Anda di halaman 1dari 18

Tugas Mata

Nama : Christine Laurenza Sirait


NIM : 102012038
Kelas : A

1. Glaukoma Akut

Riwayat Klinis
Dibawah ini menunjukkan gambaran struktur segmen anterior yang berhubungan dengan glaukoma
akut:
1. Diameter kornea lebih kecil.
2. Kurvatura kornea anterior lebih datar
3. Kurvatura kornea posterior lebih datar.
4. Sudut bilik mata depan lebih dangkal.
5. Lensa lebih tebal.
6. Kurvatura lensa anterior lebih pendek.
7. Letak lensa lebih ke anterior.
8. Sumbu bola mata lebih pendek.

o Nyeri, merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi secara mendadak dan sangat nyeri
pada mata di sekitar daerah inervasi cabang nervus kranial V,
o Mual, muntah dan lemas, hal ini sering berhubungan dengan nyeri, Penurunan visus secara cepat dan
progresif, hiperemis, fotofobia yang terjadi pada semua kasus,
o Riwayat penyakit dahulu, kira-kira 5% pasien menyampaikan riwayat khas serangan intermiten dari
glaukoma sudut tertutup sub-akut

Pemeriksaan Mata

 Slit-lamp biomikroskopi
 Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah konjungtiva.
 Edema kornea dengan vesikel epitelial dan penebalan struma.
 Bilik mata depan dangkal dengan kontak iridokorneal perifer.
 Flare dan sel akuos dapat dilihat setelah edem kornea dapat dikurangi.
 Pupil oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi dan tidak ada reaksi terhadap cahaya dan
akomodasi.
 Dilatasi pembuluh darah iris.
 Tekanan intra-okular sangat meningkat (50-100 mmHg).

 Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai edem kornea berkurang, salah satunya dengan obat yang
dapat menurunkan tekanan intra okular, misalnya dengan gliserin topikal atau saline hipertonik salap
mata. Hal yang tidak kalah penting yaitu melakukan pemeriksaan mata kontra-lateral, yang biasanya
ditemukan gambaran sudut tertutup laten. Dimana mata yang menderita glaukoma akut menunjukkan
adanya kontak perifer irido-korneal komplit (Shaffer grade 0).

 Oftalmoskopi
Kelainan optik-disk dapat dievaluasi dengan menggunakan oftalmoskop direk, slit-lamp biomikroskopi
yang menggunakan lensa +90 Dioptri, Hruby lens, atau lensa kontak Goldmann dan oftalmoskop
indirek. Gambaran fundus pada glaukoma akut sering ditemukan optik-disk edema dan hiperemis.

1
Diagnosa

Glaukoma akut merupakan salah satu glaukoma sudut tertutup primer. Glaukoma akut adalah suatu
kondisi dimana terjadi aposisi iris dengan jalinan trabekular pada sudut bilik mata. Saat kondisi iris
terdorong atau menonjol kedepan maka outflow humor akuos akan terhambat, keadaan ini dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Jika penutupan sudut terjadi secara mendadak, maka
gejala yang ditimbulkan sangat berat seperti: nyeri pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, haloe,
mual dan muntah.

Glaukoma akut merupakan suatu keadaan darurat mata yang memerlukan penanganan segera untuk
mencegah kerusakan nervus optikus yang dapat menyebabkan kebutaan. Pengobatan medika
mentosa harus dimulai secepat mungkin untuk menurunkan tekanan intraokular, sebelum terapi definitif
iridektomi laser atau bedah dilakukan.

Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil pemeriksaan gonioskopi yang dapat
memberikan bukti bahwa sudut bilik mata tertutup

Diagnosa Banding

1) Glaukoma sekunder sudut tertutup akut, karena intumesen (membengkak) atau dislokasi lensa.
2) Glaukoma neovaskular, kadang-kadang dapat terjadi serangan akut yang menyebabkan nyeri dan
kongesti.
3) Glaukomatosiklitik krisis, yang disebabkan karena meningkatnya tekanan intraokular berat, yang
mengakibatkan nyeri dan haloes.
4) Beberapa kasus sakit kepala di sekitar mata, seperti migrain, atau neuralgia migrain (cluster
headache).

Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa

o Agen osmotik
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intra okular, pemberiannya dianjurkan kepada pasien
yang tidak mengalami emesis. Pemberian anti emetik dapat membantu mencegah muntah akibat
emesis. Agen osmotik oral pada penggunaannya tidak boleh diencerkan dengan cairan atau es, agar
osmolaritas dan efisiensinya tidak menurun.
1. Gliserin
dosis efektif 1 - 1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan. Dapat menurunkan tekanan intraokular dalam
waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan dipastikan agen ini bekerja selama 5 - 6 jam. Selama
penggunaannya, gliserin dapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap
pasien diabetes dan lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskular. Karena agen ini
sendiri dapat menyebabkan mual dan muntah.
2. Mannitol
Merupakan oral osmotik diuretik kuat yang dapat memberikan keuntungan dan aman digunakan
pada pasien diabetes karena tidak dimetabolisme. Dosis yang dianjurkan adalah 1 - 2 gram/kgBB
dalam 50% cairan. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1 - 3 jam dan berakhir dalam 3-5
jam.
Bila intoleransi gastrik dan mual menghalangi penggunaan agen oral, maka manitol dapat diberikan
secara intravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit. Mannitol dengan
berat melekul yang tinggi, akan lebih lambat berpenetrasi pada mata sehingga lebih efektif

2
menurunkan tekanan intraokular. Maksimal penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah
pemberian manitol intravena.
3. Ureum intravena
merupakan agen osmotik yang dahulu sering digunakan, mempunyai berat melekul yang rendah.
Urea lebih cepat berpenetrasi pada mata, sehingga tidak seefektif mannitol dalam menurunkan
tekanan intraokular. Karena agen ini merupakan salah satu alternatif, maka penggunaan urea harus
dengan pengawasan yang ketat untuk menghindari komplikasi kardiovaskular.
o Karbonik anhidrase inhibitor
Digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular yang tinggi, dengan menggunakan dosis
maksimal dalam bentuk intravena, oral atau topikal.

o Asetazolamid
Merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat pada glaukoma akut. Efeknya dapat
menurunkan tekanan dengan menghambat produksi humour akuos, sehingga sangat berguna
untuk menurunkan tekanan intraokular secara cepat, yang digunakan secara oral dan intravena.
Asetazolamid dengan dosis inisial 2x250 mg oral, dapat diberikan kepada pasien yang tidak
mempunyai komplikasi lambung. Dosis alternatif intravena 500 mg bolus, efektif terhadap pasien
nousea. Penambahan dosis maksimal asetazolamid dapat diberikan setelah 4-6 jam untuk
menurunkan tekanan intraokular yang lebih rendah. Karbonik anhidrase inhibitor topikal dapat
digunakan sebagai inisial terapi pada pasien emesis.

o Miotik kuat
Pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai inisial terapi, diindikasikan
untuk mencoba menghambat serangan awal gloukoma akut. Penggunaannya ternyata tidak efektif
pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Hal ini terjadi karena muskulus spingter pupil sudah
iskhemik sehingga tidak dapat merespon terhadap pilokarpin. Pilokarpin diberikan satu tetes setiap
30 menit selama 1-2 jam. Pada umumnya respon pupil negatif terhadap serangan yang telah
berlangsung lama sehingga menyebabkan atrofi otot spingter akibat ischemia.

2. Ulkus Kornea
Riwayat Klinis
Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan
tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

Pemeriksaan Mata

3
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus
dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar
sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Diagnosis
Ulkus kornea merupakan kematian jaringan kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur,
virus atau suatu proses alergi-imunologi yang mengakibatkan hilangnya sebagian permukaan
korneaTerjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya sistem barier
epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :
1. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan
saluran lakrimal)
2. Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
3. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis exposure (pada
lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis
neuroparalitik, keratitis superficialis virus
4. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-Johnson, sindrom
defisiensi imun (AIDS, SLE)
5. Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal

Diagnosis Banding
1. Ulkus Kornea Streptococcus pneumoniae (pneumokokal)
Biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea yang mengalami abrasi. Khasnya
menimbulkan sebuah ulkus kelabu dengan batas cukup tegas yang cenderung menyebar
secara tak teratur dari tempat infeksi ke sentral kornea. Lapisan superfisial kornea adalah yang
pertama terkena, kemudian diikuti oleh parenkim dalam.
2. Ulkus Kornea Pseudomonas aeruginosa
Berawal sebagai infiltrate kelabu atau kuning ditempat epitel kornea yang retak. Biasanya
sangat nyeri. Lesi ini cenderung cepat menyebar kesegala arah karena pengaruh enzim
proteolitik yang dihasilkan oleh organisme ini. Infiltrate dan eksudat yang dihasilkan mungkin
berwarna hijau-kebiruan. Hal ini disebabkan pigmen yang dihasilkan organisme dan
patognomonik untuk infeks P aeruginosa. Biasanya berhubungan dengan penggunaan lensa
kontak terutama jenis extended-wear.
3. Ulkus Kornea Moraxella liquefaciens
Menimbulkan ulkus indolen lonjong yang umumnya mengenai kornea bagian inferior dan
meluas ke stroma dalam setelah beberapa hari. Biasanya hampir selalu terjadi pada pasien
peminum alcohol, diabetes, atau dengan penyebab imunosupresi lainnya.
4. Ulkus kornea Streptokokus Group-A
Ulkus kornea sentral yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus tidak memiliki ciri
yang khas. Biasanya stroma disekitar ulkus sering menunjukkan infiltrate dan sembab

4
biasanya disertai hipopion berukuran sedang. Kerokan sering mengandung kokus gram-positif
dalam bentuk rantai.
5. Ulkus Marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah
jernih antara limbus kornea dengan tempat kelainannya. Diduga 50% dasar kelainan ialah
suatu reaksi hipersensitivitasterhadap eksotoksin stafilokokus. Ulkus yang erdapat terutama
dibagian perifer kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen
vascular. Ulkus marginal merupakan ulkus korena yang didapatkan pada orang tua yang sering
dihubungkan dengan penyakit reumatik dan debilitas.
6. Ulkus Mooren
Adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea dangan bagian tepinya
tergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan perforasi ataupun hipopion. Lambat laun
akan mengenai seluruh kornea. Penyabab belum diketahui secara pasti. Lebih sering terdapat
pada wanita usia pertengahan dan pada usia lanjut biasnya unilateral dengan rasa sakit dan
merah.
7. Ulkus Neuroparalitik
Terjadi akibat gangguan saraf V atau ganglion Gaseri ditemukan pada Herpes Zoster. Pada
keadaan ini mata menjadi anestetik dan reflek mengedip hilang.
8. Ulkus Serpens Akut/ Ulkus Serpenginosa
Ulkus ini menjalar dengan bentuk khusus seperti bintang melata pada kornea. Kebanyakan
disebabkan oleh pnemokokus. Penyakit ini banyak terdapat pada petani,buruh tambang,
jompo, kesehtan yang buruk, atau pecandu alcohol dan obat bius. Biasnya didahului trauma
yang merusak epitel kornea. Pasien akan merasa nyeri pada mata dan kelopak, silau,
lakrimasi,dan tajam penglihatan menurun.
9. Keratomikosis
Infeksi korena karena jamur. Dimulai dengan suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon,
daun, dan bagian tumbuh-tumbuhan. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah pesat dan
dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotic dan kortikostroid yang tidak tepat.
10. Ulkus Ateromatosis
Ukus yang terajadi pada jaringan parut kornea. Sikatrik pada kornea sangat rentan terhadap
serangan infeksi. Ulkus ini berkembang secara cepat kesegala arah dan juga pada ulkus ini
sering terjadi perforasi dan diikuti panoftalmitis.

Penatalaksanaan
Pengobatan umumnya untuk ulkus adalah dengan siklopegik, antibiotik yang sesuai topical dan
subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat
sendiri, tidak terdapat reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Secara umum tukak diobati:
 Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai incubator
 Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari
 Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaucoma sekunder
 Debridement sangat membantu penyembuhan
 Diberi antibiotik yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi local kecuali dalam keadaan
berat.
Prinsip terapi ulkus kornea adalah sebagai berikut:
 Benda asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi kornea yang sekecil
apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
 Pemberian sikloplegika Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena
bekerjannya lama 1-2 minggu. Efek kerja atropin adalah sebagai berikut:
 Sedatif, menghilangkan rasa sakit
 Dekongestif, menurunkan tanda radang

5
 Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya m.siliaris mata
tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya
m.konstriktor pupil, terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah terjadi dapat
dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas dapat diberikan
sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjunctiva.

3. Endopthalmitis

Riwayat Klinis :
 Infeksi mata setelah tindakan bedah atau mengalami trauma
 Rasa sakit yang sangat
 Kelopak merah dan bengkak
 Kelopak sukar dibuka
 Visus turun hari ke 3 atau ke 5 setelah operasi atau beberapa tahun kemudian.

Pemeriksaan Fisik :
 Pupil midrasis
 Kornea edema
 Bilik mata depan keruh
 (+) hipopion
 Refleks pupil putih  gambaran spt retinoblastoma/pseudoretina

Diagnosis : Endoptalmitis

Diagnosis banding :
 Panofatlmitis, jenis lain Endoptalmitis (Fakoanafilaktik/endogen/eksogen)

Terapi :
 memakai antibiotik melalui periokular atau subconjungtiva sesuai jenis kuman
 Antibiotik topikal dan sistemik ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari
 Sikloplegik 3 kali sehari tetes mata
 Kortikosteroid  hati-hati penggunaanya
 Apabila dg obat gagal Eviserasi
 Enukleasi  bila mata sudah tenang dan ftisis bulbi

4. Trauma Tembus pada Bola Mata

Gejala klinis
Secara umum ketika terjadi trauma tembus pada bola mata maka akan terlihat tanda-tanda trauma
tembus seperti :
- Nyeri
- Tajam penglihatan menurun
- Defect kehitaman (prolapses koroid) atau prolapses vitreous
- Injeksi sclera dan perdarahan konjugtiva
- Hyphaema
- Prolapses iris

6
- Lensa yang dislokasi, katarak traumatik
- Tekanan bola mata rendah
- Bilik mata dangkal
- Bentuk dan letak pupil berubah
- Pupil yang tiak sama, berdilatasi dan nonreaktif pada sisi yang terkena
- Terlihat adanya rupture pada kornea atau sclera
- Konjungtiva kemotis
Diagnosis

Trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya “pintu masuk” terjadinya luka yang
menembus ke intraocular. Mekanisme terjadinya trauma tembus pada saat ini adalah trauma terbuka.
Trauma tembus pada mata merupakan laerasi dengan luka yang tunggal dengan ketebalan yang
penuh disebabkan oleh objek yang tajam tanpa adanya jaringan yang keluar, sedangkan perforasi
akibat trauma terdapat laserasi yang mengakibatkan keluarnya jaringan disebabkan oleh benda yang
sama.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik secara umum dan pemeriksaan
ophtalmikus. Segera mungkin dilakukan pemeriksaan visus mata dan pemeriksaan adakah defek pada
pupil mata, keduanya dilakukan pada kedua mata bukan hanya pada mata yang terluka. Indicator dari
trauma tembus yaitu; visus nya kurang dari 20/200, hyphaema serta pupil dan uvea yang abnormal
harus mendapat penanganan dan respon yang cepat dari tenaga medis.
Pemeriksaan oftalmikus yang dilakukan:
- pemeriksaan visus awal
- pemeriksaan lapang pandang mata konfrontasional
- pemeriksaan pupil
- funduskopi
tanda-tanda penetrasi yang dapat dilihat antara lain:
- prolapses uvea
- distorsi pupil
- katarak
- perdarahan vitreous

Jika memang terdapat luka tembus pada mata maka sudah seharusnya dilakukan perlindungan yang
aman dan nyaman, pelindung dari plastik yang jernih di sekitar mata (disanggahkan ke dahi dan pipi).
Penggunaan Eye Patch tidak dianjurkan, tujuannya untuk menghinari tekanan langsung pada mata
yang sakit. Memberi tahukan pasien untuk tidak batuk dengan keras, dan segera merujuknya ke
bagian OPHTHALMOLOGIST

Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan tambahan dapat dilakukan untukmembantu menegakkan diagnosis, antara lain:
- pemeriksaan darah
o darah lengkap, trombosit
o protrombin time, bleeding time (pada kasus tertentu)
o elektrolit, blood urea nitrogen, creatinine serum
o pemeriksaan HIV dan hepatitis (pada kasus tertentu)
- Plain Radiography
7
- USG (USG B-scan)
- CT- scan

Penatalaksanaan
Jika perlu dilakukan bedah, maka sebelum dirujuk setidaknya dilakukan intervesi medik dengan obat-
obatan. Karna pada dasarnya alat yang menembus mata bisa jadi telah terkontaminasi suatu mikroba
atau bahkan jamur, untuk itu perlu diberikan antimikroba, anti jamur untuk menghindari risiko Bacillus
endophtalmitis karena organisme ini mampu merusak jaringan mata hanya dalam 24 jam. Antibiotik
yang efektif dapat diberikan secara intravena atau intravitreal, golongan fuoroquinolon (levofloksasin,
moxifloksasin), clindamycin atau vancomycin dapat dipertimbangkan. Tindakan pembedahan harus
disegerakan untuk terhindar dari infeksi organisme ini, oleh karena itu harus segera dirujuk ke bagian
bedah ophthalmologist.

Hal-hal yang dapat dilakukan selama preoperative:


- Menggunakan pelindung pada mata, mata tidak boleh dibebat, tidak bioleh dilakukan
manipulasi yang memberikan penekanan pada bola mata
- Jika benda masih tertancap, benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan
- Hindari penggunaan obat topikal atau intervensi lainnya yang membuat mata harus dibuka
- Pasien dipuasakan untuk dipersiapkan operasi
- Menyediakan medikasi yang sesuai untuk sedasi dan anti nyeri
- Memulai memberi antibiotik IV
- Profilaksis tetanus
- Konsul bagian anestesi
Terapi Medikamentosa
1. Obat Anti Inflamasi
 Methylprednisolone
- Dosisnya: 2-60 mg/ hari, oral, dosis dibagi 6-12 jam/hari
- Diabsorbsi : onset 1-2 hari (PO), 4-8 hari (IM), 1 minggu (intra-arterial). Durasi 30-36
jam (PO), 1-4 minggu (IM). Di metabolism di hati. Diekskresi melalui urin an feces.
 Dexamethasone
- Dosis untuk antiinflamasi : 0.75-9 mg/kg IV/IM/PO terbagi tiap 6-12 jam/hari.
- Diabsobrsi : onset antara beberapa menit sampai beberapa jam tergantung indikasi
dan cara pemberian. Di metabolism di hati. Di ekresi melalui urin dan feces.
2. Obat Anti Nyeri
 NSAID (Non-Steroidal Anti Inflammatory Drug)
- Asam Mefenamat
o dosisnya : 500 mg oral satu kali sehari, kemudian 250 mg oral dibagi setiap 6
jam/hari PRN, biasanya tidak melebihi 7 hari.
- Ibuprofen
o Untuk mengurangi nyeri, emam, dan dismenore
o Dosisnya : 200-400 mg oral, setiap 4-6 jam/hari, tidka melebihi 1.2 g/hari nya.
- Ketorolac
o Untuk nyeri akut sedang sampai berat,
o selalu diawali dengan IV/IM selanjutya baru oleh diberi sebagai oral PRN
o terapi tidak boleh lewat dari 5 hari
o dosisnya: 30 mg dosis tunggal atu 30 mg dibagi setiap 6 jam/hari tidak melebihi
120 mg/hari (IV), 60 mg dosis tunggal atau 30 mg dibagi tiap 6 jam/hari tidak
melebihi 120 mg/hari (IM), 20 mg sekali sehari setelah pemberian melalui IV/IM,

8
kemudian dilanjutkan dengan dosis terbagi aetiap 4-6 jam/hari dan tidak melebihi
40 mg/hari nya.
 Opioid Analgesic
- Tramadol
o Untuk nyeri sedang sampai berat
o Merupakan non-opioid turunan dari opioid sintetik
o Dosisnya : untuk nyri akut immediate release (50-100 mg, per oral, dibagi 4-6 jam
PRN, tidak boleh melebihi 400 mg/hari nya) dan extended release ( dosis awal 100
mg oral sekali sehari, ditingkatkan sampai 100 mg / hari setiap 5 hari , dan tidak
boleh melebihi 300 mg/hari nya)
- Morphine
o Termasuk golongan narkotika untuk anti nyeri
o Untuk nyeri yang akut dosisnya: tablet (15-30 mg, oral, setiap 4 jam- bila
diperlukan (PRN)), parentral ( IV 2.5-5 mg setiap 3-4 jam/hari PRN, di infuskan
Selma 4-5 menit, rentang dosisnya 4-10 mg dan SC/IM 5-10 mg setiap 4 jam/hari
PRN, rentang dosisnya 5-20 mg).
o Diabsorbsi : onset 15-30 menit PO), <5 menit (IV). Durasi 4 jam. Dimetabolisme di
hati dikonjugasikan dengan glucuronide acid. Diekskresikan melalui urin dan hati.
3. Obat Antibiotic
 Vancomycin
- DOC gram positif dan gram negatif
- golongan fluorokuinolon
- iberikan pada pasien yang gagal dengan cephalosporins atau yang terinfeksi
staphylococcus.
- Dosisnya:
o 5 mg/ml inj.sol
o Untuk profilaksis antibiotik sebelum operasi dengan prosedur:
Diberikan 1g IV injeksi dengan pelan-pelan, selama 1 jam. Dimulai 1-2 jam
sebelum operasi (dengan atau tanpa gentamycin 1.5 mg/kg, tidak melebihi 120
mg/kg IV atau IM < 30 menit sebelum operasi)
 Ceftazidime
- Golongan cephalosporin generasi ketiga
- DOC untuk intravitreal gram negatif
- Spectrum luas
- Dosisnya :
o 20 mg/ml inj. Sol.
o 40 mg/ml inj. Sol.
4. Antifungal
 Amphotericin B
- Dihasilkan oleh Streptomyces nodosus
- Dosisnya :
o Test dose: 1 mg IV 1x infus selama 20-30 menit
o Loading dose : 0.25- 1 mg/kg IV infus 2-6 jam
o Maintenance dose : 0.25-1 mg/kg IV perhari (qDay)
5. Obat Anti tetanus
6. Obat anestetika

9
Terapi non Pembedahan
Jika pada saat pemeriksaan fisik awal didapati kasus trauma tembus yang sangat minimal seperti tidak
terdapat kerusakan intraokula, prolapsus atau perlekatan. Kasus seperti ini mungkin hanya
memerlukan antibiotic sistemik maupun topikal selama pengawasan ketat.
Jika terjadi kebocoran di jaringan kornea, tetapi ruang anterior tetap utuh, klinisi tetap bias mencoba
untuk menghentikan kebocoran dengan farmakologi menekan produksi aqueous (missal dengan beta
bloker sistemik maupun topikal), penutup yang dilekatkan ke mata, dan atau suatu kontak lensa yang
terapeutik.
Jika tindakan gagal dengan menutup luka 2-3 hari maka perlu dilakukan pembedahan.

Differential Diagnosis
1. Benda asing intraocular
2. Laserasi kornea-sklera
3. Melanoma iris
4. Uveitis anterior granulomatosa

5. Trauma Kimia

Diagnosis
 Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium, industri,
pekerjaan, yang memakai bahan kimia, pertanian, dan peperangan yang memakai bahan kimia
di abad modern.

Trauma Asam

 Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun
penggumpalan protein permukaan bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat
destruktif seperti trauma alkali (kerusakan hanya di bagian superficial saja).

Trauma Basa

 Dapat menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan sampai jaringan retina ( terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea).
 Dapat berakhir dengan kebutaan penderita jika merusak retina.

Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam :


 Derajat 1: Hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
 Derajat 2: Hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea
 Derajat 3: Hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea
 Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Penyulit trauma basa :


 Simblefaron
 Kekeruhan kornea
 Edema dan neovaskularisasi kornea
 Katarak
 Ftisis bola mata

10
Pengobatan :
1. Irigasi jaringan yang terkena secepat-cepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan dan
melarutkan bahan yang menyebabkan trauma. Dapat menggunakan air keran, larutan garam
fisiologik selama 15-30 menit
2. Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3%
3. Untuk basa diberikan larutan asam borat, asam asetat 0,5% atau buffer asam asetat pH 4,5% .
Juga diberikan EDTA (setelah 1 minggu trauma alkali untuk menetralisir kolagenase yang
terbentuk pada hari ketujuh)
4. Antibiotik topical, siklopegik
5. Bebat mata dan rujuk

Prognosis
 Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali sehingga tajam penglihatan tidak banyak
terganggu.
 Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya sempurna
setelah 3-7 hari.

6. Hifema
Riwayat Klinis
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan blefaropasme. Penglihatan pasien
akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata
depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia
dan iridodialisis.

Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lenkap. Semua hal yang berhubungan dengan cedera bola
mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus
hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar, hal ini penting karena
mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti
ekmosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur yang disertai dengan gangguan pada
gerakan mata.
Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edema kornea dan imbibisi kornea bila
hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah didalam bilik mata depan. Menentukan derajat
keparahan hifema antara lain, menurutEdward Layden:
1. Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
2. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan mata.
3. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan mata.

Rakusin membaginya menurut:


1. Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
2. Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
3. Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
4. Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan.
Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea karena akan
meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea.
Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan
iris.

11
Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada ditempatnya lagi atau
telah terjadi dislokasi lensa bahkan lensa.
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui apakah sudah
terjadi peningkatan tekanan bola mata.
Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema
hilang. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk mengetahui akiba trauma pada segmen
posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media
penglihatan.

Diagnosis
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang bersal dari
pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma ataupun secara
spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi sebagian ataupun seluruh
iris bilik mata depan. Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan akibat yang
paling sering dijumpai karena persentuhan mata dengan benda tumpul. Berat ringannya traumatik
hifema ini selain tergantung pada tingginya perdarahan juga tergantung pada ada tidaknya komplikasi
yang menyertainya.

Diagnosis Banding
1. Keratitis Herpes Simpleks
Herpes simpleks merupakan penyebab penyakit mata utama dewas dapat mengakibatkan infkesi
kornea kronis. Gejala berupa terbentuknya pembuluh darah halus pada mata, penglihatan
berkurang, jaringan parut dan glaucoma. Kambuhnya penyakit ini diakibatkan stress, lelah, terpajan
sinar UV. Kambuhnya biasanya disertai keratitis dendritic dan radang iris.
2. Komplikasi glaukoma

Penatalaksanaan
 Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat (diberi alas bantal)
kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan
kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada persesuaian pendapat dari banyak sarjana mengenai
tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila mengenai
kasus traumatic hyphaema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah baring
sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi
perdarahan sekunder.

 Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para
sarjana. Edward-Layden lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada mata yang terkena
trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Bila mungkin kedua mata ditutup
untuk memberika istirahat pada mata. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua
mata akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan akibat penderita
(matanya) tidak istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam pengamatannya tidak ditemukan
adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi, timbulnya
komplikasi maupun prognosis dari tajamnya penglihatannya.

 Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah mutlak, tapi cukup
berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang
timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti:

12
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI, berguna untuk
menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K, dan
vit C:
 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau miotika, karena
masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan
mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.

 Ocular Hypotensive Drug


Semua sarjana menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari
bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.

 Kortikosteroid dan Antibiotika


Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan
sekunder dibanding dengan antibiotik.

 Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan analgetik aau
asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik. Analgetik diberikan untuk
mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa kodein.

7. Korpus Allienum Konjungtiva dan Kornea

Riwayat klinis :
Ekstra okular
 mendadak merasa tdk enak ketika mengedipkan mata
 ekskoriasi kornea trjadi bila benda asing menggesek kornea oleh kedipan bola mata
 lakrimasi hebat
 benda asing dpt bersarang di konjungtiva
 nyeri
Intra okuler
 Kerusakan pd tempat masuknya, mungkin dpt terlihat di kornea, tetapi benda asing
bisa sj masuk ke ruang posterior mll konjungtiva maupun sklera. Bila menembus
lensa/iris, lubang mungkin terlihat dan dpt terjadi katarak.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang :


1.Biasanya visus normal
2.Ditemukan injeksi konjungtiva tarsal dan/atau bulbi
3.Pada konjungtiva tarsal superior dan/atau inferior, dan/atau konjungtiva bulbi ditemukan benda asing
4.Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.

Diagnosa
Benda asing di konjungtiva: benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva. Pada
umumnya bersifat ringan, pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing
yang bersifat asam atau basa.

13
Diagnosis banding
Konjungtivitis

Penatalaksanaan

Penatalaksanaannya dengan mengeluarkan benda asing tersebut dari konjungtiva dengan cara :
 Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata yang terkena benda asing.
 Gunakan kaca pembesar (lup) dalam pengangkatan benda asing.
 Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas atau jarum suntik ukuran 23G.
 Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke tepi.
 Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan betadin pada tempat bekas benda asing.
 Kemudian, berikan antibiotik topikal (salep atau tetes mata) seperti kloramfenikol tetes mata, 1 gtt
setiap 2 jam selama 2 hari.

8. Trauma Radiasi Sinar Las

Riwayat Klinis :
 Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma.
 mata sangat sakit
 mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir
 fotofobia
 blefarospasme
 konjungtiva kemotik.
 Kornea akan menunjukkan adanya infiltrate pada permukaannya
 kornea yang keruh dan uji fluoresein positif.
 Pupil akan terlihat miosis.
 Tajam penglihatan akan terganggu.

Pemeriksaan Mata
o Pemeriksaan fisik dimulai dengan adanya pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.
Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan
adanya defek pupil aferen.
o Periksa motilitas mata dan sensasi kulit periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada
bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan bedside, adanya enoftalmus dapat ditentukan dengan
melihat profil kornea dari atas alis. Apabila tidak tersedia slit lamp di ruang darurat, maka senter,
kaca pembesar, atau oftalmoskop langsung pada +10 (nomor gelap) dapat digunakan untuk
memeriksa adanya cedera di permukaan tarsal kelopak dan segmen anterior
o Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan abrasi. Dilakukan
inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing atau laserasi.
Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya
dari pupil harus dibandingkan dengan mata lain untuk memastikan apakah terdapat defek pupil
aferen di mata yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva palpebra,
dan forniks dapat diperiksa secara lebih teliti, termasuk inspeksi setelah eversi kelopak mata atas.
o Oftalmoskop langsung dan tidak langsung digunakan untu mengamati lensa, korpus viterus, duktus
optikus, dan retina. Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan medikolegal pada semu kasus
trauma eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata yang tidak tampak cedera juga harus
diperiksa secara teliti.

14
Diagnosa
Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat mempunyai panjang
gelombang antara 350-295 nM. Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, dan menata
sinar matahari atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinat ultra violet akan segera merusak epitel
kornea. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan
pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah
beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.

Diagnosa Banding
1. Trauma Sinar Infra Merah
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari, dan pada saat bekerja di
pemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar infra merah terlihat. Kaca
yang mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan mengeluarkan sinar infra
merah. Bila seseorang berada pada jarak satu kaki selama satu menit di depan kaca yang mencair dan
pupilnya lebar atau midriasis, maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat celsius. Demikian pula
iris yang mengabsorbsi sinar infra merah akan panas, sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul
lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi
kapsul lensa.

Akibat sinar ini pada lensa, maka katarak muda terjadi pada pekerja industri gelas dan pemanggangan
logam. Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal anterior-posterior
dan koagulasi pada khoroid. Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sementara atau
permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi, kecuali mencegah
terkenanya mata oleh sinar infra merah ini. Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

2. Trauma Sinar Ionisasi dan Sinar X


Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk:
 Sinar alfa yang dapat diabaikan
 Sinar beta yang dapat menembus 1cm jaringan
 Sinar gamma dan
 Sinar-x
Sinar ionisasi dan sinar-x dapat menyebabkan katarak dan rusaknya retina. Dosis katarak togenik
bervariasi sesuai dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebuh mudah dan lebih peka. Akibat dari
sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak normal. Sedangkan sel baru yang
berasal dar sel germinatif lensa tidak menjadi jarang. Sinar-x merusak retina dengan gambaran seperti
kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapilar, perdarahan, mikroaneuris mata ,
dan eksudat.

Luka bakar akibat sinar-x dapat merusak kornea, yang mengakibatkan kerusakan permanen yang
sukar diamati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang
berat akan mengakibatkan parut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan menggangu fungsi air mata.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik topikal dengan steroid 3 kali sehari dan sikloplegik 1 kali
sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtifa dilakukan tindakan pembedahan.

Penatalaksanaan
Antibiotik topical
1. Kloramfenikol

15
Dosis obat tetes mata : 1-2 tetes,3xsehari
Dosis obat salep mata : 3-6 jam
Sediaan Beredar :
 Cendofenicol (Cendo) salep mata 1%, tetes mata 0,25%, 0,5%, 1% (K);
 Cloramidina (Armoxindo) salep mata 1% (K);
 Colme (Interbat) tetes mata 0.5% (K);
 Erlamycetin (Erela) Salep mata 1%; tetes mata 5mg/ml (K);
 Isotic Salmicol (Fahrenheit) tetes mata 0.5% (K);
 Kemicetine (Dankos) Salep mata 1%; Tetes mata 10mg/ml (K);
 Reco (GMP) tetes mata 0.5% salep mata 1% (K);
 Spersanicol (Novartis) salep mata 1%, tetes mata 5mg/ml (K);

2. Gentamicin
Dosis obat tetes mata : 1-2 tetes setiap 2-4 jam, dinaikkan 2 tetes setiap jam untuk infeksi berat
Dosis obat salep mata : 2-3x sehari
Sediaan Beredar :
 Danigen (Dankos) Tetes mata (K);
 Garexin (Global Multi Pharmalab) Salep mata 3mg/ml; tetes mata 3mg/ml (K);
 Genoint (Erela) salep mata 0.3%; tetes mata
 Isotict timact (Fahrenheit) tetes mata 0.3%, 0.5% (K);
 Sagestam (Sanbe Farma) tetes mata dan tetes telinga 3mg/ml (K);

Siklopegik
Waktu Kerja & Lama Kerja (lk)
Bentuk sediaan
Obat obat Indikasi
dan kandungan
Mydriasis Cycloplegia
Atropine Multi-dosis tetes 30-40 menit 1 hari Anterior uveitis Cycloplegic
mata 1 % LK : 7-10 hari LK : 2 minggu refraction Suppression
amblyopia
Homatropine Multi-dosis tetes 30-60 menit 30-60 menit Anterior uveitis
mata 2% Lk:1-2 hari Lk:1-2 hari
Tropicamide Multi-dosis tetes 15-30 menit 25 menit Ophthalmoscopydan fundus
mata 0,5% & 1% Lk:4-6 jam Lk:6 jam photography

 mata ditutup untuk selama 2-3 hari.

9. Ablasio Retina

Riwayat Klinis ablasi retina regmatogenosa


 Fotopsia : sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya atau pijaran api
pada lapang pandang. Fotopsia terjadi karena stimulasi mekanis oleh traksi vitreoretinal pada
retina.
 Floaters : adanya bayangan hitam yang berbagai bentuk yang tampak pada lapang pandang
pasien.
 Defek lapang pandang yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup akibat dari
penyebaran dari ablasi ke bidang ekuator
 Hilangnya penglihatan pusat apabila ablasi sudah meluas hingga fovea
16
Pada RD (retinal detachment) yang baru, akan memperlihatkan tanda – tanda sebagai berikut :
a. Adanya defek afferen pupil .
b. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma
pada ablasi yang telah lama.
c. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas bergoyang.
d. Mild anterior uveitis.
e. Vitreous menunjukan gambaran ”asap tembakau” (Tobacco Dust) di anterior vitreous,
dengan ablasi vitreous posterior. Terjadi karena adanya gumpalan kecil sel pigmen yang
lepas.

Pada RD (retinal detachment) yang telah lama (long standing) menunjukan tanda – tanda sebagai
berikut :
a. Penipisan retina.
b. Kista sekunder intra – retinal.
c. Garis – garis demarsirasi sub –retina
d. Apabila tidak diobati, sebagian besar ablasio retina menjadi total dan pada akhirnya
memberi komplikasi katarak, uveitis kronik, hipotoni, dan akhirnya ptosis bulbi.

Riwayat klinis ablasio retina traksi :


 Penurunan lapang pandang yang terjadi lambat dan bersifat progresif. Dapat berlangsung
tanpa memburuk selama beberapa bulan sampai tahun
 Tidak menunjukan gejala floaters dan fotopsia karena traksi vitreo-retinal berkembang
lamban.
 Biasanya tidak memperlihatkan tanda – tanda perobekan retina.
 Konfigurasi dari ablasi retina berbentuk konkaf. Elevasi yang tertinggi dari retina terjadi
pada tempat – tempat traksi vitreo-retinal.
 Garis – garis desermasi sub – retinal tidak ada
Riwayat klinis ablasio retina eksudatif :
 Terkadang terdapat floaters.
 Tidak ada fotopsia.
 Penurunan lapang pandang .
 Mata merah (pada penyakit uveal)
 Nyeri (skleritis)
 Pupil yang putih (leucokoria)
 Tidak ada robekan retina.
 Konfigurasi dari ablasi retina konvek. Permukaan retina yang lepas licin, non – corrugated dan
bullos dan dapat melekat pada belakang lensa.
 Shifting of fluid merupakan tanda khas dari ablasio retina eksudatif.

Pemeriksaan oftalmologik
 Pemeriksaan visus
Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi
kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan
akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
 Pemeriksaan lapangan pandang
Akan terjadi defek lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai
dengan kedudukan ablasio retina.

17
 Pemeriksaan funduskopi
Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan
binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio retina tampak
sebagai membran abu-abu merah muda. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina
yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di tepi ablasio.
Pada retina yang mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina
terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan
debris terkait pada vitreus.

Diagnosa
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen
retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran bruch.
Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural
dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik potensial untuk lepas secara
embriologis. Lepasnya rerina atau sel kerucut dan batang dari korid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama
akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.

Diagnosa Banding
1. Retinoskisis
Retinoskisis dapat dibedakan dari ablasio retina dengan membandingkan permukaannya yang
rata, biasanya tidak ditemukan perdarahan atau pigmen di dalam vitreus, selalu muncul
dengan skotoma, Biasanya mengalami perbaikan dengan fotokoagulasi, tidak ada pergerakan
cairan seperti pada ablasio retina
2. Oklusi arteri retina
Strok okuli yang disebabkan oklusi arteri paling sering oleh emboli. Manifestasi berupa
kehilangan penglihatan yang sekiranya tidak ditatalaksana segera dapat menimbulkan
kebutaan permanen.

Penatalaksanaan
Rujuk ke dokter spesialis mata

18

Anda mungkin juga menyukai