Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian kota secara sosiologis didefinisikan sebagai tempat pemukiman yang

relatif besar, berpenduduk padat dan permanen terdiri dari individu-individu yang

secara sosial heterogen ( De Goede, dalam Sarlito 1992: 40). Di sisi lain, Bintarto

(1989:34) menyatakan bahwa dari segi geografis, kota dapat diartikan sebagai suatu

sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang

tinggi dan diwarnai dengan strata sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya yang

materialistis.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh

sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk

dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,

bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.Budaya adalah suatu pola hidup

menyeluruh dan bersifat kompleks, abstrak, dan luas serta banyak aspek budaya turut

menentukan perilaku komunikatif.

Oleh karena itu, Kebudayaan itu sendiri sangat erat hubungannya dengan

masyarakat.Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa

segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang

dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

1
Manusia sebagai individu maupun sebagai kelompok, hidup di dalam dan

bersama lingkungannya.Dari hubungan yang erat dan bersifat timbal balik, manusia

menyesuaikan diri, memelihara serta mengelola lingkungannya.Dari hasil hubungan

yang dinamik antara manusia dengan lingkungannya tersebut timbul suatu aktivitas

yang menimbulkan beberapa perubahan yang menyangkut perubahan terhadap

wadah/lingkungannya atau terhadap manusia pelaku kegiatan tersebut.

Kehidupan kota yang cenderung bersifat kompetitif, egosentris, hubungan atas

dasar kepentingan ekonomi, sangat mempengaruhi tata nilai di dalam kehidupan dan

hubungan sosial masyarakatnya. Tata nilai disini meliputi perilaku, sikap hidup, pola

berpikir dan budaya.

Kebudayaan adalah suatu hal yang diciptakan dari fikiran manusia.secara

otomatis maka hubungan pertama antara manusia dengan kebudayaan adalah

hubungan alamiah dan ilmiah. selanjutnya adalah budaya sendiri tidak bisa diciptakan

tanpa pengikut atau massa, oleh karena itu budaya memerlukan pengikut atau orang

yang menjalani budaya tersebut. budaya adalah suatu yang sistematis.

Oleh karena itu, manusia itu sendiri membutuhkan budaya sebagai sebuah

pengatur sikap dan perilaku antar sesama manusia dengan adanya budaya yang baik

dan benar, menciptakan sebuah hidup yang teratur dan sopan santun dalam

berhubungan kepada tiap manusia

2
1.2 Masalah Penelitian

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan budaya dan perilaku individualistis dalam

masyarakat perkotaan?

1.2.2 Apa hubungan budaya dengan perilaku individualistis dalam masyarakat

perkotaan?

1.2.3 Bagaimana pengaruh budaya terhadap perilaku individualistis dalam

masyarakat perkotaan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan budaya dan perilaku

individualistis dalam masyarakat perkotaan.

1.3.2 Untuk mengetahui hubungan budaya dengan perilaku individualistis

dalam masyarakat perkotaan.

1.3.3 Untuk mengetahui Bagaimana pengaruh budaya terhadap perilaku

individualistis dalam masyarakat perkotaan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori

Budaya dan manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

karena saling mempengaruhi dalam prosesnya.Namun hal lainnya yang turut

mempengaruhi budaya dan manusia itu sendiri adalah ruang.Ruang itu sendiri dapat

mempengaruhi manusia atau sebaliknya manusia dapat mempengaruhi ruang. Dalam

hal ini, Didasarkan pada Teori Medan (Field Theory) yang dikenalkan oleh Kurt

Lewin, dimana menurut beliau : “selama manusia berinteraksi dengan lingkungan,

ada kekuatan-kekuatan yang terjadi. Komponen-komponen tersebut menggerakkan

kekuatan-kekuatan dalam bentuk daya tarik/tolak serta daya

mendekat/menjauh.Interaksi ini terjadi pada lapangan psikologi individu sehingga

nantinya mencerminkan tingkah laku individu tersebut”.

Psikologi lingkungan adalah ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku

manusiaberdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan

sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam.Psikologi lingkungan berkaitan

dengan kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi tanaman,

hewan, objek material, dan manusia. Ada beberapa hal yang dapat menimbulkan

ketegangan lingkungan ( evironmental stress ), misalnya, keadaan ruangan yang akan

memicu kejiwaan seseorang, suhu, suasana dan sifat cahaya. Jadi pengaruh

4
lingkungan terhadap kejiwaan seseorang dapat bersifat internal, eksternal, dan

transendental.

Dalam psikologi lingkungan juga dipelajari mengenai kebudayaan dan

kearifan lokal suatu tempat dalam memandang alam semesta yang mempengaruhi

sikap dan mental manusia. Apabila kebudayaan dan kearifan lokal kita pahami

sebagai perjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, maka mawas diri

akan menjadi inti pokok dari pelajaran psikologi lingkungan. Soedjatmoko, seorang

ahli sosiologi, memberikan pengertian tentang moralisme dan perilaku seseorang

sangat dipengaruhi oleh psikologis historis suatu lingkungan, tempat orang tersebut

bersosialisasi dengan masyarakat binaannya.

Sebagai contoh adalah masyarakat perkotaan yang memiliki gaya hidup yang

cenderung bersifat individualistik. Berikut adalah teori Talcott Parsons mengenai tipe

masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri :

a). Netral Afektif

Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan

sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau

Association.Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional

atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional,

itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.

5
b). Orientasi Diri

Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri,

pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan

kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa

menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.

c). Universalisme

Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran

rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.

d). Prestasi

Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima

berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.

e). Heterogenitas

Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih

banyak komponen dalam susunan penduduknya.

6
Ciri-ciri masyarakat Perkotaan

Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :

1. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan

karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.

2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus

bergantung pada orang lain (Individualisme).

3. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai

batas-batas yang nyata.

4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak

diperoleh warga kota.

5. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor

waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting,

intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

6. Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya

terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang

kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,

hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang

sebagai anggota masyarakat. Sementara itu, menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman

Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

7
Perilaku Individualis sebagai Akibat Sifat Kehidupan Kota

Bintarto (1989: 54) mengatakan, bahwa kesibukan setiap warga kota dalam

tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatian terhadap sesamanya. Apabila

hal ini berlebihan akan menimbulkan sifat acuh tak acuh atau kurang mempunyai

toleransi sosial.

Dengan adanya fenomena di atas dan melihat sifat kehidupan kota yang

cenderung kepada kondisi: 1) heterogenitas, jumlah dan kepadatan penduduk yang

cukup tinggi, 2) sifat kompetitif, egosentris dan hubungan personal berdasarkan

kepentingan pribadi dan keuntungan secara ekonomi, masyarakat kota cenderung

menyikapi kondisi tersebut dengan cara:

a. Hanya saling mengenal terutama dalam satu peranannya saja, misalnya sebagai

kondektur, penjaga toko dan sebagainya. Oleh karena itu juga dikatakan bahwa

sifat hubungan-personal masyarakat kota tidak bersifat primer, namun lebih

bersifat sekunder (berdasarkan peran dan atributnya).

b. Melindungi diri sendiri secara berlebihan agar tidak terjadi terlalu banyak

hubungan-hubungan yang sifatnya pribadi, mengingat konsekuensi waktu,

tenaga dan biaya. Orang kota juga harus melindungi dan membatasi diri

terhadap relasi yang dianggap potensial membahayakan baginya. Akibatnya

ialah seringnya terjadi kontak personal yang ditandai oleh semacam reserve,

acuh tak acuh dan kecurigaan.

8
c. Cenderung mengadakan kontak, personal bukan dengan keinginan yang

berlandaskan kepentingan bersama, namun kebanyakan hubungan itu hanya

digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan kepentingan masing-

masing individu.

Perwujudan Perilaku Individualis Masyarakat Kota

Perilaku Individualis pada masyarakat kota secara umum bisa dibedakan dalam

2 aspek, yaitu perwujudan dalam ungkapan fisik (spasial, material dan bentuk), serta

perwujudan dalam sikap dan perilakunya. Kedua aspek tersebut bersama-sama

mengupayakan suatu “pertahanan” atau “perlawanan” terhadap kondisi kehidupan

kota.

Perwujudan Perilaku Individualis Dalam Ungkapan Fisik

Perilaku individualis masyarakat kota cenderung akan tercermin atau

diungkapkan dalam suatu ungkapan fisik yang berupa batas ruang (territory) atau

ungkapan bentuk. Ungkapan fisik yang berupa batas ruang (territory) bisa bersifat

tetap atau suatu kondisi yang relatif tidak berubah-ubah, namun bisa juga bersifat

tidak tetap.Ini sejalan dengan pendapat Lang (1987: 76), bahwa teritorialitas adalah

salah satu perwujudan ego yang tidak ingin diganggu, dan merupakan perwujudan

dan privasi.Yang perlu diperhatikan adalah, apabila keinginan perwujudan privasi ini

sangat berlebihan, hal ini merupakan indikasi dari sikap dan perilaku individualis.

9
Beberapa contoh ungkapan fisik sebagai perwujudan perilaku individualis pada

masyarakat kota yaitu:

1. Pemasangan pagar halaman depan yang dibuat sangat tinggi dan masif,

mencerminkan ketertutupan, kecurigaan, kehati-hatian dan kurangnya

“welcome” terhadap tamu yang akan berkunjung.

2. Perwujudan bentuk-bentuk bangunan yang tidak selaras dengan lingkungan,

hanya karena untuk memenuhi ego pemilik supaya tidak disamakan atau tidak

ingin sama dengan lingkungannya, dalam arti supaya dianggap lebih tinggi

derajatnya dari lingkungan tersebut.

3. Tulisan-tulisan atau tanda-tanda petunjuk yang mempunyai indikasi untuk

menunjukkan bahwa sesuatu area adalah milik pribadi, bukan untuk masyarakat

umum sehingga masyarakat umum tidak boleh masuk area tersebut, atau

setidak-tidaknya enggan untuk memasuki mengingat risiko yang mungkin

timbul.

Perwujudan Perilaku Individualis Dalam Sikap dan Perilaku

Perilaku individualis selain diwujudkan dalam ungkapan fisik, juga banyak

didapati pada sikap dan perilaku masyarakat kota. Hal ini bisa dilihat dari beberapa

10
contoh:

1. Kurang akrabnya antartetangga pada suatu kompleks perumahan atau

perkampungan, karena masing-masing orang telah sibuk dengan urusannya

sendiri.

2. Masing-masing tetangga merasa tidak perlu menyapa apabila bertemu di jalan,

karena merasa tetangga tersebut adalah orang asing bagi orang tersebut.

Kemungkinan lain dan kondisi tersebut adalah tidak terpikirkannya orang

tersebut untuk menyapa, karena pikirannya memang sudah dipenuhi dengan

berbagai kesibukan kerja hari itu.

3. Kurangnya tenggang rasa dalam bersikap dan berbuat.

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Cara Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan

metode observasi dan kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang dipergunakan adalah

sebagai berikut :

1. Teknik Pengamatan Langsung, Pada teknik ini penulis mengamati secara

langsung bagaimana budaya dapat mempengaruhi perilaku individualistis

masyarakat perkotaan karena hal ini merupakan bagian dari keseharian

sebagai bagian dari masyarakat perkotaan.

2. Teknik Wawancara, Tujuan dari teknik wawancara ini adalah agar diperoleh

gambaran yang lebih mengenai kasus yang dibahas. Responden yaitu

Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sam Ratulangi

Angkatan 2013 sebagai sumber informasi mengenai studi kasus masalah

pengaruh budaya terhadap perilaku individualistis masyarakat perkotaan.

3. Studi Pustaka, Pada metode ini, penulis menggunakan artikel-artikel atau

tulisan-tulisan di internet yang berhubungan dengan judulkarya ilmiah yaitu

Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku Individualistis Masyarakat Perkotaan.

12
3.2 Analisis Data

Permasalahan perkotaan dewasa ini semakin hangat dibicarakan karena

keterkaitannya dengan hampir segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan

kegiatan suatu kota sering menjadi tumpuan harapan masyarakat sehingga mereka

berlomba-lomba berebut kesempatan untuk bisa memperoleh penghidupan di kota

tersebut.

Kepesatan perkembangan suatu kota ternyata juga membawa dampak sosial

akibat tingginya iklim kompetitif dalam kehidupan masyarakatnya. Masyarakat

cenderung terbagi menjadi 2 segmen, yaitu (1) kelompok masyarakat yang menang

dan berhasil dalam iklim kompetisi ini dan (2) kelompok masyarakat yang kalah dan

tersingkir. Dampak sosial lain yang sangat terasa akibat iklim ini adalah pada perilaku

masyarakat perkotaan yang cenderung individualis. Perwujudan perilaku individualis

ini bisa mencakup 2 aspek, yaitu aspek fisik dan aspek sikap/tingkah laku masyarakat

yang selalu tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

Dari kajian dalam tulisan ini bisa disimpulkan bahwa perilaku individualis

merupakan ciri utama pada sifat kehidupan perkotaan.Hal tersebut merupakan

permasalahan yang tidak bisa dihilangkan karena timbul dan iklim kompetitif yang

ada. Kondisi tersebut perlu dikendalikan supaya tidak sampai menimbulkan konflik

antar individu atau antar kelompok masyarakat penghuni kota. Salah satu alat

pengendali kondisi tersebut adalah perlunya upaya pendidikan sosial bagi para

13
penghuni atau calon penghuni lingkungan kota, sehingga dapat tercipta hubungan

yang saling membutuhkan di antara individu maupun kelompok yang ada.

Perubahan perilaku masyarakat kota dapat dilihat dari pola kebudayaan dan norma

masyarakatnya Seperti ditinjau dari segi bahasa, teknologi, sistem relegi dan

kesenian :

1. Bahasa :Bahasa yang sering digunakan adalah bahasa Indonesia, penggunaan

bahasa daerah hanya oleh masyarakat atau kelompok tertentu.

2. Teknologi :Teknologi yang digunakan sudah lebih maju modern, karena

pengaruh dari era globalisasi.

3. Sistem relegi :Kehidupan beragama pada masyarakat perkotaan mulai

berkurang, karena pola pikir masyarakat sudah mengarah lebih percaya

kepada hal-hal yang bersifat pasti dan nyata, sehingga sukar untuk

mempercayai hal-hal yang bersifat gaib.

4. Kesenian :Kesenian yang dikembangkan umumnya yang bersifat modern dan

merupakan kreasi dari seniman-seniman kota. Pengembangan kreasi kesenian

masyarakat kota biasanya mengikuti perkembangan teknologi.

5. Nilai dan norma :Nilai dan norma di masyarakat kota, umumnya sudah

mengalami pergeseran. Peraturan-peraturan yang berdasarkan adat-istiadat,

sedikit sekali dipakai sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

6. Pola Interaksi :Hubungan antar warga masyarakat kota, umumnya sudah

bersifat individual, mereka akan berhubungan dengan orang lain karena ada

14
kepentingan dan urusan, persamaan-persamaan pekerjaan, umur dan

golongan.

7. Mata pencaharian :Mata pencaharian sudah lebih bervariasi, sawah dan ladang

bukan lagi merupakan satu-satunya yang diharapkan. Banyak lapangan

pekerjaan yang bisa dilakukan untuk biaya hidup warga.

8. Lembaga Sosial : Di perkotaan lembaga sosial yang ada semakin banyak dan

semakin kompleks, hal ini dikarenakan dikota terdapat macam-macam

kehidupan baik dari segi ekonomi, sosial, budaya sehingga membutuhkan

suatu lembaga sosial yang banyak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

9. Lembaga Keluarga : Lembaga keluarga di kota biasanya berfungsi hanya

melahirkan keturunan, walaupun tidak semuanya hanya sebagai proses

reproduksi, tapi sebagian kecil juga ada yang bersifat seperti unit ekonomi

seperti yang ada di desa.

10. Lembaga Ketetanggaan dan Keagamaan : Di masyarakat kota lembaga

ketetanggaan agak sedikit pudar, artinya sudah tidak seintim yang ada di desa.

Di kota lembaga ketetanggaan hanya sebatas tetangga artinya tidak sampai

pada tetangga sebagai family control,.Sedangkan keagamaannya dikota tidak

se-religius yang ada di desa, masyarakat kota tetap menjalankan ibadahnya

masing-masing sesuai tuntunan yang diajarkan. Tidak ada upacara-upacara

terhadap dewa-dewa atau roh, hal ini karena dikota juga sudah jauh dari alam

bebas seperti yang ada di desa. Lalu juga di kota tidak terlalu bergantung pada

alam.

15
11. Stratifikasi pada Masyarakat Kota : Stratifikasi pada masyarakat kota, berbeda

dengan yang di desa, jika yang didesa yang memiliki lahan pertanian yang

paling banyak maka stratifikasinya tinggi. Tetapi berbeda apa yang ada di

kota, dikota unsurnya yaitu siapa yang memiliki harta/materi paling banyak

dia termasuk di dalam lapisan yang tinggi, begitu pula dengan pangkat,

jabatan dan wewenang yang paling tinggi maka lapisannya juga paling tinggi.

12. Lembaga Kepemimpinan : Tentang kepemimpinan umumnya kita mengenal

tiga konsep pokok sebagaimana dikemukakan oleh Max Weber yaitu:a.

a. Pimpinan Charismatis, pimpinan ini memiliki kesaktian yang tidak ada

pada orang lain. Yang kesaktiannya ini didapat dari dewa-dewa/Tuhan.

b. Pimpinan Tradisional, pimpinan ini didasarkan pada pengakuan akan

tradisi, yaitu yang didasarkan pada keturunan. Atau pewarisan kekuasaan.

c. Pimpinan Rasional (legalistik), pimpinan ini didasarkan pada pendidikan

formal atau dengan kata lain melalui pendidikan formal.

Dari tiga konsep di atas yang paling sering digunakan di kota yaitu konsepan

yang ketiga, artinya masyarakat kota akan memilih pimpinan rasional, hal ini

karena memang masyarakat kota sudah berpikiran yang lebih maju dan

rasional daripada masyarakat desa.

Sementara itu, kondisi sosial masyarakat kota dapat tergambar dari sifat yang

menonjol yang biasa mereka lakukan dalam kehidupan sehari – hari mereka, sebagai

berikut:

16
1. Sikap Kehidupan

Sikap hidupnya cenderung pada individuisme atau egoisme, yaitu masing-masing

anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakat

lainnya, menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu

mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan pribadi.

Sikap hidup masyarakat kota pada umumnya mempunyai taraf hidup yang lebih

tinggi daripada masyarakat desa. Akibatnya timbullah sikap pembatasan diri didalam

pergaulan masyarakat dan akhirnya timbullah sikap individualisme atau

egoisme.Masing-masing berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuannya. Segala

sesuatu yang akan dilakukan dijalankan tanpa mempertimbangkan masyarakat

sekitarnya, sepanjang sehat menurut rasio selama tidak melanggar hukum. Didalam

pergaulan hidup di kota jika dilihat dari sudut pandang sosiologi maka sifat

kerukunan yang lama (paguyuban) telah bertukar dengan organisasi kepentingan yang

tegas, yang mengutamakan alsan-alasan ekonomi tehnis. (Mansyur: 107-109)

2. Tingkah Laku

Tingkah laku masyarakat kota pada umumnya bergerak maju, mempunyai sifat

kreatif, radikal, dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya

mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamika

kehidupan kota lebih lekas menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama,

lebih lekas mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-

kebiasaan baru. Didalam masyarakat kota mengingat banyaknya fasilitas-fasilitas

yang tersedia, memungkinkan anggota masyarakat kota meningkatkan pengetahuan

mereka dalam berbagai bidang.

17
Derajat kehidupan masyarakat kota terdiri dari bermacam-macam tingkatan, yaitu

dari tingkat tertinggi sampai dengan tingkat rendah, sehingga timbullah golongan

masyarakat atau kelompok-kelompok kecil yang mempunyai corak sendiri-sendiri

sesuai dengan warna hidup kepribadian anggota-anggotanya.

Sebagai akibat dari konsekwensi kemajuan peradaban kota didorong pula oleh

sikap atau naluri untuk meniru dan meniru dan menyesuaikan diri dengan lingkungan

masyarakat sekitanya, maka terciptalah sesuatu masyarakat yang bercorak radikal

dinamis.

3. Perwatakan-Perwatakan

Perwatakan masyarakat kota cenderung pada sifat matrealistis. Akibat dari sikap

hidup yang egoisme dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan

masyarakat kota lemah dalam sistem religi, yang mana menimbulkan efek-efek

negatif yang berbentuk tindakan moral, indisipliner, kurang memperhatikan tanggung

jawab sosial. Fikiran dan aktivitasnya terlalu disibukkan oleh hal-hal yang menjurus

kepada usaha duniawian. Namun demikian bukan berarti bahwa masyarakat kota

telah meninggalkan kewajiban-kewajiban keagamaan, atau mungkin lebih tepat kita

katakana bahwa masyarakat kota umumnya didalam menghayati keagamaan kurang

serius.

Kesemuaannya ini menyebabkan orang-orang mengutamakan dengan segala

usaha untuk mengumpulkan harta benda guna memperkaya diri sendiri. Pada

mulanya hal ini disebabkan oleh rasa kekhawatiran kelangsungan hidup pribadi atau

keluarganya untuk masa-masa mendatang karena sulitnya mencari nafkah di kota.

18
Disamping itu juga masyarakat kota masih memerlukan adanya hiburan-hiburan

atau rekreasi sebagai penyegaran yang disebabkan oleh ketegangan jiwa yang terus-

menerus dalam menuntut hidup. Hal ini tentunya menuntut ekstra biaya yang

kesemuannya ini menyebabkan orang-orang kota cenderung pada sifat yang

matrealistis.

Pada umumnya masyarakat kota telah banyak meninggalkan sifat keaslian

bangsa, karena dipengaruhi oleh kebudayaan asing, kemajuan teknologi,

perkembangan industri.Contohnya, sifat individualis, gengsi maupun konsumerisme

ala barat yang biasanya menerpa kalangan ibu-ibu di perkotaan.Ini menyababkan pola

hidup manjadi berubah. Selain itu, gaya pergaulan bebas juga menjadi marak di

kalangan remaja perkotaan.

Di samping itu pula tidak bisa dilupakan adanya faktor kelemahan pribadi

didalam mempertahankan norma-norma agama yang membawa mereka ke arah

kemerosotan moral. Harus diakui bahwa masyarakat kota itu lebih pesat

perkembangannya atau dengan kata lain lebih modern. Sikap hidup dan prinsip

pandangan hidupnya lebih praktis, tidak bertele-tele, tidak terikat pada adat kebiasaan

yang statis, yang pada umumnya merupakan suatu penghalang bagi kemajuan.

Di dalam kota itu sendiri terdapat berbagai macam kultur atau budaya yang

berkembang. Masyarakat kota adalah masyarakat yang datang dari berbagai daerah

untuk hidup berbaur satu dengan yang lainnya. Dari tempat asal masing-masing,

mereka secara langsung maupun tidak langsung membawa dan menyebarkan budaya

yang mereka miliki kepada lingkungannya sekarang. Di kota itu sendiri, budaya yang

19
datang akan bercampur-baur dan terkadang terjadi akulturasi budaya membentuk

budaya baru.

Pada hakekatnya manusia saling membutuhkan, maka dari itu budaya

diperlukan untuk menjadikan manusia itu memiliki ciri khas tersendiri dalam

hidup.kesimpulannya adalah dalam sebuah budaya memiliki banyak jenis hubungan

dengan manusia, dan semuanya sangat erat dan saling berkaitan

20
DAFTAR PUSTAKA

http://nicofergiyono.blogspot.com/2014/06/kondisi-fisik-sosial-dan-budaya.html

http://mappingmapras.blogspot.com/2013/11/batasan-pengertian-ciri-ciri-pola.html

https://www.google.com/?gws_rd=ssl#q=related:lorentfebrian.wordpress.com/perbed

aan-masyarakat-kota-dengan-masyarakat-desa/+budaya+dan+masyarakat+kota

https://www.google.com/?gws_rd=ssl#q=related:bimcibedug.bandungbaratkab.go.id/

karakteristik-masyarakat-di-pedesaan/+budaya+dan+masyarakat+kota

21

Anda mungkin juga menyukai