Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRATIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN V
REAKSI ASILASI PADA AMINA PRIMER
“PEMBUATAN ASETANILIDA”

Oleh :

Ruth Butar Butar (1507037672)


Sandi Sudarsono (1507023571)
Thita Oktaviana Hamelia (1507037577)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 TEORI
1.1.1 Asam Karboksilat
Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang
mengandung gugus karboksil, –COOH. Gugus karboksil mengandung
gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil; antar aksi dari kedua gugus
ini mengakibatkan suatu kereaktifan kimia yang unik dan untuk asam
karboksilat (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Asam format terdapat pada semut merah (asal dari nama), lebah,
jelatang dan sebagainya (juga sedikit dalam urine dan peluh). Sifat fisika;
cairan, tak berwarna, merusak kulit, berbau tajam, larut dalam H2O
dengan sempurna. Sifat kimia; asam paling kuat dari asam-asam
karboksilat, mempunyai gugus asam dan aldehida (Riawan, 1990).
Asam asetat (CH3COOH) sejauh ini merupakan asam karboksilat yang
paling penting di perdagangan, industri dan laboratorium. Bentuk
murninya disebut asam asetat glasial karena senyawa ini menjadi padat
seperti es bila di dinginkan. Asam asetat glasial tidak berwarna, cairan
mudah terbakar (titik leleh 7ºC, titik didih 80ºC), dengan bau pedas
menggigit. Dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik
(Fessenden dan Fessenden, 1997).
Adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh asam karboksilat adalah
(Fessenden dan Fessenden, 1997) :
a. Reaksi Pembentukan Garam
Garam organik yang membentuk dan memiliki sifat fisik dari
garam anorganik padatannya, NaCl dan KNO3 adalah garam
organik yang meleleh pada temperatur tinggi, larut dalam air dan
tidak berbau. Reaksi yang terjadi adalah :
HCOOH + Na+ → HCOONa + H2O
b. Reaksi Esterifikasi
Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus –
COOR dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat
reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol. Secara
umum reaksinya adalah :
RCOOH + R’OH → RCOOR + H2O

c. Reaksi Oksidasi
Reaksi ini terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat
kokoh dan kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas. Gugus asam
karboksilat teroksidasi sangat lambat.

d. Pembentukan Asam Karboksilat


Beberapa cara pembentukan asam karboksilat dengan jalan sintesa
dapat di kelompokkan dalam 3 cara yaitu; reaksi hidrolisis turunan
asam karboksilat, reaksi oksidasi, reaksi grignat.

Asam karboksilat, dengan basa akan membentuk garam dan dengan


alkohol menghasilkan eter. Banyak di jumpai dalam lemak dan minyak,
sehingga sering juga di sebut asam lemak. Pembuatannya antara lain
melalui oksidasi alkohol primer, sekunder atau aldehida, oksidasi alkena,
oksidasi alkuna hidrolisa alkil sianida (suatu nitril) dengan HCl encer,
hidrolisa ester dengan asam, hidroilisa asil halida, dan reagen
organolitium (Wilbraham, 1992).
Asam karboksilat mempunyai gugus fungsi –COOH yang merupakan
produk oksidasi aldehida, sama seperti aldehida yang merupakan produk
oksidasi alkohol primer. Perubahan anggur menjadi cuka ialah oksidasi
dua langkah yang dimulai dari etanol berubah menjadi asetaldehida
kemudian menjadi asam asetat. Dalam industri, asam asetat dapat di
produksi melalui oksidasi udara dari asetaldehida dengan katalis mangan
asetat pada suhu 55°C - 800C. (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)

Gambar 1.1 Pembentukan Asam Karboksilat (Oxtoby, Gillis,


dan Nachtrieb, 2003)

Reaksi yang sekarang di sukai untuk produksi asam asetat, karena


alasan ekonomi ialah kombinasi dari metanol dengan karbon monoksida
keduanya diturunkan dari gas alam dengan katalis yang mengandung
rodium dan iodin (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)

1.1.2 Amina

Gambar 1.2 Struktur Kimia Amina (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb,


2003)

Amina adalah turunan dari amonia dengan rumus umum R3N, R dapat
berupa gugus hidrokarbon atau hidrogen. Jika hanya satu atom hidrogen
dari amonia digantikan oleh satu gugus hidrokarbon, hasilnya ialah amina
primer. Contohnya ialah etilamina dan anilin. Jika dua gugus hidrokarbon
menggantikan atom-atom hidrogen dalam molekul amonia, senyawa ini
ialah amina sekunder seperti dimetilamina dan tiga penggantian
menghasilkan amina tersier (trimetilamina) amina bersifat basa sebab ada
pasangan elektron menyendiri pada atom nitrogen yang dapat menerima
satu ion hidrogen, sama seperti pasangan menyendiri pada nitrogen dalam
amonia. Amina primer atau sekunder dapat bereaksi dengan asam
karboksilat membentuk amida. Reaksi kondensasi yang lain dan analog
dengan pembentukan ester dari reaksi alkohol dengan asam karboksilat.
Contoh pembentukan asetamida ialah : (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb,
2003)

Gambar 1.3 Pembentukan Asetanilida (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb,


2003)

Jika amonia adalah reaktan, suka gugus –NH2 menggantikan gugus –


OH dalam asam karboksilat dan amida terbentuk : Oxtoby, Gillis,
dan Nachtrieb, 2003)

Gambar 1.4 Pembentukan Amida (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, 2003)


Ikatan amida ada dalam tulang punggung setiap molekul protein dan
oleh karena itu, sangat penting dalam biokimia (Oxtoby, Gillis,
dan Nachtrieb, 2003).
Semakin banyak amina yang tersubsitusi oleh gugus alkil pelepas
elektron, makin basa amina tersebut. Gugus pelepas elektron dapat
menstabilkan muatan positif ion amonium yang digantikan. Jadi trimetil
amina merupakan basa yang lebih kuat daripada amonia. Trimetil amina
yaitu terdapat tiga gugus amina dalam suatu senyawa. Secara umum
amina aromatik merupakan basa ynag lebih lemah daripada amonia
akibat stabilitas resonansi yang dimiliki senyawa aromatik (Bresnick,
2003).

1.1.3 Reaksi Asilasi


Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap oksigen
dan karbon. Jika R mewakili alkil, maka asil mempunyai formula.
(Pudjaatmaka, 1992)

Gambar 1.2 Gugus asil (Pudjaatmaka, 1992)

Asil yang umum dipakai adalah CH3CO-. Ini disebut sebagai


etanoil. Dalam kimia, asilasi (secara formal, namun jarang digunakan
alkanoilasi) adalah proses adisi gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa
yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen pengasil. Asil
halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat
membentuk elektrofil yang kuat ketika di berikan beberapa logam katalis.
Sebagai contoh pada asilasi Friedel Crafts menggunakan asetil
klorida, CH3COCl, sebagai agen dan aluminium klorida (AlCl3) sebagai
katalis untuk adisi gugus asetil ke benzena. (Pudjaatmaka, 1992)

Gambar 1.3 Contoh reaksi asilasi (Pudjaatmaka, 1992)

Asil halida dan anhidrida asam karboksilat juga sering di gunakan


sebagai agen penghasil untuk mengasilasi amina menjadi amida atau
mengasilasi alkohol menjadi ester. Dalam hal ini, amina dan alkohol
adalah nukleofil, mekanismenya adalah adisi-eliminasi nukleofilik. Asam
suksinat juga umumnya di gunakan pada beberapa tipe asilasi yang secara
khusus disebut suksinasi. Oversuksinasi terjadi ketika lebih dari satu
suksinat di adisi ke sebuah senyawa tunggal. Contoh industri asilasi
adalah sintesis aspirin, di mana asam salisilat di asilasi oleh asetat
anhidrida.

1.1.4 Asetanilida
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang di
golongkan sebagai amida primer, di mana satu atom hidrogen pada anilin
di gantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran
berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air
dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering di sebut phenil
asetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul
135,16.
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872
dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga
terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis
dapat di ubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand
menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan
katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin
dan asam asetat (Arsyad, 2001).
Ada beberapa proses pembuatan asetanilida, yaitu (Arsyad, 2001) :
a. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin
Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam
asetat anhidrad di refluk dalam sebuah kolom yang di lengkapi
dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.

2 C6H5NH2 + ( CH2CO )2O → 2C6H5NHCOCH3 + H2O

Campuran reaksi di saring, kemudian kristal di pisahkan dari air


panasnya dengan pendinginan dan filtratnya di recycle kembali.
Pemakaian asam asetat anhidrad dapat di ganti dengan asetil
klorida.

b. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin


Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena
lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100% di reaksikan
dalam sebuah tangki yang di lengkapi dengan pengaduk.

C6H5NH2 + CH3COOH → C6H5NHCOCH3 + H2O


Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150 oC–160oC. Produk
dalam keadaan panas di kristalisasi dengan menggunakan
kristalizer.

c. Pembuatan asetanilida dari ketene dan anilin


Ketene ( gas ) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang di
perkenankan akan menghasilkan asetanilida.
C6H5NH2 + H2C=C=O → C6H5NHCOCH3

d. Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin


Asam thioasetat di reaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin
akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S.

C6H5NH2 + CH3COSH → C6H5NHCOCH3 + H2S

Dalam pembuatan asetanilida di gunakan proses antara asam asetat


dengan anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah : (Arsyad,
2001)
1. Reaksinya sederhana
2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk
regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang di
gunakan untuk membeli katalis sehingga biaya produksi lebih
murah.

Asetanilida banyak di gunakan dalam industri kimia, misalnya (Kirk,


1981) :
1. Sebagai bahan intermediet dalam sintesis obat-obatan.
2. Sebagai zat awal dalam sintesa penicillin.
3. Bahan pembantu pada industri cat, karet dan kapur barus.
4. Sebagai inhibitor hidrogen peroksida.
5. Stabiliser untuk pernis dari ester selulosa.

1.1.5 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat di mana
zat-zat tersebut di larutkan dalam suatu pelarut kemudian di kristalkan
kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di
kala suhu di perbesar. Konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari
konsentrasi zat yang di murnikan. Bila dingin, maka konsentrasi impuriti
yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi
tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian
komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu;
memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan,
memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan
mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil) (Williamson,
1999).
Kemudahan suatu endapan dapat di saring dan di cuci tergantung
sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan
ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk
selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat di
saring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal
itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu
penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti
kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena
mudah di cuci setelah di saring. Kristal dengan struktur yang lebih
kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan
menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah di cuci dengan
seksama. Endapan yang terdiri dari kristal-kristal, pemisahan kuantitatif
lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada
dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju
pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali
kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi
terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel
kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari
larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan
untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti.
Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi
ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju
ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh
derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan
datar. Banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam
bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga
bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara
simetris. Penampilan luar suatu partikel kristal besar tidak menentukan
penataan partikel. Bila suatu zat dalam keadaan cair atau larutan
mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih ke satu arah
daripada ke lain arah. Kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan
yang berfungsi membantu penyaringan (Syabatini, 2010).
Material padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi
(padat atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah
larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan di
dinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya
menurun bila suhu diturunkan. Di harapkan bahwa pengotor tidak akan
mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi
untuk mencapai jenuh (Fary, 2009).

1.2 TUJUAN PERCOBAAN


1. Mempelajari pembuatan amida aromatic
2. Mempelajari reaksi amina dengan turunan asam karboksilat, yaitu
anhidrida

BAB II. METODOLOGI

2.1 ALAT-ALAT
1. Corong
2. Desikator
3. Erlenmeyer 100ml 2bh
4. Gelas beaker 100ml 2bh
5. Gelas ukur 10ml, 100ml 1bh
6. Labu alas datar

2.2 BAHAN
1. Anilin
2. Asam asetat glasial
3. Anhidrida asetat

2.3 PROSEDUR PRAKTIKUM


1. Dimasukkan 7.5ml asam asetat glacial ke dalam labu alas datar
2. Ditambahkan 2.5 ml anilin ke dalam labu alas datar, kemudian di ikuti
dengan anhidrida asetat sebanyak 3ml. Hati-hati, reaksi eksoterm.
Dilakukan didalam lemari asam
3. Diaduk campuran dengan sempurna, dibiarkan larutan pada suhu
kamar sekitar 15 menit
4. Diencerkan larutan dengan 3.5ml aquades, sehingga terbentuk
kristalim dari produk
5. Jika pembentukan kristalin telah sempurna, Kristal disaring dengan
kertas saring
6. Dikeringkan Kristal tak berwarna dari N-phenyl etanimida diudara.
Ditimbang hasil yang didapat
7. Dilakukan rekristalisasi dengan etanol-air.
8. Disaring lagi kristal yang terbentuk, lalu dikeringkan di dalam
desikator. Ditimbang hasil kering yang didapat dan dilaporkan

2.4 PENGAMATAN
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL PERCOBAAN


3.2 PEMBAHASAN
3.2.1 Menurut Ruth Butar Butar
Reaksi pembentukan Acetanilida dapat di hasilkan dari reaksi antara
asam asetat glasial dan aniline. Acetanilida berbentuk butiran bewarna
putih, sering disebut phenilasetamida yang mempunyai rumus molekul
C6H5NHCOCH3 (Priyatmo, 2008)
Pada reaksi pembuatan asetanilida ini anilin sebanyak 2.5 ml berfungsi
sebagai reaktan dan asam asetat glasial berfungsi sebanyak 7.5 ml
berfungsi sebagai pelarut asam (melepas H+), mempengaruhi agar reaksi
membentuk garam amina dan untuk menetralkan. Proses pencampuran
zat dilakukan di dalam lemari asam karena reaksi yang terjadi adalah
reaksi eksoterm dan juga untuk menghindari tumpahan reaksi di dalam
ruangan terbuka karena senyawa yang di reaksikan asam asetat murni
yang sangat berbahaya jika terkena tubuh.pada pencampuran kedua
larutan akan menghasilkan warna coklat.
Larutan aniline dan asam aseta glasial di encerkan dengan 35 ml
aquades selama 15 sampai terbentuk butiran-butiran yang berbentuk
kristal putih ke coklatan yang berarti masih ada pengotor di dalamnya,
yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi. Oleh karena itu perlu di
lakukan pemurnian kembali. Kemudian endapan disaring dengan kertas
saring dengan penyaring Bucher. Proses ini menggunakan prinsip
sedimentasi dan di bantu menggunakan vacum pump, yaitu alat untuk
menyedot udara, sehingga proses penyaringan cepat selesai. Setelah
edapan sudah kering, di lakukan penimbangan dengan berat 2.47 gram.
Proses selanjutnya adalah rekkristalisasi untuk mendapatkan
asetanilida yang lebih murni. Rekristalisasi di lakukan dengan
penambahan alkohol-air (aquades) yang dipanaskan
Alkohol dan air dipanaskan bertujuan untuk meningkatkan kelarutan,
jika kelarutan berbeda maka ksp akan berbeda. Perbedaan ksp inilah yang
membuat asetanilida jadi mengendap di dasar labu didih. (Mawarni,
2013)
Air panas berguna untuk mempercepat pelarutan asetanilida tersebut
sedangkan etanol akan mengikat pengotor-pengotor yang masih terdapat
pada asetanilida pada hasil rekristalisasi. Hasil penyaringan kemudian di
dinginkan di dalam wadah yang berisikan es batu selam kurang lebih 15
menit sampai terbentuk kristal. Kemudian di saring kembali
menggunakan vacum Buchner, selanjutnya di keringkan dengan oven
untuk menghilangkan uap air yang masih terdapat pada kristal. Dari hasil
rekristalisasi ini di peroleh kristal asetanilida ke abu-abu an dan karena
itu untuk memperoleh asetanilida yang putih dan murni di lakukan
rekristalisasi selanjutnya 2-3 kali dan di dapat hasil akhir penimbangan
4.44 gr asetanilida murni. (Synyster, 2006)

3.2.2 Menurut Sandi Sudarsono


Percobaan ini di lakukan untuk membuat asetanilida dengan cara
mereaksikan anilin dengan asam asetat glasial dan asam anhidrid
kemudian di rekristalisasi sebanyak 3 kali. Reaksi antara aniline dengan
asam asetat glasial merupakan reaksi eksoterm karena reaksi ini
menghasilkan panas sehingga panas di lepaskan kelingkungan. Hal ini
yang menyebabkan labu alas datar menjadi panas. Campuran aturan
anilin dan asam asetat glasial berwarna kuning kecoklatan. Setelah
larutan di biarkan selama 15 menit lalu di tambahkan aquades sehingga
terbentuk kristal asetanilida yang masih terkontaminasi dari sisa reaktan
ataupun hasil samping reaksi (abu zink sisa garam aniline asetat, dll).
Oleh karena itu, perlu di lakukan rekristalisasi asetanilida dengan etanol
hangat dan aquade hangat agar kotoran yang terdapat di kristal asetanilida
dapat menguap. Rekristalisasi ini di lakukan sebanyak 3 kali agar kristal
asetanilida yang di dapat benar-benar bersih tanpa ada kotoran yang
tercampur, sehingga hasil akhir yang di dapat berat sampel sebesar 0.22
gr.

3.2.3 Menurut Thita Oktaviana Hamelia


Pada percobaan ini, asetanilida di buat dengan cara mereaksikan 7.5 ml
asam asetat glasial, aniline 2.5 ml dan asetat anhidrat 3 ml. Dimana asam
asetat glasial berfungsi sebagai pelarut dan aniline berfungsi sebagai
reaktan. Reaksi ini di lakukan di dalam lemari asam dikarenakan
terjadinya reaksi eksoterm yang menimbulkan panas kelingkungan.
Pada saat dibiarkan pada suhu ruangan 15 menit dan ditambahkan
aquades 35 ml, munculah endapan bewarna coklat kekuningan-kuningan.
Endapan itulah yang di sebut asetanilida. Kemudian larutan tadi
didinginkan didalam wadah yang berisikan es batu agar semua asetanilida
benar-benar mengendap, sehingga terbentuklah kristal bewarna abu-abu
yang berarti masih ada pengotor didalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun
hasil samping reaksi. Maka dari itu dilakukan lagi proses rekristalisasi.
Berat kristal yang dihasilkan yaitu 2.47 gr.
Tujuan dari proses rekristalisasi yaitu untuk mendapatkan asetanilida
yang lebih murni. Dengan penambahan etanol hangat dan air hangat
dapat meningkatkan kelarutan, Dimana air panas dapat mempercepat
pelarutan asetanilida, sedangkan etanol hangat akan mengikat pengotor-
pengotor yang masih terdapat pada asetanilida pada hasil kristalisasi.
Setelah melakukan proses rekristalisasi diperoleh hasil yaitu kristal
bewarna keruh ataupun keabu-abuan.
Proses rekristalisasi tidak cukup hanya dengan satu kali saja untuk
memperoleh asetanilida yang putih, namun dilakukan sebanyak 2-3 kali
agar kristal asetanilida yang di dapat benar-benar bersih tanpa ada
kotoran yang tercampur. Sehingga berat hasil akhir dari kristal asetanilida
yaitu 4.44 gr.
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.

Bresnick, S. D. 2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates.

Fary. 2009. Rekristalisasi, Pembuatan Aspirin dan Penentuan Titik Leleh


Aspirin.http://faryjackazz.blogspot.com/2009/03/rekristalisasi-pembuatan
-aspirin-dan.html. Diakses pada 12 April 2015.

Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S.. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik.


Jakarta: Bina Aksara.
Kirk and Othmer. 1982. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical
Technology. Vol. 17. Canada:John Wiley and Sons, Inc.

Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb. 2003. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta:


Erlangga.

Pudjaatmaka, A.H.. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.

Syabatini, A.. 2010. Pemurnian Bahan secara Rekristalisasi. Banjarmasin:


Universitas Lambung Mangkurat.

Wilbraham, A.C.. 1992. Pengantar Kimia Organik 1. Bandung: ITB.

Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment. USA:


Houghton Mifflin Company.
LAMPIRAN A DATA SEMENTARA
LAMPIRAN B JAWABAN PERTANYAAN

1. Tuliskan reaksi lengkap pembuatan asetanilida pada percobaan ini.


Jawaban :

2. Apa yang dimaksud dengan reaksi asilasi ?


Jawaban : Dalam kimia, asilasi adalah proses adisi gugus asil ke sebuah
senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen
pengasil. Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat
membentuk elektrofil yang kuat ketika di berikan beberapa logam katalis.

3. Apakah asetanilida larut dalam air ?


Jawaban : Asetanilida larut didalam air namun menggunakan bantuan
dari kloral anhidrat karena ………

4. Apakah yang dimaksud dengan reaksi subsitusi elektrofilik ?


Jawaban :

Anda mungkin juga menyukai