Anda di halaman 1dari 22

Halaman Sampul

MAKALAH HIV AIDS

KELOMPOK 7 :

1. Agun Fauji 9. Liliatul Maulidina


2. Fauzan Vega 10. Liota Marsha Renardiyarto
3. Sanjaya Alwighani 11. Nur Maliyasari
4. Vincenicia Desy 12. Nurlianawati
Ayuningtyas 13. Rizki Pertiwi
5. Desi Waluyaningtyas Kusumawardhani
6. Deti Rizka Utami 14. Rizki Swastika Putri
7. Eva Kurniasari 15. Sucianna
8. Febrina Pitasari

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEMARANG
JANUARI 2018

i
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.................................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3
A. Pengertian HIV AIDS............................................................................................3
B. Deskripsi Penyakit.................................................................................................4
C. Etiologi...................................................................................................................5
D. Patofisiologi...........................................................................................................6
E. Mekanisme dan Transmisi......................................................................................7
F. Perjalanan Penyakit..............................................................................................10
G. Pembagian stadium :............................................................................................11
H. Determinan HIV/AIDS........................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................14
BAB IV KESIMPULAN..................................................................................................19

ii
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebar melalui cairan tubuh tertentu seperti darah, semen, vagina,
serebrospinal, sinovia, pleura, peritoneal, perikardial, dan cairan amnion.
Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 yang
bertanggung jawab saat terjadi infeksi, sehingga penderita HIV sangat
rentan terkena penyakit lain yang umumnya disebut infeksi oportunistik.
Salah satu infeksi yang banyak ditemukan pada penderita HIV/
AIDS yaitu Tuberculosis. Berdasarkan Laporan tahun 2014 mengenai
infeksi HIV dan kasus AIDS menunjukkan bahwa TB merupakan infeksi
oportunistik terbanyak setelah kandidiasis. Secara Nasional prevalensi
HIV di antara pasien TB diperkirakan sebesar 3,3% (WHO TB Global
Report, 2014). Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS
sampai dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL,
Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430
kamatian. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga,
setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di
Asia. Selain itu, hasil studi tentang survei prevalensi yang dilaksanakan di
Provinsi D.I Yogyakarta (2006) menunjukkan prevalensi HIV sbesar 2%
diantara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di
provinsi Jawa Timur sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%.
Sebagai salah satu penyakit kronis, HIV/AIDS memerlukan
pengobatan seumur hidup. Sehingga tidak jarang ditemui keluhan efek
samping selama pengobatan. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-
benar bisa disembuhkan.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien
HIV/AIDS dengan TBC.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menentukan data subjektif dan objektif untuk
mengangkat masalah keperawatan.
b. Mahasiswa mampu memprioritaskan masalah keperawatan sesuai
dengan tanda dan gejala pada klien.
c. Mahasiswa mampu memberikan intervensi sesuai dengan respon
yang diberikan oleh pasien.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari HIV/AIDS?
2. Apa penyebab terjadinya HIV/AIDS?
3. Bagaimana proses terjadinya HIV/AIDS?
4. Bagaimana mekanisme dan transmisi pada HIV/AIDS?
5. Bagaimana tingkat stadium pada penderita HIV AIDS?
6. Faktor apa saja yang terdapat pada HIV/AIDS?

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HIV AIDS


HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh
manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendr itik. HIV merusak sel T4
CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan agar sistem
kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.
HIV adalah virus RNA yang termasuk dalam famili Retroviridae subfamili
Lentivirinae. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA
pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang
panjang. Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat
permanen, seumur hidup.
HIV merupakan retrovirus yang terdiri dari sampul dan inti. Virus HIV terdiri dari
2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi nya
lebih cepat. Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder
yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar. Pada pusat lingkaran terdapat
untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan
struktural yaitu gag (group antigen), pol (polymerase), dan env (envelope).

AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome. Syndrome


berarti kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit. Deficiency berarti
kekurangan, Immune berarti kekebalan, dan Aquired berarti diperoleh atau didapat,
dalam hal ini “diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan penyakit
3
keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan karena ia keturunan dari penderita
AIDS, tetapi karena ia terjangkit atau terinfeksi virus penyebab AIDS. Oleh karena
itu, AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat
hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada umumnya AIDS
disebabkan oleh HIV-1, dan beberapa kasus seperti di Afrika tengah disebabkan oleh
HIV-2 yang merupakan homolog HIV-1. Keduanya merupakan virus yang menginfeksi
sel CD4 yang memiliki reseptor yang memiliki afinitas tinggi untuk HIV, makrofag
(Baratawidjaya, 2010).
B. Deskripsi Penyakit
Penyakit ini pertama kali muncul di Afrika, Haiti, Amerika Serikat pada tahun 1978.
Pada tahun 1979  pertama kali dilaporkan adanya kasus-kasus sarcoma, kaposi, dan
penyakit-penyakit infeksi yang jarang terjadi di Eropa. Penyakit ini menyerang orang-
orang di Afrika yang bermukim di Eropa. Sampai saat itu belum disadari oleh para
ilmuan bahwa kasus-kasus tersebut adalah kasus AIDS. Pada tahun 1981 Amerika
Serikat melaporkan kasus sarcoma, kaposi, dan penyakit infeksi yang jarang terjadi di
kalangan homoseksual. Hal ini menimbulkan dugaan yang kuat bahwa transmisi
penyakit ini terjadi melalui hubungan seksual. Namun pada tahun 1982-1983 mulai
diketehaui adanya transmisi di luar jalur hubungan seksual yaitu melalui transfusi darah
penggunaan jarum suntik secara bersama oleh para penyalah guna narkotika suntik.
(Wiku Adisasmito, 2010)
HIV( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia.Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan merusaknya,
sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan
menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita
mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS. (Yani Widyastuti dkk,
2009)
AIDS(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan kekebalan
yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya
tahan tubuh. Pada awalnya penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun(5-10 tahun). Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya
masa tanpa gejala ini, namun pada masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya
pada orang lain. Sekitar 89% penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin
4
lama penderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian,
karena saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS.
(Yani Widyastuti dkk, 2009)
C. Etiologi
Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus
famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini
menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk
yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap
kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut
diturunkan.
Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan
seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan
makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit
T yang menjadi target utama HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik
akan menghambat fungsi sel T. secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang
disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan
menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen.
Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut
semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu.
Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah
infeksi. Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV
tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan
virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela (window periode). Kemudian
dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi
penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60
sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun,
sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-
10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/µL.
Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung
dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia
akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang
masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS

5
sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV
menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem
kekebalan tubuh yang juga bertahap.
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai
menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat badan,
demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur
herpes, dll. Virus HIV ini yang telah berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga
akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia
di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel
pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak
adalah encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis

D. Patofisiologi
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang
menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam
ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV
(partikel virus yang lengkap yang dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung
RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dimana p24 merupakan komponen
stuktural yang utama. Tombol (knob) yang menonjool lewat dinding virus terdiri atas
protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan
dengan sel-sel CD4-positif adalah gp120 dari HIV.
Sel-sel CD4+ mencangkup monosit, makrofag dam limfosit T4 helper (yang
dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV). Limfosit T4 helper ini
merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel di atas. Sesudah terikat dengan
membrane sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang
identik ke dalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai
reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetic dari sel
T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas ganda). DNA ini
akan disatukan ke dalam nucleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanent.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini, sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,
sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus

6
(CMV; Cytomegalovirus), virus Epstein-Barr, herpes simplex, dan hepatitis. Sebagai
akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi dikatifkan, replikasi serta pembentukan
tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini
kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak
mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi
HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke
seluruh tubuh untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini
dapat mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk
memproduksinya. Replikasi virus akan berlangsung terus menerus sepanjang
perjalanan infeksi HIV. Ketika sistem imun tersti,ulasi, replikasi virus akan terjadi
dan virus tersebut menyebar ke dalam plasma darah yang menyebabakan infeksi
berikunya pada sel-sel CD4+ yang lain.
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang
yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang vberperang dengan
infeksi virus lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV
tampaknya akan dipercepat apabila penderitanya sedang menghadapi infeksi virus lain
atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten
yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV.
Dalam respons imun, limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting
yaitu : mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibody, menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduksi limfokin dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Jika fungsi limfosit T4 terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak meinmbulkan penyakit akan memiliki
kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan
malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi
oportunistik.
E. Mekanisme dan Transmisi
Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada transmisi suatu penyakit menular,
yaitu sumber penyakit, vehikulum yang membawa, agent penyakit, host yang rentan,
adanya tempat keluar, adanya tempat masuk (port d entrée). (Wiku Adisasmito, 2010)
HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel limfosit T dan sel otak sebagai
organ sasarannya. HIV sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Sebagai
vehikulum yang dapat membawa HIV ini keluar tubuh adalah berbagai cairan tubuh,
7
tetapi yang terbukti dalam epidemiologi hanya semen, caran vagina atau serviks dan
darah. Selain itu, HIV telah dapat diisolasikan dari air susu ibu, airmata, air liur atau
saliva yang semuanya tidak terbukti dapat menularkan HIV. Pola transmisi yang
berhubungan dengan unsur tempat keluar dan masuknya agent adalah sebagai berikut
(Wiku Adisasmito, 2010);
1) Transmisi seksual yang berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau
serviks.
Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan resiko
tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasiv menerima
ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Mukosa rektum sangat tipis dan
mudah sekali mengalami perlukaan saat berhubungan seksual secara ano-genital.
Resiko ini bertambah bila terjadi perlukaan dengan tangan (fisting) pada
anus/rektum.
Tingkat resiko kedua adalah hubungan oro-genital termasuk menelan semen
dari mitra seksual mengidap HIV. Tingkat resiko ketiga adalah hubungan genito-
genital/heteroseksual. (Wiku Adisasmito, 2010)
2) Transmisi nonseksual yang berhubungan dengan darah yaitu transmisi
parenteral dan transmisi transplasental ( dari ibu kepada janinnya)
Transmisi perenteral yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV. Di beberapa negara
khususnya Thailand untuk negara berkembang cara transmisi ini terutama
terjadi pada penyalahgunaan narkotika suintik. Di negara berkembang lainnya
cara transmisi ini terjadi melalui jarum suntik yang dipakai untuk banyak orang
oleh petugas kesehatan. Resiko tertular lewat cara transmisi parenteral ini
kurang dari 1%. Dari data-data CDC-NIH (centers for disease control dan
national institute of health) Amerika Serikat, hanya 4 orang tertular HIV dari
973 orang yang tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV. Transmisi
parenteral lainnya adalah lewat donor atau transfusi darah yang mengandung
HIV.  (Wiku Adisasmito, 2010)
Transmisi transplasental, yaitu transmisi dari ibu kepada janinnya saat hamil
atau dapat juga terjadi saat melahirkan anak. Resiko cara transmisi ini 50%,
yaitu bila seorang ibu mengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan anak
itu tertular HIV. Transmisi lewat air susu ibu masih menjadi bahan perdebatan

8
para pakar AIDS. Transmisi melalui transplantasi alat tubuh atau bagian-bagian
alat tubuh juga termasuk transmisi nonseksual ini. (Wiku Adisasmito, 2010)
3)      Transmisi yang belum terbukti
    Transmisi lewat air susu ibu; Hiv teelah dapat diisolasi dari air susu ibu tiga
orang pengidap HIV. Banyak laporan ibu-ibu pengidap HIV yang menyusui
bayinya, tetapi tidak menularkan HIV pada bayinya sehingga dapat disimpulkan
bahwa transmisi lewat air susu ibu belum dapat dibuktikan dengan pasti.
Transmisi lewat saliva/air liur;HIV dapat diisolasi dari saliva pengidap HIV.
Transmisi lewat jalan ini mungkin dapat terjadi saat melakukan ciuman yang
mengakibatkan perlukaan mukosa mulut.
Transmisi lewat air mata; HIV dapat diisolasi dari air mata maupun kontak
lensa pengidap HIV. Penularan kepada petugas kesehatan/ Dokter ahli mata
belum terbukti dapat terjadi.
Transmisi lewat urine; HIV dapat diisolasi dalam konsentrasi rendah pada
urine dan juga tidak terbukti dapat menularkan HIV.
Transmisi lewat hubungan sosial dan pada orang serumah dan bukan mitra
seksual tidak terbukti penularan HIV.
Transmisi lewat gigitan serangga; secara teoritis transmisi ini dapat terjadi
melalui transmisi biologis dengan adanya perkembangbiakan HIV didalam
tubuh serangga/dengan cara transmisi mekanis. Berdasarkan penelitian tidak
terbukti penularan melalui serangga,HIV tidak dapat hidup pada tubuh
serangga, pada percobaan melalui serangga kutu busuk dan nyamuk. (Wiku
Adisasmito, 2010)
Tabel 2.4 Pola Transmisi AIDS                   
Pola Seksual Darah Ibu-anak Negara

I Homo +++ Penyalahgunaan Jarang karena Amerika Utara,


Hetero + narkoba suntik heteroseksual Eropa Barat,
sedikit Australia, New
Zealand,
Amerika Latin

9
II Hetero +++ Transfusi jarum Banyak Afrika Sub-
suntik Sahara, Karibia

III Insidens rendah Komponen Sangat jarang Eropa Timur,


hubungan darah. karena insidens Afrika Utara,
seksual dengan masih rendah Timur Tengah,
orang asing. Penyalahgunaan Asia, dan
Transmisi narkotika suntik Pasifik.
dengan orang
senegara

Catatan : (+) menyatakan jumlah secara gradual

F. Perjalanan Penyakit
Perjalanan HIV/AIDS dibagi dalam dua fase :
1. Fase Infeksi Awal
Pada proses awal infeksi(immunokompeten) akan terjadi respon imun berupa
peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler(HLA-DR;sel-T;IL-2R) serum
atau humoral(beta 2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R) dan antibodi
apregulation(gp120, antip24;igA) (kam, 1996) induksi sel T-helper dan sel-sel lain
diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetaap
berfungsi dengan baik. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-T, sehingga T-helper
tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak
adanya T-helper sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit
dan sel B tidak dapat berfungsi dengan baik. Daya taha tubuh menurun sehingga
pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)
2. Fase Infeksi Lanjut
Fase ini disebut dengan imunnodefisien, karena dalam serum pasien yang
terinfeksi HIV ditemukan adanya supresif berupa antibodi terhadap proliferasi sel-T.
Adanya supresif pada proliferasi sel-T tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi
limfokin, sehingga sel-T tidak mampu memberikan respon terhadap mitogen dan
terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan kadar CD4+,
sitokin(IFNc;IL2;IL6), antibodi down regulation(gp120;antip24, TNFa, dan antinef.
(Dr. Nursalam,dkk; 2005).

10
Tabel 2.5.a Klasifikasi klinis CD4 pada pasien remaja dan orang dewasa
menurut CDC (Depkes, 2003)
CD4 Kategori Klinis
A B C
Total %
(Asimtomatis, Infeksi Akut) (Simtomatis) (AIDS)
≥ 500/ml ≥ 29% A1 B1 C1
200-499 14-28% A2 B2 C2
< 200 < 14% A3 B3 C3

G. Pembagian stadium :
1. Stadium  Pertama:HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti dengan terjadinya perubahan
serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif.
Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai test antibodi terhadap HIV
menjadi positif disebut dengan window period. Lama window period adalah antara
1-3 bulan bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan.
2. Stadium Kedua:Asimptomatis (tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tidak
menunjukkan gejala apapun. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10
tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat
menularkan HIV kepada orang lain.
3. Stadium Ketiga:Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent
Generalized Lympadenopathy)
Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih dari 1
bulan.
4. Stadium Keempat:AIDS
Keadaan ini disertai dengan adanya bermacam-macam penyakit, antara lain
penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder (Dr.
Nursalam,dkk; 2005)

H. Determinan HIV/AIDS
1. Faktor Host
Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat,
baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Kelompok
masyarakat yang mempunyai risiko tinggi adalah pengguna narkoba suntik

11
(Injecting Drug Use), kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas
(hubungan seksual dengan banyak mitraseksual) misalnya WPS (wanita
penjaja seks), dari satu WPS dapat menular ke pelanggan-pelanggannya
selanjutnya pelanggan-pelanggan WPS tersebut dapat menularkan kepada
istri atau pasangannya. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesamanya
atau lelaki seks lelaki (LSL). Narapidana dan anak-anak jalanan, penerima
transfusi darah, penerima donor organ tubuh dan petugas pelayan kesehatan
juga mejadi kelompok yang rawan tertular HIV.
Berdasarkan data Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), rasio kasus AIDS
antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Proporsi penularan HIV/AIDS
melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%, IDU 40,2%, Lelaki Seks
Lelaki (LSL) 3,3%, perinatal 2,6%, transfusi darah 0,1% dan tidak

diketahui penularannya 3,5%. Risiko penularan dari suami pengidap HIV


ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%.
S
alah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan infeksi HIV
menjadi AIDS adalah usia pada saat infeksi. Orang yang terinfeksi HIV pada
usia muda, biasanya lambat menderita AIDS, dibandingkan jika terinfeksi
pada usia lebih tua.
Dalam Adisasmito (2007), risiko transmisi transplasental yaitu transmisi
dari ibu kepada bayi/janinnya saat hamil atau saat melahirkan adalah 50%,
yaitu apabila seorang ibu pengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan

anak itu terlular HIV. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses
terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar,
tingkat penularannya hanya 1%. Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum
suntik atau benda tajam lainnya yang mengandung darah yang terinfeksi
virus HIV, mereka dapat menderita HIV/AIDS, angka serokonversi mereka
<0,5%.
2. Faktor
Agent
Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan
menyerang sel CD4+. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T,
sehingga menggangusel-sel efektor imun yang lainnya, daya tahan tubuh
menurun sehingga orang yang terinfeksi HIV akan jatuh kedalam stadium

12
yang lebih lanjut. Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah
menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus
limfa dan thymus, yang membuat individu yang terinfeksi akan terkena
infeksi opurtunistik. Jumlah virus HIV yang masuk sangat menentukan
penularan, penurunan jumlah sel limfosit T berbanding terbalik dengan
jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh.
A
IDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena
mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun, artinya dalam waktu
lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan
27
meninggal. Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal di
Indonesia hingga Desember 2009 adalah 19,3%.
3. Faktor Environment
M
enurut data UNAIDS (2009), dalam survei yang dilakukan di negara
bagian Sub-Sahara Afrika antara tahun 2001 dan 2005, prevalensi HIV lebih
tinggi di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan, dengan rasio
prevalensi HIV di kota : pedesaan yaitu 1,7:1. Misalnya di Ethiopia, orang
yang tinggal di areal perkotaan 8 kali lebih mudah terinfeksi HIV dari pada
orang-orang yang tinggal di pedesaan.
Penelitian Silverman, dkk (2006) desain Case records di Mumbai, pada
175 orang perempuan korban perdagangan seks di rumah pelacuran di India,
54,3% diantaranya berasal dari India, 29,7% berasal dari Nepal, 4% berasal
dari Bangladesh dan 12% tidak diketahui asalnya. Dari 28,4% perempuan
India korban perdagangan seks yang positif HIV, perempuan yang berasal
dari Kota Karnataka dan Maharashtra lebih mungkin terinfeksi HIV daripada
perempuan yang berasal dari Kota Bengal Barat dengan Odds Ratio (OR)
7,35. Hal ini dikarenakan Kota Karnataka dan Maharashtra merupakan daerah
dengan prevalensi HIV yang tinggi. Jadi perempuan korban perdagangan seks
yang berasal dari daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi kemungkinan
untuk telah terinfeksi HIV sebelumnya lebih besar

13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus 1
Tn.H umur 35 tahun masuk RS X dengan keluhan satu bulan terakhir batuk
dan sesak napas, demam, keluar keringat pada malam hari, mual, penurunan nafsu
makan, terdapat penurunan berat badan 10kg dalam 1 bulan terakhir. Pasien memiliki
riwayat menggunakan narkoba dan seks bebas. Pemeriksaan TTV didapatkan hasil
tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 112x/menit, suhu 39.90C. Pada pengkajian
didapatkan hasil konjungtiva anemis, diare sejak 1 bulan yang lalu, konsistensi feses
encer dan tidak ada darah maupun lendir. BB saat ini 47 kg TB 165 cm, pasien
tampak kurus, turgor kulit tidak elastis, terdapat lesi pada rongga mulut, membran
mukosa kering, terpasang NGT dengan diit cair 6x250cc, terdengar suara ronkhi pada
seluruh lapang paru, kesadaran apatis, terpasang kateter urine, balance cairan
-800ml/24jam. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukosit 5020/mm3,
hemoglobin 11gr/dL, hematokrit 33%, albumin 2.8gr/dL. Hasil pemeriksaan test
imunoserologi didapatkan hasil anti HIV reaktif 14.30. pemeriksaan CT Scan
ditemukan infark luas di paraventrikel lateralis kiri dengan suspek toksoplasmosis,
edema serebri. Hasil pemeriksaan thoraks didapatkan hasil TB paru aktif dengan lesi
luas. Terapi yang didapatkan yaitu Rifampicin 350mg, Isoniasid 400mg, Pirazinamid
1000mg, Etambutol 1000mg, ceftriaxon 3x2gr, kandistatin 4x1 tetes, ondansentron
2x4mg, ranitidin 2x40mg.

A. Identitas Pasien
Nama : Tn.H
Umur : 35 tahun

B. Keluhan Utama
Pasien masuk RS dengan keluhan satu bulan terakhir batuk dan sesak napas, demam,
keluar keringat pada malam hari, mual, penurunan nafsu makan, dan diare.

C. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pemeriksaan TTV didapatkan hasil tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 112x/menit,
suhu 39.90C. Pasien mengeluhkan diare sejak 1 bulan yang lalu dengan konsistensi

14
feses encer dan tidak ada darah maupun lendir. Mengalami penurunan berat badan 10
kg dalam 1 bulan terakhir dan pasien tampak kurus.

D. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien memiliki riwayat menggunakan narkoba dan seks bebas.

E. Pengkajian Fisik
1. Kesadaran : Apatis
2. Mata : Konjungtiva anemis
3. Mulut : Terdapat lesi pada rongga mulut, membran mukosa kering
4. Paru : Terdengar suara ronkhi pada seluruh lapang paru,
5. Pemeriksaan TTV
- TD : 90/60 mmHg
- HR : 112 x/menit
- T : 39,9 0C
6. BB : 47 kg
TB : 165 cm
IMT : 17,3 (Kurus/berat badan kurang)
7. Balance Cairan : -800ml/24jam

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit 5020/mm3
Hemoglobin 11gr/dL
Hematokrit 33%
Albumin 2.8gr/dL.
2. Pemeriksaan Test Imunoserologi
Hasil : Anti HIV reaktif 14.30.
3. Pemeriksaan CT Scan
Kesan : Infark luas di paraventrikel lateralis kiri dengan suspek
toksoplasmosis, edema serebri.
4. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Kesan : TB paru aktif dengan lesi luas.

15
G. Analisa Data
DO :
1. Turgor kulit tidak elastis
2. Membran Mukosa Kering
3. Konjungtiva anemis
4. Feses Encer
5. TD = 90/60 mmHg
6. Albumin = 2.8 gr/Dl

DS :
1. Diare 1 bulan
2. Balance cairan - 800 ml/24 jam

H. Diagnosa Keperawatan
1. Kebutuhan Cairan Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Kehilangan Volume Cairan
Secara Aktif (DIARE)
2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Penumpukan Sekret
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake Makanan Tidak Adekuat

I. Terapi Obat
Rifampicin 350mg
Isoniasid 400mg
Pirazinamid 1000mg
Etambutol 1000mg
Ceftriaxon 3x2gr
Kandistatin 4x1 tetes
Ondansentron 2x4mg
Ranitidin 2x40mg.

J. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATAN IMPLEMENTASI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
Kebutuhan Cairan Setelah dilakukan 1. Monitor 1. M
Kurang dari intervensi selama intake dan emonitor intake
Kebutuhan Tubuh 3x24 jam diharapkan output cairan dan output cairan

16
b.d Kehilangan klien dengan kriteria (sedikitnya 2500 (sedikitnya 2500
Volume Cairan hasil : ml/hari) ml/hari)
Secara Aktif 1. Mempertahan 2. Monitor 2. M
(DIARE) kan hidrasi TTV emonitor TTV
2. Membran 3. Kaji turgor 3. M
mukosa lembab kulit, membran ngkaji turgor
3. Turgor kulit mukosa dan rasa kulit, membran
baik haus mukosa dan rasa
4. TTV dalam 4. Kolaborasi haus
batas normal : pemberian 4. M
o TD : cairan
110-120 IV/80- elakukan
90 mmHg 5. Kolaborasi kolaborasi
o RR : mengenai
20x / menit pemberian cairan
o S : makanan
36,5 ͦC IV
o N : potensial
80-90 x/ 5. Melakukan
menit penyebab diare kolaborasi
5. Mempertahankan (rendah lemak) mengenai
urin output sesuai 6. Kolaborasi makanan potensial
usia dan berat badan pemberian obat penyebab diare
6. Balance cairan anti diare (rendah lemak)
seimbang (intake-
output) (lomotil, 6. Melakukan
7. Nilai albumin loperamid, kolaborasi
meningkat imodium, pemberian obat
paregoric) anti diare (lomotil,
7. Monitor loperamid,
balance cairan imodium,
8. Monitor paregoric)
status hidrasi 7. Memonitor
9. Monitor balance cairan
hasil lab yang 8. Memonitor
sesuai dengan status hidrasi
retensi cairan 9. Memonitor
(BUN, HMT, hasil lab yang
Osmolalitas sesuai dengan
urin, albumin, retensi cairan
total protein) (BUN, HMT,
10. Kolaborasi Osmolalitas urin,
dengan keluarga albumin, total
dalam protein)
memberikan 10. Melakukan
makan kolaborasi dengan
keluarga dalam
memberikan

17
makan

K. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka evaluasi yang dilakukan adalah :

1. Mengkaji status hidrasi meliputi keadaan membran mukosa dan turgor


kulit
2. Mengkaji TTV
3. Mengkaji urin output
4. Mengkaji balance cairan (intake-output)
5. Mengkaji kembali hasil test laboratorium

18
BAB IV KESIMPULAN
KESIMPULAN

1.  KESIMPULAN
 AIDS adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu menurunnya
daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV
(human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik dengan
AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala penyakit skibat
defisiensi sistem imun selular.
 HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan
mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS,   yaitu :
1.  Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan
2.  Pengguna narkoba suntik
3.  Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4.  Bayi yang ibunya positif HIV
 Penularan HIV/AIDS
1. Hubungan  seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
a. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
b.Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
c. Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)
HIV tidak ditularkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan
tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan
dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau
WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA).
 Tanda dan gejala klinis penderita HIV/AIDS
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati
6. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
 Pencegahan HIV/AIDS
HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan, yaitu ;
1. Menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko,
2. Tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-sama
 Penatalaksanaan HIV/AIDS
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan /
rehabilitasi dan edukasi.
 

19
20

Anda mungkin juga menyukai