermaksud memasang kancing rantai. Kancing rantai putus di
tangannya. Dia melihat ke kancing rantai, dan ternyata rantainya sudah putus
karena gergaji. Kancing rantai itu dilemparkannya, dan dia berjalan ke telepon.
Rasa pusing tiba-tiba datang menyerangnya. Judd bertahan berdiri memerangi
rasa sakit dengan memejamkan mata, sementara waktu yang sangat berharga
berlalu. Dengan susah-payah dia meneruskan berjalan ke telepon, jalannya
terseok-seok.
Satu-satunya orang yang bisa diingatnya untuk ditelepon hanyalah Angeli, tapi
Angeli sedang sakit di rumahnya. Lagi pula apa yang akan dikatakannya? Di sini
ada penjaga pintu dan operator lift haru, dan saya rasa mereka akan membunuh
saya f
Dia mulai sadar bahwa dia sedang memegangi telepon, berdiri terpaku dengan
kepala pusing sehingga tidak bisa melakukan apa pun. Gegar otak, pikiraya.
Mungkin akhirnya aku mati juga karena dibunuh Boyd, pikirnya pula. Mereka
akan masuk dan menemukan dia seperti itu—tidak berdaya. Dia ingat akan
pancaran mata si penjaga pintu. Dia harus bisa mengalahkan mereka,
mengacaukan keseimbangan mereka. Tapi, ya, Tuhan—bagaimana caranya?.
Judd menyetel televisi kecil, sebuah monitor yang memperlihatkan keadaan di
lobi. Lobi kosong sama sekali. Rasa sakitnya kembali lagi, melandanya seperti
gelombang dan menyebabkan dia hampir jatuh pingsan. Dia memaksa
pikirannya yang sudah lelah terpusat kepada problem yang dihadapinya.
Dia dalam keadaan bahaya.... Ya... keadaan bahaya. Dia harus mengambil
tindakan segera. Ya.... Pandangannya menjadi kabur lagi. Dia memusatkan
pandangannya ke telepon. Keadaan bahaya....
Dia mendekatkan telepon ke matanya, supaya bisa membaca angka-angkanya.
Perlahan-lahan, dengan susah-payah karena menahan sakit, dia memutar sebuah
nomor. Pada deringan kelima sebuah suara menjawab. Judd bicara, suaranya
tidak jelas. Matanya menangkap gerakan pada monitor televisi. Kedua laki-laki
itu menyeberangi lobi dan berjalan menuju lift. Waktunya sudah habis.
Kedua laki-laki ini berjalan tanpa suara menuju apartemen Judd. Mereka
mengambil posisi di sebelah kiri-kanan pintu. Laki-laki yang lebih besar, Rocky,
mencoba membuka pintu pelan-pelan. Pintu terkunci. Dia mengulurkan sehelai
kartu plastik, dan dengan hati-hati memasukkannya ke lubang kunci. Kepada
saudaranya dia mengangguk, dan keduanya mengeluarkan revolver yang
memakai peredam suara.
Rocky membuka kunci dengan kartu plastik, kemudian perlahan-lahan membuka
pintu. Mereka masuk ke ruang duduk sambil mengacungkan pistol. Di depan
mereka ada tiga pintu tertutup. Judd entah berada di ruang yang mana!
Laki-laki yang lebih kecil, Nick, mencoba membuka pintu yang pertama. Pintu
ini terkunci. Dia tersenyum kepada saudaranya, menempelkan moncong pistol
ke lubang kunci dan menarik pelatuknya. Pintu terbuka, ternyata itu ruang tidur
Judd. Keduanya masuk ke dalam, memeriksa setiap sudut dengan teliti sambil
mengacungkan pistolnya ke segala penjuru kamar.
Tak ada seorang pun di dalam. Nick memeriksa kamar kecil sementara Rocky
kembali ke ruang duduk. Mereka tidak kelihatan tergesa-gesa. Mereka tahu
bahwa Judd ada di dalam apartemen, bersembunyi dan tidak berdaya. Gerakan
mereka yang lambat seakan disengaja, seolah-olah mereka sedang menikmati
saat-saat terakhir sebelum
membunuh. . , .
Nick mencoba membuka pintu yang kedua.
Pintu ini pun terkunci. Dia menembak lubang kuncinya, dan setelah pintu
terbuka dia masuk ke dalam. Ini adalah ruang belajar. Kosong. Mereka saling
melemparkan senyuman dan berjalan ke pintu yang terakhir.
Ketika mereka melewati monitor televisi, Rocky memegang lengan saudaranya.
Pada layar televisi mereka melihat tiga orang laki-laki terburu-buru masuk ke
lobi. Dua dari mereka mengenakan jas putih, mendorong usungan beroda. Laki-
laki yang ketiga membawa tas dokter.
"Sialan!"
"Tenang saja, Rocky. Rupanya ada orang sakit. Di gedung ini pasti ada seratus
apartemen."
Mereka melihat ke layar televisi terpesona, ketika kedua orang yang mendorong
usungan masuk ke dalam lift, disusul kemudian oleh orang yang ketiga. Pintu lift
tertutup.
"Beri mereka waktu beberapa menit," kata Nick. "Mungkin ada kecelakaan.
Artinya mungkin akan ada polisi."
"Benar-benar sial!"
"Jangan kuatir. Stevens tidak akan pergi ke mana-mana."
Pintu apartemen terbuka lebar. Dokter dengan kedua orang yang mendorong
usungan masuk. Cepat-cepat kedua orang yang di dalam apartemen Judd
memasukkan pistol masing-masing ke saku mantel. Dokter menghampiri
mereka. "Apakah dia
"Siapa?"
"Korban bunuh diri. Dia sudah mati atau masih hidup?"
Kedua orang itu saling memandang, keheranan. "Kalian tidak salah masuk
apartemen?"
Dokter berjalan melewati kedua orang itu dan mencoba membuka pintu kamar
yang masih terkunci. "Pintu ini dikunci. Tolong saya mendo-brak pintu ini."
Kedua kakak-beradik itu melihat dengan tidak berdaya ke arah dokter yang
sedang mencoba mendobrak pintu dibantu oleh dua orang pembawa usungan.
Ketika pintu berhasil dibuka, dokter segera masuk ke dalam. .
"Masukkan usungan!"
Dia menghampiri tempat tidur, tempat Judd berbaring.
"Kau tidak apa-apa?"
Judd melihat ke arah dokter, mencoba memusatkan pandangannya. "Rumah
sakit," Judd menggumam.
"Segera kami antar ke sana."
Kedua kakak-beradik dengan kebingungan memandangi kedua pembawa
usungan yang dengan cekatan memindahkan Judd dari tempat tidur ke usungan,
kemudian menutupinya dengan selimut.
"Mari kita .pergi," kata Rocky.
Dokter mengawasi kedua orang itu pergi. Kemudian dia menoleh kepada Judd
yang berbaring di atas usungan, mukanya pucat dan ketakut-an'
"Kau baik-baik saja, Judd?" Suaranya men dung rasa kuatir.
Judd mencoba tersenyum, tapi tidak ber* >jtt_i___" i__—____rv:^ i____:__• j •
¦ .
»asd
J JL ——U
'Hebat," katanya. Dia hampir tidak bisa roende ngar suaranya sendiri. "Terima
kasih, Pete "
Peter melihat ke bawah kepada sahabatnya kemudian mengangguk kepada kedua
pembawa usungan. "Mari kita berangkat!"
18
Kamar rumah sakit tempat Judd dirawat sekarang berbeda dengan ketika dia
dirawat karena mengalami tabrak lari. Tapi perawatnya tetap sama. Melihatnya
dengan pandangan tidak senang, sambil duduk di tepi tempat tidurnya. Perawat
inilah yang pertama kali dilihatnya ketika Judd membuka matanya.
"Nah, Anda sudah bangun," katanya ringkas. "Dokter Harris ingin menemui
Anda. Akan saya katakan kepadanya bahwa Anda sudah bangun." Dia berjalan
dengan langkah kaku meninggalkan ruangan.
Judd mencoba duduk, menggerakkan tubuhnya dengan hati-hati. Gerakan lengan
dan kakinya agak lambat, tapi semuanya masih utuh. Dia mencoba memusatkan
pandangannya ke sebuah kursi di seberang ruangan, berganti-ganti dengan mata
kiri dan kanannya. Pandangannya agaK kabur.
Ingin konsultasi?" „ ,„ uArris
Judd melihat ke atas. Dokter Seymour Hams ¦««Uh masuk ke kamarnya. bira>
"Nah," kata Dokter Harris dengan g
"ternyata kau salah seorang langganan kami yang terbaik. Kau tahu berapa
rekening untuk jahitan-mu saja? Kami akan memberimu potongan harga....
Bagaimana tidurmu, Judd?" Dia duduk di tempat tidur.
"Seperti bayi. Apa yang kauberikan?"
"Suntikan sodium luminol."
"Pukul berapa sekarang?"
"Tengah hari."
"Ya, Tuhan," kata Judd. "Saya harus keluar dari sini!"
Dokter Harris mengambil catatan dari papan klip yang dibawanya. "Apa yang
ingin kaubicara-kan lebih dulu? Gegar otakmu? Luka robekmu? Atau luka
memar?"
"Saya merasa baik-baik saja."
Dokter Harris menyingkirkan catatannya. Suaranya menjadi serius. "Judd,
tubuhmu babak-belur. Lebih dari yang kausadari. Kalau kau cukup pintar, kau
akan tetap tinggal di tempat tidurmu ini beberapa hari dan istirahat. Kemudian
kauambil liburan selama sebulan."
"Terima kasih, Seymour," kata Judd.
"Maksudmu ingin mengucapkan terima kasih, tapi—tidak, terima kasih. Saya
tidak bisa menerimanya."
"Ada sesuatu yang harus saya selesaikan."
Dokter Harris menghela napas.
"Kau tahu siapa pasien yang paling buruk di dunia? Dokter." Lalu dia mengganti
bahan percakapan, mengalah. "Peter di sini semalaman. Dia
menelepon setiap jam. Dia sangat kuatir memikirkan keadaanmu. Menurut Peter
semalam ada orang yang mencoba membunuhmu."
"Kau tahu sendiri bagaimana sifat dokter—terlalu berlebih-lebihan
imajinasinya."
Harris memandanginya sesaat. Lalu dia mengangkat bahu dan berkata, "Kau
psikoanalis. Saya hanya orang biasa. Mungkin kau tahu apa yang kaulakukan—
tapi saya tidak berani bertaruh satu sen pun tentang itu. Kau yakin benar tidak
mau istirahat di tempat tidur barang beberapa hari?"
"Saya tidak bisa."
"Baiklah, Macan. Kau saya izinkan meninggalkan rumah sakit besok pagi."
Judd ingin protes, tapi Dokter Harris memotong lebih dulu.
"Jangan membantah. Ini hari Minggu. Orang yang memukulimu juga perlu
istirahat."
"Seymour...."
"Satu hal lagi. Saya tidak senang kedengaran seperti nenek-nenek Yahudi, tapi
kau sudah makan akhir-akhir ini?"
"Tidak banyak," kata Judd.
"Oke. Saya akan memberi waktu dua puluh empat jam kepada Nona Bedpan
untuk menggemukkan badanmu. Dan Judd...."
"Ya?"
"Jaga dirimu baik-baik. Saya tidak ingin kehilangan langganan yang baik."
Dokter Harris pun pergi. Judd memejamkan mata untuk istirahat seben-
253
tar. Dia mendengar suara piring beradu. Dan ketika mengangkat mukanya, dia
melihat seorang perawat Irlandia yang cantik sedang mendorong troli berisi
hidangan.
"Anda sudah bangun. Dokter Stevens," dia tersenyum. "Pukul berapa sekarang?
** "Pukul enam."
Jadi dia tidur sepanjang hari.
Perawat itu memindahkan hidangan ke atas meja kecil yang ada di atas tempat
tidurnya. "Malam ini Anda mendapat hidangan istimewa— masakan kalkun.
Besok malam Natal."
''Saya tahu."
Judd tidak memiliki nafsu makan, tapi disantapnya juga hidangan yang disajikan
untuknya. Tiba-tiba dia sadar bahwa dia sangat lapar, dan makan dengan
rakusnya. Dokter Harris menutup semua sambungan telepon. Maka Judd
berbaring di tempat tidur, memulihkan tenaganya dan mengembalikan
kekuatannya yang ada dalam tubuhnya. Besok pagi dia akan membutuhkan
energi sebanyak-banyaknya.
Pada pukul sepuluh pagi keesokan harinya Dokter Seymour Harris menghambur
masuk ke kamar Judd. "Bagaimana keadaan pasien kesayangan?" Mukanya
berseri-seri. "Keadaanmu kini sudah hampir lumayan."
"Saya merasa sudah hampir sehat kembali," Judd tersenyum.
"Bagus. Kau akan mendapat tamu. Saya tidak ingin kau membuat tamumu
ketakutan."
Peter. Dan mungkin juga Norah. Rupanya akhir-akhir ini mereka menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk menjenguknya di rumah sakit.
Dokter Harris meneruskan bicara. "Tamumu Letnan McGreavy." Semangat Judd
merosot. "Dia sudah tidak sabar ingin bicara denganmu. Sekarang dia dalam
perjalanan menuju ke sini. Dia ingin merasa yakin kau dalam keadaan terjaga."
Supaya dia bisa menangkapnya. Karena Angeli sedang sakit di rumah,
McGreavy bebas membuat bukti yang dapat dipakai untuk mendakwa Judd.
Setelah McGreavy menangkapnya, harapan tidak ada lagi. Dia harus melarikan
diri sebelum McGreavy sampai di rumah sakit.
"Tolong suruh perawat memanggilkan tukang cukur," kata Judd. "Saya ingin
bercukur." Suaranya pasti kedengaran aneh, sebab Dokter Harris melihat
kepadanya dengan pandangan aneh pula. Ataukah ini karena sesuatu yang
dikatakan McGreavy kepada Dokter Harris mengenai dirinya.
"Baiklah, Judd." Dia pergi.
Begitu pintu menutup, Judd turun dari tempat tidur dan berdiri. Tidur selama dua
malam mendatangkan keajaiban kepadanya. Berdirinya memang masih agak
terhuyung-huyung, tapi sebentar lagi juga akan kembali seperti sedia kala.
Sekarang dia bisa bergerak dengan cepat. Untuk berpakaian hanya diperlukan
waktu tiga menit.
Judd membuka pintu sedikit. Dia harus yakin bahwa tidak ada orang yang akan
menghentikannya. Kemudian dia cepat-cepat berjalan ke tangga. Ketika dia
mulai menuruni tangga, pintu lift terbuka. Dilihatnya McGreavy keluar dari lift
dan berjalan menuju kamar yang baru ditinggalkannya.
McGreavy berjalan dengan cepat, diikuti oleh seorang polisi berpakaian preman
dan dua orang detektif. Cepat-cepat Judd menuruni tangga dan menuju pintu
masuk khusus untuk mobil ambulans. Sejauh satu blok dari rumah sakit dia
memanggil taksi.
McGreavy masuk ke kamar rumah sakit dan melihat ke tempat tidur yang tak
berpenghuni, kamar kecil pun kosong.
"Menyebar," katanya kepada para pengikutnya. "Mungkin kalian masih bisa
menyusulnya."
Dia mengangkat telepon. Operator menyambungkan permintaannya ke kantor
polisi.
"Ini McGreavy," katanya cepat-cepat. "Saya ingin pengumuman disebar.
Penting.... Dokter Stevens, Judd, laki-laki. Caucasia. Umur...."
Taksi berhenti di muka gedung perkantoran. Sejak saat sekarang di mana pun dia
berada dia tidak aman. Dia tidak bisa kembali ke apartemennya. Dia harus
menyewa kamar di sebuah hotel.
Kembali ke kantornya pun sama bahayanya, tapi itu harus dilakukan sekali ini
saja. Dia membutuhkan sebuah nomor telepon. Judd membayar taksi dan
berjalan ke lobi. Sedap otot dalam tubuhnya masih terasa sakit. Dia berjalan
secepat-cepatnya. Dia tahu benar bahwa waktunya sangat terbatas. Memang
tidak mungkin mereka akan langsung mengira bahwa dia kembali ke kantornya,
tapi dia tidak boleh mengambil risiko. Yang jadi pertanyaan sekarang, siapa yang
akan mendapatkan dirinya lebih dulu, polisi atau pembunuhnya.
Setelah sampai di kantornya, Judd membuka pintu dan masuk. Pintu dikuncinya.
Kantor prakteknya kelihatannya aneh dan suasananya tidak menyenangkan. Judd
sadar bahwa dia tidak bisa lagi merawat pasiennya di situ. Apabila itu dia
lakukan, sama saja dengan memasukkan mereka ke dalam bahaya yang sangat
besar.
Dalam hati dia sangat marah kepada Don Vinton yang telah mengacaukan
kehidupannya. Dia bisa membayangkan apa yang terjadi ketika dua pembunuh
bayaran kakak-beradik kembali dan melaporkan bahwa mereka gagal
membunuhnya. Kalau dia tidak keliru membaca watak Don Vinton, kemarahan
orang itu pasti sudah memuncak sekali. Serangan berikutnya bisa datang setiap
saat.
Judd menyeberangi ruangan untuk mendapatkan nomor telepon Anne. Sebab di
rumah sakit dia teringat kepada dua hal.
Beberapa pertemuan dengan Anne kebetulan mendahului pertemuan dengan
John Hanson.
Juga Anne dengan Carol sering mengobrol. Mungkin Carol tidak sengaja
memberikan informasi yang berbahaya kepada Anne. Kalau memang demikian,
Anne pasti terancam bahaya.
Judd mengambil buku catatan alamat dari dalam laci yang terkunci. Dicarinya
nomor telepon Anne, kemudian memutar telepon. Terdengar deringan tiga kali,
kemudian suara yang ramah berbicara.
"Ini operator. Anda minta nomor berapa?"
Judd memberikan nomor Anne. Beberapa saat kemudian operator berbicara lagi.
"Maaf, Anda salah memberikan nomor. Coba cek buku petunjuk Anda, atau
konsultasi dengan bagian informasi."
"Terima kasih," kata Judd. Telepon diletakkan. Sesaat dia duduk sambil
mengingat-ingat apa yang dilakukan agen teleponnya beberapa hari yang lalu.
Mereka bisa menghubungi semua pasien, kecuali Anne. Mungkin terjadi salah
tulis ketika mencatat nomor teleponnya.
Judd mencari-cari dalam buku petunjuk telepon, tapi tidak bisa menemukan
nama suami Anne maupun nama Anne sendiri. Tiba-tiba dia sadar bahwa dia
harus bicara dengan Anne. Disalinnya alamat Anne: Woodside Avenue 617,
Bayonne, New Jersey.
Lima belas menit kemudian Judd sudah berada di muka tempat persewaan mobil
yang bernama
Avis. Dia bermaksud menyewa mobil. Di belakang pagar ada papan merek yang
bertuliskan: "Kami yang kedua, maka kami berusaha lebih keras". Kalau begitu
kita sama, pikir Judd.
Beberapa menit kemudian dia menjalankan mobil keluar dari garasi. Dia
menjalankan mobil berkeliling blok, merasa puas karena tidak ada yang
membuntuti. Kemudian dia menuju ke Jembatan George Washington untuk pergi
ke New Jersey.
Setelah sampai di Bayonne, dia berhenti di pompa bensin untuk menanyakan
arah. "Tikungan pertama belok ke kiri, jalan ketiga." "Terima kasih."
Judd meneruskan perjalanan. Membayangkan akan bertemu dengan Anne lagi,
membuat denyut jantungnya berpacu lebih cepat. Apa yang akan dikatakan
kepadanya supaya Anne tidak merasa kalut? Apakali suaminya berada di rumah?
Judd membelok ke kiri menuju Woodside Avenue. Dia memperhatikan nomor-
nomor rumah. Dia berada di blok sembilan ratus. Rumah di kiri kanan jalan
kecil-kecil, tua dan sudah dimakan usia dan cuaca. Dia terus menjalankan mobil
ke blok tujuh ratus. Rumahnya bahkan makin kecil-kecil dan lebih tua lagi.
Anne pernah berkata bahwa dia tinggal di sebuah rumah yang indah dan
dikelilingi pohon-pohon. Di situ sama sekali tidak ada pohon. Ketika Judd
sampai di alamat yang diberikan
kepadanya, ia hampir-hampir duga apa yang akan dilihatnya.
Nomor 617 hanyalah tanah koson putnya sudah menghutan.
19
Judd duduk dalam mobil di muka tanah kosong, mencoba menghubung-
hubungkan kenyataan yang ditemukannya. Nomor telepon yang salah mungkin
hanya karena kekeliruan. Atau mungkin hanya alamatnya saja yang salah. Tapi
kalau kedua-duanya salah, rasanya tidak masuk akal. Jelas sekali Anne sengaja
berdusta kepadanya. Dan kalau Anne berdusta tentang tempat tinggalnya, nomor
teleponnya, dan siapa dirinya, tentang apa lagi dia berdusta.
Judd berusaha meninjau kembali mengenai apa yang diketahuinya tentang Anne
secara objektif. Dia hampir tidak mengetahui apa-apa tentang diri Anne. Anne
masuk begitu saja ke kantornya tanpa perjanjian sebelumnya, dan memaksa
ingin menjadi pasiennya.
Selama empat minggu dalam kunjungannya Anne berhasil tetap merahasiakan
apa kesulitannya. Kemudian tiba-tiba dia menyatakan bahwa kesulitannya sudah
bisa dipecahkan, dan pergi meninggalkannya. Pada setiap kun/ungaAnne selalu
membayar tunai, supaya tidak ada cara apa pun untuk melacaknya.
Tapi alasan apa yang menyebabkan Anne ingin menjadi pasien dan kemudian
lenyap begitu saja? Hanya ada satu jawaban. Jawabannya seakan menghantam
Judd, sehingga dia benar-benar merasa sakit.
Kalau seseorang mempunyai rencana untuk membunuhnya—ingin mengetahui
kebiasaan rutinnya di kantor—cara apa lagi yang lebih baik daripada berusaha
masuk sebagai pasien? Itulah yang dilakukan Anne di kantornya. Don Vinton
yang menyuruhnya. Anne menyelidiki apa yang ingin diketahuinya, kemudian
menghilang tanpa bekas.
Semua hanya sandiwara belaka! Dan Judd begitu mudah terkecoh, menelan
bulat-bulat apa yang dikatakannya. Pasti Anne tertawa gelak-gelak waktu
melapor kepada Don Vinton tentang orang tolol yang besar nafsu berahinya dan
menyebut dirinya psikoanalis, serta berpura-pura menjadi ahli jiwa manusia.
Ya, dia jatuh cinta setengah mati kepada wanita yang mempunyai maksud utama
mengusahakan agar dia bisa dibunuh. Di mana kemampuannya menilai watak
manusia? Tindakannya sungguh sangat menggelikan kalau sampai diketahui
oleh Perhimpunan Psikiater Amerika.
Tapi bagaimana kalau itu benar? Bagaimana kalau seandainya Anne datang
dengan kesulitan yang sebenarnya, tapi memakai nama samaran karena takut
memberi malu kepada seseorang? Pada waktunya kesulitan ini sudah
terpecahkan
dengan sendirinya, dan Anne menarik kesimpulan bahwa dia tidak memerlukan
psikoanalis lagi.
Tapi Judd tahu bahwa kemungkinan ini terlalu dicari-cari. Ada faktor X dalam
diri Anne yang harus ditemukan. Dan Judd merasa yakin sekali, bahwa dalam
faktor yang belum diketahui ini terletak jawaban dari apa yang terjadi. Mungkin
juga Anne dipaksa melakukan sesuatu di luar kehendaknya.
Walaupun demikian, memikirkannya saja sudah menyebabkan Judd merasa
dirinya tolol. Dia berusaha membayangkan Anne sebagai gadis yang terancam
bahaya, dan dirinya sendiri sebagai ksatria berbaju besi yang akan menolongnya.
Benarkah Anne mengusahakan agar dia terbunuh? Bagaimanapun juga ini harus
diselidiki dulu.
Seorang wanita tua memakai gaun yang sudah lusuh dan koyak keluar dari
sebuah rumah di seberang jalan dan memandanginya. Judd memutar mobil dan
menjalankannya lagi menuju Jembatan George Washington.
Ada sederet mobil di belakangnya. Salah satu di antaranya mungkin mobil yang
membuntutinya. Tapi mengapa mereka harus membuntutinya? Musuhnya tahu di
mana bisa menemukan dia. Maka dia tidak bisa duduk berpangku tangan
menunggu mereka menyerang. Dia sendiri yang harus mulai menyerang,
memanfaatkan kelengahan mereka, memancing kemarahan Don Vinton agar
melakukan kesalahan besar dan bisa ditundukkan. Ini harus dilakukan sebelum
McGreavy menangkap dan mengurungnya.
Judd menjalankan mobil menuju Manhattan. Satu-satunya kunci untuk
memecahkan persoalan ini hanya Anne—dan Anne sudah lenyap tanpa jejak.
Lusa dia sudah kabur ke luar negeri.
Dan Judd tiba-tiba sadar bahwa dia masih mempunyai satu kesempatan untuk
menemukannya.
Malam Natal sudah tiba. Kantor Panam penuh sesak dengan para pelancong dan
calon pelancong yang menunggu, berebut tempat dalam pesawat yang akan
terbang ke segala penjuru dunia.
Judd berjalan ke loket menembus antrean orang vang menunggu untuk bertemu
dengan manajer. Gadis berpakaian seragam di belakang loket tersenyum
kepadanya dan menyuruh dia menunggu. Manajer sedang menelepon.
Judd berdiri saja mendengarkan potongan percakapan dari sana sini.
"Saya ingin meninggalkan India pada tanggal lima."
"Apakah Paris udaranya dingin?" "Saya ingin menjemput dengan mobil di
Lisbon."
Ingin sekali Judd naik pesawat terbang dan lari jauh-jauh. Tiba-tiba dia sadar
bahwa dia sangat kelelahan, baik fisik maupun emosinya. Don Vinton rupanya
mempunyai banyak anak buah, sedangkan dia hanya sendirian. Mungkinkah dia
akan bisa mengalahkan Don Vinton? "Bisakah saya menolong Anda?" Judd
menoleh. Seorang laki-laki yang kurus dan jangkung berdiri di belakang loket.
"Saya Friendly," katanya. Dia kelihatan seakan menunggu Judd memahami
kelakarnya. Judd tersenyum. "Charles Friendly. Apa keperluan Anda?"
"Saya Dokter Stevens. Saya sedang mencari pasien saya. Dia akan naik pesawat
yang terbang ke Eropa besok pagi."
"Namanya?"
"Blake. Anne Blake." Dia ragu-ragu. "Mungkin mendaftarkan namanya sebagai
Tuan dan Nyonya Anthony Blake."
"Kota mana yang ditujunya?"
"Saya—saya tidak tahu."
"Mereka memesan tempat pada pesawat pagi atau sore?"
"Saya bahkan tidak yakin apakah dia akan naik pesawat Anda," kata Judd.
Pancaran mata Tuan Friendly sudah tidak ramah lagi. "Kalau begitu sayang
sekali saya tidak bisa membantu Anda."
Tiba-tiba Judd merasa panik. "Ini penting sekali. Saya harus menemukannya
sebelum dia berangkat."
"Dokter, Pan-American tiap hari menerbangkan lebih dari satu pesawat ke
Amsterdam, Barcelona, Berlin, Brussels, Copenhagen, Dublin, Dusseldorf,
Frankfurt, Hamburg, Lisbon, London, Munich, Paris, Roma, Shannon, Stuttgart,
dan Wina. Demikian juga hampir semua perusahaan penerbangan lainnya. Anda
harus menghubungi setiap penerbangan satu per satu. Dan saya
265
ragu-ragu apakah mereka bisa menolong Anda, 'j kecuali kalau Anda tahu tujuan
dan waktu 1 pemberangkatannya." Air muka Tuan Friendly kelihatan tidak
sabar.
"Maaf...." Dia be r bal i k dan berjalan pergi. "Tunggu!" kata judd.
Bagaimana caranya menerangkan bahwa ini 4 mungkin kesempatan hidupnya
yang terakhir? 'i Mata rantai terakhir untuk menemukan orang yang berusaha
membunuhnya.
Friendly memandangnya dengan rasa tidak senang yang hampir tidak dapat
ditutup-tutupi lagi. "Ya?"
Judd memaksa dirinya tersenyum, dan kesal kepada dirinya sendiri karenanya.
'Tidakkah Anda mempunyai semacam sistem komputer sentral?" dia bertanya.
"Untuk bisa mengetahui nama semua penumpang dengan..-.."
"Hanya kalau Anda tahu nomor penerbangannya," kata Friendly, Dia berbalik
dan pergi, judd tertegun di muka loket, hatinya sakit
sekali. Keadaannya kini benar-benar terjepit dan
kritis. Dia kalah. Dia tidak bisa pergi ke mana pun
juga lagi.
Serombongan pastor Italia masuk. Mereka memakai jubah panjang dan topi
lebar hitam, kelihatan seperti orang dari zaman pertengahan. Mereka masuk ke
bagian penimbangan dengan membawa kopor, peti, dan keranjang-keranjang
yang berisi buah.
Sementara itu mereka bercakap-cakap dengan
suara keras. Rupanya mereka sedang mempero-lok-olokkan anggota rombongan
yang paling muda, anak laki-laki yang umurnya kelihatan belum lebih dari
delapan belas atau sembilan belas tahun.
Mungkin mereka akan kembali ke Roma sesudah berlibur, pikir Judd waktu
mendengar obrolan mereka. Roma... ke sanalah Anne akan pergi... Anne lagi!
Para pastor berjalan mendekati loket.
"£ molto bene di ritornare a casa."
"Si, d'accordo."
"Signore, per piacere, gnardatemi." "Tutto va bene" "Si, ma..."
"Diomio, dove sono i miei biglietti f" "Cretino, hai perdtito i biglietti." "Ah,
eecoli,"
Mereka memberikan tiket pesawat kepada pastor yang termuda, yang dengan
malu-malu mendekati gadis di belakang loket. Judd melihat ke pintu keluar.
Seorang laki-laki tinggi besar dengan mantel abu-abu berdiri di tengah pintu.
Si pastor muda berbicara dengan gadis di belakang loket. "Dieci. Dieci."
Si gadis melihat kepadanya dengan pandangan hampa. Pastor ini mengumpulkan
pengetahuan bahasa Inggris-nya dan berkata dengan hati-hati sekali, "Ten. Billet
ta. Teeket" Dia menyorongkan tiket ke arah si gadis.
Si gadis tersenyum gembira dan mulai meng-
urus tiket. Para pastor memuji-muji pengetahuan bahasa temannya, dan
menepuk-nepuk pUn~ gungnya.
Sudah tidak ada lagi perlunya tinggal di situ lebih lama. Entah kapan dia harus
menghadapi apa yang harus dihadapinya? Perlahan-lahan Judd berbalik dan
mulai berjalan meninggalkan rombongan pastor.
"Guardate che ha fatto U Don Vinton."
Judd berhenti, tiba-tiba darah mengalir ke wajahnya- Dia berbalik dan
memandangi pastor bertubuh kecil gemuk yang tadi berbicara, dan memegang
lengannya.
"Maaf," kata Judd. Suaranya serak dan tidak menentu. "Anda tadi mengatakan
'Don Vinton'?"
Pastor ini memandang hampa kepadanya, kemudian menepuk-nepuk lengannya
dan beranjak mau pergi.
Judd mempererat pegangannya. "Tunggu!" katanya.
Pastor melihat gelisah kepadanya. Judd memaksa dirinya berbicara dengan
tenang. "Don Vinton. Yang mana dia? Tuniukkan dia kepada
o____*f '
saya.
P^nLTUa.pastor melih*t kepada Judd. ^^annvT^ ^ ™ melihat kePada
KelompoL ~ Hn americano matto" |j**a Italia D -tika ribu« berbicara dalam
f^fysedw!!1 Sudut matanya, Judd melihat °ket- Frie„dly8 memPerhatikannya
dari belakang uk* pintu loket dan mulai
melangkah mendekatinya. Judd berusaha menguasai rasa paniknya. Tangan
pastor dilepaskannya, kemudian mencondongkan badan ke arahnya dan berkata
pelan-pelan dan jelas, "Don Vinton."
Sesaat pastor bertubuh kecil ini melihat ke muka Judd, dan kemudian air
mukanya tampak gembira. "Don Vinton!"
Manajer makin mendekati dengan cepat, sikapnya penuh kebencian. Judd
mengangguk kepada pastor, mengisyaratkan agar pastor itu mulai menerangkan.
Pastor bertubuh kecil ini menunjuk kepada pastor termuda. "Don Vinton—'orang
besar'."
Tiba-tiba Judd menemukan jawaban teka-teki yang membingungkan ini.
20
"Pelan-pelan, pelan-pelan," kata Angeli dengar suara serak. "Saya tidak
memahami sedikit pun yang Anda katakan."
"Maaf," kata Judd. Dia menghela napas panjang. "Saya sudah mendapat
jawabannya!" Judd sangat lega mendengar suara Angeli di telepon, sehingga
gugup sekali dan kata-katanya sulit dimengerti. "Saya tahu siapa yang mencoba
membunuh saya. Saya tahu siapa Don Vinton."
Suara Angeli mengandung nada tidak percaya. "Kami tidak bisa menemukan
orang yang bernama Don Vinton."
"Anda tahu apa sebabnya? Karena itu bukan nama orang—itu sebuah istilah
panggilan untuk orang."
"Tolong bicara lebih lambat."
Suara Judd bergetar karena gembira. "Don Vinton bukan nama orang. Itu istilah
dalam bahasa Italia. Artinya 'orang besar'. Itulah yang akan dikatakan Moody
kepada saya. Bahwa Orang Besar yang berusaha membunuh saya."
"Saya tidak mengerti, Dokter."
"Dalam bahasa Inggris memang tidak ada
artinya," kata Judd. "Tapi kalau diucapkan dalam bahasa Italia—tidakkah ini
menunjukkan sesuatu? Organisasi pembunuh yang dipimpin oleh Orang Besar?"
Lama sekali tak seorang pun bicara dalam telepon. "La Cosa Nostra?"
"Siapa lagi yang bisa mengumpulkan kelompok pembunuh seperti itu dengan
senjata yang begitu hebat? Air keras, bom—pistol! Masih ingat saya mengatakan
bahwa orang yang kita cari kemungkinan besar orang Eropa Selatan? Dia orang
Italia!"
"Rasanya tidak masuk akal. Mengapa La Cosa Nostra ingin membunuh Anda?"
"Itu saya sama sekali tidak tahu. Tapi saya pasti benar. Saya yakin saya pasti
benar. Dan ini cocok dengan yang dikatakan Moody. Dia mengatakan ada
sekelompok orang yang ingin membunuh saya."
"Ini teori paling gila yang pernah saya dengar," kata Angeli. Dia berhenti bicara
sebentar dan kemudian meneruskan, "Tapi saya rasa itu mungkin."
Judd tiba-tiba merasa sangat lega. Seandainya Angeli tidak mau mendengarkan
kata-katanya, dia tidak bisa mengadu kepada siapa pun lagi.
"Anda sudah membicarakan ini dengan seseorang?"
"Belum," kata Judd.
"Jangan!" Kata-kata Angeli terasa mendesak. "Kalau Anda benar, hidup Anda
tergantung
271
kepada apa yang Anda ketahui ini. Jangan dekati kantor atau apartemen Anda."
"Baiklah," Judd berjanji, tiba-tiba dia teringat. "Apakah Anda tahu kalau-kalau
McGreavy mempunyai surat perintah untuk menangkap saya?"
"Ya." Angeli ragu-ragu. "Kalau McGreavy berhasil menangkap Anda, Anda
takkan sampai ke kantor polisi hidup-hidup."
Ya, Tuhan! Kalau begitu perhitungannya tentang McGreavy benar. Tapi Judd
tidak percaya McGreavy yang mendalangi semua ini. Ada
seseorang yang memerintah dia____Don Vinton, si
Orang Besar.
"Anda masih mendengarkan?"
Tiba-tiba mulut Judd terasa kering. "Ya."
Laki-laki yang memakai mantel abu-abu berdiri di luar boks telepon umum dan
memandangi Judd. Apakah ini laki-laki-yang tadi dilihatnya?
"Angeli...."
"Ya?"
"Saya tidak tahu siapa lain-lainnya. Saya tidak tahu seperti apa rupa mereka.
Bagaimana caranya agar saya tetap hidup sampai mereka tertangkap?"
Laki-laki yang berdiri di luar masih memandanginya.
Suara Angeli terdengar di telepon. "Kita langsung menghubungi FBI. Saya
punya kawan yang banyak memiliki koneksi. Dia akan mengatur agar
Anda dilindungi sampai Anda benar-benar aman.
Oke?'' Ada nada yang meyakinkan pada suara
Angeli.
"Oke," kata Judd penuh rasa terima kasih. Lututnya terasa sangat lemas.
"Anda sekarang di mana?"
"Dalam telepon umum di lobi bawah gedung Panam."
"Jangan pergi dari situ. Tetaplah berada di tengah orang banyak. Saya akan
segera datang."
Terdengar suara berdetik di ujung sebelah sana waktu Angeli meletakkan
telepon.
Dia meletakkan telepon kembali ke atas meja tulis kantor detektif, hatinya terasa
sangat sakit. Sudah bertahun-tahun dia berurusan dengan pembunuh, pemerkosa,
dan berjenis-jenis penjahat. Maka lama-kelamaan terbentuk kulit tanduk
pelindung, dan menyebabkan dia percaya kepada ha rga diri dan dasar
kemanusiaan seorang manusia.
Tapi polisi jahat lain lagi.
Polisi jahat adalah koruptor yang menyentuh setiap orang dalam angkatan
kepolisian, yang memperkosa segala-galanya yang diperjuangkan mati-matian
oleh polisi jujur.
Kantor polisi penuh dengan orang yang lalu-lalang dan suara orang bercakap-
cakap, tapi dia tidak mendengarnya. Dua orang polisi berpakaian seragam
melintasi ruangan dengan mengapit seorang pemabuk bertubuh raksasa. Polisi
yang seorang matanya lebam, dan yang seorang lagi menekankan saputangan ke
hidungnya yang berdarah. Lengan baju seragamnya robek. Polisi memang harus
menanggung risiko seperti ini sendirian.
Ya, mereka mempertaruhkan nyawa siang malam setiap hari sepanjang tahun.
Tapi beritanya tidak menjadi berita utama di surat kabar. Polisi jahat beritanya
dimuat di halaman pertama. Satu orang polisi jahat memcemarkan nama seluruh
temannya yang jujur. Polisi jahat ini tidak lain dari pamernya sendiri.
Dengan langkah gontai dia berjalan sepanjang gang menuju kantor Kapten. Dia
mengetuk pintu • sekali dan masuk.
Kapten Bertelli duduk dibelakang meja tulis yang di sana-sini hangus oleh api
puntung cerutu selama bertahun-tahun. Dalam ruangan kantornya juga ada dua
orang dari FBI, memakai j pakaian preman. Kapten Bertelli mengangkat
mukanya ketika pintu terbuka. "Bagaimana?"
Si detektif mengangguk. "Setelah dicek ternyata benar. Penjaga gudang
mengatakan bahwa dia datang dan meminjam kunci Carol Roberts dari lemari
bukti pada Rabu siang, dan mengembalikannya Rabu larut malam. Itulah
sebabnya tes parafin hasilnya negatif. Dia masuk ke kantor Dokter Stevens
dengan menggunakan kunci orisinal. Penjaga gudang tidak bertanya apa-apa,
sebab tahu bahwa dia menangani perkara ini."
"Anda tahu di mana dia sekarang?" tanya salah seorang dari FBI yang lebih
muda.
'Tidak. Kami menyuruh orang membuntuti dia, tapi kehilangan jejaknya. Dia
bisa berada di mana saja."
"Dia akan memburu Dokter Stevens," kata agen FBI satunya.
Kapten Bertelli melihat kepada kedua agen FBI itu. "Bagaimana kemungkinan
Dokter Stevens tetap hidup?"
Agen FBI ini menggelengkan kepalanya. "Kalau mereka menemukan dia
sebelum kita—dia tidak mungkin selamat."
Kapten Bertelli mengangguk. "Kita harus menemukan dia lebih dulu." Suaranya
berubah menjadi bengis. "Saya juga ingin Angeli bisa ditangkap. Saya tidak
peduli bagaimana cara kalian menangkapnya." Dia menoleh kepada si detektif.
"Pokoknya tangkap dia, McGreavy."
Radio polisi terus-menerus mengirimkan berita. "Kode Sepuluh... Kode
Sepuluh.... Semua mobil... ambil lima...."
Angeli mematikan radio. "Ada yang tahu saya menjemput Anda?" Dia bertanya.
"Tidak ada," jawab Judd meyakinkannya. "Anda belum membicarakan La Cosa
Nostra dengan siapa pun?" "Hanya dengan Anda." Angeli mengangguk, merasa
puas. Mereka menyeberangi Jembatan George Washington, dan menuju New
Jersey. Tapi segala-galanya sudah berubah. Sebelumnya Judd merasa sedih. Kini
dengan Angeli di sisinya, dia tidak lagi merasa seperti orang yang sedang diburu.
Dia ganti menjadi pemburu. Dan pikiran ini membuatnya merasa sangat puas.
Karena saran Angeli, Judd meninggalkan mobil sewaannya di Manhattan.
Kemudian dia ikut naik mobil polisi tanpa tanda milik Angeli. Kini Angeli
menjalankan mobil ke utara di Palisades Interstate Parkway, dan keluar di
Orangeburg. Mereka mendekati Old Tappan.
"Anda cerdik sekali bisa mengetahui apa yang terjadi, Dokter," kata Angeli.
Judd menggelengkan kepala. "Seharusnya saya sudah bisa menarik kesimpulan
begitu saya tahu orang yang terlibat lebih dari satu. Pasti yang melakukan
sebuah organisasi yang menggunakan pembunuh bayaran. Saya rasa Moody
sudah mencurigai apa yang sebenarnya ketika melihat bom di mobil saya.
Mereka bisa memakai segala macam senjata."
Dan Anne. Anne termasuk bagian dari operasi, dengan tugas mengusahakan
supaya mereka bisa membunuhnya. Walaupun demikian—Judd tidak bisa
membencinya. Tidak peduli apa yang dilakukannya, Judd tidak bisa
membencinya.
Angeli membelokkan mobil dari jalan besar. Dengan tangkasnya dia
menjalankan mobil di jalan kelas dua yang menuju daerah yang ditumbuhi
pohon-pohon.
"Teman Anda tahu kita akan datang?" tanya Judd.
"Saya.sudah menelepon dia. Dia sudah siap menyambut Anda."
tib!-l?h f^smipangan muncul dengan tiba-' Qan Angel, membelokkan mobil ke
situ. P1
jalan ini dia menjalankan mobil sejauh satu mil, kemudian menghentikannya di
muka pintu gerbang otomatis.
Judd memperhatikan ada kamera televisi kecil terpasang di atas pintu gerbang.
Terdengar suara berdetik. Pintu bergerak membuka, kemudian menutup lagi di
belakang mereka. Mobil terus dijalankan sepanjang jalan taman yang panjang
melingkar.
Dari celah pohon-pohon di mukanya, Judd melihat sepintas lalu sebagian atap
sebuah rumah yang sangat besar. Tinggi di puncaknya, berkilat-kilat kena sinar
matahari, bertengger seekor ayam jantan terbuat dari perunggu.
Ekor ayam jantan perunggu ini sudah hilang.
21
Di pusat komunikasi Markas Besar Kepolisian yang kedap suara dan terang-
benderang oleh lampu neon, selusin polisi melayani pesawat penghubung
telepon raksasa. Enam orang operator duduk pada tiap-tiap sisi panel. Setiap
laporan yang masuk dicatat dan dikirim ke atas, untuk disiarkan kepada seluruh
mobil patroli.
Laporan terus-menerus berdatangan. Mengalir siang dan malam, seperti sungai
tragedi dari warga kota metropolitan yang sangat besar. Laki-laki dan perempuan
yang ketakutan... sendirian... putus asa... mabuk... luka... dibunuh ....Ini seperti
lukisan Hogarth, tapi dilukis dengan kata-kata yang tajam penuh rasa sakit dan
bukan dengan cat.
Pada hari Senin sore itu suasana terasa lebih tegang dibandingkan biasanya.
Setiap operator telepon melakukan tugasnya dengan konsentrasi penuh.
Walaupun demikian perhatian mereka tidak lepas dari sejumlah detektif dan
agen FBI yangkeluar-masuk ruangan. Orang-orang kepolisian ini menerima dan
memberikan perintah, bekerja dengan tenang dan efisien menebarkan
jaring elektronis untuk menangkap Dokter J Stevens dan Detektif Frank Angeli.
Suasana semakin sibuk, seakan-akan mereka digerakkan oleh dalang boneka
yang gugup.
Kapten Bertelli sedang bercakap-cakap dengan Allen Sullivan, anggota Komisi
Kriminal Kota-praja. Ketika itu McGreavy masuk ke ruangan. Sebelumnya
McGreavy sudah pernah bertemu dengan Sullivan. Dia seorang yang tangguh
dan jujur. Bertelli memutus percakapannya dan menoleh kepada Detektif
McGreavy, air mukanya penuh tanda tanya.
"Keadaan terus berkembang," kata McGreavy. "Kita menemukan seorang saksi
mata, penjaga malam yang bekerja di gedung seberang kantor Dokter Stevens.
Pada hari Rabu malam ketika ada orang yang mendobrak masuk ke kantor
Dokter Stevens, penjaga malam ini baru saja memulai tugasnya. Dia melihat dua
orang laki-laki memasuki gedung. Pintu yang menghadap ke jalan terkunci, dan
mereka membukanya dengan kunci. Dia mengira mereka bekerja di situ."
"Kau mengetahui identitasnya?"
"Dia bisa mengenali potret Angeli."
"Rabu malam seharusnya Angeli tidur di rumah karena sakit flu."
"Benar."
"Bagaimana mengenai laki-laki satunya?" "Penjaga malam tidak begitu jelas
melihatnya." Seorang operator menghidupkan salah satu lampu berwarna merah
dan menoleh kepada
Kapten Bertelli. "Untuk Anda, Kapten. Dari Patroli Jalan Raya New Jersey."
Bertelli mengangkat telepon. "Kapten Bertelli di sini." Dia mendengarkan
sebentar. "Betul?.... Bagus! Kau bisa mendapatkan setiap unit yang dibutuhkan?
Pasanglah blokade jalan. Saya ingin daerah itu dikepung rapat. Jangan sampai
putus hubungan.... Terima kasih."
Dia meletakkan telepon dan berbalik menghadapi kedua rekannya. "Rupanya
kita masih mujur. Seorang anggota pasukan patroli di New jersey melihat mobil
Angeli di jalan kelas dua dekat Orangeburg. Dan kini Patroli Jalan Raya sedang
menyelidiki daerah itu."
"Dokter Stevens?"
^Dia dalam mobil bersama Angeli. Masih hidup. Jangan kuati r. Pasukan patroli
akan menemukan mereka."
McGreavy mencabut dua batang cerutu. Dia menawarkan sebatang kepada
Sullivan, tapi dito- j lak. Lalu dia memberikan sebatang kepada Bertelli j dan
memasukkan yang sebatang lagi di antara j bibirnya,
"Kita memiliki satu hal yang menguntungkan, j Dokter Stevens selalu mujur."
Dia menyalakan geretan dan menyulut kedua batang cerutu. "Saya j baru saja
menghubungi sahabatnya, Dokter Peter j Hadley. Dokter Hadley menceritakan
kepada saya bahwa ketika dia menjemput Dokter Stevens j di kantornya
beberapa hari yang lalu, dia juga
menemukan Angeli berada di sana dengan pistol di tangan. Angeli berbohong
dengan mengatakan
bahwa dia menunggu kedatangan pencuri. Menurut perkiraan saya, kedatangan
Dokter Hadley justru menyelamatkan jiwa Stevens."
"Bagaimana asal mulanya kau mencurigai Angeli?" tanya Sullivan.
"Awalnya ketika saya mendengar laporan bahwa dia memeras beberapa orang
pedagang," kata McGreavy. "Dan ketika saya mengecek laporan itu, semua
korban pemerasan tidak bersedia membuka mulut. Mereka ketakutan, tapi saya
tidak tahu apa sebabnya. Saya tidak mengatakan apa-apa kepada Angeli. Saya
hanya mengawasinya saja lebih cermat."
"Waktu pembunuhan Hanson terjadi, Angeli datang dan bertanya apakah dia bisa
menangani perkara ini bersama saya. Dia membual bahwa dia sangat
mengagumi saya, dan sejak dulu ingin menjadi patner saya. Saya tahu bahwa dia
pasti mempunyai tujuan. Maka dengan izin Kapten Bertelli, saya melayani
permainannya.
"Tidak heran dia begitu ingin menangani perkara ini, sebab dia ternyata ikut
terlibat! Waktu itu saya tidak yakin apakah Dokter Stevens terlibat dalam
pembunuhan Hanson dan Carol Roberts. Tapi saya memutuskan akan
memperalat dia, untuk membantu menjebak Angeli.
"Saya membuat perkara palsu untuk menjatuhkan Stevens, dan mengatakan
kepada Angeli
bahwa saya akan menangkap Dokter Stevens sebagai pelaku pembunuhan. Saya
berpikir kalau Angeli mengira dirinya tidak dicurigai, dia akan tenang dan
kehilangan kewaspadaan." "Apakah itu berhasil?"
'Tidak. Saya heran setengah mati karena Angeli berusaha keras agar Stevens
tidak ditahan."
Sulh'van melihat kepadanya, keheranan. 'Tapi mengapa begitu?"
"Sebab dia berusaha membunuh Stevens. Dia takkan berhasil melakukannya
kalau Stevens ditahan di sini."
"Waktu McGreavy mulai menambahkan tekanan," kata Kapten Bertelli, "Angeli
menemui saya dan mengatakan bahwa McGreavy berusaha memfitnah Dokter
Stevens."
"Sejak itu kami yakin bahwa kami pada jalan yang benar," kata McGreavy.
"Stevens menyewa seorang detektif partikelir bernama Norman Moody. Saya
mengecek Moody, dan mengetahui bahwa dulu dia pernah berurusan dengan
Angeli ketika klien Moody ditangkap oleh Angeli dalam perkara obat bius.
Moody mengatakan bahwa kliennya di fitnah. Sekarang saya menarik
kesimpulan bahwa kata-kata Moody pasti benar."
"Jadi sejak semula Moody sudah tahu jawaban-
"Itu bukan semata-mata karena nasib mujur. Moody memang orang yang cerdas.
Dia sudah mengira bahwa Angeli kemungkinan terlibat dalam kasus Hanson dan
Carol Roberts. Ketika
dia menemukan bom di mobil Dokter Stevens, dia menyerahkan bom itu kepada
FBI dan meminta mereka mengeceknya.**
"Dia takut jangan-jangan Angeli akan bisa melenyapkan bukti ini kalau bom
diserahkan ke sini?"
"Dugaan saya begitu. Tapi seseorang membuat kesalahan dan salinan laporan
jatuh ke tangan Angeli. Sejak itu Angeli tahu bahwa Moody dapat
mencelakakannya. Pertama kalinya kami mendapat petunjuk yang sangat jelas
ialah ketika Moody menyebutkan nama 'Don Vinton'." "Istilah La Cosa Nostra
untuk 'Orang Besar'." "Yah. Karena suatu alasan, orang dari La Cosa Nostra
ingin membunuh Dokter Stevens."
"Bagaimana kau tahu Angeli mempunyai hubungan dengan La Cosa Nostra?"
"Saya menemui kembali pedagang yang diperas oleh Angeli. Ketika saya
menyebutkan La Cosa Nostra, mereka panik luar biasa. Angeli bekerja untuk
salah satu keluarga La Cosa Nostra. Tapi dia serakah, dan sebagai sambilan dia
melakukan pemerasan sendiri."
"Mengapa La Cosa Nostra ingin membunuh Dokter Stevens?" tanya Sullivan.
"Saya tidak tahu. Kami telah menyelidiki dari berbagai segi." Dia menghela
napas kesal. "Kami sial sekali. Angeli bisa melepaskan diri dari orang kami yang
membuntutinya. Dokter Stevens lari dari rumah sakit, sebelum saya bisa
memberikan peringatan mengenai Angeli dan memberikan erlindungan."
ampu di atas panel sebuah pesawat telepon L !«i Seorang operator menenma
laporan ? ™ia»garkan sebentar. "Kapten Bertelli." ^2.mengangkat telepon.
"Kapten Bertelli
^'mendengarkan sebentar tidak mengatakan apa-apa. Kemudi» telepon
diletakkan perlahan-lahan dan menoW. kepada McGreavy. Mereka kehilangan
feiak/'
22
Athony demarco mempunyai mana.
Judd bisa merasakan kekuatan kepribadiannya yang berkobar-kobar dari
seberang ruangan, datang bergelombang-gelombang dan melanda dengan
kekuatan luar biasa. Anne tidak berbohong ketika dia mengatakan bahwa
suaminya sangat tampan. Dia bahkan tidak membesar-besarkan kenyataan yang
sebenarnya.
wajah DeMarco seperti wajah orang-orang Romawi klasik dengan profil yang
sempurna. Matanya hitam, dan ada beberapa helai uban pada rambut hitamnya
yang justru membuat dia semakin tampan. Umurnya sekitar empat puluh lima
tahun, jangkung dan mempunyai potongan atletis. Gerakannya lincah dan
cekatan, penuh keindahan hewani. Suaranya dalam dan penuh daya magnet.
"Anda mau minum, Dokter}' Judd menggeleng, terpesona kepada laki-laki di
hadapannya. Semua orang bisa bersumpah bahwa DeMarco seratus persen
normal, laki-laki yang mempesonakan. Dia tuan rumah yang sempurna, yang
sedang menerima tamu w™1™* Mereka semua berlima, berkumpul dalam
ruang
perpustakaan yang mewah. Judd, DeMarco, Detektif Angeli, dan dua orang yang
mencoba membunuh Judd di apartemennya: Rocky dan Nick Vaccaro. Mereka
duduk melingkar mengeli-hngi Judd.
Judd memperhatikan wajah-wajah musuh yang mengelilinginya, dan dia merasa
puas. Akhirnya dia tahu siapa yang menjadi lawannya, atau orang-orang yang
dilawannya. Kalau memang istilah "perlawanan" merupakan kata yang benar.
Dia berjalan sendiri masuk ke perangkap Angeli. Bahkan lebih buruk lagi. Dia
menelepon Angeli, meminta dia datang menjemputnya! Angeli, Yu-das yang
membawanya ke situ untuk dibunuh.
DeMarco memperhatikan Judd dengan rasa tertarik. Mata hitamnya seakan-akan
menikam. "Saya banyak sekali mendengar tentang Anda," katanya.
Judd diam saja.
"Maaf karena kami membawa Anda ke sini dengan cara seperti ini, tapi ini perlu
kami lakukan untuk mengajukan beberapa pertanyaan kepada Anda." Dia
tersenyum meminta maaf, wajahnya berseri-seri.
Judd tahu apa yang akan dihadapinya, dan pikirannya berputar dengan cepat.
"Apa yang Anda bicarakan dengan istri saya, Dokter Stevens?"
Suara Judd mengandung rasa terkejut. "Istri Anda? Saya tidak kenal dengan istri
Anda." DeMarco menggelengkan kepalanya sebagai
celaan. "Dia pergi ke kantor Anda dua kali seminggu dalam tiga minggu yang
terakhir ini."
Judd mengerutkan muka, berpikir. "Saya tidak mempunyai pasien yang bernama
DeMarco....'*
DeMarco mengangguk mengerti. "Mungkin dia memakai nama lain. Mungkin
nama gadisnya. Blake-Anne Blake."
Dengan hati-hati Judd menunjukkan keheranan. "Anne Blake?"
Kedua kakak-beradik Vaccaro makin mendekat.
"Jangan," kata DeMarco tajam. Lalu dia kembali menghadapi Judd. Sikapnya
yang ramah sudah hilang. "Dokter, kalau kau coba-coba mempermainkan saya,
saya akan melakukan hal yang takkan kaupercaya."
Judd melihat ke matanya dan percaya kepada yang dikatakannya. Dia sadar
bahwa jiwanya tergantung pada seutas benang. Dikuatkannya hatinya, supaya
suaranya tetap mengandung ketabahan. "Kau boleh melakukan sekehendakmu.
Sampai saat ini saya tidak tahu bahwa Anne Blake adalah istrimu."
"Mungkin itu benar," kata Angeli. "Dia...."
DeMarco tidak mengacuhkan Angeli. "Apa yang kalian bicarakan selama tiga
minggu?"
Mereka sudah sampai kepada kenyataan. Sejak saat Judd melihat ayam jantan
perunggu di atap, teka-teki yang terakhir sudah terjawab. Anne tidak
menjebaknya untuk dibunuh, Anne juga seorang korban, seperti dia sendiri.
Anne menikah dengan Anthony DeMarco, pemilik perusahaan konstruksi yang
sukses, tapi tidak tahu siapa sebenarnya DeMarco yang menjadi suaminya ini.
Kemudian sesuatu pasti terjadi, yang membuat Anne mulai curiga. Anne
mungkin curiga bahwa suaminya bukan seperti kelihatannya, dan terlibat dalam
sesuatu yang illegal serta mengerikan.
Karena tidak mempunyai tempat mengadu, Anne meminta tolong kepada
seorang psikoanalis. Dia meminta tolong kepada orang yang sama sekali asing,
orang yang bisa dipercaya. Tapi di kantor Judd, kesetiaan terhadap suami
menyebabkan Anne tidak bisa membicarakan ketakutannya.
"Kami tidak membicarakan hal apa pun," kata Judd dengan suara tenang.
"Istrimu tidak mau mengatakan apa kesulitannya."
Mata DeMarco yang hitam terpusat kepadanya, menyelidiki, menimbang-
nimbang. "Kau harus memberi keterangan yang lebih baik daripada itu."
DeMarco pasti merasa panik sekali ketika mengetahui istrinya menemui seorang
psikoanalis. Ya, Anne istri seorang pemimpin La Cosa Nostra! Tidak heran
DeMarco tidak segan-segan membunuh, berusaha mendapatkan arsip tentang
diri Anne.
"la hanya mengatakan kepada saya," kata Judd, "bahwa dia merasa tidak bahagia
karena, sesuatu, tapi tidak bisa membicarakannya."
"Kau saya beri waktu sepuluh detik," kata
DeMarco. "Saya mempunyai catatan tentang setiap menit yang dihabiskannya di
kantormu. Apa yang dikatakannya selama tiga minggu? Dia pasti mengatakan
kepadamu siapa saya sebenarnya."
"Dia mengatakan bahwa kau mempunyai perusahaan konstruksi."
DeMarco memperhatikan Judd dengan sikap dingin. Judd bisa merasakan titik-
titik keringat muncul di dahinya.
"Saya sudah membaca buku-buku mengenai analisis, Dokter. Pada umumnya
pasien mengatakan semua yang ada dalam pikirannya."
"Itu merupakan bagian dari terapi," kata Judd tegas. "Itulah sebabnya saya tidak
mengetahui tentang Nyonya Blake—tentang Nyonya DeMarco. Saya bermaksud
menghentikan terapi untuknya."
"Tapi kau tidak berbuat begitu."
"Saya tidak perlu berbuat begitu. Ketika dia datang menemui saya pada hari
Jumat, dia mengatakan akan bepergian ke Eropa."
"Anne mengurungkan maksudnya. Dia tidak ingin pergi ke Eropa bersama saya.
Kau tahu apa
sebabnya?" Judd memandangnya, benar-benar keheranan.
"Tidak."
"Karena kau, Dokter."
lantung Judd terlonjak sedikit. Dengan hati-hati dia menahan perasaannya,
supaya tidak kentara pada suaranya. "Saya tidak mengerti."
"Kau pasti mengerti. Semalam saya dan Anne berbicara panjang-lebar. Dia
merasa berbuat kesalahan dalam perkawinan kami. Dia merasa tidak bahagia
lagi hidup bersama saya, sebab dia jatuh cinta kepadamu, Dokter.**
Waktu berbicara, suara DeMarco hampir seperti bisikan yang lirih. Kemudian
dia meneruskan, "Saya ingin kau menceritakan apa yang terjadi ketika kalian
hanya berdua di ruang praktekmu dan dia berbaring di sofa."
Judd menguatkan hatinya, menahan gejolak perasaan yang melandanya. Jadi
Anne jatuh cinta kepadanya! Tapi apa gunanya itu bagi mereka sekarang?
DeMarco masih memandangnya, menunggu jawaban.
"Tidak terjadi apa pun. Kalau kau memang sudah membaca tentang analisis, kau
pasti tahu bahwa setiap pasien wanita mengalami transferensi emosi. Pada satu
atau lain waktu, mereka mengira jatuh cinta kepada dokternya. Tapi itu hanya
satu fase yang akan berlalu dengan sendirinya.'*
DeMarco memperhatikan Judd dengan cermat. Matanya yang hitam menatap
mata Judd, menyelidiki.
"Bagaimana kau tahu dia datang menemui saya?" tanya Judd, mencoba bertanya
dengan seenaknya.
Sesaat DeMarco melihat kepada Judd. Kemudian dia berjalan ke meja tulis
besar, dan mengambil pembuka surat yang berbentuk pisau belati yang sangat
tajam.
"Salah seorang anak buah saya melihat dia masuk ke gedung tempat kantormu
berada. Di situ banyak dokter kandungan. Mereka mengira mungkin Anne
merahasiakannya untuk memberikan kejutan kepada saya. Mereka mengikutinya
terus, dan ternyata dia masuk ke kantormu."
DeMarco berbalik menghadapi Judd.
"Memang benar itu merupakan kejutan buat saya. Mereka mengetahui bahwa dia
menemui seorang psikiater. Istfi Anthony DeMarco membocorkan urusan
pribadi kepada seorang pengerut kepala."
"Saya sudah bilang dia tidak...."
Suara DeMarco kedengaran melunak. "Com-missione menyelenggarakan rapat.
Dalam pemungutan suara mereka memutuskan agar saya membunuh dia, seperti
kami membunuh siapa saja yang menjadi pengkhianat."
Kini DeMarco berjalan mondar-mandir. Ini mengingatkan Judd kepada binatang
buas yang dikurung.
"Tapi mereka tidak bisa memberikan perintah kepada saya seperti kepada
serdadu kampung. Saya Anthony DeMarco, seorang Capo. Saya berjanji kepada
mereka, jika Anne benar-benar membicarakan urusan kami, saya akan
membunuh laki-laki yang diajaknya berbicara. Dengan kedua tangan ini."
DeMarco mengangkat kedua tangannya, yang satu menggenggam pisau belati
yang berk.lat-k.lat
karena tajamnya. "Dan kaulah yang diajaknya bicara, Dokter."
Kini sambil berbicara DeMarco berjalan mengelilingi Judd. Setiap kali DeMarco
berjalan di belakangnya, tanpa disadarinya sendiri Judd ber-siap-siap menunggu
serangan.
"Kau keliru kalau...." Judd mulai bicara.
"Tidak. Kau tabu siapa yang membuat kekeliruan? Anne.**
Dia memandangi Judd dari atas ke bawah dan sebaliknya. Kelihatannya dia
benar-benar sangat heran.
"Bagaimana sampai dia mengira bahwa kau laki-laki yang lebih baik daripada
saya?"
Kakak-beradik Vaccaro tertawa.
"Kau bukan apa-apa. Hanya orang biasa yang pergi ke kantor setiap hari dan
berpenghasilan —berapa? Tiga puluh ribu setahun? Lima puluh? Seratus?
Penghasilan saya lebih dari itu dalam seminggu."
Topeng DeMarco kini merosot dengan cepatnya, diberati oleh tekanan emosinya.
Bicaranya mulai pendek-pendek, letupan perasaan yang didorong oleh
kegugupan. Keburukan mulai menutupi wajahnya yang tampan.
Anne hanya melihat DeMarco ketika dia mengenakan topeng. Sedang Judd kini
melihat ke wajah telanjang seorang yang gila membunuh. "Kauberkasih-kasihan
dengan siputana kecil!" "Kami tidak berkasih-kasihan," kata Judd.
DeMarco mengawasinya, matanya menyala-nyala. "Dia tidak ada artinya
bagimu?"
"Sudah saya bilang. Dia hanya seorang pasien bagi saya."
"Oke," kata DeMarco akhirnya. "Kaukatakan itu kepada dia."
"Apa yang harus saya katakan kepadanya?"
"Bahwa kau sama sekali tidak peduli kepadanya. Saya akan memanggil dia ke
sini. Saya ingin kau bicara dengan dia, sendirian."
Denyut nadi Judd berdetak makin cepat. Dia akan diberi kesempatan untuk
menyelamatkan dirinya bersama Anne.
DeMarco menjentikkan jarinya, dan anak buahnya berjalan ke ruang tengah.
Lalu DeMarco kembali menghadapi Judd. Matanya yang hitam seakan tertutup
kabut. Dia tersenyum manis, topengnya terpasang lagi.
"Kalau Anne memang tidak tahu apa-apa, dia akan tetap hidup. Kau harus
meyakinkan dia bahwa dia sebaiknya pergi ke Eropa bersama saya."
Tiba-tiba Judd merasakan mulutnya kering. Tampak pancaran kemenangan pada
mata DeMarco. Judd tahu apa sebabnya. Dia meremehkan lawannya.
Itu kesalahan yang fatal.
DeMarco bukan pemain catur. Walaupun demikian dia cukup cerdik, dan tahu
bahwa dia memegang pion yang membuat Judd tidak berdaya. Anne. Langkah
apa pun yang akan diambil
Judd, Anne tetap dalam bahaya. Kalau dia membiarkan Anne pergi ke Eropa
bersama DeMarco, dia yakin bahwa jiwa Anne tetap terancam.
Pendeknya Judd tidak percaya bahwa DeMarco akan membiarkan Anne tetap
hidup. La Cosa Nostra takkan mengizinkan. Di Eropa DeMarco akan mengatur
terjadinya "kecelakaan". Sebaliknya, kalau dia mengatakan agar Anne jangan
pergi, dan Anne tahu apa yang akan menimpanya, Anne akan berusaha
mencegah—dan akibatnya seketika Anne akan dibunuh. Tidak ada cara untuk
melarikan diri, yang ada hanya pilihan antara dua perangkap.
Dari jendela kamar tidurnya di lantai dua, Anne mengawasi kedatangan Judd dan
Angeli. Sesaat dia merasa sangat gembira. Dia yakin Judd datang untuk
membawanya pergi, menolongnya dari situasi mengerikan yang sedang
dialaminya. Tapi kemudian dia melihat Angeli mengeluarkan pistol dan
memaksa Judd masuk ke dalam rumah.
Dalam empat puluh delapan jam yang terakhir Anne sudah mengetahui
kebenaran mengenai suaminya. Sebelum itu dia hanya merasakan kecurigaan
yang samar-samar, tidak jelas. Mula-mula dia bahkan tidak percaya, sehingga
dia mencoba menyingkirkan syak wasangkanya.
Kecurigaannya terhadap suaminya dimulai beberapa bulan yang lalu. Ketika itu
dia pergi ke Manhattan untuk menonton pementasan drama. Tapi dia pulang
lebih cepat, sebab pemain uta-
manya mabuk dan layar diturunkan pada tengah-tengah babak kedua.
Sebelumnya Anthony mengatakan kepadanya bahwa di rumah akan ada
pertemuan bisnis, tapi pasti sudah selesai sebelum Anne pulang.
Nah, ketika Anne pulang pertemuan masih berlangsung. Sebelum suaminya
yang terkejut sempat menutup pintu perpustakaan, Anne mendengar seseorang
berseru marah, "Saya memilih untuk memukul pabrik malam ini juga dan
membereskan bangsat-bangsat itu sekalian!"
Bunyi kalimat ini, rupa orang-orang asing yang bengis-bengis, dan kegugupan
Anthony melihatnya membuat Anne terkejut. Tapi Anne meneri- * ma
penjelasan suaminya, sebab dia ingin sekali merasa yakin bahwa penjelasan
suaminya benar. Dalam waktu enam bulan masa perkawinan mereka, DeMarco
bersikap lemah-lembut dan merupakan suami yang penuh pengertian. Kadang-
kadang DeMarco terlihat juga oleh Anne seolah-olah sedang menahan
kemarahan, tapi dengan cepat dia selalu bisa menguasai dirinya.
Beberapa minggu setelah peristiwa sehabis menonton drama itu Anne
mengangkat telepon, dan tidak sengaja ikut mendengar suara Anthony di telepon
yang berada di ruang kerjanya. "Malam ini kita mengambil alih pengiriman dari
Toronto. Kalian harus menyiapkan seseorang untuk mengurus penjaganya. Dia
bukan orang kita."
Anne meletakkan telepon, pikirannya terguncang. "Mengambil alih
pengiriman"... "mengurus
penjaganya"... kedengarannya mengandung bahaya, tapi mungkin juga hanya
isulah bisnis biasa saja.
Dengan hati-hati Anne mencoba menanyakan kepada Anthony tentang kegiatan
bisnisnya. Tiba-tiba seperti ada dinding baja yang memisahkan mereka. Anne
merasa berhadapan dengan orang asing yang penuh kemarahan, yang
menyuruhnya mengurusi pekerjaan rumah tangga dan jangan mencampuri
urusan bisnis. Mereka bertengkar dengan sengitnya, tapi malam berikutnya
Anthony memberinya kalung yang mahal dan minta maaf dengan lemah-lembut.
Sebulan kemudian insiden yang ketiga terjadi. Anne terbangun dari tidurnya
pukul empat pagi karena bunyi pintu dibanting. Dia memakai gaun kamar dan
turun untuk menyelidiki. Dia mendekati pintu, tapi terhenti ketika melihat
Anthony sedang berbicara dengan setengah lusin orang asing. Takut suaminya
marah kalau dia mengganggu, Anne diam-diam naik lagi dan kembali ke tempat
tidur. Ketika sarapan keesokan harinya dia bertanya kepada Anthony, apakah
tidurnya nyenyak semalam.
"Hebat. Saya terlelap pada pukul sepuluh dan tidak terbangun lagi."
Maka Anne sadar bahwa dia dalam kesulitan. Dia tidak tahu apa kesulitannya,
dan juga tidak tahu segawat apa. Yang diketahuinya hanyalah bahwa suaminya
berdusta, karena sesuatu alasan yang dia tidak tahu. Bisnis apa yang diurusnya,
sehingga dia harus menjalankannya secara diam-diam di tengah malam bersama
orang-orang yang bertampang bajingan? Dia tidak berani membicarakannya
dengan Anthony. Rasa panik mulai timbul. Dan dia tidak bisa membicarakannya
dengan siapa pun.
Beberapa malam kemudian, pada acara makan malam di klub, seseorang
menyebut-nyebut psikoanalis bernama Judd Stevens. Orang ini menceritakan
bahwa Judd Stevens seorang psikoanalis yang sangat terkemuka.
Dia ini pakarnya psikoanalis, dan orangnya sangat tampan. Tapi sayang
ketampanannya terbuang sia-sia—dia orang yang sangat berbakti kepada
pekerjaannya.
Anne mencatat namanya dengan hati-hati, dan minggu berikutnya pergi
menemui Judd.
Pertemuan pertama dengan Judd menyebabkan pikiran Anne sangat kacau. Anne
merasakan dirinya terseret ke dalam pusaran emosi, yang menyebabkan jiwanya
terguncang. Dalam kekalutannya Anne sampai hampir tidak bisa bicara kepada
Judd. Dia pergi dengan perasaan seperti anak sekolah yang jatuh cinta untuk
.pertama kalinya, berjanji kepada dirinya sendiri tidak akan kembali menemui
Judd.
Tapi Anne kembali lagi untuk membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa yang
sudah terjadi hanya sesuatu yang bersifat sementara saja. Tapi reaksinya pada
pertemuan yang kedua bahkan lebih kuat. Selama ini Anne membanggakan
dirinya sebagai wanita yang berakal sehat dan realistis—tapi kini sikapnya
seperti anak berumur tujuh belas tahun yang baru pertama kalinya mengenal
cinta.
Anne tidak bisa membicarakan perihal suaminya dengan Judd. Maka mereka
membicarakan bahan percakapan yang lain. Dan seusai setiap pertemuan, cinta
Anne kepada orang asing yang perasa dan hangat ini semakin kuat.
Walaupun demikian Anne sadar bahwa dirinya tidak mempunyai harapan, sebab
dia tidak mungkin bercerai dengan Anthony. Anne mengira ada sesuatu yang tak
beres dengan dirinya, karena setelah kawin selama enam bulan dia bisa jatuh
cinta kepada laki-laki lain. Dia memutuskan lebih baik tidak menemui Judd lagi
untuk selama-lamanya.
Kemudian serentetan peristiwa aneh mulai terjadi. Carol Roberts terbunuh, dan
Judd ditabrak lari. Anne membaca di surat kabar bahwa Judd juga berada di
lokasi mayat Moody ditemukan, di Gudang Five Star. Sebelumnya dia sudah
pernah melihat nama gudang ini.
Pada kepala surat sebuah faktur di meja tulis Anthony.
Dan kecurigaan yang kuat pun mulai terbentuk dalam pikiran Anne.
Rasanya sukar dipercaya bahwa Anthony terlibat dalam peristiwa mengerikan
yang terjadi akhir-akhir ini, tapi... Anne merasa seakan-akan sedang mengalami
mimpi buruk, dan tidak bisa
melepaskan diri. Dia tidak bisa membicarakan
rasa takutnya dengan Judd, dan tidak berani pula membicarakannya dengan
Anthony. Dipaksanya dirinya sendiri yakin bahwa kecurigaannya terhadap
Anthony tidak berdasar sama sekali; Anthony bahkan tidak tahu tentang diri
Judd.
Dan kemudian, empat puluh delapan jam yang lalu Anthony masuk ke kamarnya
dan mulai menanyakan kunjungannya ke kantor Judd. Mula-mula Anne marah
karena merasa dimata-matai suaminya. Tapi rasa marah ini dengan cepat berubah
menjadi rasa takut yang luar biasa. Demi melihat wajah suaminya yang
mengerikan karena penuh kemarahan, Anne tahu bahwa suaminya mampu
melakukan apa saja terhadapnya.
Bahkan juga membunuhnya.
Selama ditanyai, Anne membuat kesalahan yang sangat fatal. Anne mengatakan
kepada suaminya mengenai perasaan hatinya terhadap Judd. Seketika mata
Anthony berubah gelap, dan dia menggeleng-gelengkan kepala seperti orang
habis kena pukulan.
Setelah sendirian lagi, barulah Anne sadar bahwa Judd terancam bahaya yang
sangat besar. Anne juga tahu bahwa dia tidak bisa meninggalkan Judd. Dia
mengatakan kepada Anthony bahwa dia tidak mau pergi ke Eropa bersamanya.
Dan sekarang Judd berada di sini, dalam rumah ini. Tapi jiwa Judd terancam
karena dia.
Pintu kamar terbuka dan Anthony masuk. Sesaat Anthony berdiri
memperhatikannya.
"Kau mendapat tamu," katanya.
Anne masuk ke perpustakaan dengan memakai rok dan blus warna kuning,
rambutnya tergerai lepas ke bahu. Wajahnya kuyu dan pucat, tapi sikapnya tetap
tenang. Judd berada dalam perpustakaan, seorang diri.
"Halo, Dokter Stevens. Anthony mengatakan Anda berada di sini."
Judd merasa bahwa mereka sedang bermain sandiwara dengan penonton yang
tidak kelihatan dan berbahaya. Intuisinya mengatakan bahwa Anne juga
menyadari situasi mereka, dan Anne menyerahkan diri kepadanya. Anne
menunggu untuk mengikuti apa saja petunjuknya.
Tidak ada lain yang bisa dilakukan Judd, kecuali mencoba berusaha agar Anne
tetap hidup lebih lama.. Kalau Anne tetap tidak mau pergi ke Eropa, DeMarco
pasti akan membunuhnya di tempat ini juga.
Judd ragu-ragu, memilih kata-kata dengan hati-hati. Setiap patah kata sama
berbahayanya dengan bom yang dipasang dalam mobilnya.
"Nyonya DeMarco, suami Anda merasa kesal karena Anda mengurungkan niat
Anda pergi ke Eropa bersamanya."
Anne menunggu, mendengarkan, menimbang-nimbang.
"Saya bisa mengerti kekecewaan suami Anda. Menurut saya sebaiknya Anda
tetap pergi bersama dia," kata Judd, memperkeras suaranya.
Anne memperhatikan wajah Judd, mencoba membaca pancaran matanya.
"Bagaimana kalau saya tetap menolak?"
Seketika Judd merasa panik. "Anda tidak boleh berbuat begitu."
Anne takkan keluar dari rumah ini hidup-hidup! "
"Nyonya DeMarco," kata Judd dengan tenang, "suami Anda mendapat kesan
yang keliru bahwa Anda jatuh cinta kepada saya."
Anne membuka mulurnya bermaksud bicara, tapi Judd cepat-cepat meneruskan,
"Saya menerangkan kepadanya bahwa itu bagian yang wajar dari analisis—
hanya transferensi emosi yang bisa dialami oleh setiap pasien."
Anne mengikuti petunjuknya. "Saya tahu. Saya kuatir sejak semula saya
memang bodoh pergi menemui Anda. Seharusnya saya berusaha memecahkan
sendiri kesulitan saya."
Dari matanya Judd tahu bahwa Anne bersungguh-sungguh. Tampak jelas sekali
Anne sangat menyesal karena menyebabkan dia terancam bahaya.
"Saya sudah memikirkannya kembali." Anne meneruskan. "Mungkin liburan di
Eropa akan membawa kebaikan bagi saya."
Judd menghela napas lega. Anne rupanya sudah
mengerti. .
Tapi Judd tidak bisa menemukan cara untuk memberitahu Anne tentang bahaya
yang sebenar* nya. Ataukah Anne sudah tahu dengan sendi-
nya? Dan seandainyapun Anne tahu, adakah yang bisa dilakukan untuk
menyelamatkan diri?
Judd melayangkan pandangan ke jendela perpustakaan. Dipandanginya pohon-
pohon yang tinggi di tepi hutan. Anne pernah menceritakan kepadanya bahwa
dia sering berjalan-jalan di hutan ini. Mungkin saja Anne mengetahui jalan
keluar untuk melarikan diri. Kalau mereka bisa lari ke hutan.— Judd
merendahkan suaranya. Anne....
"Sudah selesai mengobrolnya ?" Judd berputar dan melihat ke belakang.
DeMarco rupanya secara diam-diam dan tanpa suara masuk ke perpustakaan. Di
belakangnya menyusul Angeli dan kakak-beradik Vaccaro. Anne berbalik
menghadapi suaminya. "Ya," katanya. "Dokter Stevens berpendapat seharusnya
saya pergi ke Eropa bersamamu. Rasanya ada baiknya saya mengikuti
nasihatnya." DeMarco tersenyum dan melihat kepada Judd. "Saya tahu saya
boleh percaya kepada Anda, Dokter," katanya.
Kini wajah DeMarco berseri-seri, mempesona-kan. Wajahnya seperti orang yang
sangat puas karena mendapat kemenangan mutlak. Kelihatannya seakan-akan
DeMarco mempunyai kemampuan mengubah-ubah dirinya, dari kekejaman yang
mengerikan menjadi kehangatan yang menarik hati.
Tidak heran kalau Anne bisa jatuh hati kepada laki-laki ini. Bahkan Judd sendiri
saat itu sangat
sulit mempercayai bahwa laki-laki tampan yang ramah, manis, dan lemah-
lembut ini sebenarnya seorang psikopat dan pembunuh berdarah dingin.
DeMarco berbalik dan berhadapan dengan istrinya. "Kita berangkat besok pagi-
pagi sekali, Sayang. Naiklah ke atas dan mulai berkemas-kemas."
Anne ragu-ragu. Dia tidak ingin meninggalkan Judd sendirian bersama orang-
orang ini. "Saya...." Dia memandang Judd tidak berdaya. Judd mengangguk
kepadanya.
"Baiklah," Anne mengulurkan tangannya. "Selamat berpisah, Dokter Stevens."
Judd menyambut tangan Anne. "Selamat berpisah."
Dan kali ini benar-benar selamat berpisah. Tidak ada jalan keluar lagi. Judd
memperhatikan ketika Anne berbalik, mengangguk kepada yang lain-lainnya
dan berjalan meninggalkan ruang perpustakaan.
DeMarco memperhatikan istrinya.
"Bukankan dia cantik?"
Ada pancaran aneh pada air muka DeMarco. Cinta, rasa senang memiliki—dan
sesuatu lainnya. Penyesalan? Untuk apa yang akan dilakukan kepada istrinya?
"Dia sama sekali tidak tahu tentang semua ini," kata Judd. "Mengapa kau tidak
membiarkannya saja? Lepaskan saja dia!"
Judd memperhatikan DeMarco seketika berubah lagi. Pesonanya seketika
lenyap, dan ruang-
an penuh dengan kebencian. Arus kebencian mengalir dari DeMarco kepada
Judd, tidak mengenai yang lainnya. Pada air muka DeMarco tampak pancaran
kegembiraan, hampir seperti kegembiraan orang gila. "Mari kita pergi, Dok-ter.
Judd melihat berkeliling dalam ruangan, menimbang-nimbang kemungkinan
untuk melarikan diri. Tentunya DeMarco tidak ingin membunuh dia dalam
rumahnya sendiri. Jika dia bermaksud melarikan diri, itu harus dilakukan
sekarang juga. Kalau tidak dia takkan mendapat kesempatan lagi.
Kakak-beradik Vaccaro mengawasinya seperti serigala lapar, mengharap Judd
akan melakukan gerakan. Angeli berdiri dekat jendela, dengan satu tangan dekat
pistolnya.
"Kalau saya takkan mau coba-coba," kata DeMarco perlahan, "kau sama saja
seperti kalau sudah mati—tapi kita akan melakukannya dengan cara saya."
Dia mendorong Judd ke arah pintu. Yang lain mengepungnya, dan mereka
berjalan menuju pintu keluar.
Setelah sampai ke atas, Anne menunggu dekat tangga. Diperhatikannya apa yang
terjadi di ruang depan di bawahnya. Dia mundur agar tidak ^hhaun ketika Judd
digiring ke pintu keluar.
m.vu JCepat"ccPal kembali ke kamarnya, dan
ml,v\ " icndcla' Mereka mendorong J^d
m*uk ^ mobil Angeli.
Ipjcepat Anne meraih telepon dan memutar
nomor operator. Rasanya lama sekali baru terdengar jawaban.
"Operator, hubungkan saya dengan polisi! Lekas—ini keadaan bahaya!"
Tangan seorang laki-laki diulurkan di muka Anne, menekan tombol pada hak
telepon. Anne terpekik dan memutar tubuhnya. Nick Vaccaro berdiri di
mukanya, tersenyum.
23
Angeli menyalakan lampu depan mobil. Ketika itu baru pukul empat sore, tapi
hari sudah cukup gelap. Matahari bersembunyi di balik awan hitam yang
berputar-putar, didorong oleh angin yang sedingin es. Mereka bermobil sudah
lebih dari satu jam.
Angeli memegang kemudi. Rocky Vaccaro duduk di sebelahnya. Judd duduk di
kursi belakang bersama Anthony DeMarco..
Mula-mula Judd selalu mengawasi jalan, kalau-kalau ada mobil polisi lewat. Dia
mengharapkan akan bisa menari perhatian polisi entah dengan cara apa. Tapi
Angeli menjalankan mobil melalui jalan yang hampir tidak pernah dipakai, dan
lalu lintas hampir sama sekali tidak ada.
Mereka mengitari pinggiran Morristown, mengambil Route 206 dan menuju ke
selatan. Di depan mereka ada padang tandus daerah New Jersey Tengah yang
jarang penduduknya. Langit yang kelabu tersibak dan hujan mulai turun.
Butiran-butiran es kecil mendera kaca depan mobil, suaranya seperti genderang
kecil yang
ditabuh orang gila.
"Lambatkan mobil," DeMarco memberi perintah. "Kita tidak ingin mendapat
kecelakaan,
bukan?"
Angeli menurut, mengurangi tekanan kakinya pada pedal gas.
DeMarco menoleh kepada Judd. "Di situlah kebanyakan orang membuat
kesalahan. Mereka tidak merencanakan setiap hal seperti saya."
Judd melihat kepada DeMarco, mempelajarinya dari segi klinis. Orang ini
menderita megalomania, di luar jangkauan akal sehat atau logika. Tidak ada cara
apa pun untuk membujuknya. Pada dirinya ada kesadaran moral yang hilang,
yang menyebabkan dia bisa membunuh tanpa rasa bersalah. Sekarang Judd
sudah mengetahui sebagian besar jawabannya.
DeMarco melakukan semua pembunuhan dengan tangannya sendiri, terdorong
oleh rasa kehormatan—balas dendam cara SicUia. Dia melakukan itu untuk
menghapus noda yang dikiranya diperbuat oleh istrinya, yang mengotori dirinya
serta keluarga La Cosa Nostra.
Dia membunuh John Hanson karena kekeliruan. Angeli melaporkan kepadanya
apa yang terjadi. Maka DeMarco kembali ke kantor Judd dan menemukan Carol.
Kasihan Carol, sungguh malang nasibnya.
Carol tidak bisa memberikan pita rekaman Nyonya DeMarco, sebab dia tidak
mengenal Anne dengan nama ini. Seandainya DeMarco menahan kesabarannya,
dia akan bisa membantu
Carol mengetahui siapa yang dimaksudkannya. Tapi itu memang merupakan
bagian dari penyakitnya. DeMarco tidak bisa bertoleransi dengan rasa frustrasi,
dan karena kemarahannya yang menggila maka Carol mati. Secara mengerikan.
DeMarco jugalah yang menabrak Judd dengan mobil. Kemudian dia kembali ke
kantor Judd untuk membunuhnya, bersama Angeli. Dulu Judd heran mengapa
mereka tidak mendobrak pintu saja dan membunuhnya. Kini dia tahu apa
sebabnya.
Karena McGreavy yakin bahwa Judd bersalah, maka mereka memutuskan agar
kematian Judd seperti bunuh diri yang dilakukan karena penyesalan. Ini akan
menyebabkan penyelidikan polisi dihentikan.
Dan Moody... kasihan Moody. Ketika Judd memberitahukan nama kedua detektif
yang menangani perkaranya, dia mengira reaksi Moody ditujukan kepada
McGreavy—padahal sebenarnya tertuju kepada Angeli. Moody sudah tahu
bahwa Angeli terlibat dengan La Cosa Nostra, dan setelah mengingat ini....
Judd melihat kepada DeMarco. "Apa yang akan menimpa Anne?"
"Jangan kuatir. Saya sendiri yang akan mengurus dia," kata DeMarco. Angeli
tersenyum. "Yah." Wd marah sekali, tapi merasa tidak berdaya. "Saya
melakukan kesalahan dengan mengawini
orang di luar keluarga," kata DeMarco murung. "Orang luar tidak bisa
memahami seperti apa adanya. Tidak bisa memahami."
Mereka melalui dataran rendah yang hampir tandus sama sekali. Kadang-kadang
di kejauhan kelihatan ada pabrik, yang merupakan bintik-bintik samar dengan
latar belakang kaki langit.
"Kita hampir sampai," kata Angeli.
"Kerjamu bagus sekali," kata DeMarco. "Kau harus disembunyikan jauh-jauh di
suatu tempat, sampai suasana panas mereda. Kau ingin pergi ke mana?"
"Saya menyukai Florida."
DeMarco mengangguk setuju. "Tidak ada kesulitan. Di sana kau akan tinggal
bersama anggota keluarga"
"Saya kenal banyak pelacur yang cantik di sana," Angeli tersenyum.
DeMarco membalas senyumannya melalui kaca spion. "Kau akan kembali
dengan sekujur badan berwarna coklat."
"Mudah-mudahan."
Rocky Vaccaro tertawa.
Di kejauhan, di sebelah kanan, Judd melihat beberapa buah bangunan pabrik
yang mengepulkan asap ke udara. Mereka sampai ke jalan kecil yang menuju ke
pabrik. Angeli memutar kemudi ke kanan dan menjalankan mobil terus sampai
ke tembok yang tinggi.
Pintu gerbangnya tertutup. Angeli membunyikan klakson. Seorang laki-laki yang
memakai jas
hujan dan tutup kepala muncul di balik pintu gerbang. Setelah melihat DeMarco
dia mengang-guk, lalu membuka pintu gerbang. Angeli menjalankan mobil
masuk, dan pintu tertutup di belakang mereka. Mereka sudah sampai ke tujuan.
Di markas polisi Seksi Sembilan Belas, Letnan McGreavy ada di kantornya. Dia
sedang meme-riksa sebuah daftar bersama tiga orang detektif, Kapten Bertelli
dan dua orang agen FBI.
"Ini daftar keluarga La Cosa Nostra di Timur. Semua Sub-Capo dan Capo
Regime. Yang menjadi hambatan, kita tidak tahu Angeli berhubungan dengan
yang mana."
"Berapa lama kita bisa memeriksa semuanya?" tanya kapten Bertelli.
Salah seorang agen FBI berbicara. "Di sini terdapat lebih dari enam puluh nama.
Sekurang-kurangnya kita perlu waktu dua puluh empat jam, tapi...." Dia berhenti
bicara.
McGreavy menyelesaikan kalimatnya. "Tapi dua puluh empat jam dari saat
sekarang Dokter Stevens sudah tidak bisa kita selamatkan."
Seorang polisi muda berpakaian seragam berjalan cepat-cepat ke pintu yang
terbuka. Dia ragu-ragu ketika melihat orang begitu banyak.
"Ada apa?" tanya McGreavy.
"New Jersey tidak tahu apakah ini penting, Letnan. Tapi Letnan sudah menyuruh
melaporkan apa saja yang kelihatan agak mencurigakan. Seorang operator
mendapat panggilan telepon dari seorang wanita dewasa yang minta dihubung-
kan dengan markasTtesar kepolisian. Dia mengatakan keadaan bahaya, tapi
kemudian teleponnya
putus. Operator menunggu, tapi tidak ada panggilan lagi."
"Dari mana datangnya panggilan ini?"
"Sebuah kota bernama Old Tappan."
"Dia memberikan nomornya?"
"Tidak. Dia meletakkan telepon begitu cepat."
"Hebat," kata McGreavy kesal.
"Sudahlah," kata Bertelli. "Mungkin hanya wanita tua yang melaporkan kucing
hilang."
Telepon McGreavy berdering, panjang dan nyaring. Dia mengangkat telepon.
"Letnan McGreavy."
Yang lain memperhatikan dengan muka tegang.
"Baik! Katakan kepada mereka jangan melakukan tindakan apa-apa sebelum
saya datang ke sana. Saya berangkat sekarang juga!"
Dia meletakkan telepon.
"Patroli Jalan Raya baru saja melihat mobil Angeli menuju ke selatan, ke Route
206, tepat di luar Millstone."
"Mobil patroli ini mengambil arah yang berlawanan. Pada waktu mereka sempat
memutar, mobil itu sudah lenyap. Saya mengenal daerah ini. Tidak ada apa-apa
di situ, kecuali beberapa buah pabrik."
Dia menoleh menghadapi salah seorang agen FBI. "Anda bisa memberi saya
secepat-cepatnya daftar nama pabrik di sana dan siapa pemiliknya?" "Bisa."
Agen FBI ini meraih telepon.
"Saya akan pergi ke sana, kata McGreavy. "Hubungi saya setelah Anda
mendapatkannya."
Dia menoleh kepada anak buahnya. "Mari berangkat!" Dia terus keluar. Ketiga
detektif dan agen FBI satunya mengikuti.
Angeli menjalankan mobil melewati pondok penjaga dekat pintu gerbang,
langsung menuju kelompok bangunan aneh yang menjulang tinggi ke langit.
Ada cerobong asap terbuat dari batu bata dan saluran air raksasa, bentuknya
seperti binatang purbakala.
Mobil terus dijalankan menuju pipa-pipa besar dan ban berjalan, lalu direm
berhenti. Angeli dan Vaccaro turun dari mobil. Vaccaro membuka pintu belakang
di sisi Judd. Dia mengacungkan pistol. "Keluar, Dokter!"
Perlahan-lahan Judd turun dari mobil, diikuti oleh DeMarco. Seketika mereka
dikelilingi suara hingar-bingar dan angin kencang. Di muka mereka kira-kira
sejauh delapan meter ada pipa yang sangat besar. Pipa ini suaranya
menggemuruh, berisi udara yang dimampatkan dan menyedot apa saja yang
mendekati mulutnya yang terbuka.
**bii salah satu pipa terbesar di seluruh negeri," DeMarco membual,
memperkeras suaranya supaya terdengar. "Anda ingin melihat bagaimana cara
kerjanya?"
Judd melihat kepadanya tidak percaya. Kini DeM arco mengambil peranan lagi
sebagai tuan rumah yang sempurna, melayani tamunya. Tidak
—bukan sekadar memainkan peranan. Dia bersungguh-sungguh. Itulah yang
mengerikan.
DeMarco akan membunuh Judd. Dan baginya itu hanya transaksi bisnis biasa.
Sesuatu yang harus dibereskan, seperti membuang sepotong perkakas yang tidak
berguna lagi. Tapi sebelumnya DeMarco ingin membuat Judd merasa terpesona
lebih dulu.
"Mari, Dokter. Ini sangat menarik."
Mereka berjalan menuju pipa. Angeli memimpin di depan, DeMarco di sisi Judd,
dan Rocky Vaccaro berjalan di belakang mereka.
"Pabrik ini memberi masukan penghasilan kotor lebih dari lima juta dollar
setahun," kata DeMarco dengan bangga. "Seluruh operasinya berjalan secara
otomatis."
Ketika mereka semakin mendekati pipa, suara gemuruh semakin meningkat
pula, bunyinya hampir tidak tertahankan lagi. Seratus meter jauhnya dari mulut
pipa hampa udara ada mesin pemotong kayu raksasa. Mesin ini panjangnya
enam meter dan tingginya satu setengah meter, dengan setengah lusin pisau
pemotong yang sangat tajam. Kayu utuh yang akan dijadikan balok dibawa
dengan ban berjalan ke alat pemotong. Udara penuh dengan serbuk gergaji yang
beterbangan campur air hujan, semua disedot masuk ke mulut pipa.
"Tidak peduli sebesar apa kayunya," kata DeMarco bangga, "mesin ini akan
memotongnya sampai bisa masuk ke dalam pipa ukuran tiga puluh enam inci
ini."
DeMarco mengeluarkan sepucuk pistol Colt 38 berlaras pendek dari sakunya dan
memanggil, "Angeli!"
Angeli menoleh.
"Selamat jalan ke Florida." DeMarco menarik pelatuk, dan tampak ada lubang
merah pada bagian depan kemeja Angeli.
Angeli melihat kepada DeMarco dengan rupa keheranan, seakan menunggu
penjelasan teka-teki yang baru didengarnya. DeMarco menarik pelatuk lagi.
Angeli tersungkur ke tanah. Lalu DeMarco mengangguk kepada Rocky Vaccaro.
Laki-laki yang bertubuh besar ini mengangkat tubuh Angeli, meletakkannya di
atas bahu. Kemudian dia berjalan mendekati pipa.
DeMarco menghadapi Judd. "Angeli tolol. Setiap polisi di negeri ini mencarinya.
Kalau mereka menemukan dia, dia akan memberitahukan sarang saya kepada
mereka."
Pembunuhan terhadap diri Angeli yang dilakukan dengan darah dingin sudah
cukup memberikan kejutan kepada Judd. Tapi kejadian berikutnya bahkan lebih
mengerikan lagi. Judd memperhatikan dengan rasa ngeri ketika Vaccaro
membawa mayat Angeli ke mulut pipa raksasa.
Tekanan yang sangat -kuat menarik tubuh Angeli, dan dengan cepat
menyedotnya ke dalam. Vaccaro harus berpegangan pada sebatang handel besi
pada mulut pipa supaya tidak ikut tersedot oleh tekanan udara yang sangat kuat.
Untuk terakhir kalinya Judd melihat sekilas
tubuh Angeli melayang masuk ke pipa di tengah campuran serbuk gergaji dan
kayu. Sekejap
kemudian tubuhnya sudah lenyap. Vaccaro meraih handel penutup klep pada
mulut pipa dan menariknya, mematikan aliran udara. Kesunyian yang tiba-tiba
mencekam meliputi mereka.
DeMarco melihat kepada Judd dan mengangkat pistolnya. Ada pancaran aneh
pada air mukanya, dan Judd tahu bahwa bagi DeMarco membunuh 9 merupakan
pengalaman yang mengandung keagamaan. Baginya perbuatan membunuh
merupakan api suci yang membersihkan dosa. Saat itu Judd tahu bahwa
kematiannya sudah tiba.
Tapi Judd tidak mencemaskan keselamatannya sendiri. Dia marah karena orang
gila ini dibiarkan hidup, untuk membunuh Anne dan menghancurkan kehidupan
orang jujur lainnya. Judd mendengar suara geraman, erangan marah dan frustrasi
—dan sadar bahwa suara ini keluar dari mulurnya sendiri. Dia seperti binatang
yang terperangkap, ingin sekali membunuh orang yang menangkapnya.
DeMarco tersenyum kepadanya, seakan bisa membaca pikirannya.
"Saya akan menembak perutmu, Dokter. Kau akan mati dalam waktu yang lebih
lama. Tapi kau pun akan punya waktu untuk mencemaskan apa yang akan
menimpa Anne."
Ada satu harapan. Harapan yang sangat tipis. "Harus ada yang mencemaskan
keselamatan-|1iya," kata Judd. "Dia belum pernah memiliki laki-laki."
DeMarco memandang hampa kepadanya. Sekarang Judd berteriak, supaya
DeMarco mendengarkan. "Kau tahu apa alat vitalmu? Pistol yang ada di
tanganmu. Tanpa pistol atau pisau, kau perempuan."
Judd melihat air muka DeMarco mulai memancarkan kemarahan. m "Kau tidak
punya alat kelamin laki-laki, DeMarco. Tanpa pistol itu, kau hanya lelucon."
Lapisan merah mulai menutupi mata DeMarco, seperti bendera yang
memperingatkan datangnya malaikat maut. Vaccaro maju satu langkah ke depan.
DeMarco melambaikan tangan, menyuruh dia mundur.
"Akan kubunuh kau dengan tangan kosong," kata DeMarco sambil melemparkan
pistol ke tanah. "Dengan tangan ini!"
Perlahan-lahan, seperti binatang buas yang sangat kuat, dia mendekati Judd.
Judd mundur, menjauhi jangkauan DeMarco. Dia sadar bahwa secara fisik dia
takkan menang melawan DeMarco. Harapannya hanya satu, yakni bisa
mengacaukan pikiran DeMarco yang tidak waras, membuatnya tidak bisa
berfungsi. Dia harus terus menghantam titik terlemah DeMarco—kebanggaan
akan kelaki-lakiannya.
"Kau homoseks, DeMarco!"
DeMarco tertawa dan menerkamnya. Judd mengelak.
Vaccaro memungut pistol dari tanah. "Bos! Biar saya saja yang membereskan!"
"Jangan ikut campur!" DeMarco menggeledek. Kedua laki-laki ini berputar-
putar, mencari posisi yang enak. Kaki Judd terpeleset pada serbuk gergaji basah,
dan DeMarco menyerbunya seperti seekor banteng aduan. Kepalannya yang
besar menghantam sisi mulut Judd, membuatnya terkapar.
Judd pulih kembali dari rasa pusing karena pukulan DeMarco berikutnya, lalu
ganti menyerang. Wajah DeMarco dipukulnya. DeMarco undur ke belakang,
kemudian kembali menyerbu dan menghantamkan tinjunya ke perut Judd.
Tiga pukulan berturut-turut membuat Judd tidak bisa bernapas. Judd mencoba
bicara untuk memanas-manasi DeMarco, tapi hanya bisa megap-megap
kehabisan udara. DeMarco menjulang tinggi di hadapannya seperti burung buas
pemakan bangkai.
"Kehabisan napas, Dokter?" tanya DeMarco sambil tertawa. "Dulu saya petinju.
Sekarang saya akan memberi kau pelajaran. Saya akan mulai dari pinggang,
kemudian kepala dan matamu. Akan saya korek matamu keluar, Dokter.
Sebelum saya selesai, kau akan mengemis-ngemis minta ditembak."
Judd percaya akan kata-katanya. Dalam cahaya remang-remang dari langit yang
tertutup awan, DeMarco kelihatan seperti binatang buas yang sangat marah.
Sekali lagi dia menyerang, merobek pipi Judd dengan mata cincin yang besar.
Judd membalas, memukuli wajah DeMarco dengan kedua tangannya. DeMarco
bergerak pun tidak.
Kini DeMarco mulai memukuli pinggang Judd, tangannya bergerak cepat sekali
seperti mesin. Judd mundur, sekujur badannya nyeri semua.
"Kau masih belum jera, Dokter?" DeMarco mulai mendekatinya lagi.
Judd sadar bahwa tubuhnya takkan tahan menerima siksaan lagi. Dia harus terus
bicara. Hanya itulah satu-satunya kesempatan.
"DeMarco...." Judd megap-megap.
DeMarco berhenti dan Judd mengayunkan tinju kepadanya. Sambil tertawa
DeMarco merunduk, lalu menghantamkan tinjunya pada bagian di antara
pangkal paha Judd.
Judd membungkuk, merasakan sakit yang tidak terkira. Lalu dia roboh ke tanah.
DeMarco menduduki tubuh Judd dan mencekik lehernya.
"Dengan tangan kosong!" pekik DeMarco. "Kukorek matamu keluar dengan
tangan kosong." Dia menghantamkan tinjunya yang besar ke mata Judd.
Mereka melaju melewati Bedminster, menuju selatan melalui Route 206. Tiba-
tiba terdengar panggilan melalui radio. "Kode Tiga... Kode Tiga... Semua mobil
siap-siaga.... Unit Dua Puluh Tujuh New York.... Unit Dua Puluh Tujuh New
York...."
McGreavy meraih mikrofon radio. "Dua Puluh Tujuh New York.... Silakan
bicara!"
Suara Kapten Bertelli yang gugup terdengar melalui radio. "Kami sudah
menemukannya, Mac. Ada perusahaan pipa sejauh dua mil di
sebelah selatan Millstone. Milik Five Star Corpo-ration—yang juga memiliki
perusahaan pengepakan daging. Ini salah satu selubung yang dipakai Tony
DeMarco."
"Kedengarannya cocok," kata McGreavy. "Kami sedang menuju ke sana."
"Tinggal berapa jaraknya dari tempatmu?"
"Sepuluh mil."
"Semoga berhasil."
"Mudah-mudahan begitu."
McGreavy mematikan radio dan membunyikan sirene. Lalu ditekannya pedal
gas sampai habis.
Langit berputar-putar dalam lingkaran basah di atasnya, dan sesuatu
menghantamnya—menghancurkan tubuhnya. Judd mencoba melihat, tapi
matanya bengkak dan tidak bisa dibuka. Tinju menghantam tulang rusuknya, dan
dia merasakan sakitnya tulang yang berparahan.
Judd bisa merasakan napas DeMarco yang panas pada mukanya, cepat dan
terengah-engah. Dicobanya melihat DeMarco, tapi dia tertutup dalam kegelapan.
Dia membuka mulurnya, dan dipaksanya mengeluarkan kata-kata dengan lidah
besar membengkak.
"Kau lih... hatt," katanya tergagap-gagap, "saya ben... narr.... Kau hanya bisa—
kau hanya bisa memukul orang—kalau dia sudah jatuh...." * Napas terengah-
engah yang mengembus mukanya berhenti. Judd merasakan dua tangan
memegang badannya, menariknya agar berdiri.
"Kau akan mampus, Dokter. Dan saya melakukannya dengan tangan kosong."
Judd mundur menjauhi suara itu. "Kau bin... nat... tang," katanya, tersengal-
sengal. "Kau seorang psikopat.... Seharusnya kau sudah dikurung... dalam...
rumah sakit jiwa."
Suara DeMarco berat karena marah. "Kau bohong!"
"Itu kenyataan," kata Judd, terus mundur. "Otak... otakmu sakit.... Otakmu
akan... pecah dan kau akan menjadi... seperti bayi yang tidak mengerti apa-apa."
Judd terus mundur, tidak bisa melihat arah yang ditujunya. Di belakangnya dia
bisa mendengar dengungan pipa yang tertutup, menunggu seperti raksasa yang
sedang tidur.
DeMarco menerkam Judd, mencekik kembali lehernya.
"Akan kupatahkan lehermu!"
Jari DeMarco yang besar mencengkeram batang tenggorok Judd, mencekiknya.
Judd merasakan kepalanya mulai melayang-layang. Ini kesempatannya yang
terakhir. Setiap insting dalam tubuhnya menjerit, menyuruhnya menangkap
tangan DeMarco dan menariknya supaya terlepas dari lehernya—supaya dia bisa
bernapas.
Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Dengan dorongan kemauan yang luar biasa
Judd mengulurkan tangannya ke belakang, meraba-raba mencari handel penutup
klep. Judd merasakan
"oa
irinya mulai terseret menuju ketaksadaran, dan ada saat itulah tangannya
menemukan handel enutup klep.
Dengan sisa tenaga yang terakhir Judd membuka klep dan memutar tubuhnya,
supaya tubuh DeMarco lebih dekat dengan mulut pipa. Tiba-tiba udara yang
sangat kuat menarik mereka dengan suara gemuruh, berusaha menyeret mereka
ke dalam pipa.
Judd berpegangan sekuat tenaga pada handel penutup klep dengan dua tangan,
berusaha mati-matian menahan tubuhnya agar tidak tersedot oleh angin yang
sangat kuat. Dia merasakan jari DeMarco makin kuat mencekik lehernya, waktu
tubuh DeMarco tertarik ke arah mulut pipa.
Sebenarnya DeMarco bisa menyelamatkan dirinya. Tapi kemarahan yang
menggila membuat dia tidak bisa berpikir secara semestinya, dan tidak mau
melepaskan cekikannya. Judd tidak bisa melihat muka DeMarco, hanya bisa
mendengar suaranya. Suara DeMarco terdengar seperti pekikan binatang gila,
kemudian kata-katanya lenyap dalam angin yang menggemuruh.
Pegangan Judd mulai terlepas dari handel penutup klep. Dia akan ikut terseret ke
dalam pipa bersama DeMarco. Cepat-cepat dia berdoa, doanya yang terakhir.
Pada saat itu pula dia merasakan pegangan DeMarco terlepas dari lehernya.
Terdengar jeritan yang keras menggema, kemudian yang terdengar hanya deru
pipa. DeMarco sudah lenyap.
Judd berdiri kehabisan tenaga, tidak bisa bergerak, dan pasrah menunggu
tembakan yang dilepaskan oleh Vaccaro.
Sesaat kemudian terdengar letusan tembakan.
Judd berdiri tertegun, heran karena tembakan Vaccaro tidak mengenai dirinya.
Dengan kesadaran yang tumpul karena menahan rasa sakit, Judd mendengar
beberapa tembakan lagi. Kemudian terdengar langkah kaki orang berlari, dan
suara orang memanggil namanya. Terasa ada tangan memeluk tubuhnya dan
suara McGreavy berkata, "Ya, Tuhan! Lihadah mukanya!"
Beberapa tangan yang kuat mencengkeram lengannya, menyeretnya menjauhi
tarikan udara dari pipa yang bunyinya menderu-deru. Sesuatu yang basah
mengalir di pipinya. Dia tidak tahu apakah itu darah, air hujan, atau air mata—
dan dia pun tidak peduli.
Kini semua sudah berakhir.
Dia memaksa membuka sebelah matanya yang bengkak. Melalui celah yang
sangat sempit dan berwarna merah darah, samar-samar dia bisa melihat
McGreavy.
"Anne di rumah," kata Judd. "Istri DeMarco. Kata harus menyelamatkan dia."
McGreavy memandanginya, tidak bergerak-gerak. Judd sadar bahwa tidak ada
kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga
McGreavy, dan berkata perlahan-lahan dengan suara serak.
"Anne DeMarco.... Dia ada di... rumah... tolong dia!"
McGreavy berjalan ke mobil polisi. Diangkatnya mikrofon radio, lalu dia
mengirimkan perintah. Judd masih tetap berdiri terhuyung-huyung. Dia masih
merasa pusing karena pukulan DeMarco. Dibiarkannya angin dingin menerpa
tubuhnya. Di depannya, dia melihat sesosok tubuh menggeletak di tanah. Dan
dia tahu itu pasti mayat Rocky Vaccaro. Kita menang, pikirnya. Kita menang.
Judd terus-menerus mengulang perkataan ini dalam pikirannya. Tapi dia sadar
bahwa kata-kata ini tidak ada artinya. Kemenangan macam apa yang
diperolehnya? Dia pasti merasa dirinya manusia yang jujur dan beradab. Seorang
dokter, seorang penyembuh —tapi dia sudah berubah menjadi binatang buas
yang penuh nafsu membunuh.
Ya, dia mendorong orang yang sakit ke tepi tebing kegilaan, kemudian
membunuhnya. Sungguh beban yang sangat mengerikan untuk dipikul seumur
hidupnya. Dia memang bisa mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa itu
dilakukannya untuk membela diri. Walaupun demikian dia tahu—semoga Tuhan
mengampuni—bahwa dia merasa senang melakukannya.
Untuk itu dia tidak bisa memaafkan dirinya. Dia tidak lebih baik daripada
DeMarco, atau kakak-beradik Vaccaro, atau lain-lainnya. Peradaban hanyalah
lapisan yang sangat tipis, lemah
dan berbahaya. Kalau lapisan ini pecah, manusia kembali menjadi binatang—
kembali ke lumpur di jurang kebiadaban. Padahal sebelumnya dia sangat bangga
sudah berhasil naik dari jurang kebiadaban itu. fegs
Judd sangat kelelahan sehingga tidak mampu berpikir lagi. Sekarang yang
diinginkannya hanya mengetahui bahwa Anne selamat.
McGreavy berdiri di dekatnya. Aneh sekali, kini sikap McGreavy sangat ramah.
"Ada mobil polisi yang sedang menuju ke rumahnya, Dokter Stevens. Oke?"
Judd mengangguk penuh rasa terima kasih.
McGreavy memegang lengannya, membimbingnya menuju ke sebuah mobil.
Dia berjalan lambat-lambat, dengan susah-payah karena tubuhnya sangat sakit.
Waktu itu dia baru sadar bahwa hujan sudah berhenti.
Jauh di kaki langit awan yang mengandung hujan dihalau oleh angin Desember
yang dingin. Kini langit mulai terang. Di sebelah barat berkas sinar yang sangat
kecil muncul. Matahari mulai keluar dari balik awan, sinarnya makin lama
makin terang.
Dia akan mengalami Hari Natal yang sangat indah.
Ketika mereka bangkit bersiap-siap untuk pergi, Judd mengajukan permintaan
untuk dapat bicara-dengan Peter sendirian. Sementara Norah menunggu di luar,
Judd menceritakan kepada Peter tentang Harrison Burke.
"Saya menyesal sekali," kata Peter. "Ketika saya mengirim dia kepadamu
keadaannya memang sudah buruk sekali. Tapi saya masih berharap kau akan
bisa menolongnya. Tentu saja sekarang kau harus mengirim dia ke rumah sakit
jiwa. Kapan itu akan kaulakukan?"
"Segera setelah aku keluar dari sini," kau Judd. Tapi Judd sadar bahwa dia
berdusta. Dia tidak menghendaki Harrison Burke dikirim ke rumah sakit jiwa.
Tidak sekarang. Dia ingin mengetahui lebih dulu apakah Burke yang melakukan
kedua pembunuhan itu.
"Kalau ada sesuatu yang bisa saya lakukan untukmu, Kawan—telepon saja."
Dan Peter pun pergi.
Judd berbaring di tempat tidur, merencanakan langkah berikutnya. Tidak ada
motif yang masuk akal yang menyebabkan orang ingin membunuhnya. Maka ia
mengambil kesimpulan bahwa pembunuhan ini pasti dilakukan oleh orang yang
keseimbangan mentalnya rusak-orang yang<PIXTEL_MMI_EBOOK_2005>5

Anda mungkin juga menyukai