PERCOBAAN V
REAKSI ASILASI PADA AMINA PRIMER
“PEMBUATAN ASETANILIDA”
Oleh :
1.1 TEORI
1.1.1 Asam Karboksilat
Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang
mengandung gugus karboksil, –COOH. Gugus karboksil mengandung
gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil; antar aksi dari kedua gugus
ini mengakibatkan suatu kereaktifan kimia yang unik dan untuk asam
karboksilat (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Asam format terdapat pada semut merah (asal dari nama), lebah,
jelatang dan sebagainya (juga sedikit dalam urine dan peluh). Sifat fisika;
cairan, tak berwarna, merusak kulit, berbau tajam, larut dalam H2O
dengan sempurna. Sifat kimia; asam paling kuat dari asam-asam
karboksilat, mempunyai gugus asam dan aldehida (Riawan, 1990).
Asam asetat (CH3COOH) sejauh ini merupakan asam karboksilat yang
paling penting di perdagangan, industri dan laboratorium. Bentuk
murninya disebut asam asetat glasial karena senyawa ini menjadi padat
seperti es bila di dinginkan. Asam asetat glasial tidak berwarna, cairan
mudah terbakar (titik leleh 7ºC, titik didih 80ºC), dengan bau pedas
menggigit. Dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik
(Fessenden dan Fessenden, 1997).
Adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh asam karboksilat adalah
(Fessenden dan Fessenden, 1997) :
a. Reaksi Pembentukan Garam
Garam organik yang membentuk dan memiliki sifat fisik dari
garam anorganik padatannya, NaCl dan KNO3 adalah garam
organik yang meleleh pada temperatur tinggi, larut dalam air dan
tidak berbau. Reaksi yang terjadi adalah :
HCOOH + Na+ → HCOONa + H2O
b. Reaksi Esterifikasi
Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus –
COOR dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat
reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol. Secara
umum reaksinya adalah :
RCOOH + R’OH → RCOOR + H2O
c. Reaksi Oksidasi
Reaksi ini terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat
kokoh dan kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas. Gugus asam
karboksilat teroksidasi sangat lambat.
1.1.2 Amina
Amina adalah turunan dari amonia dengan rumus umum R3N, R dapat
berupa gugus hidrokarbon atau hidrogen. Jika hanya satu atom hidrogen
dari amonia digantikan oleh satu gugus hidrokarbon, hasilnya ialah amina
primer. Contohnya ialah etilamina dan anilin. Jika dua gugus hidrokarbon
menggantikan atom-atom hidrogen dalam molekul amonia, senyawa ini
ialah amina sekunder seperti dimetilamina dan tiga penggantian
menghasilkan amina tersier (trimetilamina) amina bersifat basa sebab ada
pasangan elektron menyendiri pada atom nitrogen yang dapat menerima
satu ion hidrogen, sama seperti pasangan menyendiri pada nitrogen dalam
amonia. Amina primer atau sekunder dapat bereaksi dengan asam
karboksilat membentuk amida. Reaksi kondensasi yang lain dan analog
dengan pembentukan ester dari reaksi alkohol dengan asam karboksilat.
Contoh pembentukan asetamida ialah : (Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb,
2003)
1.1.4 Asetanilida
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang di
golongkan sebagai amida primer, di mana satu atom hidrogen pada anilin
di gantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran
berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air
dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering di sebut phenil
asetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul
135,16.
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872
dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga
terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis
dapat di ubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand
menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan
katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin
dan asam asetat (Arsyad, 2001).
Ada beberapa proses pembuatan asetanilida, yaitu (Arsyad, 2001) :
a. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin
Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam
asetat anhidrad di refluk dalam sebuah kolom yang di lengkapi
dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.
1.1.5 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat di mana
zat-zat tersebut di larutkan dalam suatu pelarut kemudian di kristalkan
kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di
kala suhu di perbesar. Konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari
konsentrasi zat yang di murnikan. Bila dingin, maka konsentrasi impuriti
yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi
tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian
komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu;
memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan,
memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan
mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil) (Williamson,
1999).
Kemudahan suatu endapan dapat di saring dan di cuci tergantung
sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan
ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk
selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat di
saring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal
itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu
penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti
kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena
mudah di cuci setelah di saring. Kristal dengan struktur yang lebih
kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan
menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah di cuci dengan
seksama. Endapan yang terdiri dari kristal-kristal, pemisahan kuantitatif
lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada
dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju
pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali
kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi
terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel
kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari
larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan
untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti.
Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi
ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju
ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh
derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan
datar. Banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam
bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga
bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara
simetris. Penampilan luar suatu partikel kristal besar tidak menentukan
penataan partikel. Bila suatu zat dalam keadaan cair atau larutan
mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih ke satu arah
daripada ke lain arah. Kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan
yang berfungsi membantu penyaringan (Syabatini, 2010).
Material padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi
(padat atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah
larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan di
dinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya
menurun bila suhu diturunkan. Di harapkan bahwa pengotor tidak akan
mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi
untuk mencapai jenuh (Fary, 2009).
2.1 ALAT-ALAT
1. Corong
2. Desikator
3. Erlenmeyer 100ml 2bh
4. Gelas beaker 100ml 2bh
5. Gelas ukur 10ml, 100ml 1bh
6. Labu alas datar
2.2 BAHAN
1. Anilin
2. Asam asetat glasial
3. Anhidrida asetat
2.4 PENGAMATAN
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.