Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN ASAP CAIR DAN KARBON AKTIF
DENGAN PROSES PIROLISIS

DISUSUN OLEH :

Nama / NIM :1. Wilda Hafifa 15 644 023


2. Bagus Imam Bukhori 15 644 026
3. Asri Ramadhani 15 644 027
4. Hizkia Edo Sianipar 15 644 036
Kelas : VII A / S1 Terapan
Kelompok : III ( Tiga )
Dosen Pembimbing : Marinda Rahim, S.T., M.T

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI

“Pembuatan Asap Cair Dan Karbon Aktif

dengan Proses Pirolisis”

DISUSUN OLEH :

Nama / NIM :1. Wilda Hafifa 15 644 023


2. Bagus Imam Bukhori 15 644 026
3. Asri Ramadhani 15 644 027
4. Hizkia Edo Sianipar 15 644 036
Kelas : VII A / S1 Terapan
Kelompok : III ( Tiga )

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 2018

Mengetahui
Dosen Pembimbing

Marinda Rahim, S.T., M.T


NIP. 19721128 200312 2 001
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mahasiswa dapat mengoperasikan alat pirolisis
2. Mahasiswa mampu membuat asap cair grade 2
3. Mahasiswa dapat membuat karbon aktif dengan proses pirolisis
4. Mahasiswa dapat menganalisis kualitas karbon aktif

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pirolisis
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga
terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari
pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang
disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal
tersebut mengadung pengertian bahwa apabila tempurung dipanaskan tanpa
berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi
reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan
menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, gas dan cair (Jamilatun dkk, 2015).
Pirolisis untuk pembentukan arang terjadi pada suhu 150 – 1000 °C. Arang
dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi karbon monoksida, gas hidrogen dan
gas hidrokarbon. Pirolisis dapat didefenisikan juga sebagai proses penguraian yang
tidak teratur dari bahan-bahan organik atau senyawa komplek menjadi zat dalam tiga
bentuk yaitu padatan, cairan dan gas yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa
berhubungan dengan udara luar pada suhu yang cukup tinggi (Jamilatun dkk, 2015).
Proses pirolisis melibatkan berbagai reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi,
polimerisasi dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisis kayu yaitu
penghilangan air dari kayu pada suhu 120 – 150 °C, pirolisis hemiselulosa pada suhu
200 – 250 °C, pirolisis selulosa pada suhu 280 – 320 °C dan pirolisis lignin pada suhu
400 °C. Pirolisis pada suhu 400 °C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai
kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan terjadi
reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti
kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatik (Girrard, 1992).
1.2.2 Asap Cair
Pengasapan merupakan pemanfaatan panas dan asap dari hasil pembakaran.
Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan bahan makanan, namun
dalam pengembangannya berubah, yaitu menghasilkan produk dengan aroma tertentu,
meningkatkan cita rasa, memperbaiki penampilan dan meningkatkan daya simpan
produk yang diasap (Girard, 1992). Asap mengandung sejumlah besar senyawa yang
dibentuk oleh pirolisis konstituen dari kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin,
dari hasil ikutan hewani seperti tulang, darah dan sebagainya (Djatmiko et al., 1985).
Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap
asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu atau dibuat dari campuran
senyawa murni (Maga, 1988). Asap diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak
sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa
organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi
oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Partikel asap mempunyai
diameter 0,1 μm. Proporsi partikel padatan dan cairan dalam medium gas menentukan
kepadatan asap. Selain itu asap juga memberikan atribut warna dan flavor pada
medium pendispersi gas (Pszczola, 1995).
Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) diperoleh secara distilasi kering
bahan baku asap misalnya batok kelapa, sabut kelapa atau kayu pada suhu 400 °C
selama 90 menit lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor
berpendingin air (Pszczola, 1995). Destilat yang diperoleh dimasukkan dalam corong
pemisah untuk dipisahkan dari senyawa-senyawa kimia yang tidak diinginkan
misalnya senyawa tar yang tidak larut dengan asam pirolignat. Asam pirolignat
merupakan campuran dari asam-asam organik, fenol, aldehid, dan lain-lain.
Berikut merupakan komposisi asap cair:

Tabel 1.1 Komposisi Kimia Asap Cair


Komposisi Kimia Kandungan (%)

Air 11 – 92

Fenol 0,2 – 2,9

Asam 2,8 – 4,5

Karbonil 2,6 – 4,6

Ter 1 – 17

Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik
farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode kasar dari distilasi kayu asap
(Pszczola, 1995). Produk yang berupa asap cair digunakan untuk mengawetkan
daging babi dan babi asin dan untuk memberi citarasa pada beberapa bahan makanan.
Menurut Maga (1988), asap cair mempunyai kelebihan antara lain :
1. Beberapa flavor dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan tradisional.
2. Lebih intensif dalan pemberian flavor.
3. Kontrol hilangnya flavor lebih mudah
4. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan.
5. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial.
6. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap.
7. Polusi lingkungan dapat diperkecil.
8. Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai cara penyemprotan, pencelupan, atau
dicampur langsung ke dalam makanan (Pearson and Tauber, 1984).
Berikut ini merupakan standar kualitas asap cair spesifikasi jepang.

Tabel 1.2 Kualitas asap cair spesifikasi Jepang


Parameter (Parameters) Mutu Asap Cair (Quality ofliquid smoke)
gris

pH 1,50 - 3,70

Berat Jenis (Spesific Grafity) > 1,005

Warna (Color) Kuning coklat kemerahan

(Yellow brown reddish)

Transparansi (Transparency) Transparan

(Tranparent)

Bahan Terapunng (Material of Float), Tidak ada bahan terapung


%
(No float material)

Keasaman (Acidity), % 1 – 18

Fenol (Phenol), % -

Karbonil (Carbonil) % -

Sumber : Yatagai, 2002 Alpian dkk, 2012

pH merupakan salah satu parameter tinggi rendahnya kualitas dari asap cair,
nilai pH ini menunjukkan tingkat dari proses penguraian yang terjadi pada komponen
kayu untuk menghasilkan asam organik. Nilai pH yang rendah pada asap cair
menunjukkan bahwa kualitas asap cair yang digunakan tinggi sedangkan nilai pH
yang rendah menunjukkan bahwa kualitas asap cair rendah, karena pH sangat
berpengaruh terhadap keawetan dan daya simpan produk asap cair. Tinggi rendahnya
pH pada asap cair ini dipengaruhi oleh kadar fenol, suhu pirolisis dan sitem destilasi.
Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol
dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut
ada bersama – sama (Darmadji, 1995). Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan
keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Menurut
Maga (1987), asap cair pada konsentrasi 6,5 gr/kg dapat memperpanjang fase lage
Staphylococcus aurus (105 CFU/ml) selama 4 hari pada suhu kamar (30ºC) dan pada
konsentrasi 9,8 g/kg adalah 14 hari. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam
bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap,
yaitu mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap
dalam asam akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat pertumbuhan
mikroorganisme (Buckle et al.,1985). Menurut Haris dan Karmas (1989), kerja
bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam perlindungan nilai gizi
produk yang diasap terhadap perusakan biologis. Efek fungisidal dalam asap
disebabkan oleh fenol dan formaldehid (Daun, 1979; Toth dan Potthast, 1984).
Asap dalam bentuk cair juga masih mempunyai berbagai sifat fungsional.
Fungsi lainnya adalah untuk memberikan flavor yang diinginkan pada produk asap
karena adanya senyawa fenol dan karbonil (Pszczola, 1995). Rasa dan aroma khas
produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa guaiakol, 4-metil-guaiakol,
dan 2,6-dimetoksi fenol. Girard (1992) mengatakan bahwa dari berbagai penelitian
terdahulu, diketahui bahwa senyawa – senyawa fenolat tertentu seperti guaiakol, 4-
metil guaiakol, 2,6-dimetoksi fenil dan seringol menentukan flavor dari bahan pangan
yang diasap dimana guaiakol akan memberikan rasa asap dan seringol memberikan
aroma asap. Rasa dan aroma yang khas pada makanan yang diasap disebabkan oleh
senyawa fenol yang bereaksi dengan protein dan lemak yang terdapat pada makanan
(Daun, 1979).

1.2.2.1 Pemurnian Asap Cair dengan Destilasi


Unit operasi destilasi merupakan metode yang digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen yang ada di dalam suatu larutan atau cairan
yang tergantung pada distribusi komponen-komponen yang ada di dalam suatu
cairan atau larutan antara fase uap dan fase cair. Semua komponen tersebut
terdapat dalam kedua fase tersebut. Fase uap terbentuk dari fase cair melalui
penguapan pada titik didihnya (Geankoplis 1983 dalam Rasyid 2010). Destilasi
dilakukan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya,
seperti poliaromatik hidrokarbon dan tar melalui pengaturan suhu didih sehingga
diharapkan hasil destilasi asap cair lebih jernih, bebas tar (Darmadji, 2002).
1.2.2.2 Pemurnian Asap Cair dengan Zeolit
Zeolit merupakan adsorbent yang unik, karena memiliki ukuran pori yang
sangat kecil dan seragam jika dibandingkan dengan adsorbent yang lain seperti
karbon aktif dan silika gel, sehingga zeolite hanya mampu menyerap molekul-
molekul yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter celah rongga,
sedangkan molekul yang diameternya lebih besar dari pori zeolit akan tertahan
dan hanya melintasi antar partikel. Dalam keadaan normal ruang hampa dalam
kristal zeolit terisi oleh molekul air yang berada disekitar kation. Bila zeolite
dipanaskan maka air tersebut akan keluar. Zeolite yang telah dipanaskan dapat
berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan (Khairinal 2002 dalam Rosita dkk).

1.2.2.3 Kegunaaan asap cair untuk masyarakat


Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai
industri, antara lain :
1. Industri pangan
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi
rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia
dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan
tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung
banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat
dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran,
yang semuanya tersebut dapat dihindari dengan penggunaan asap cair.
2. Industri perkebunan
Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat
fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut
dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan. Dibandingkan
menggumpalkan dengan asam semut, penggunaan asap cair ini lebih unggul,
karena getah karet yang menggumpal tak berbau. Penambahan asam semut
justru memicu pertumbuhan bakteri sehingga muncul ammonia dan sulfida.
Senyawa itulah yang menyebabkan getah karet yang menggumpal berbau
busuk.
3. Industri kayu
Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap
serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji, 1999).

1.2.2.4 Jenis asap cair


Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis perlu dilakukan proses
pemurnian dimana proses ini menentukan jenis asap cair yang dihasilkan.
Adapun jenis asap cair yaitu :
1. Asap Cair Grade 1
Asap cair grade 1 merupakan asap cair hasil dari proses destilasi dan
penyaringan dengan zeolit yang kemudian dilanjutkan dengan destilasi
fraksinasi yang dilanjutkan lagi dengan penyaringan dengan karbon aktif.
Asap cair ini memiliki warna kuning pucat dan digunakan untuk bahan
makanan siap saji seperti mie basah, bakso, maupun tahu (Yulistiani, 2008).
2. Asap Cair Grade 2
Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang telah melewati tahapan
destilasi kemudian dilakukan penyaringan zeolit. Asap cair ini memiliki warna
kuning kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan
mentah seperti daging, ayam, atau ikan pengganti formalin (Yulistiani, 2008).
3. Asap Cair Grade 3
Asap cair grade 3 merupakan pemurnian asap cair dari tar dengan
menggunakan proses destilasi. Destilasi merupakan cara untuk memisahkan
campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya dengan menggunakan dasar
bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat dari pada komponen
lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap tersebut lebih banyak berisi
komponen-komponen yang bersifat lebih volatile sehingga proses pemisahan
komponen dari campuran dapat terjadi (Astuti, 2000). Destilasi sederhana
dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran dimasukkan kedalam sebuah
bejana, dipanaskan bertahap dan dipertahankan selalu berada dalam tahap
pendidihan kemudian uap yang terbentuk dikondensasikan dan ditampung
dalam labu. Produk destilat yang pertama kali tertampung memiliki kadar
komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain. Pada asap cair
grade 3 ini, asap cair yang diperkirakan masih mengandung tar yang tinggi
dimasukkan kedalam tungku destilasi yang dilengkapi dengan suhu dan
tekanan. Asap cair ini memiliki ciri-ciri yaitu berwarna coklat pekat dan bau
yang tajam. Asap cair ini diorientasikan untuk pengawetan karet (Yulstiani,
2008).

1.2.3 Karbon Aktif


Karbon aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85%-95%
karbon (Idrus, dkk., 2013). Bahan-bahan yang mengandung unsur karbon dapat
menghasilkan karbon aktif dengan cara memanaskannya pada suhu tinggi. Pori-pori
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agen penyerap (adsorben). Karbon aktif adalah
karbon yang sudah mengalami aktivasi, sehingga luas permukaanya menjadi lebih
besar karena jumlah porinya lebih banyak. Karbon aktif memiliki struktur amorf
dengan luas permukaan 300-35000 m2/g (Rohmah & Redjeki, 2014). Karbon aktif
dengan luas permukaan yang besar dapat digunakan untuk berbagai aplikasi yaitu
sebagai penghilang warna, penghilang rasa, penghilang bau dan agen pemurni dalam
indsutri makanan. Selain itu juga banyak digunakan dalam proses pemurnian air baik
dalam proses produksi air minum maupun dalam penanganan limbah (Idrus, dkk.,
2013).
Karbon aktif dibuat melalui dua tahapan yakni karbonisasi dan aktivasi.
Proses karbonisasi merupakan proses pembentukan karbon dari bahan baku dan
proses ini sempurna pada suhu 400-600 oC. Aktivasi adalah proses pengubahan
karbon dari daya serap rendah menjadi karbon yang mempunyai daya serap tinggi.
Untuk menaikkan luas permukaan dan memperoleh karbon yang berpori, karbon
diaktivasi menggunakan uap panas, gas karbon dioksida dengan suhu antara 700-
1100oC atau penambahan bahan-bahan mineral sebagai aktivator (Idrus, dkk., 2013).

Kualitas karbon aktif tergantung dari jenis bahan baku, teknologi pengolahan,
cara pengerjaan dan ketetapan penggunaannya. Oleh karena itu, bagi produsen karbon
aktif yang perlu diketahui adalah kualitas apa yang ingin dihasilkan dengan
menggunakan bahan baku yang ada, serta untuk apa tujuan kegunaan karbon aktif
tersebut. Berikut pada tabel 1.3 adalah standar mutu karbon aktif berdasarkan SNI
No.06-3730-1995 dan tabel 1.4 adalah persyaratan karbon aktif menurut SII No.0258
– 79 :
Tabel 1.3 Standar mutu karbon aktif menurut SNI 06-3730-1995
Persyaratan
Uraian
Kualitas
Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC, % Maks. 25
Kadar Air, % Maks. 15
Kadar Abu, % Maks. 10
Daya serap terhadap I2, mg/g Min. 750
Karbon aktif murni, % Min. 65

Sumber : Anonim (1995).

Tabel 1.3 Persyaratan Karbon aktif Menurut SII No.0258 – 79

Jenis Persyaratan

Bagian yang hilang pada


Maksimum 15 %
pemanasan 950 °C

Kadar Air Maksimum 10 %

Kadar Abu Maksimum 2,5 %

Bagian yang tidak mengarang Tidak nyata

Daya serap terhadap I2 Minimum 20 %

Sumber : Anonim 1979 dalam Jamilatun dkk, 2015

1.2.3.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif

Secara umum, Proses pembuatan karbon aktif terdiri dari dua tahapan
utama, yaitu proses karbonisasi dan proses aktivasi.
1. Karbonisasi

Karbon aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu tahap karbonisasi
dan aktivasi (Kvech dan Tull, 1988 dalam Budiono, 2010). Karbonisasi
merupakan suatu proses pengarangan dalam ruang tanpa adanya oksigen dan
bahan kimia lainnya, sedangkan aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang
bertujuan untuk memperbesar pori dengan cara memecah ikatan hidrokarbon
atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan
sifat baik fisika atau kimia (Triyana dan Tuti, 2003 dalam Budiono, 2010).
Karbonisasi merupakan proses pemecahan atau peruraian selulosa menjadi
karbon pada suhu sekitar 275°C. (Taufik, 2001).
Tujuan dari dilakukannya proses karbonisasi adalah untuk menghilang
senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam bentuk unsur-unsur non
karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbonisasi adalah proses pembakaran
material organik pada bahan baku. Karbonisasi akan menyebabkan terjadinya
dekomposisi material organik bahan baku dan pengeluaran pengotor. Sebagian
besar unsur non-karbon akan hilang pada tahap ini. Pelepasan unsur-unsur
yang volatil ini akan membuat struktur pori-pori mulai terbentuk/pori-pori
mulai terbuka. Seiring karbonisasi, struktur pori awal akan berubah.
Karbonisasi dihentikan bila tidak mengeluarkan asap lagi. Penambahan suhu
memang diperlukan untuk mempercepat reaksi pembentukan pori. Namun,
pembatasan suhu pun harus dilakukan. Suhu yang terlalu tinggi, seperti di atas
1000℃ akan mengakibatkan banyaknya abu yang terbentuk sehingga dapat
menutupi pori-pori dan membuat luas permukaan berkurang serta daya
adsorpsinya menurun.

2. Aktivasi

Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan melalui 2 cara (Kinoshita, 1988),


yakni aktivasi secara kimia dan aktivasi secara fisika :
1) Aktivasi Secara Kimia
Aktivasi kimia merupakan proses pemutusan rantai karbon dari
senyawa organik dengan pemakian bahan-bahan kimia (Sembiring, 2003).
Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif
seperti garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida (MgCl2), seng
klorida (ZnCl2), natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3)
dan natrium klorida (NaCl). Selain garam mineral biasanya digunakan
ialah berbagai asam dan basa organik seperti asam sulfat (H2SO4), asam
klorida (HCl), asam hipoklorit (H3PO4), kalium hidroksida (KOH), dan
natrium hidroksida (NaOH).
Kerugian penggunaan bahan-bahan mineral sebagai pengaktif
terletak pada proses pencucian bahan-bahan mineral tersebut kadang-
kadang sulit dihilangkan lagi dengan pencucian (Jankowska, 1991).
Sedangkan keuntungan penggunaan bahan-bahan mineral sebagai
pengaktif adalah waktu aktivasi yang relatif pendek, karbon aktif yang
dihasilkan lebih banyak dan daya adsorbsi terhadap suatu adsorbat akan
lebih baik (Jankowska, 1991).
Bahan-bahan pengaktif tersebut berfungsi untuk mendegradasi atau
penghidrasi molekul organik selama proses karbonisasi, membatasi
pembentukan tar, membantu dekomposisi senyawa organik pada aktivasi
berikutnya, dehidrasi air yang terjebak dalam rongga-rongga karbon,
membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan saat
proses karbonisasi dan melindungi permukaan karbon sehingga
kemungkinan terjadinya oksidasi dapat dikurangi (Manocha, 2003).

2) Aktivasi Secara Fisika


Aktivasi fisika merupakan proses pemutusan rantai karbon dari
senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2 (Sembiring, 2003).
Metode aktivasi secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air,
gas karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen. Gas-gas tersebut berfungsi
untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga
memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen yang mudah
menguap dan membuang produksi tar atau hidrokarbon-hidrokarbon
pengotor pada arang. Aktivasi fisika dapat mengubah material yang telah
dikarbonisasi dalam sebuah produk yang memiliki luas permukaan yang
luar biasa dan struktur pori. Tujuan dari proses ini adalah mempertinggi
volume, memperluas diameter pori yang terbentuk selama karbonisasi dan
dapat menimbulkan beberapa pori yang baru. Fluidized bed reactor dapat
digunakan untuk proes aktivasi fisika. Tipe reaktor ini telah digunakan
untuk pembuatan karbon aktif dari batu (Swiatkowski, 1998). Penggunaan
gas nitrogen selama proses aktivasi karena nitrogen merupakan gas yang
inert sehingga pembakaran karbon menjadi abu dan oksidasi oleh
pamanasan lebih lanjut dapat dikurangi, selain itu dengan aktivasi gas
akan mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga
memperluas permukaannya (Sugiharto, 1978). Kenaikan temperatur
aktivasi pada kisaran 450 °C - 700 °C dapat meningkatkan luas
permukaan spesifik dari karbon aktif (Raharjo, 1997).

1.2.3.2 Analisa Karbon Aktif


Analisa karbon aktif meliputi analisa proksimat (analisa kadar air, kadar
abu, dan volatile matter), analisa uji bilangan iod.

1. Kadar Air
Penentuan total moisture atau kadar air ada dua cara, yaitu cara satu tahap
dan cara dua tahap. Pada cara satu tahap, semua moisture dalam sampel langsung
ditentukan, sedangkan pada cara dua tahap, pertama ditentukan free moisture,
kemudian ditentukan residual moisture. Metode yang digunakan yaitu standar
ASTM D-2216-98 dengan rumus :

( ) ……………… (1.1)

Keterangan:

M1 = Berat cawan petri kosong (gram)

M2 = Berat cawan petri berisi karbon aktif sebelum dioven (gram)

M3 = Berat cawan petri berisi karbon aktif sesudah dioven (gram)

2. Kadar Abu
Abu adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padat ditentukan
melalui metode ASTM D 3174-02 ‘Standard practice of determination of ash in
the analysis sampel of coal and coke from coal’. Kandungan abu dapat ditentukan
dengan rumus berikut :

( ) ………………. (1.2)

Keterangan :

m1 = berat cawan (gr)


m2 = berat cawan + sampel sebelum pemanasan (gr)

m3 = berat cawan + sampel sesudah pemanasan (gr)

m4 = berat cawan setelah semua ash di buang dan dibersihkan (gr)

3. Volatile Matter
Volatile matter ialah banyaknya zat yang hilang bila sampel dipanaskan
pada suhu dan waktu yang telah ditentukan (setelah dikoreksi oleh kadar
moisture). Besarnya zat mudah menguap dihitung menggunakan standar ASTM
D-3175-02 dengan rumus:

VM = ( ({{ }
}
) x 100% ) - Mad ……..…. (1.3)

Keterangan :

m1 = berat cawan kosong + tutupnya (gr)

m2 = berat cawan kosong + tutupnya + sampel sebelum dipanaskan (gr)

m3 = berat cawan kosong + tutupnya + sampel setelah dipanaskan (gr)

mad = berat moisture dalam sampel yang dianalisis (gr)

4. Daya Serap Terhadap Iod


Uji daya serap iod adalah uji yang sederhana dan cepat, memberikan
indikasi dari luas permukaan bagian dalam dari karbon. Diberbagai karbon yang
telah diaktivasi angka iodin (ditunjukkan dengan mg iodin per gram karbon)
mendekati luas permukaan Brunauer-Emmet-Teller (BET) (Marsh and
Rodriguez, 2006).

( )…....... (2.5)

Keterangan :

Ntio = Normalitas larutan natrium thiosulfat (N)


b = Volume titran blanko (mL)

a = Volume titran untuk contoh (mL)

Fp = Faktor pengenceran

BE iod = 126,9 mg/mgrek


BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat yang digunakan
- Satu set peralatan pirolisis - Cawan crucible
- Satu set peralatan destilasi - Cawan petridish
- Erlenmeyer 250 dan 1000 m - Statif dan klem
- Gelas kimia 50, 100 dan 500 ml - Lumpang dan alu
- Labu ukur 100 dan 500 ml - Aluminium foil
- Pipet volume 5, 10, 25 dan 50 - Piknometer
ml - Pisau
- Disk Mill Crusher Model FFC- - Kaca arloji
15-1 - Desikator
- Ro-Tap Sieve Shaker ME-185S - Spatula
- Oven - Magnetic stirer
- Furnace Thermolyne 48000 - Hot plate
Model F48010 - Neraca digital
- Screening 7/16 in, nomor 8, 9, - Corong
10, 18 dan 20 - Buret 50 ml
- Termometer
- Stopwatch
- Gegep
- Botol semprot
- Bulp
- Batu didih
- Palu
2.1.2 Bahan yang digunakan
- Tempurung kelapa
- Zeolite
- Kertas saring whatman No. 42
- Aquadest
- Indikator universal
- Indikator P
- Larutan NaOH 0,1 N
- Larutan KI 20 %
- NaCl
- Larutan HCl 4
- Padatan Kalium Dikromat (K2Cr7O7)
- 3 buah Es batu
- Alumunium Foil
- Larutan I2 0,1 N
- Indikator kanji
- Larutan Natrium
- Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

2.2 Prosedur Kerja Pembuatan Asap Cair


2.2.1 Preparasi Bahan Baku
1. Menyiapkan tempurung kelapa ± 3 kg
2. Membersihkan tempurung kelapa dari serabut
3. Membersihkan serabut tempurung kelapa dengan menggunakan pisau dan
mengecilkan ukuran tempurung kelapa dengan menggunakan palu sampai ukuran
tempurung kelapa menjadi ± 2 cm agar mudah dicrusher
4. Menghubungkan mesin crusher dengan sumber arus listrik
5. Menghidupkan mesin crusher dengan menekan tombol on pada papan kontrol
6. Memasukan tempurung kelapa sedikit demi sedikit ke dalam crusher
7. Menampung tempurung kelapa yang keluar dari alat crusher
8. Mematikan mesin crusher dan mencabut kabel dari sumber arus listrik
9. Menyusun screening dari ayakan 8 mesh, 9 mesh, 10 mesh dan penampungan
secara berurutan dari atas ke bawah
10. Menghubungkan alat sieve shaker dengan sumber arus listrik
11. Memasang ayakan screening yang telah tersusun ke alat sieve shaker
12. Memasukan tempurung kelapa yang telah di crushing ke dalam ayakan screening
yang telah tersusun
13. Menutup ayakan screening
14. Menyalakan alat sieve shaker dengan menekan tombol on
15. Menimbang tempurung kelapa yang tertahan di ayakan 8 mesh, 9 mesh dan 10
mesh
16. Mengumpulkan tempurung kelapa ukuran 8 mesh, 9 mesh dan menambahkan
tempurung kelapa ukuran 10 mesh hingga total massanya mencapai 1150 gram
17. Memutuskan sumber arus listrik pada alat sieve shaker

2.2.2 Proses Pirolisis


1. Menyiapkan tempurung kelapa yang telah discreening
2. Mencampur tempurung kelapa dari masing-masing ukuran sampai homogen
3. Menimbang sebanyak 1150 gram tempurung kelapa yang telah homogen
4. Mempersiapkan alat pirolisis, kondensor dan pompa air pendingin
5. Mengeluarkan selongsong dari alat pirolisis
6. Memadatkan bagian paling bawah pada selongsong menggunakan sabut kelapa
7. Memasukkan tempurung kelapa ke dalam selongsong
8. Memasukkan kembali selongsong ke dalam alat pirolisis
9. Memasang dan mengencangkan baut pada alat pirolosis dengan menggunakan
kunci pas
10. Menghubungkan kondensor pada alat pirolisis
11. Merangkai aliran air pendingin dengan menempatkan pompa dalam baskom
kemudian mengisinya dengan air dan 2 buah es batu
12. Menghubungkan pompa dan selang air pendingin pada kondensor
13. Menghubungkan pompa ke sumber arus listrik agar air pendingin mengalir
kembali ke dalam kondensor
14. Mempersiapkan erlenmeyer 500 ml yang telah diketahui berat kosongnya dan
aluminium foil untuk menampung produk asap cair yang keluar melalui
kondensor
15. Memastikan erlemeyer 500 ml yang terhubung dengan alat pirolisis tertutup rapat
dengan menggunakan alumunium foil agar tidak ada asap yang keluar
16. Menghubungkan alat pirolisis dengan sumber arus listrik
17. Menghidupkan alat pirolisis dan menaikkan suhu pada temperatur controller
dengan mengatur setpoint secara bertahap mulai dari 150, 300, 450 hingga 600
o
C
18. Jika set point sudah mencapai 600 oC, menjalankan proses pirolisis sampai tidak
ada tetesan asap cair pada erlenmeyer 500 ml dan mencatat perubahan suhu pada
variabel proses setiap 30 menit
19. Mengambil produk asap cair hasil pirolisis dan menimbangnya
20. Mengukur pH dan mengamati warna produk asap cair yang dihasilkan
21. Menurunkan temperatur alat pirolisis dengan mengatur setpoint secara bertahap
mulai dari 450, 300 hingga 150 oC
22. Memutuskan sumber arus listrik dari pompa dan alat pirolisis
23. Melepaskan selang air pendingin dari kondensor
24. Melepaskan kondensor dari tabung pirolisis
25. Menutup bagian atas tabung pirolisis dengan menggunakan aluminium foil
26. Mengambil dan menimbang residu karbon aktif dalam selongsong alat pirolisis
setelah 24 jam
27. Menyimpan residu (karbon aktif) yang diperoleh
28. Membersihkan selongsong alat pirolisis dan kondensor menggunakan bensin dan
aseton
29. Menyimpan kembali rangkaian alat pirolisis

2.2.3 Proses Pemurnian Asap Cair


1. Mengendapkan produk asap cair yang diperoleh selama 1 minggu untuk
memisahkan fraksi berat (tar)
2. Menyaring produk asap cair hasil pengendapan dengan menggunakan kertas
saring whatman nomor 42
3. Mengukur pH produk asap cair yang telah disaring dan mengamati warnanya
4. Memasukan produk asap cair ke dalam labu destilasi yang telah diisi dengan
batu didih
5. Memasang labu destilasi pada pemanas serta menghubungkannya dengan
kondensor dan elbow dengan menggunakan konektor
6. Memasang erlenmeyer 500 ml yang telah diketahui berat kosongnya terlebih
dahulu pada ujung kondensor untuk menampung hasil destilasi
7. Menghubungkan pemanas dan kondensor dengan sumber arus listrik
8. Menghubungkan selang air pendingin pada kondensor
9. Menjalankan air pendingin pada kondensor
10. Mengatur temperatur pemanas
11. Mengamati dan mencatat temperatur dan waktu pada saat terjadi tetesan pertama
dari kondensor
12. Menjalankan proses destilasi sampai tidak ada lagi cairan yang menetes dari
kondensor
13. Menurunkan temperatur pemanas secara bertahap dan mematikan pemanas
14. Mematikan pompa dan pendingin water bath
15. Memutuskan sumber arus listrik pada pemanas dan water bath
16. Melepas rangkaian alat destilasi dan membersihkannya
17. Mengukur pH asap cair hasil destilasi dan mengamati warnanya
18. Menimbang asap cair hasil destilasi
19. Menimbang zeolite dengan perbandingan 1:1 dengan berat asap cair yang
diperoleh
20. Merendam asap cair dengan zeolit selama 1 jam
21. Menyaring asap cair dengan menggunakan kertas saring
22. Mengukur pH asap cair yang telah disaring dan mengamati warnanya

2.2.4 Penentuan Kadar Asam Asetat


1. Memipet 10 ml asap cair yang telah dimurnikan
2. Memasukan ke dalam labu ukur 100 ml
3. Menambahkan aquadest hingga tanda batas dan mengocoknya hingga homogen
4. Memipet 25 ml asap cair yang telah diencerkan dan memasukan ke dalam
erlenmeyer 250 ml
5. Menetesi dengan indikator PP sebanyak 2-3 tetes
6. Menitrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N sebagai penitar hingga berubah
warna dari bening menjadi merah muda
7. Mencatat volume NaOH 0,1 N yang digunakan
2.3 Prosedur Kerja Pembuatan Karbon Aktif
2.3.1 Preparasi Arang
1. Menyiapkan produk arang hasil pirolisis
2. Memisahkan tempurung kelapa yang tidak terbakar sempurna menjadi arang
3. Mengecilkan ukuran arang dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Menyusun screening dari ayakan 18 mesh, 20 mesh dan penampungan secara
berurutan dari atas ke bawah
5. Memasukan arang ke dalam screening
6. Menghubungkan alat sieve shaker dengan sumber arus listrik
7. Memasang screening pada alat sieve shaker
8. Menimbang arang yang tertahan di di ayakan 20 mesh
9. Mengumpulkan arang yang tertahan di ayakan 20 mesh hingga jumlahnya
mencapai 50 gram
10. Memutuskan sumber arus listrik pada alat sieve shaker

2.3.2 Membuat Larutan NaCl 5% sebagai Aktivator


1. Menimbang NaCl sebanyak 26,3158 g
2. Memasukkan NaCl ke dalam Labu Ukur 500 ml
3. Menambahkan aquadest kedalam labu ukur sampai tanda batas
4. Menutup labu ukur dan mengocok larutan hingga homogen

2.3.3 Aktivasi Karbon aktif


1. Memasukkan 50 gram arang ke dalam gelas kimia 1000 ml
2. Menambahkan 500 ml NaCl 5%
3. Merendam arang selama 2,5 jam
4. Menyaring arang yang telah diaktivasi dengan menggunakan kertas saring
5. Mengukur pH aquadest yang akan digunakan untuk menetralkan arang yang
telah diaktifkan
6. Menetralkan arang yang telah diaktivasi dengan aquadest hingga pH air sisa
pencucian sama dengan pH aquadest awal
7. Mengeringkan arang yang telah dicuci pada temperatur 120 oC selama 2 jam
menggunakan oven
8. Mendinginkan karbon aktif dalam desikator hingga mencapai temperatur
ruangan
9. Menimbang dan menyimpan arang yang telah diaktivasi

2.3.4 Uji Kualitas Karbon Aktif


2.3.4.1 Analisa Kadar Air (ASTM D-3173)
1. Menaikkan temperatur oven hingga 110 oC
2. Menimbang cawan petridish kosong beserta tutupnya dan mencatat datanya
3. Menambahkan sampel sebanyak ± 1 gram ke dalam cawan petridish,
meratakan sampel dan menutup kembali cawan petridish
4. Menempatkan tutup petridish dalam desikator dan memasukan cawan
petridish tanpa tutup (menggunakan metal tray) ke dalam oven
5. Memanaskan selama 1 jam
6. Mengeluarkan tray dari oven, menutup cawan petridish dengan segera lalu
memasukan ke dalam desikator sampai mencapai temperatur ruangan (10-15
menit)
7. Menimbang cawan petridish, tutup petridish dan sampel kemudian mencatat
datanya
8. Melakukan perhitungan dengan rumus :
% kadar air = x 100%................................................(2.1)

Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

9. Menurunkan suhu oven sampai 40oC kemudian mematikan dan memutuskan


arus listrik pada oven

2.3.4.2 Analisa Kadar Abu (ASTM 3174-77)


1. Menimbang cawan crucible bersih dan mencatat datanya
2. Menambahkan ± 1 gram sampel ke dalam cawan crucible dan mencatat
datanya. Mengetuk pelan-pelan untuk meratakan sampel
3. Meletakkan cawan berisi sampel ke dalam furnace pada temperatur ruangan
4. Mengatur temperatur hingga 500 oC membiarkan selama 60 menit
5. Menaikkan temperatur furnace sampai 750 oC dan memanaskan selama 120
menit
6. Mengeluarkan cawan dari dalam furnace kemudian memasukannya ke dalam
desikator dan membiarkan sampai dingin hingga mencapai temperatur
ruangan
7. Menimbang cawan crucible dan abu
8. Membersihkan cawan crucible dengan menggunakan kuas kering dan
menimbang kembali cawan crucible
9. Melakukan perhitungan dengan rumus :
% kadar abu = ..................................................... (2.2)

Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (sebelum pemanasan) (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)
m4 = massa cawan kosong (setelah pemanasan) (gram)

2.3.4.3 Analisa Volatile Matter (ASTM D-3175)


1. Menaikkan temperatur furnace hingga 950°C
2. Menimbang cawan crucible kosong beserta tutup kemudian mencatatnya
pada lembar kerja analisa
3. Menimbang secara merata sampel ± 1 gram ke dalam cawan crucible, lalu
menutupnya kembali dan mencatat hasil timbangan
4. Memasukkan cawan crucible yang telah berisi sampel ke dalam furnace
beserta tutupnya dan memijarkan selama 7 menit.
5. Mengeluarkan cawan crucible dari furnace dan mendinginkannya pada
desikator selama 7 menit.
6. Menimbang cawan yang berisi residu yang telah didinginkan tersebut beserta
tutupnya dan mencatat hasil timbangan.
7. Melakukan perhitungan menggunakan rumus :
% Volatile Matter = ( .................... (2.3)

Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

8. Menurunkan suhu furnace sampai 70oC kemudian mematikan dan


memutuskan arus listrik pada furnace

2.3.4.4 Analisa Daya Serap Terhadap I2 (Dahlius A, dkk, 1983)


 Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N
1. Menimbang 0,245 gram K2Cr2O7 dan memasukkan ke dalam gelas kimia
50 ml
2. Melarutkannya dengan sedikit aquadest lalu memasukkan ke dalam labu
ukur 50 ml
3. Menambahkan aquadest sampai tanda batas kemudian
menghomogenkannya
4. Memipet 25 ml larutan K2Cr2O7 kedalam erlenmeyer 500 ml
5. Menambahkan 10 ml larutan KI 20 % dan 25 ml HCl 4N kemudian
mengencerkan sampai 200 ml
6. Menitrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N hingga berwarna kuning
muda
7. Menambahkan indikator kanji hingga menjadi warna hijau
8. Melanjutkan titrasi hingga warna bening
9. Mencatat volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan

 Standarisasi Larutan I2 0,1 N


1. Memipet 25 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N ke dalam erlenmeyer 250
ml
2. Menambahakan indikator kanji
3. Menitrasi dengan larutan I2 0,1 N hingga larutan berwarna biru
4. Mencatat volume larutan I2 yang digunakan

 Analisa Daya Serap Terhadap I2


1. Menimbang dengan teliti ± 1 gram karbon aktif kemudian
memasukkannya ke dalam erlenmeyer
2. Menambahkan 50 ml aquadest dan 5 ml larutan Iod 0,1 N yang telah di
standarisasi
3. Mengocok dengan hati-hati dan menutup dengan aluminium foil lalu
menyimpan di tempat gelap selama 2 jam
4. Menyaring untuk diambil filtratnya ke dalam erlenmeyer yang bersih
5. Menambahkan 25 ml aquadest dan indikator kanji (amilum) dan
menitrasinya dengan larutan Natrium Thiosulfat 0,1 N yang sudah
distandarisasi
6. Sebagai pembanding, membuat larutan blanko yaitu dengan cara membuat
larutan yang sama tanpa karbon aktif
7. Melakukan perhitungan dengan rumus :

Daya serap Iod = ...........................(2.4)

Keterangan :
b = volume titran blanko (ml)
a = volume titran untuk contoh (ml)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


3.1.1 Data Pengamatan Asap Cair

Tabel 3.1 Data pengamatan massa bahan baku berdasarkan ukurannya

Tyler Screen (mesh) Massa (g)

-8 +9 715,23

-9 +10 311,31

-10 +12 123.46

Total 1150,00

Tabel 3. 2 Data pengamatan neraca massa proses pirolisis

Variabel Nilai (g)

Massa bahan baku (tempurung kelapa) 1150,00

Massa asap cair 312,98

Massa residu arang (tempurung kelapa) 373,88

Tabel 3. 3 Data pengamatan temperatur pirolisis

Waktu Suhu (°C)

30 Menit Ke- 1 597

30 Menit Ke -2 603

30 Menit Ke -3 600

Rata – Rata 600


Tabel 3. 4 Data pengamatan proses pirolisis

Variabel Nilai

Tsetpoint (oC) 600

Taktual (oC) 600

Massa bahan baku (g) 1150

Waktu tetesan Pertama 29 Menit

Suhu Tetesan Pertama (°C) 391

Waktu tetesan Terakhir 1 jam 43 menit

Suhu Tetesan Terakhir (°C) 600

Massa asap cair (g) 312,98

Massa residu arang (g) 373,88

Warna produk asap cair Coklat kemerahan

pH produk asap cair 3

Tabel 3. 5 Data pengamatan proses pemurnian asap cair

Parameter Nilai / Penampakan

Massa sebelum pemurnian (g) 312,98

Warna sebelum pemurnian Coklat kemerahan bening

pH sebelum pemurnian 2

Massa setelah disaring (g) 253,23

Warna setelah disaring Coklat kemerahan bening

pH setelah disaring 2

Temperatur tetes pertama destilasi (oC) 96,9

48 menit 25 detik setelah


Waktu saat tetes pertama destalasi pemanasan

Temperatur tetes terakhir destilasi (oC) 56,5


7 jam 01 menit setelah
Waktu saat tetes terakhir destalasi pemanasan

Massa setelah destilasi (g) 233,08

Warna setelah destilasi Kuningan keemasan

pH setelah destilasi 2

Massa setelah perendaman Zeolit (g) 173,95

Warna setelah perendaman Zeolit Kuning bening

pH setelah perendaman Zeolit 2

Tabel 3. 6 Data pengamatan analisa kadar asam asetat pada asap cair

Parameter Nilai

Volume sampel produk asap cair yang dititrasi (ml) 25

I = 44,6
Volume NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi (ml) II = 44,7

Volume rata-rata NaOH 0,1 N yang digunakan untuk 44,65


titrasi (ml)

3.1.2 Data Pengamatan Karbon Aktif

Tabel 3.7 Data Pengamatan Analisa Kadar Air Karbon Aktif

Sampel m1 (g) m2 (g) m3 (g)

1 83,5802 84,5806 84,5191

2 76,9809 77,9811 77,9221


Tabel 3.8 Data Pengamatan Analisa Kadar Abu Karbon Aktif

Sampel m1 (g) m2 (g) m3 (g) m4 (g)

1 26,7444 27,7449 26,7523 26,7501

2 26,9067 27,9069 26,9158 26,9108

Tabel 3.9 Data Pengamtan Analisa Volatile Matter Karbon Aktif

Sampel m1 (g) m2 (g) m3 (g)

1 41,3107 42,3109 42,0506

2 39,4567 40,4569 40,1939

Tabel 3.10 Data Pengamatan Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Parameter Nilai

Massa K2Cr2O7 (g) 0,5000

Bst K2Cr2O7 (g/gmol) 49

Volume Natrium Tiosulfat yang digunakan


= 25,85
untuk titrasi (ml)

Tabel 3.11 Data Pengamatan Standarisasi Larutan I2

Parameter Nilai

Volume Natrium Tiosulfat (ml) 25

N Natrium Tiosulfat 0,0987


Volume I2 yang digunakan untuk titrasi (ml) = 25,6

Tabel 3.12 Data Pengamatan Analisa Daya Serap Karbon Aktif Terhadap I2
Volume Titran Volume Sampel (ml)
Sampel
Blanko (ml)

1 4,9 2,1

2 4,8 2,2

3.2 Hasil Percobaan


3.2.1 Hasil Percobaan Asap Cair

Tabel 3.13 Rendamen asap cair

Massa Bahan Massa Rendamen


Baku (g) Produk (g) (%)

1150 312,98 27,21%

Tabel 3.14 Neraca massa proses pirolisis

Sampel Massa (g)

Tempurung Kelapa (bahan baku) 1150

Asap cair 312.98

Massa residu arang (tempurung kelapa) 373.88

Massa yang hilang 463,14


Tabel 3.15 Diameter rata-rata bahan baku

Xi
Nomor Massa Davg D3 Dv
(fraksi C. D3 Xi/ C.D3
ayakan (g) (mm) (mm3) (mm)
massa)
-8 + 9 715,23 0,6219 2,18 10,3602 5,4246 0,1146
-9 +10 311,31 0,2707 1,85 6,3316 3,3152 0,0816
1,2772
-10 +12 123,46 0,1074 1,55 3,7239 1,9498 0,0551
Total 1150 1 10,6896 0,2513

Tabel 3.16 Hasil kualitas asap cair

Hasil Uji

Mutu Asap Cair Mutu Asap Cair Setelah


Parameter Setelah
Standar Jepang Grade 2 proses
proses
pirolisis pemurnian

Ph 1,50 – 3,70 Rasa asam sedang 3 2

Kuning coklat Coklat


Warna dan Kecoklatan Kuning
kemerahan dan kemerahan
transparansi transparan bening
transparan transparan

Berat jenis
(specific >1,005 - - -
gravity)

Bahan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Terapung

Keasaman 10,72%
1 – 18% - -
(acidity)
3.2.3 Hasil Percobaan Karbon Aktif

Tabel 3.17 Rendamen Karbon Aktif

Massa Bahan Massa Rendamen


Baku (g) Produk (g) (%)

1150 373,88 32,51%

Tabel 3.18 Hasil Analisa Kualitas Karbon Aktif

Kadar abu Volatile Daya serap I2


Sampel Kadar air (%) (%)
(%) Matter (%)

1 6,1475 0,2199 19,8773 3,4416

2 5,8988 0,4999 20,3959 3,3178

Rata – rata 6,0232 0,3599 20,1366 3,3797

3.3 Pembahasan

3.3.1 Asap Cair

Praktikum ini bertujuan untuk mengoperasikan alat pirolisis dan membuat asap
cair grade 2. Bahan baku yang digunakan yaitu tempurung kelapa sebanyak 1150 gram dan
temperatur pengoperasian alat pirolisis 600 oC selama kurang lebih 2 jam hingga tetesan
terakhir asap cair. Dari proses pirolisis menghasilkan asap cair sebanyak 312,98 gram
dengan rendemen asap cair sebesar 27,21% dan residu arang sebanyak 373,88 gram
dengan rendemen residu sebesar 32,51% serta total massa yang hilang adalah 463,14 gram.
Massa yang hilang tersebut berupa gas yang mengandung H2O, CO2, CO, H2 dan CH4.
Produk asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis memiliki warna cokelat kemerahan
dengan pH 3, warna kemerahan tersebut dikarenakan adanya senyawa tar yang masih
terkandung dalam produk asap cair. Produk asap cair kemudian didiamkan selama 1
minggu, kemudian dilakukan penyaringan sehingga senyawa tar terpisah dan diperoleh
produk asap cair berwarna coklat kemerahan bening dengan pH 2.
Selanjutnya yaitu membuat asap cair grade 2. Asap cair hasil penyaringan
berwarna coklat kemerahan transparan dan pH asam sedang, dimana hasil penyaringan
menunjukkan bahwa warna dari produk asap cair tersebut mendekati mutu asap cair grade
2, sedangkan pH belum memenuhi mutu asap cair grade 2. Produk asap cair hasil
penyaringan kemudian didestilasi selama 7 jam 1 menit dan dihasilkan asap cair sebanyak
233,08 gram, berwarna kuning keemasan dengan pH 2. Adanya perubahan warna setelah
destilasi menandakan berkurangnya senyawa tar dalam produk asap cair tersebut. Asap
cair hasil destilasi ini selanjutnya direndam zeolit dengan perbandingan 1 : 1 selama 1 jam
dan dihasilkan asap cair sebanyak 173,95 gram berwarna kuning bening dengan pH 2. pH
asam pada asap cair disebabkan oleh adanya senyawa asam yang terkandung dalam asap
cair yaitu fenol, asam asetat, asam format, asam butirat. Saat perendaman menggunakan
zeolit, terjadi proses adsorbsi sebagian senyawa yang bersifat karsinogen seperti
benzopyrene dan sebagian tar yang masih terdapat pada asap cair. Berdasarkan tabel 3.16,
menghasilkan produk asap cair dengan pH 2, kadar asam asetat sebesar 10,72% dan
berwarna kuning bening atau kuning transparan. Hasil asap cair yang diperoleh memenuhi
standar kualitas Jepang.

3.3.2 Karbon aktif

Praktikum ini bertujuan untuk membuat karbon aktif dengan proses pirolisis dan
menganalisa kualitas karbon aktif. Karbon aktif merupakan residu yang diperoleh dari
hasil pirolisis menggunakan bahan baku tempurung kelapa, kemudian diaktivasi secara
kimia menggunakan NaCl (natrium klorida). Analisa yang dilakukan pada karbon aktif
meliputi kadar air, kadar abu, kadar volatile matter dan daya serap iod. Berdasarkan
standar kualitas karbon aktif yaitu SNI (Standar Nasional Indonesia) batas maksimal untuk
kadar air sebesar 15%, kadar abu maksimal 10%, volatile matter maksimal 25%. Untuk
daya serap iod menggunakan standar kualitas karbon aktif berdasarkan standar SII
(Standar Industril Indonesia) yaitu daya serap iod minimalnya sebesar 20%. Hasil analisa
karbon aktif diperoleh kadar air sebesar 6,0232%, kadar abu sebesar 0,3599%, volatile
matter sebesar 20,1366%, dan daya serap iod sebesar 3,3797%. Kualitas karbon aktif pada
analisa kadar air, kadar abu, dan volatile matter telah memenuhi standar SNI, namun pada
analisa daya serap terhadap larutan I2 belum memenuhi standar SII.

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis dari karbon
aktif tersebut. Karbon aktif bersifat higroskopis sehingga sanggat mudah untuk mengikat
uap air di udara, karena sifatnya yang higroskopis ini karbon aktif dapat dijadikan
adsorben (Ikawati dan Melati, 2009). Kadar air yang dihasilkan dari proses aktivasi NaCl
memenuhi standar SNI, hal ini dapat disebabkan NaCl bersifat higrokopis. Higrokopis
adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui
absorbsi atau adsorpsi. Sehingga, air yang terdapat dalam karbon aktif bereaksi
membentuk NaOH dan HCl (Evi Setiawati, Suroto, 2010).

Kandungan abu berpengaruh pada karbon aktif, dimana keberadaan abu yang
berlebihan dapat membuat pori-pori karbon aktif tersumbat, sehingga luas permukaan
karbon aktif berkurang. Kandungan Analisa volatile matter dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar permukaan karbon aktif mengandung zat lain sehingga mempengaruhi daya
jerapnya. Semakin rendah volatile matter akan meningkatkan daya jerap dari karbon aktif
karenaakan semakin besar kandungan karbon terikatnya (Pari dkk., 2006). Pada praktikum
ini kadar abu dan volatile matter sesuai dengan standar SNI .

Daya serap iod menjadi persyaratan umum untuk menilai kualitas karbon aktif.
Semakin besar nilai adsorpsi iod maka semakin besar kemampuan karbon aktif dalam
mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut. (Idrus dkk., 2013). Hasil uji daya serap pada
praktikum ini jika dibandingkan dengan SII tidak memenuhi standar, hal ini dikarenakan
waktu aktifasi kimia yang digunakan dalam praktikum ini relatif singkat, yaitu 2,5 jam
sehingga menyebabkan masih ada pori-pori karbon aktif yang tertutup oleh pengotor dan
belum semua pori-pori karbon aktif terbuka maksimal, sehingga menyebabkan daya serap
I2 belum maksimal. Meningkatnya waktu aktifasi membuat pori-pori karbon aktif terbuka
membentuk rongga yang lebih besar ukurannya dari molekul I2 sehingga molekul I2 dapat
masuk ke dalam rongga karbon aktif (Polii, 2017). Selain waktu aktivasi, suhu merupakan
salah satu faktor untuk meningkatkan daya serap iod. Semakin tinggi suhu pirolisis, maka
semakin banyak pori karbon aktif yang terbuka sehingga molekul iod masuk ke dalam
rongga karbon aktif. Semakin besar angka iod maka semakin besar kemampuannya dalam
mengadsopsi. Daya serap terhadap iod semakin besar dengan kenaikan suhu, ini berarti
bahwa kualitas karbonaktif akan semakin baik dalam penjerapan (Pari, 2006).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pada pratikum proses pirolisis didapatkan rendamen asap cair sebesar 27,21% ;
rendamen karbon aktif sebesar 32,51 % dan bagian yang hilang sebesar 40,28%
2. Kualitas asap cair sudah memenuhi standar Jepang dengan nilai pH 2; transparan
atau tidak keruh; tidak ada bahan terapung pada asap cair dan kadar keasaman
sebesar 10,72 %. Tetapi, warna dan pH hasil akhir pemurnian asap cair tidak
memenuhi standar mutu asap cair grade 2.
3. Kualitas karbon aktif sudah memenuhi standar SNI pada parameter kadar air,
kadar abu dan kadar volatile matter sebesar 6,0232% , 0,3599% dan 20,1366%
14,3660%. Sedangkan daya serap I2 tidak memenuhi standar SII, dimana daya
serap I2 yang dioeroleh yaitu 3,3797%.

4.2 Saran
Perhatikan setiap sambungan pada alat pirolisis agar tidak ada produk asap cair
yang hilang ke lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Dadang. (2006). Jarak Pagar Sebagai Tanaman Penghasil Biodiesel.


https://books.google.co.id/books?id=w2qZ9uLFrw0C&pg=PA102&hl=id&source=
gbs_toc_r&cad=3#v=onepage&q&f=false

Darmadji, P. 1995 Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas


Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redistilasi.


Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8(3);267-171.

Djatmiko, B., S. Ketaren dan Setyakartini. 1985. Arang Pengolahan dan


Kegunaannya. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Djeni, H., dkk. 2014. Pemanfaatan Limbah Tempurung Kemiri Sunan (Aleurites
trisperma) Sebagai Bahan Baku Pada Pembuatan Karbon aktif (Utilization Of
Kemiri Sunan Shell Waste as Raw Material in Manufacturing Of Activated
Charcoal). Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.32 No.4 : 271- 282

Evi, Setiawati dan Suroto. 2010. Pengaruh Bahan Aktivator pada Pembuatan
Karbon Aktif Tempurung Kelapa. Peneliti Baristand Industri Banjarbaru..

Fauziah, N. (2009). Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia Mangium
Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben. Skripsi Institut
PertanianBogor. Repository,ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/13071/E09nfa.pdf

Fretheim, K., P. E. Granum dan Vold. 1980 Influence of Generation Temperature


on The Chemical Composition, Antioxidative Antimicrobial Effects of Wood
Smoke. J. Food Science 45 : 999-1007.

Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis horwood. New
York.
Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Pangan. Terjemahan
Achmadi S., Bandung Technology Institute Press, Bandung.

Hendra, D. 1992. Hasil Pirolisis dan Nilai Kalor dari 8 Jenis Kayu di Indonesioa
Bagian Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 10(4);122-124.

Maulana, G.G.R., dkk. 2017. Proses Aktivasi Karbon aktif Dari Cangkang Kemiri
(Aleurites moluccana)Dengan Variasi Jenis Dan Konsentrasi Aktivator Kimia.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lambung
Mangkurat Vol. 42 : 247 – 256.

Maulinada, L., dkk. 2015. Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif.
Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (73-77).

Pari, G., Hendra, D dan R.A. Pasaribu. 2006. Pengaruh Lama Waktu Aktivasi dan
Konsentrasi Asam Fosfat terhadap Mutu Arang Aktif Kulit Kayu Acacia
magium. Bogor: Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan.

Tim Laboratorium Proses Produksi. (2016). “Penuntun Praktikum Proses Produksi


Semester VII”, Politeknik Negeri Samarinda: Samarinda

Toth, L. dan K. Potthast. 1984. Chemical Aspect of the Smoking of Meat and Meat
Products dalam C. O. Chichester, E. M. Mrakdan B. S. Schweigert (ed.).
Advances in Food Research. Vol. 29. Academic Press, Inc., New York.
London.

Yunita, R. (2016). Pengaruh Waktu Aktivasi Kimia Terhadap Arang Aktif Cangkang
Kelapa Sawit Hasil Pirolisis Oksidasi Parsial. Tugas Akhir Politeknik Negeri
Samarinda.
PERHITUNGAN

a. Diameter Rata-Rata Bahan Baku


Xi
Nomor Massa Davg D3 Xi/ Dv
(fraksi C. D3
ayakan (g) (mm) (mm3) C.D3 (mm)
massa)
-8 + 9 715,23 0,6219 2,18 10,3602 5,4246 0,1146
-9 +10 311,31 0,2707 1,85 6,3316 3,3152 0,0816
1,2772
-10 +12 123,46 0,1074 1,55 3,7239 1,9498 0,0551
Total 1150 1 10,6896 0,2513


√ √ mm

b. Rendemen Asap Cair

c. Rendemen Residu

d. Neraca Massa Proses Pirolisis


Massa yang hilang
463,14 g

Tempurung Kelapa Pirolisis Asap cair


1150 g 312,98 g

Arang
373,88 g
Massa tempurung kelapa masuk (bahan baku) = 1150 g
Massa produk asap cair = 312,98 g
Massa residu (arang) = 373,88 g
Massa bahan baku = massa produk asap cair + massa residu + massa yang hilang
1150 g = 312,98 g + 373,88 g + massa yang hilang
Massa yang hilang = (1150 g – 312,98 g – 373,88) g
= 463,14 g

e. Kadar Asam Asetat dalam Asap Cair


Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi = 44,65 ml
Normalitas NaOH = 0,1 N
BM asam asetat = 60 g/gmol
Volume asap cair = 25 mL

f. Kadar Air Karbon Aktif


g. Kadar Abu Karbon Aktif

h. Volatile Matter Karbon Aktif

( )

( )

( )

( )
i. Konsentrasi Larutan Natrium Tiosulfat Sebenarnya
= 500 mg
Fp = =4

Bst = 49 mg/
Volume Natrium Tiosulfat yang digunakan untuk titrasi = 25,85 ml

j. Konsentrasi Larutan I2 Sebenarnya


Volume Natrium Tiosulfat = 25 mL
N Natrium Tiosulfat = N
Volume I2 yang digunakan untuk titrasi = 25,6 mL

k. Daya Serap Karbon Aktif terhadap I2


Daya serap I2 Sampel I
Volume titran blanko (b) = 4,85 ml
Volume titran untuk sampel (a) =
N tio = N
BE Iod = 126,9 mg/mgrek
Massa sampel = 1,0008 g = 1000,8 mg
Daya serap I2 Sampel II
Volume titran blanko (b) = 4,85 ml
Volume titran untuk sampel (a) =
N tio = N
BE Iod = 126,9 mg/mgrek
Massa sampel = 1,0004 g = 1000,4 mg

Daya serap I2 rata-rata =

= 3,3797 %

Anda mungkin juga menyukai